Anda di halaman 1dari 67

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

A DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG NB 3
RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

Disusun oleh :
Nama : Zihan Dwi Virananda
NIRM : 16049

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI


JAKARTA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Klien Tn.A dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang NB
3 Rumah Sakit Pelni Jakarta”

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan,
tetapi berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp.B.,Sp.BTKV(K).,MH Direktur Utama Rumah


Sakit Pelni.
2. Achmad Samdani, SKM Ketua Yayasan Samudra Apta.
3. Buntar Handayani, SKp.,M.Kep.,MM Direktur Akademi Keperawatan Pelni
Jakarta
4. Isnayati, Ns .,M.Kep Dosen pembimbing di Akademi Keperawatn Pelni Jakarta
5. Erma Purborahayu, AMK sebagai Kepala Urusan di Ruang New Bugenville 3
Rumah Sakit Pelni Jakarta sekaligus Preseptorship di Ruang New Bugenville 3
Rumah Sakit Pelni Jakarta.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua yang membaca.

Jakarta, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................................. 3
C. Ruang Lingkup ..................................................................................................... 4
D. Metode Penulisan ............................................................................................... 4
E. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 6
A. Pengertian ........................................................................................................... 6
B. Etiologi ................................................................................................................. 6
C. Patofisiologi dan Manisfestasi ............................................................................. 8
D. Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 11
E. Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 12
F. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 15
G. Perencanaan Keperawatan ............................................................................... 16
H. Pelaksanaan Keperawatan ............................................................................... 24
I. Evaluasi Keperawatan ....................................................................................... 25
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................................. 28
A. Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 28
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 38
C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan .................................... 38
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................... 51
A. Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 51
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... 52
C. Perencanaan Keperawatan ............................................................................... 54
D. Pelaksanaan Keperawatan ................................................................................ 56
E. Evaluasi Keperawatan ....................................................................................... 57
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 59
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 59
B. Saran .................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 61

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian dari
otak. Ada dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik, stroke
iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah
baik itu sumbatan karena thrombosis (penggumpalan darah yang
menyebabkan sumbatan dipembuluh darah otak) atau embolik (pecahan
gumpalan darah, udara, benda asing yang berada dipembuluh darah otak).
Hipertensi yang menimbulkan Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang
subarachnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik. Jumlah total stroke
iskemik sekitar 83% dan sisanya sebesar 17% adalah stroke hemoragik.
(Black, 2014).

Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah penyakit


jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut
silent killer, DM, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak. Angka
kejadian stroke di dunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam setahun.
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena
serangan dan sekitar sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal sedangkan
sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa menjadi cacat berat (Pudiastuti,
2011).

Di Amerika serikat tercatat sekitar 770.000 pasien stroke, baik yang terkena
serangan susulan dari segi usia 72% pasien berumur diatas 65 tahun,
dikarenakan peluang seseorang terkena stroke setelah berusia 55 tahun
berlipat ganda pada setiap dasawarsa pertambahan umumnya. Peningkatan
kejadian stroke dapat disebabkan karena faktor resiko stroke misalnya seperti,
hipertensi, merokok, kadar kolesterol dalam darah tinggi dan diabetes

1
2

sehingga angka kejadian stroke sumbatan 70% lebih tinggi dari pada stroke
perdarahan 30%. (Fajri Jannatun,2012).

Menurut WHO (world Health Organization), tahun 2012. Kematian akibat


stroke sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi
selain itu sekitar 16% disebabkan karena tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh secara patologis
berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada
saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat metabolisme glukosa secara anaerobic yang
merusak jaringan otak.

Berdasarkan hasil data RISKESDAS tahun 2013 pravelansi penyakit stroke di


Indonesia meningkat seiring bertambahnya usia. kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas sebesar (43.1%)
dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar (0.2%).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013,
pravelensi kasus di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7.0 per mill dan 12.1 per mill untuk yang terdiagnosis memilki gejala
stroke. Pravelansi kasus stroke tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi utara
(10.8%), di provinsi DKI Jakarta (9,7%) dan terendah di provinsi papua
(2.3%). (Kemenkes, 2013)

Berdasarkan uraian di atas, dengan semakin meningkat jumlah penderita


penyakit stroke non hemoragik jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat
biasanya terjadi kegawatan dan komplikasi dapat menyebabkan Hipoksia
serebral, Penurunan aliran darah serebral , Emolisme serebral Untuk
mengatasi hal tersebut atau mencegah agar tidak terjadi komplikasi yang
berlanjut maka penting sekali adanya pelayanan kesehatan secara
komperensif dari semua tenaga kesehatan termasuk tenaga keperawatan
secara komperensif dan berkualitas. Upaya pelayanan kesehatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative. Yang dimaksud dengan promotif yaitu
meningkatkan derajat kesehatan pada klien dan keluarga atau masyarakat
3

yang belum terkena stroke non hemoragic, preventif yaitu tindakan


pencegahan bagi klien dan keluarga atau masyarakat yang beresiko terkena
stroke non hemoragic, kuratif yaitu memberikan intervensi independen
maupun kolaborasi sesuai dengan peran dan fungsi perawat, dan sedangkan
rehabilitative yaitu pemulihan dan pemeliharaan kesehatan selanjutnya.

Perawat mempunyai peran yang sangat mendukung dan sangat penting dalam
pelayanan kesehatan atau melakukan asuhan keperawatan kepada klien
dengan stroke non hemoragic. otot yang tidak terkena stroke serta melatih
kembali otot yang terkena stroke sehingga klien dapat meminimalkan
kecacatan permanen serta kematian. Dan memberikan informasi dan
penyuluhan kepada keluarga untuk melakukan perawatan secara mandiri di
rumah kepada klien dengan stroke non hemoragic sehingga dapat berfungsi
secara optimal kembali setelah sakit, seperti memberikan latihan ROM
(Range Of Motion) Pasif, keluarga mengawasi serta mengingatkan klien
untuk memberikan obat secara teratur, keluarga mengawasi serta
mengingatkan klien untuk control secara rutin.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan penyakit stroke


memilki insiden yang cukup tinggi dan merupakan penyakit yang jika tidak
diatasi dengan baik dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Maka
dibutuhkannya peran perawat dalam memberikan pelayan keperawatan
dengan stroke non hemoragik dan upaya perawat sebagai promotif, Preventif,
kuratif, dan rehabilitatife. sehingga penulis tertarik untuk menerapkan asuhan
Keperawatan Pada klien Tn. A Dengan Stroke Non Hemoragik Di Ruang
New Bougenville 3 Rumah Sakit Pelni Jakarta secara komprehensif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non Hemoragik.
4

2. Tujuan Khusus
Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
Stroke Non Hemoragik, maka penulis diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Stroke Non Hemoragik.
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
f. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik pada klien
dengan Stroke Non Hemoragik.
g. Mengidentifikasi faktor pendukung, faktor penghambat serta mencari
solusi atau alternatif pemecahan masalah pada klien dengan Stroke
Non Hemoragik.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
Non Hemoragik.

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu
kasus yaitu asuhan keperawatan pada Klien “Tn. A dengan Stroke Non
Hemoragik di Ruang New Bougenville 3 Rumah Sakit PELNI Jakarta yang
dilaksanakan mulai tanggal 9 Oktober - 11 Oktober 2018”

D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
menggambarkan penerapan asuhan keperawatan pada klien Stroke Non
Hemoragic yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menganalisa
data dan menarik kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk narasi. Penulis
memperoleh data dari wawancara dan observasi, study kasus yaitu,
memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada klien dengan Stroke
5

Non Hemoragic, study dokumentasi, yaitu mempelajari data klien dari file
klien, study kepustakaan, yaitu menggunakan beberapa sumber.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari 5 BAB. BAB 1
Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Tujuan yang terdiri dari tujuan
umum dan tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika
penulisan. BAB 2 Tinjauan Teori terdiri dari pengertian, etiologi,
patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan
evaluasi keperawatan. BAB 3 Tinjauan Kasus terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
keperawatan. BAB 4 Pembahasan terdiri dari pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan,
dan evaluasi keperawatan. BAB 5 Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian
otak. Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik, stroke
iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah
baik itu sumbatan karena thrombosis (penggumpalan darah yang
menyebabkan sumbatan dipembuluh darah otak) atau embolik (pecahan
gumpalan darah, udara, benda asing yang berada dipembuluh darah otak).
Perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang subarachnoid adalah penyebab
dari stroke hemoragik. (Joyce M. Black, 2014)

Stroke adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi
otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (WHO, 2014)

Stroke Non hemoragik adalah obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum, obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh darah otak (Price, silvia,
2006)

Stroke Non Hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli


dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur, atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.(Arif Muttaqin, 2008)

B. Etiologi
Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragic
(Nanda.Nicnoc,2015)

6
7

a) Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah


yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti 80%.
Stroke iskemik dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Stroke trombotik adalah proses terbentuknya thrombus yang
membuat pengumpalan
b. Stroke embolik adalah tertutupnya pembuluh arteri oleh
bekuan darah
c. Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah ke
seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung
b) Stroke hemoragic adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak, hampir 70% kasus stroke hemoragic terjadi
pada penderita hipertensi. Stroke hemoragic ada 2 jenis yaitu :
a. Hemoragic intracerebral adalah pendarahan yang terjadi dalam
jaringan otak
b. Hemoragic subarachnoid adalah pendarahan yang terjadi pada
ruang subarachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutup otak)

Faktor-faktor yang menyebabkan stroke :


a) Faktor yang tidak dapat dirubah (non reversible)
 Jenis kelamin : pria lebih sering ditemukan menderita stroke
dibandingkan wanita
 Usia : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena
stroke
 Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
b) Faktor yang dapat dirubah (reversible)
Hipertensi, Penyakit jantung, Kolesterol tinggi, Obesitas, Diabetes
mellitus, Polisetemia, Stress emosional.
c) Faktor risiko karena gaya hidup
Merokok, Meminum alcohol, Obat-obatan terlarang, Aktivitas yang
tidak sehat, kurang olahraga, makanan berkolesterol
8

C. Patofisiologi
Stroke non hemoragik etiologinya ada 3 yaitu, embolik, trombolik, dan
hipoperfusion. Stroke trombotik adalah tipe stroke yang paling umum,
dimana sering dikaitkan dengan arterosklerosis dan menyebabkan
penyempitan lumen arteri, sehingga menyebabkan gangguan suplai darah
yang menuju ke otak. Gejala dari CVA akibat thrombus terjadi selama tidur
atau segera setelah bangun tidur. Hal ini berkaitan pada orang tua aktifitas
simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya tekanan
darah. Yang akan menimbulkan iskemi otak. Pada orang ini biasanya
mempunyai hipotensi postural dan buruknya reflek terhadap perubahan
posisi. Tanda dan gejala neurologi sangat sering memperlihatkan keadaan
yang lebih buruk pada 48 jam pertama setelah thrombosis.

Stroke embolik disebabkan embolus yang berasal dari thrombus jantung.


Miokardial thrombus paling umum disebabkan oleh penyakit jantung rematik
dengan mitral stenosis atau atrial fibrilasi. Penyebab lain stroke embolik
adalah lemak, tumor sel embolik, emboli akibat pembedahan jantung atu
vaskuler. Transient ischemic attack (TIA) berkaitan dengan iskemik serebral
dengan disfungsi neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa
hilang kesadaran dan hilangnya seleruh fungsi sensorik dan motrorik atau
hanya deficit local. Serangan iskemik hanya berlangsung dalam beberapa
menit sampai beberapa jam. (Wahyu widagdo, dkk 2008).

Hipoperfusion adalah berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh


Karena adanya gangguan denyut jantung. Setelah menimbulkan gejala utama,
pertamanya adalah disebut hypoxia jaringan otak dengan tanda dan gejala
napas pendek, kebingungan, berkeringat, kulit berubah warna, menjadi biru
atau merah keunguan, sesak napas, halusinasi, batuk-batuk, kelelahan, detak
jantung cepat, napas berbunyi (mengi), Hipoksia dapat menyebabkan iskemik
serebral karena tidak seperti jaringan pada tubuh lainnya, misalnya otot otak
tidak bisa menggunakan metabolisme anaerobik dengan tanda kekurangan
nutrisi dan oksigen yang lebih lanjut dari hypoxemia dengan tanda dan gejala
mual, muntah, pusing, sesak, keringat dingin, kulit pucat dan dingin,
peningkatan tekanan darah dan nadi, Iskemik jangka pendek dapat mengruh
9

pada penurunan system neurologis sementara atau TIA (transient ischemic


attack) atau serangan stroke sementara dengan tanda dan gejala defisit
neurologis yang hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA menyebabkan
penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian dari otak.

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan
deficit menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Stroke Non Hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur, atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. (Arif Muttaqin, 2008)

Setiap deficit local permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang
terkena. Pembuluh darah otak yang terkena akan menggambarkan daerah
otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik
adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis internal. Deficit local
permanen dapat tidak diketahi jika klien pertama kali mengalami iskemik
otak total yang dapat teratasi. Jika aliran darah ketiap bagian otak terhambat
karena thrombus atau emboli maka mulai terjadi kekurangan oksigen dalam
waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopis neuron-neuron.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolisme sel-sel neuron, dimana sel neuron tidak mampu menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan
oksigen yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak. (Arief Mutaqin,
2008).

Menurut smeltzer, 2013 manifestasi dari stroke non hemoragik tergantung


pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun tanda dan
gejala pada stroke adalah: Kehilangan motorik, kehilangan komunikasi
seperti disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
10

menghasilkan bicara. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan


bicara), Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), gangguan persepsi, wajah tidak simetris, vertigo,
mual – muntah, nyeri kepala, gangguan penglihatan, Kehilangan motorik,
stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik, karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan
dari otak. Difungsi neuron paling umum adalah hemiplagia (paralisis pada
salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh).

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah serebral


dan embolisme serbral (smeltzer, 2013)
1. Hipoksia serebral
Fungi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan. Hipoksia serebral di minimalkan dengan pemberian oksigen,
mempertahankan hemoglobin serta hematocrit akan membantu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung,
dan integrasi pembuluh darah serebral. Hidrasi dekuat cairan intravena,
memperbaiki aliran darah dan menurunkan viskositas darah. Hieprtensi
atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area cidera.
3. Embolisme cedera
Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otal dan selanjutnya akan menurunkan
aliran darah ke serebral. Distrimia dapat menimbulkan curah jantung
tidak konsisten, distrimia dapat menyebabkan embolu serebral dan
harus segera diperbaiki.
11

D. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), pentalaksanaan stroke dibagi menjadi :
1. Phase akut
a. Pertahankan fungsi vital seperti: jalan nafas, pernafasan, oksigenasi
dan sirkulasi.
b. Altepalse ( recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
c. Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus
dilakukan selama 3-5 jam sejak onset terjadinya symptom dan setelah
di pastikan tidak mengalami stroke perdarahan dengan CT Scan.
d. Antikoagulasi: Dapat diberikan pada Stroke Non Hemoragik selama
24 jam sejak serangan gejala - gejala dan diberikan secara intravena,
seperti natrium warfarin (caumadin), heparin, antitrombosit,
dioiridamol.
e. Anti agregesi platelet ( obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan
trombus) : aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol,cilostazol.
f. Anti hipertensi: Untuk menangani masalah hipertensi, seperti
captropil, amlodipin.
g. Mengurangi demea cerebral dengan diuretik

2. Post phase akut


a. Pencegahan spatik paralisis dengan anti spasmodik
b. Program fisioterapi
c. Penanganan masalah psikososial

3. Non Farmakoterapi
a. Ubah posisi tiap 2 jam, baringkan pasien pada posisi miring atau
terlentang.
b. Pertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat bila perlu berikan
oksigen sesuai indikasi.
c. Bedrest untuk pasien fase akut.
d. Berikan latihan rentang gerak sendi 4-5 kali sehari untuk
memperahankan mobilisasi dan mencegah kontraktur untuk pasien
setelah fase akut.
12

e. Fisioterapi/ speech terapi


f. Diit rendah garam dan kolesterol

E. Pengkajian Keperawatan
Penulis untuk pengkajian keperawatan pada klien stroke non hemoragik
mengacu kepada Marlyn Doengoes, 2012 :
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi/ paralisis (hemiplagia).
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid spastik); paralitik (hemiplagia) dan
terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran.

2. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung (MI, Reumatik/ penyakit jantung
vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat
hipotensi postural.
Tanda : Hipertensi arterial (dapat ditemukan/ terjadi pada CSV)
sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler,
nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung/ kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat
vasomotor), disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis dan
arteri iliaka/ aorta yang abnormal.

3. Integritas Ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah sedih
dan gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (distensi kandung kemih berlebihan),
bising usus negatif (ileus paralitik).

5. Makanan/ Cairan
13

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah selama fase akut


(peningkatan TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah,
pipi dan tenggorok, disfagia.
Tanda : Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
faringeal), obesitas (faktor resiko).

6. Neurosensori
Gejala : Sinkope/ pusing (sebelum serangan CSV/ selama TIA) sakit
kepala; akan sangat berat dengan perubahan intraserebral/
subaraknoid, kesemutan/ kelemahan (biasanya terjadi selama
serangan TIA yang ditemukan dalam berbagai derajat pada
stroke jenis yang lain) ; sisi yang terkena terlihat seperti mati/
lumpuh, penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan lainnya,
sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi
tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang
pada ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman.
Tanda : Status mental/ tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragis; ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar
jika penyebab adalah thrombosis yang bersifat alami, gangguan
tingkah laku (seperti penurunan memori), genggaman tidak sama,
refleks tendon melemah secara kontralateral, pada wajah terjadi
paralisis, afasia : gangguan/ kehilangan fungsi bahasa mungkin
afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), resertif
(afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata - kata
secara bermakna atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal
diatas, kehilangan kemampuan untuk mengenali/ menghayati
masuknya rangsang visual, pendengaran taktil (adnosia) seperti
gangguan kesadaran terhadap citra rubuh, kewaspadaan,
kelalaian terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi,
kehilangan kemampuan motorik saat pasien ingin
menggerakkannya (apaksia). Ukuran pupil tidak sama, dilatasi
miosis pupil ipsilateral (pendarahan/ perniasi), kekakuan nukal
14

(biasanya karena pendarahan), kejang (biasanya karena pencetus


pendarahan).

7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis terkena).
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/ fasia.

8. Pernapasan
Gejala : Merokok (faktor resiko).
Tanda: Ketidakmampuan menelan/ hambatan jalan nafas, timbulnya
pernapasan sulit dan tidak teratur, suara nafas terdengar/ ronkhi
(aspirasi sekresi).

9. Keamanan
Tanda : Motorik/ sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan), hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu
mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah
dikenalnya dengan baik, gangguan berespon terhadap panas,
perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/kurang
kesadaran diri (stroke kanan).

10. Interaksi Sosial


Tanda : Masalah bicara ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

11. Pembelajaran/ Penyuluhan


Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resiko),
pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (faktor resiko)
15

Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral : Membantu untuk menentukan penyebab stroke
secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik
oklusi atau rupture.
b. Pungsi lumbal : Menunjukan adanya tekanan yang normal dan
biasanya adanya thrombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarachnoid atau perdarahan intra cranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
c. CT scan : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
infark.
d. MRI (Magnetic Resonase imaging) : Menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, malforasi arteriovena (MAV).
e. Ultrasonografi doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis (aliran darah atau muncul plak
arteriosklerotik).
f. Elektro encephalografi (EEG) : Mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
g. Sinar X tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempengan
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah, gangguan oklusif, hemoragic, vasospasme serebral, edema
serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal),
paralisis spastic, kerusakan perceptual/kognitif.
16

3. Kerusakan komunikasi verbal/ tulis berhubungan dengan kerusakan


sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangantonus otot
fasial/oral, kelemahan atau kelelahan umum.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makan, penurunan fungsi
nerfus hipoglosus.
5. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan transmisi, integrasi
(trauma neurologis atau deficsit) stres psikologis (penyempitan lapang
perceptual yang disebabkan oleh ansietas.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
7. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, persepsi
kognitif.
8. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuscular/perceptual.
Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang pengobatan.

G. Perencanaan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah ke otak, gangguan oklusif, hemoragic, vasospasme serebral, edema
serebral.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringgan serebral
Kriteria Hasil : Perubahan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital stabil.

Rencana tindakan :
Mandiri
a. Tentukan faktor- faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab
penurunan perfusi serebral dan potencial terjadinya peningkatan TIK.
b. Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan yang normalnya.
c. Pantau tanda-tanda vital
17

d. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya


terhadap cahaya.
e. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan,
gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
f. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien
sadar.
g. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomi (netral)
h. Pertahankan keadaan tirah baring.
i. Berikan obat sesuai indikasi: anti koagulan, antifibrolitik, anti
hipertensi, vasodilatasi perifer.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan


neuromuscular, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal),
paralisis spastic.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan fisik.
Kriteria hasil : Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang
dibuktikanoleh tidak adanya kontraktur, footdrop,
mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena, mempertahankan perilaku yang
memungkinkan unuk aktivitas dan mempertahankan
integritas kulit.

Rencana tindakan :
Mandiri
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
c. Letakkan pada posisi telungkup satu atau dua kali sehari jika pasien
dapat mentoleransinya.
d. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional.
f. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak.
g. Evaluasi penggunaan kebutuhan alat bantú untuk pengaturan posisi.
18

h. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada


tangan.
i. Tinggikan tangan dan kepala
j. Tempatkan “hand roll” keras pada telapak tangan dengan jari-jari dan
ibu jari berhadapan.
k. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
l. Pertahankan kaki dalam posisi netral.
m. Bantú untuk mengembangkan keseimbangan duduk dan keseimbangan
dalam berdiri
n. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau gangguan
sirkulasi
Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara
teratur dan lakukan massage secara berhati-hati pada daerah
kemerahan dan berikan alat bantú seperti bantalan lunak kulit sesuai
kebutuhan.
o. Alasi kursi duduk dengan busa atau balón air.
p. Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam aktivitas atau latihan dan
mengubah posisi.
q. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

Kolaborasi
a. Berikan tempat tidur dengan matras bulat, tempat tidur air atau tempat
tidur khusus sesuai indikasi.
b. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan
ambulasi pasien.
c. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti TENS sesuai indikasi.
d. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi seperti
baklofen dan dantrolen.

3. Kerusakan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan kerusakan


sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control
otot fasial/oral, kelemahan atau kelelahan umum.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
19

Kriteria Hasil : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah


komunikasi, membuat metode komunikasi dimana
kebutuhan dapat diekspresikan, menggunakan
sumber-sumber dengan tepat.

Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara.
b. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana(seperti “buka
mata”, “tunjuk ke pintu”)
c. Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
d. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh”
atau “pus”.
e. Minta pasien untuk menulis nama dan kalimat pendek.
f. Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis, gambar atau
berikan petunjuk visual.
g. Katakan secara langsung kepada pasien, bicara perlahan dan dengan
jelas.
h. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
i. Anjurkan pengunjung/ orang terdekat mempertahankan usahanya
untuk berkomunikasi dengan pasien.

Kolaborasi
a. Konsultasikan kepada ahli terapi wicara.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk mencerna makan, kelemahan otot untuk
mengunyah dan menelan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi/ tercapai.
Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan, dapat meningkatkan
nafsu makan klien dan tidak ada tanda tanda malnutrisi,
20

menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari


menelan.

Rencana Tindakan :
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
b. Auskultasi suara bising usus.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
d. Menganjurkan klien makan dalam dalam porsi kecil
e. Mengobservasi porsi makan klien
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan
h. pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake
diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan

5. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan transmisi, integrasi


(trauma neurologis atau deficit) stress psikologis (penyempitan lapang
perceptual yang disebabkan ansietas).
Tujuan : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori
Kriteria Hasil : Memulai atau mempertahankan tingkat kesadaran dan
fungsi perceptual, mengakui perubahan dalam
kemampuan dan adanya tingkat kesadaran dan adanya
keterlibatan residual, mendemonstrasikan perilaku untuk
mengkompersasikan terhadap defisit hasil.

Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Evaluasi gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang
pandang, perubahan ketajaman persepsi dan adanya diplopía.
b. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
c. Ciptakan lingkungan yang sederhana.
d. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul.
e. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.
21

f. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adaya lingkungan


yang membahayakan.
g. Lakukan validasi terhadap persepsi pasien.

6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,


penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi kurang perawatan diri.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan teknik/ perubahan gaya hidup untuk
memenuhi perawatan diri.

Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji kemampuan dan tingkat kesadaran.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien
sendiri.
c. Sadari perilaku/ aktivitas impulsif karena gangguan dalam mengambil
keputusan.
d. Pertahankan dukungan sikap yang tegas.
e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
atau keberhasilannya.
f. Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada.
g. Gunakan alat bantú pribadi.
h. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya
untuk menghindari kemampuan untuk menggunakan urinal, bed pan.
i. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada
kebiasaan pola normal tersebut.
Kolaborasi
a. Berikan obat suposturia dan pelunak feses
b. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.

7. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial,


perceptual, kognitif.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan harga diri
22

Kriteria Hasil : Bicara/ berkomunikasi dengan orang terdekat tentang


situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan
penerimaan pada diri sendiri, mengenai konsep diri
dalam konsep yang akurat.

Rencana Tindakan :
a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan, dengan derajat
ketidakmampuannya.
b. Identifikasi arti dari kehilangan/ disfungsi/ perubahan pada pasien.
c. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
d. Catat apakah pasien menunjuk daerah yang sakit ataukah pasien
mengingkari daerah dan mengatakan hal tersebut “telah mati”.
e. Akui pernyataan perasaan tentang pengingkaran terhadap tubuh.
f. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenal
penyembuhan fungsi tubuh/ kemandirian pasien.
g. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
h. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan/ partisipasi pasien
dalam kegiatan rehabilitasi.
i. Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti peningkatan
minat/partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
j. Berikan penguatan terhadap penggunaan alat-alat adaptif, seperti :
tongkat untuk berjalan.
k. Pantau gangguan tidur.
Kolaborasi
a. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis.

8. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan


kerusakan neuromuskular/ perseptual.
Tujuan : Kerusakan menelan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi/
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan
berat badan yang diinginkan.

Rencana Tindakan :
23

a. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara individu.


b. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
c. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
d. Mulai untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan
lunak ketika pasien dapat menelan air.
e. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk minum.
f. Anjurkan orang terdekat untuk membawa kesukaan makanan pasien.
g. Pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat dan catat
jumlahnya

9. Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang pengobatan.
Tujuan : Klien memahami tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan
terapeutik, Memulai perubahan gaya hidup yang
diperlukan.

Rencana Tindakan :
a. Evaluasi tipe/ derajat dari gangguan persepsi sensori.
b. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada
individu.
c. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana kembali
aktivitas.
d. Tinjau ulang/ pertegas kembali pengobatan yang diberikan.
e. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
f. Berikan instruksi dan jadwal tertulis mengenai aktivitas.
g. Anjurkan pasien untuk merujuk pada daftar/ komunikasi tertulis atau
catatan yang ada dari pada hanya bergantung pada apa yang diingat.
h. Sarankan pasien menurunkan stimulasi lingkungan terutama kegiatan
berfikir.
i. Rekomendasikan pasien untuk meminta bantuan dalam proses
pemecahan masalah dan memvalidasi keputusan, sesuai kebutuhan.
24

j. Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual.


k. Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan kontrol secara medis.
l. Rujuk pada perencanaan pemulihan/pengawasan perawatan dirumah
dengan mengunjungi perawat.
m. Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat
n. Rujuk/ tegakkan perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi

H. Pelaksanaan
1. Pengertian
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi,2012).

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat


memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung
terhadap klien. (Potter&Perry 2009)

2. Tujuan Implementasi :
a) Melakukan membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan
sehari-hari.
b) Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang
berpusat pada klien.
c) Mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan
perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien.

3. Tahapan-tahapan Implementasi :
a) Pengkajian ulang terhadap pasien
b) Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada
c) Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan
d) Mengantisipasi dan mencegah komplikasi
e) Mengimplementasikan intervensi keperawatan
f) Keterampilan kognitif : meliputi aplikasi pemikiran kritis pada
proses keperawatan.
g) Keterampilan interpersonal : membangun hubungan kepercayaan,
menunjukan perhatian, dan berkomunikasi dengan jelas.
25

h) Keterampilan psikomotorik : integrasi antara aktifitas kognitif dan


motorik. sumber : (Potter &Perry.2009)

4. Macam-macam Implementasi :
Intervensi Keperawatan Independen : tindakan yang dilakukan perawat
(nurse initiated intervention ) tindakan ini tidak membutuhkan arahan
dari professional kesehatan lainnya (Wood,2003)

Intervensi Keperawatan Dependen : tindakan yang membutuhkan


arahan dari dokter atau professional kesehatan lainnya. Didasrkan pada
respon dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk menangani suatu
diagnosis medis
.
Inetrvensi Keperawatan Kolaboratif : tindakan yang membutuhkan
gabungan pengetahuan ,keterampilan dan keahlian berbagai profesi
layanan kesehatan.

I. Evaluasi Keperawatan
1. Pengertian
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. (Potter&Perry,2009)

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan


cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. (Hidayat A.Aziz Alimul,2007)

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan,dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien,keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Setiadi,2012)
26

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan


perbandingan yang sitematis dan terncana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
(Asmadi,2008)

2. Tujuan Evaluasi :
a) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
c) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
sumber : (Asmadi,2008)

3. Tahap-tahap Evaluasi :
a) Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi
b) Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar
telah terpenuhi
c) Menginterprestasi dan meringkas data
d) Mendokumentasikan temuan dari setiap pertimbangan klinis
e) Menghentikan ,meneruskan,atau merevisi rencana perawatan.
(Potter&Perry,2009)

4. Macam-macam Evaluasi :
a) Evaluasi Formatif
Berfokus pada aktivitas dan hasil tindakan keperawatan. Dilakukan
segera,setelah perawat telah mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif meliputi emat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP,yakni Subjektif(data
keluhan pasien),Objektif (data hasil pemeriksaan),Analisis data
(perbandingan data dengan teori),Perencanaan.

b) Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan
selesai dilakukan.
27

Bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang


telah diberikan. Metode yang digunakan pada evaluasi jenis ini yaitu
melakukan wawancara pada akhir layanan,menanyakan respon klien
dan keluarga terkait layanan keperawatan,mengadakan pertemuan
pada akhir layanan.

Tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian


tujuan keperawatan:
1) Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubuhan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagai atau klien masih dalam proses pencapaian
tujuan,jika klien
3) Menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
4) Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukan sedikit
peribahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbuk
masalah baru. Sumber : (Asmadi,2008 )
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Tn. A jenis kelamin laki-laki, usia 60 tahun masuk Rumah Sakit PELNI
Jakarta di ruang New Bougenville 3 Pada tanggal 09 Oktober 2018 dengan
nomor register 70.57.86 dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik, Klien
sudah menikah, agama Islam, suku bangsa Betawi, Pendidikan terakhir SD,
bahasa yang digunakan bahasa Indonesia, pekerjaan pegawai swasta, alamat
KP Kembang Kerep RT 007 RW 002 Kel Meruya Utara Jakarta Barat,
sumber biaya Rumah Sakit JKN-BPJS, Sumber informasi dari klien dan
keluarga.

2. Resume
Tn.A datang ke IGD Rumah Sakit Pelni di antar oleh anaknya pada tanggal
06 Oktober 2018 pukul 21:30 WIB dengan keluhan pusing sudah dari 2 hari
yang lalu, kepala terasa berat, kaku pada pundak, penglihatan tiba-tiba buram
dan sulit menelan, keluarga mengatakan klien tidak mempunyai Hipertensi.
Klien tampak lemah, konjungtiva anemis, E3M5V4, tampak meringis, pusing
terasa saat beraktivitas, TTV= TD:160/90mmHg S:36,80C N:91x/menit
RR:20x/menit, SPO2:98%. Ditemukan masalah keperawatan gangguan
perfusi jaringan serebral. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan mandiri
dengan memberikan posisi kepala 30 derajat, mengkaji pupil klien,
mempertahankan tirah baring. Dilakukan tindakan kolaborasi memasang
infus di tangan kiri Nacl 0.9% 14 tetes/menit, memasang catheter no.18,
memasang o2 nasal kanul 3 lpm memberikan obat injeksi Ranitidine 50 mg
secara iv, memberikan obat Paracetamol 500 mg dan amlodipine 5 mg secara
oral.

28
29

Dilakukan pemeriksaan CT Scan Kepala pada tanggal 06 Oktober 2018,


kesan : Infark pada mesenchepalon, lobus frontalis kanan. Tak tampak
perdarahan maupun sol intracranial. Dilakukan pemeriksaan Laboratorium
(DPL, Ul, Ur, Cr, N, Ka) Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 06 Oktober
2018: Hemoglobin: 17,2 g/dl (N 13,5-18g/dl), Leukosit: 9,20 10^3/ul (N 5.0-
10.0 10^3/ul), Limfosit:23% (20-30), Neutrofil:67 % (50-70%), Trombosit:
214 10^3/ul (150-450 10^3/ul), Hematokrit: 51.9 % (38-54%), Eritrosit 5,86
juta/ul (4,5-5,5). GDS: 122 mg/dl. Fungsi ginjal: Ureum: 26 mg/dl(15-25),
Creatinin: 0,8 mg/dl (0,5-1), EGFR: 99 ml/menit 1,73m2 (60-90). Elektrolit:
Natrium: 139 mmol/L (134-146), Kalium: 3,3 mmol/L (3,4 - 4,5), Clorida:
107 mmol/L (96 - 108). Evaluasi keperawatan klien mengatakan pusing dan
kaku pada pundak berkurang. Paginya, pukul 06.00 klien dilakukan tindakan
keperawatan mandiri memberikan posisi elevasi 30 derajat, mempertahankan
tirah baring, mengukur TTV= TD: 156/91 mmHg, N : 91, RR: 20, S: 37,00C.
Dilakukan tindakan kolaborasi meberikan injeksi ranitidine 2x50 mg di oplos
NaCl 8 cc secara iv, memberikan obat Paracetamol 500 mg dan amlodipine 5
mg secara oral. Klien mengatakan pusing sudah tidak ada tetapi penglihatan
masih buram serta sulit menelan. Selama 2 hari klien di ruang IGD dengan
keluhan penglihatan buram, sedikit pusing, kaku pada pundak dan lemas.
Dilakukan tindakan keperawatan mandiri mengobservasi TTV hasil:
TD:150/89 N:95 x/menit, S:36,80C, RR:21 x/menit, memberikan posisi
nyaman semi fowler, mempertahankan tirah baring, mengevaluasi reflek
pupil dan perubahan sensori penglihatan, terpasang Nacl 0,9% 14 tetes/
menit, terpasang Nasal kanul 02 3 liter/menit, terpasang kateter dan ngt serta
klien mengatakan pusing dan masih kaku pada pundak, mata masih buram
dan sulit menelan.

Pada pukul 02.00 WIB di pindahkan ke Ruang New Bougenville 3 dengan


keluhan pusing, mata masih buram, sulit menelan dan lemas, seklera merah,
kelopak mata agak sulit membuka, tampak lemas, terpasang Ngt . Ditemukan
masalah gangguan perfusi jaringan serebral, gangguan presepsi sensori,
ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi
terhadapap kerusakan menelan. Dilakukan tindakan keperawatan mandiri
30

dengan mengobservasi TTV hasil:TD:152/ 86 mmHg, N:80 x/menit, S:36,5


0
C, RR:20x/menit, memberikan posisi elevasi 30 derajat, mempertahankan
tirah baring, mengevaluasi reflek pupil dan prubahan presepsi sensori,
terpasang Nacl 0.9% 14 tetes/menit, terpasang Ngt, terpasang kateter. klien
mengatakan pusing berkurang dan penglihatan masih buram.
Pada tanggal 9 Oktober 2018 jam 16.00 dilakukan pengkajian

3. Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan sekarang : keluhan utama pusing, kepala terasa berat,
penglihatan buram dan sulit dalam menelan. Kronologis keluhan: Faktor
pencetus kelelahan saat melakukan aktivitas. Timbul keluhan mendadak,
upaya mengatasinya dengan langsung di bawa ke rumah sakit Pelni Jakarta.

Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada, tidak ada riwayat alergi (makanan,
obat, hewan), tidak ada riwayat kecelakaan, riwayat pemakaian obat tidak
ada. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram dan keterangan tiga generasi
dari klien).
Ht

Ht

Klien
31

Keterangan :
/ : Meninggal : Garis Perkawinan
: Laki-Laki : Garis Keturunan
: Perempuan : Tinggal Serumah
: Klien

Penyakit yang pernah di derita oleh anggota keluarga yaitu ayah klien
memiliki hipertensi, istrinya memiliki hipertensi. Dirumah klien tinggal
dengan istri dan anaknya. Riwayat Psikososial dan Spiritual, orang yang
terdekat dengan klien adalah istri dan anaknya , pola komunikasi klien baik,
pembuat keputusan yaitu klien sendiri dan kegiatan kemasyarakatan klien
aktif dalam kegiatan keagamaan dan mengikuti kerja bakti. Dampak penyakit
klien terhadap keluarga adalah istri dan anaknya kahwatir dengan klien.
Masalah yang mempengaruhi klien adalah Gambaran diri : Klien menyukai
semua anggota tubuhnya karena merupakan anugerah dari Tuhan, identitas
diri : Klien berperan sebagai suami, ayah, dan kepala keluarga klien merasa
puas karena selama ini menjadi ayah dan suami yang baik, peran diri: karena
klien sakit akhirnya klien tidak bisa bekerja sementara waktu untuk
membiayai kebutuhan hidup keluarganya, Harga diri: klien mengatakan
sangat senang dan bangga menjadi suami sekaligus seorang ayah. Klien
mengatakan orang yang paling berarti dalam kehidupan klien adalah istri dan
anak karena klien bisa bercerita mengenai masalah yang dihadapi dan bisa
menemukan solusi bersama. Klien tidak ikut dalam kegiatan apapun di
rumah, klien dan tetangganya dalam hal komunikasi biasa saja tidak ada
hambatan atau masalah. Mekanisme koping terhadap stress adalah pemecahan
masalah. Hal yang dipikirkan klien saat ini yaitu ingin segera pulang ke
rumah, harapan setelah menjalani perawatan yaitu penyakitnya dapat sembuh
dan dapat beraktivitas seperti biasanya, perubahan setelah jatuh sakit berat
badan menurun, pusing, lemas dan klien tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari. Sistem kepercayaan, nilai –nilai yang bertentanagan degan
kesehatan tidak ada, aktivitas keagamaan atau kepercayaan yang dilakukan
adalah shalat 5 waktu. Kondisi lingkungan rumah klien berada di daerah
padat penduduk.
32

4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum sakit 80 kg, berat badan saat ini 85 kg, tinggi badan
160 cm, keadaan umum sedang, pembesaran kelenjar getah bening tidak
ada.

b. Sistem penglihatan
Otot-otot mata tidak ada kelainan, kelopak mata agak sulit terbuka dan
pergerak bola mata normal, konjungtiva tampak anemis, kornea normal,
sklera merah, pupil isokor, fungsi penglihatan kurang baik tampak kabur,
tanda-tanda peradangan tidak ada, pemakaian kacamata ada, untuk
kacamata baca. Pemakaian lensa kontak tidak ada, reaksi terhadap cahaya
positif.

c. Sistem pendengaran
Daun telinga normal, karakteristik serumen tidak ada, kondisi telinga
tengah normal, tidak ada Ciaran ditelinga, perasaan penuh ditelinga tidak
ada, tinitus tidak ada, otalgia tidak ada, fungsi pendengaran normal,
gangguan keseimbangan tidak ada, pemakaian alat bantu tidak ada.

d. Sistem Wicara
Bicara normal tidak ada aphasia, aphonia,dystria, dysphasia, dan Anarthia.

e. Sistem Pernapasan
Jalan nafas berish tidak ada sumbatan, pernapasan tidak sesak, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan, jenis pernapasan spontan, frekuensi
20x/menit, irama teratur. Kedalaman dalam, tidak adabatuk dan sputum.
Palpasi dada simetris, perkusi dada terdengar sonor, dan tidak ada nyeri
saat bernapas.

f. Sistem Kardiovaskular
Sirkulasi perifer Nadi 91 x/menit, irama teratur, denyut kuat. Tekanan
Darah : 150/85 mmHg distensi vena jugularis tidak ada, Temperatur kulit
hangat, Pengisian kapiler ,<2 detik, Edema tidak ada. Sirkulasi Jantung,
33

kecepatan denyut nadi apikal : 100x/menit, irama teratur, tidak ada nyeri
dada.

g. Sistem Hematologi
Warna kulit klien tampak pucat, perdarahan tidak ada.

h. Sistem Syaraf Pusat


Keluhan sakit kepala (pusingdan kaku pada temgkuk leher), tingkat
kesadaran Compos Mentis GCS: E4M6V4, Tanda-tanda peningkatan TIK
tidak ada, Gangguan sistem persarafan tidak ada, reflek fisiologis normal,
reflek patologis tidak ada.

i. Sistem Pencernaan
Nutrisi, Gigi ada caries, penggunaan gigi palsu tidak ada, tidak ada
stomatitis, lidah sedikit kotor, saliva normal, selera makan kurang baik
karena tidak nafsu makan, MC 6x 150 cc, mual tidak ada ada, muntah
tidak ada, tidak ada nyeri pada daerah abdomen, hepar tidak teraba,
abdomen lembek, lingkar abdomen 90 cm, tidak terpasang NGT, pola
kebiasaan makan dirumah 2x/hari.

Eliminasi: bising usus 8x/menit, tidak ada diare, warna feses cokelat,
konsistensi feses setengah padat, kontstipasi tidak ada, penggunaan laxatif
tidak ada, pola kebiasaan BAB dirumah 1X sehari.

j. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton, tidak
terdapat poliuri, polidipsi, dan polifagia, serta tidak terdapat luka gangren
pada klien.

k. Sistem Urogenitalia
Intake cairan klien sebanyak 2200ml antara lain cairan enteral sebanyak
900ml, cairan paranteral sebanyak 1300 ml sedangkan untuk output
cairanya sebanyak 1900 ml, antara lain berupa urine sebanyak 1100ml,
IWL sebanyak 800 ml, Jadi untuk balance cairannya adalah +300ml dan
34

klien tidak mengalami kelainan pola perkemihan dengan warna urine


kuning. Tidak terdapat distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit
pinggang, dan klien menggunakan kateter.

l. Sistem Integumen
Turgor kulit teraba elastis, temperatur kulit teraba hangat, warna kulit
pucat, keadaan kulit klien baik, tidak ada luka decubitus, Tidak terdapat
kelainan pada kulit klien, kondisi kulit pada daerah pemasangan infus baik,
keadaan rambut klien dari teksturnya baik dan kebersihannya baik, pola
kebersihan personal hygiene dirumah 2x sehari.

m. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada kesulitan dalam pergerakan karena klien lemas, tidak ada sakit
pada tulang, sendi atau kulit klien, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan
bentuk pada tulang sendi, tidak ada kelainan struktur tulang belakang,
keadaan tonus baik,
kekuatan otot klien

4444 4444
4444 4444

Data tambahan (pemahaman tentang penyakit) : klien dan keluarga tidak


tau kalo kilen darahnya tinngi

5. Data Penunjang
Laboratorium : pada tanggal 06 Oktober 2018: Hemoglobin: 17,2 g/dl (N
13,5-18g/dl), Leukosit: 9,20 10^3/ul (N 5.0-10.0 10^3/ul), Limfosit:23%
(20-30), Neutrofil:67 % (50-70%), Trombosit: 214 10^3/ul (150-450
10^3/ul), Hematokrit: 51.9 % (38-54%), Eritrosit 5,86 juta/ul (4,5-5,5).
GDS: 122 mg/dl. Fungsi ginjal: Ureum: 26 mg/dl(15-25), Creatinin: 0,8
mg/dl (0,5-1), EGFR: 99 ml/menit 1,73m2 (60-90). Elektrolit: Natrium:
139 mmol/L (134-146), Kalium: 3,3 mmol/L (3,4 - 4,5), Clorida: 107
mmol/L (96 - 108).
35

CT Scan Kepala pada tanggal 06 Oktober 2018 :


Tampak lesi hipodens pada mesenchepalon, lobus frontalis kanan. Tak
tampak lesi hiperdens pada parenkim otak. Sulkus kortikalis dan fisura
silvii kanan kiri baik. Ventrikel lateralis kanan kiri, ventrikel III dan IV
baik. Tak tampak midline shifting. Cisterna perimensefalik baik.Pons dan
cerebellum baik.
kesan : Infark pada mesenchepalon, lobus frontalis kanan. Tak tampak
perdarahan maupun sol intracranial.

6. Penatalaksanaan
a. Terapi Obat
Vitamin B12 2 x 100 MCG/tab via oral pukul 06.00 dan 18.00
Captopril 2x 12,5 mg/tab via oral pukul 06.00 dan 18.00
Bethasitine Mesylate 3x 6 mg/tab via oral pukul 06.00, 12.00 dan 18.00
Citicoline 2x125 mg via injeksi pukul 06.00 dan 16.00
Ranitidine 50 mg/ml via injeksi pukul 06.00 dan 16.00
b. IVFD
Infus Nacl 0,9% 14 tetes/menit
c. Diet
MC 6x150 cc

7. Data Fokus
Data Subjektif :
Klien keluhan pusing sejak dari 6 hari yang lalu, kepala terasa berat,
lemas, penglihatan tiba-tiba buram dan sulit menelan. Klien mengatakan
tidak nafsu makan, klien mengatakan BB awal : 85 dan BB sekarang : 80
kg. Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai Hipertensi. Klien
mengatakan takut lama sembuhnya

Data Objektif :
Klien tampak lemah, kesadaran CM, sclera merah, kelopak mata terasa
berat ketika membuka, mukosa bibir kering, klien membuka mata ketika di
ajak bicara, tampak meringis, pusing terasa saat beraktivitas, keluarga
36

tampak sering bertanya kepada dokter dan perawat tentang penyakit


ayahnya, BB awal : 85 kg, BB sekarang : 80 kg, terpasang Ngt, terpasang
catheter , GCS: E3M5V4, TTV: TD: 150/90 mmHg, N: 92x/menit, RR: 19
x/menit, S: 36,7 oc, Spo2 : 98%. Hemoglobin: 17,2 g/dl (N 13,5-18g/dl),
Leukosit: 9,20 10^3/ul (N 5.0-10.0 10^3/ul). CT Scan kepala pada tanggal
6 oktober 2018, kesan: Infark pada mesenchepalon lobus frontalis kanan.
Tak tampak pendarahan maupun sol intracranial.

8. Analisa Data
NO Data Masalah Etiologi
1 Data Subjektif : Gangguan Interupsi aliran
- Klien mengeluh pusing sejak perfusi jaringan darah
6 hari yang lalu serebral
- Klien mengatakan kepala
terasa berat
- Klien mengatakan lemas dan
pandangan mata buram
- Keluarga mengatakan klien
tidak memiliki hipertensi

Data Objektif :
- Kesadaran CM
- klien tampak lemas
- sclera merah
- GCS : E: 3, M: 5, V: 4
- CT Scan kepala pada tanggal
6 Oktober 2018 kesan :
Infark pada mesenchepalon
lobus frontalis kanan. Tak
tampak pendarahan maupun
sol intracranial.
- TD : 150/90 mmHg
- N : 92X/menit
37

- RR : 19 X/menit
- SH : 36,7 oc
2 Data Subjektif : Gangguan Penurunan
- Klien mengatakan lemas dan presepsi sensori sensori
pusing penglihatan
- Klien mengeluh penglihatan
pada mata buram.

Data Objektif :
- Kesadaran composmentis.
- Klien tampak lemas
- sklera merah
- Kelopak mata terasa berat
ketika membuka
- Klien membuka mata ketika
ada suara
GCS : E: 3, M: 5, V: 4
3 Data Subjektif : Gangguan Kerusakan
- Klien mengeluh lemas menelan neuromuskuler
- Klien mengatakan sulit /preseptual
menelan dan mengunyah
Data Objektif :
- Kesadaran composmentis.
- Klien tampak lemas
- Mukosa bibir kering
- Terpasang NGT
- Klien tampak kesulitan
dalam menelan

4. Data Subjektif : ketidak Kelemahan


- Klien mengeluh lemas seimbangan otot
- klien mengatakan tidak nutrisi kurang mengunyah
38

nafsu makan dari kebutuhan dan menelan


- klien mengatakan sulit tubuh
menelan
- klien menegatakan BB awal
: 85 kg, TB: 80 kg,

Data Objektif :
- Kesadaran composmentis.
- Klien tampak lemas dan
sulit menelan
- Mukosa bibir kering
- Klien tampak tidak nafsu
makan
- Terpasang NGT
- Hemoglobin: 17,2 g/dl (N
13,5-18g/dl), Leukosit: 9,20
10^3/ul (N 5.0-10.0 10^3/ul)

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa prioritas yang ada pada Tn. A ditegakkan diagnosa :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah
2. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori
penglihatan
3. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular/
preseptual
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan

C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah
39

Data Subjektif : Klien mengeluh pusing sejak 6 hari yang lalu, klien
mengatakan kepala terasa berat, klien mengatakan lemas
dan pandangan mata buram, keluarga mengatakan klien
tidak memiliki hipertensi.
Data Objektif : Kesadaran CM, klien tampak lemas, sclera merah, GCS : E: 3,
M: 5, V: 4, CT Scan kepala pada tanggal 6 Oktober 2018
kesan : Infark pada mesenchepalon lobus frontalis kanan.
Tak tampak pendarahan maupun sol intracranial. TD :
150/90 mmHg, N : 92X/menit, RR : 19 X/menit, SH : 36,7
o
c.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan gangguan perfusi jaringan teratasi.
Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal/stabil, tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK, klien tidak mengeluh pusing/sakit kepala.

Rencana Tindakan :
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab
penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
b. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali (05.00, 11.00, 16.00,22.00)
c. Pertahankan keadaan tirah baring.
d. Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap
cahaya.
e. Catat perubahan dalam penglihatan, gangguan lapang pandang presepsi
f. Letakan kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler)
g. Berikan obat sesuai indikasi : Captropil 12,5 mg/tab 2x1 via oral (pukul
06.00 dan 18.00), Betashitine mesylate 6mg/tab 2x 1 via oral (pukul 06.00
dan 18.00), Citicoline 125mg/2ml 2x1 via iv (pukul 06.00 dan 18.00)
Vitamin B12 100 mcg 2x1 via oral ( pukul 06.00 dan 18.00)

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal : 9 Oktober 2018
Pukul 05.00 mengobservasi tanda-tanda vital, TD : 167/97 mmHg, RR :
20x/menit, N : 88x/menit, S : 37,0ºC. Pukul 06.00 memberikan obat :
Captropil 12,5 mg/tab di berikan oral, Citicoline 125 mg/2ml di oplos dengan
40

Nacl 0,9% 3cc diberikan secara threeway, Betashitine mesylate 6mg/tab


diberikan secara oral, Vitamin B12 100 mcg diberikan secara oral, klien
meminum obat lewat selang ngt. Pukul 10.00 meletakan kepala agak
ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler), klien mengerti dan merasa
nyaman. Pukul 11.00 mengobservasi tanda-tanda vital , TD : 160/95 mmHg,
RR : 19x/menit, N : 81x/menit, S : 36,7ºC. Pukul 13.00 mempertahankan
keadaan tirah baring, klien mengerti dan patuh. Pukul 15.00 mengobservasi
tanda-tanda vital, TD: 143/88 mmHg, RR : 20x/menit, N : 86x/menit, S:
36,5ºC. Pukul 15.05 mengevaluasi pupil, ukuran bentuk normal, reaksi
terhadap cahaya baik tetapi sclera merah dan buram. Pukul 15.10 mencatat
perubahan dalam penglihatan klien mengatakan mata masih buram, kelopak
mata berat ketika di buka. Pukul 17.30 meletakan kepala agak ditinggikan
dan posisi anatomis (semifowler), klien merasa nyaman. Pukul 18.00
memberikan obat: Captropil 12,5 mg/tab di berikan oral, Citicoline 125
mg/2ml di oplos dengan Nacl 0,9% 3cc diberikan secara threeway,
Betashitine mesylate 6mg/tab diberikan secara oral, Vitamin B12 100 mcg
diberikan secara oral, klien meminum obat lewat selang ngt. Pukul 22.00
mengobservasi tanda-tanda vital, TD : 151/100 mmHg, RR : 19x/menit, N :
102x/menit, S : 36,9 ºC.

Tanggal : 10 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengobservasi tanda-tanda vital, TD : 158/93 mmHg, RR :
20x/menit, N : 86x/menit, S : 36,7ºC. Pukul 06.00 memberikan obat :
Captropil 12,5 mg/tab di berikan oral, Citicoline 125 mg/2ml di oplos dengan
Nacl 0,9% 3cc diberikan secara threeway, Betashitine mesylate 6mg/tab
diberikan secara oral, Vitamin B12 100 mcg diberikan secara oral, klien
meminum obat lewat selang ngt. Pukul 10.10 meletakan kepala agak
ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler), klien mengerti dan merasa
nyaman. Pukul 11.00 mengobservasi tanda-tanda vital , TD : 155/105 mmHg,
RR : 19x/menit, N : 87x/menit, S : 36,6ºC. Pukul 13.00 mempertahankan
keadaan tirah baring, klien mengerti. Pukul 15.00 mengobservasi tanda-tanda
vital, TD: 143/88 mmHg, RR : 20x/menit, N : 86x/menit, S: 36,5ºC. Pukul
Pukul 15.15 mencatat perubahan dalam penglihatan klien mengatakan mata
masih buram, kelopak masih sedikit berat untuk di buka. Pukul 17.00
41

meletakan kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler), klien


merasa nyaman. Pukul 18.00 memberkan obat : Captropil 12,5 mg/tab di
berikan oral, Citicoline 125 mg/2ml di oplos dengan Nacl 0,9% 3cc
diberikan secara threeway, Betashitine mesylate 6mg/tab diberikan secara
oral, Vitamin B12 100 mcg diberikan secara oral, klien meminum obat lewat
selang ngt. Pukul 22.00 mengobservasi tanda-tanda vital, TD : 153/90 mmHg,
RR : 19x/menit, N : 82x/menit, S : 36,5 ºC.

Tanggal 11 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengobservasi tanda-tanda vital, TD : 149/90 mmHg, RR :
20x/menit, N : 82x/menit, S : 36,5ºC. Pukul 06.00 memberikan obat :
Captropil 12,5 mg/tab di berikan oral, Citicoline 125 mg/2ml di oplos dengan
Nacl 0,9% 3cc diberikan secara threeway, Betashitine mesylate 6mg/tab
diberikan secara oral, Vitamin B12 100 mcg diberikan secara oral, klien
meminum obat lewat selang ngt. Pukul 09.10 meletakan kepala agak
ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler), klien mengerti dan merasa
nyaman. Pukul 11.00 mengobservasi tanda-tanda vital , TD : 150/89 mmHg,
RR : 19x/menit, N : 86x/menit, S : 36,8ºC. Pukul 14.00 mempertahankan
keadaan tirah baring, klien mengerti. Pukul 15.00 mengobservasi tanda-tanda
vital, TD: 140/88 mmHg, RR : 20x/menit, N : 88x/menit, S: 36,4ºC. Pukul
15.20 mencatat perubahan dalam penglihatan klien mengatakan buram
berkurang pada mata, kelopak masih sudah tidak berat untuk di buka. Pukul
17.15 meletakan kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler),
klien merasa nyaman. Pukul 18.00 memberikan obat: Captropil 12,5 mg/tab
di berikan oral, Citicoline 125 mg/2ml di oplos dengan Nacl 0,9% 3cc
diberikan secara threeway, Betashitine mesylate 6mg/tab diberikan secara
oral, Vitamin B12 100 mcg diberikan secara oral, klien meminum obat lewat
selang ngt. Pukul 22.00 mengobservasi tanda-tanda vital, TD : 150/90 mmHg,
RR : 18x/menit, N : 89x/menit, S : 36,9 ºC.

Evaluasi Keperawatan :
Tanggal 9 Oktober 2018
Subjektif : Klien mengeluh pusing kadang timbul, kepala terasa masih berat,
dan mata masih buram.
42

Objektif : Tampak lemas, kulit tampak pucat, sclera merah,tampak meringis


dan pusing, GCS : E: 3, M: 5, V: 4, TD : 151/100 mmHg, RR :
19x/menit, N : 102x/menit, S : 36,9 ºC
Analisa : Tujuan belum tercapai
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab
penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
b. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali (05.00, 11.00, 16.00,22.00)
c. Pertahankan keadaan tirah baring.
d. Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap
cahaya.
e. Catat perubahan dalam penglihatan, gangguan lapang pandang presepsi
f. Letakan kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler)
g. Berikan obat sesuai indikasi

Tanggal 10 oktober 2018


Subjektif : Klien mengatakan pusing berrkurang, lemas dan kelopak mata
kadang masih berat ketika membuka mata dan penglihatan
masih agak buram.
Objektif : klien tampak lemas, sclera masih agak merah, kelopak mata
membuka ketika mendengar suara, TD : 153/90 mmHg, RR :
19x/menit, N : 82x/menit, S : 36,5 ºC
Analisa : Tujuan belum tercapai
Perencanaan : Intervensi dilanutkan
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab
penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
b. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali (05.00, 11.00, 16.00,22.00)
c. Pertahankan keadaan tirah baring.
d. Evaluasi pupil, catat ukuran bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap
cahaya.
e. Catat perubahan dalam penglihatan, gangguan lapang pandang presepsi
f. Letakan kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler)
g. Berikan obat sesuai indikasi
43

Tanggal 11 oktober 2018


Subjektif : Klien mengatakan pusing tidak ada, lemas sudah berkurang dan
klien mengatakan matanya sudah tidak buram.
Objektif : klien tampak CM, sclera normal, kelopak mata membuka, reflek
penglihatan baik, TD : 150/90 mmHg, RR : 18x/menit, N : 89x/menit, S :
36,9 ºC
Analisa : Tujuan tercapai
Perencanaan : Intervensi dihentikan

2. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori


penglihatan
Data Subjektif : Klien mengatakan lemas dan pusing, klien mengeluh
penglihatan pada mata buram, klien mengatakan sulit
melihat orang karena buram.
Data Objektif : Kesadaran composmentis, klien tampak lemas, sklera merah,
kelopak mata terasa berat ketika membuka, klien membuka
mata ketika ada suara, reflek pupil kurang baik ketika ada
cahaya, GCS : E: 3, M: 5, V: 4.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan gangguan presepsi sensori dapat teratasi.
Kriteria hasil : Memulai atau mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perceptual, penglihatan normal, reflek pupil baik.

Rencana Tindakan :
a. Evaluasi gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang
pandang, perubahan ketajaman persepsi dan adanya diplopía.
b. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
c. Ciptakan lingkungan yang sederhana.
d. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul.
e. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.

Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 9 oktober 2018
44

Pukul 13.30 menciptakan lingkungan yang sederhana, klien merasa nyaman.


Pukul 15.15 mendekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, klien
mengatakan mata sebelah kanan yang tidak agak buram. Pukul 15.10
mengevaluasi gangguan penglihatan, klien mengataka ada gangguan pada
matanya, ada penurunan lapang pandang pada mata sebelah kiri. Pukul 19.00
mengkaji kesadaran sensorik , klien bisa mebedakan panas dan dingin.

Tanggal 10 Oktober 2018


Pukul 14.30 menciptakan lingkungan yang sederhana, klien merasa nyaman.
Pukul 15.00 mendekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, klien
mengatakan mata sebelah kanan yang tidak agak buram. Pukul 15.05
mengevaluasi gangguan penglihatan, klien mengataka ada gangguan pada
matanya, penurunan lapang pandang pada mata sebelah kiri tapi masih bisa
melihat. Pukul 17.00 mengkaji kesadaran sensorik , klien bisa mebedakan
anatara suhu panas dan dingin.

Tanggal 11 Oktober 2018


Pukul 08.30 menciptakan lingkungan yang sederhana, klien merasa nyaman.
Pukul 11.15 mendekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, klien
mengatakan mata sebelah kanan yang tidak agak buram. Pukul 11.20
mengevaluasi gangguan penglihatan, klien mengatakan ada gangguan pada
matanya, tapi sekarang buram pada mata sudah berkurang. Pukul 13.00
mengkaji kesadaran sensorik , klien bisa mebedakan panas dan dingin

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 9 Oktober 2018
Subjektif : Klien mengeluh pusing masih ada, lemas dan matanya masih
buram.
Objektif : Tampak lemas, sclera merah dan kelopak mata berat ketika
membuka, tampak sulit mengenali orang.
Analisa : Tujuan belum teratasi
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
a) Evaluasi gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang,
perubahan ketajaman persepsi dan adanya diplopía.
45

b) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.


c) Ciptakan lingkungan yang sederhana.
d) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul.
e) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.

Tanggal 10 Oktober 2018


Subjektif : Klien mengatakan pusing berkurang, lemas masih ada dan mata
masih buram.
Objektif : Tampak lemas, sclera merah dan kelopak mata masih berat ketika
membuka.
Analisa : Tujuan belum teratasi
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
a) Evaluasi gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang,
perubahan ketajaman persepsi dan adanya diplopía.
b) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
c) Ciptakan lingkungan yang sederhana.
d) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul.
e) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.

Tanggal 11 Oktober 2018


Subjektif : Klien mengatakan pusing dan lemas tidak ada , mata sedikit buram
dan keloak mata sudah bias membuka.
Objektif : klien tampak tidak lemas, konjungtiva ananemis , sclera normal,
mata sedikit tidak buram dan kelopak mata sudah tidak berat.
Analisa : Tujuan tercapai
Perencanaan : Intervensi dihentikan

3. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ preseptual.


Data Subjectif: Klien mengeluh lemas, dan klien mengatakan sulit menelan
dan mengunyah.
46

Data Objectif: Kesadaran composmentis, klien tampak lemas, mukosa bibir


kering, terpasang NGT, klien tampak kesulitan dalam
menelan.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di
harapkan gangguan menelan dapat teratasi.
kriteria hasil : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi/
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat
badan yang diinginkan

Rencana Tindakan :
a. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara individu.
b. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
c. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
d. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk minum.
e. Pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat dan catat jumlahnya

Pelaksanaan keperawatan :
Tanggal 9 Oktober 2018
Pukul 05.30 mempertahankan masukan dan haluaran, klien diberikan makan
lewat selang NGT dan terpasang kateter. Pukul 15.00 menstimulasikan bibir
untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di
atas bibir dagu jika dibutuhkan , klien mengerti dan bisa memperagakan. Pukul
18.00 memberikan makan lwat NGT secara perlahan dan dengan lingkungan
yang tenang. Pukul 19.00 meninjau kembali kemampuan menelan klien masih
sulit menelan.

Tanggal 10 Oktober 2018


Pukul 06.00 memberikan makan lwat NGT secara perlahan dan dengan
lingkungan yang tenang Pukul 13.00 mempertahankan masukan dan haluaran,
klien masih diberikan makan lewat selang NGT dan terpasang kateter. Pukul
16.00 menstimulasikan bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan di atas bibir dagu jika dibutuhkan , klien
paham dan mencoba kembali memperagakan. Pukul 17.30 memberikan makan
47

lwat NGT secara perlahan dan dengan lingkungan yang tenang. Pukul 19.00
meninjau kembali kemampuan menelan, klien sedikit bisa menelan.

Tanggal 11 Oktober 2018


Pukul 07.00 mempertahankan masukan dan haluaran, klien sudah lepas NGT
dan belejar minum lewat sedotan secara perlahan. Pukul 09.00
menstimulasikan bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan di atas bibir dagu jika dibutuhkan, klien mengerti dan
mencoba kembali memperagakan. Pukul 12.00 memberikan makan lwat oral
secara perlahan dan dengan lingkungan yang tenang. Pukul 13.00 meninjau
kembali kemampuan menelan, klien bisa menelan dengan perlahan-lahan.
Pukul 17.00 mempertahankan masukan dan haluaran, klien sudah bisa minum
lewat gelas secara perlahan-lahan.

Evaluasi Keperawatan
Tanggal 9 Oktober 2018
Subjektif : klien mengatakan kesulitan saat menelan
Objektif : tampak lemas, mukosa bibir kering, terpasang selang NGT
Analisa : Tujuan belum teratasi
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
1. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara individu.
2. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
3. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
4. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk minum.
5. Pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat dan catat jumlahnya

Tanggal 10 Oktober 2018


Subjektif : klien mengatakan sedikit bisa menelan, belajar minum lewat
sedotan
Objektif : mukosa bibir kering dan masih terpasang selang NGT
Analisa : Tujuan tercapai sebagian
Perencanaan : Intervensi dilanjutkan
1. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara individu.
48

2. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
3. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
4. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk minum.
5. Pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat dan catat jumlahnya

Tanggal 11 Oktober 2018


Subjektif : klien mengatakan sudah bisa menelan secara perlahan
Objektif : mukosa bibir lembab dan selang NGT di lepas
Analisa : Tujuan teratasi
Perencanaan : Intervensi dihentikan

4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot mengunyah dan menelan
Data Subjektif : Klien mengeluh lemas, klien mengatakan tidak nafsu makan,
klien mengatakan sulit menelan, klien mengatakan BB awal
: 85 kg, TB: 50 kg,
Data Objektif : Kesadaran composmentis, konjungtiva anemis, klien tampak
lemas dan sulit menelan, mukosa bibir kering, klien tampak
tidak nafsu makan, terpasang NGT, hemoglobin: 17,2 g/dl (N
13,5-18g/dl), leukosit: 9,20 10^3/ul (N 5.0-10.0 10^3/ul).
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam di
harapkan nutrisi klien seimbang.
kriteria hasil : Adanya peningkatan berat badan, dapat meningkatkan nafsu
makan klien dan tidak ada tanda tanda malnutrisi, menunjukan
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan.

Rencana keperawatan :
a. Kaji bising usus
b. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
c. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi
d. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it
e. Kolaborasi pemberian obat
49

Pelaksanaan keperawatan :
Tanggal 9 Oktober 2018
pukul 06.00 memberikan makan klien lewat selang NGT MC 150 cc, klien
bersedia. Pukul 06.10 memberikan obat Ranitdine 50 mg dioplos dengan
NaCl 0,9% 8cc via threeway. Pukul 06.45 mengkaji bising usus hasilnya 8.
Pukul 12.00 memberikan makan klien lewat selang NGT MC 150 cc, klien
bersedia . Pukul 12.10 menganjurkan makan sedikit tapi sering, keluarga
klien mengerti dan menuangkan makan cair secara perlahan ke selang NGT.
Pukul 12.30 mengobservasi porsi makan klien dan makan keluarga
mengatakan ketika di beri makanan cair lewat selang klien tidak menolak.
Pukul 17.00 memberikan obat Ranitdine 50 mg dioplos dengan NaCl 0,9%
8cc via threeway. Pukul 18.00 memberikan makan lewat selang NGT MC
150 cc, klien bersedia

Tanggal 10 Oktober 2018


pukul 06.00 memberikan makan klien lewat selang NGT MC 150 cc, klien
bersedia. Pukul 06.15 memberikan obat Ranitdine 50 mg dioplos dengan
NaCl 0,9% 8cc secara threeway. Pukul 11.00 mengkaji bising usus hasilnya
10. Pukul 12.10 memberikan makan klien lewat selang NGT MC 150 cc,
klien bersedia dank lien juga belajar minum lewat sedotan secara pelahan-
lahan. Pukul 12.18 menganjurkan makan sedikit tapi sering, keluarga klien
mengerti dan menuangkan makan cair secara perlahan ke selang NGT. Pukul
13.00 mengobservasi porsi makan klien dan makan keluarga mengatakan
ketika di beri makanan cair lewat selang klien tidak menolak. Pukul 17.30
memberikan makan lewat selang NGT MC 150 cc, klien bersedia.
Pukul18.00 memberikan obat Ranitdine 50 mg dioplos dengan NaCl 0,9%
8cc via threeway.

Tanggal 11 Oktober 2018


pukul 06.00 memberikan obat Ranitdine 50 mg dioplos dengan NaCl 0,9%
8cc via threeway. Pukul 06.30 memberikan makan klien lewat selang NGT
MC 150 cc, klien bersedia. Pukul 09.00 mengkaji bising usus hasilnya 9.
Pukul 12.10 memberikan makan klien lewat oral karena NGT sudah d lepas,
klien makan secara perlahan. Pukul 12.18 menganjurkan makan sedikit tapi
50

sering, klien dan keluarga mengerti. Pukul 13.00 mengobservasi porsi makan
klien dan makan klien mengatakan makanan habis tetpi harus secara perlahan.
Pukul 17.30 memberikan makan oral klien bersedia. Pukul 17.45 memberikan
obat Ranitdine 50 mg dioplos dengan NaCl 0,9% 8cc via threeway.

Evaluasi keperawatan
Tanggal 9 Oktober 2018
Subjektif: klien mengatakan makan lewat selang karena sult menelan
Objektif : klien tampak lemas dan kesulitan menelan, mukosa bibir kering,
konjungtiva anemis, dan terpasang NGT
Analisa : tujuan belum teratasi
Perencanaan : intervensi dilanjutkan
a. Kaji bising usus
b. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
c. beri motivasi tentang pentingnya nutrisi
d. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it

Tanggal 10 Oktober 2018


Subjektif: klien mengatakan masih makan lewat selang NGT tetapi klien
sudah belajar minum perlahan lewat sedotan.
Objektif : klien tampak lemas, mukosa kering konjungtiva anemis, dan
terpasang NGT
Analisa : tujuan tercapai sebagian
Perencanaan : intervensi dilanjutkan
a. Kaji bising usus
b. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
c. beri motivasi tentang pentingnya nutrisi

Tanggal 11 Oktober 2018


Subjektif: klien mengatakan sudah bisa menelan secara perlahan
Objektif : mukosa bibir lembab, dan selang NGT di lepas, bisa makan secara
perlahan
Analisa : tujuan teratasi
Perencanaan : intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

BAB ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus
yang penulis dapatkan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien
Tn. A dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang New Bougenville 3 Rumah
Sakit Pelni Jakarta selama 3 hari, mulai dari tanggal 9 Oktober 2018 sampai
dengan 11 Oktober 2018 melalui Asuahan Keperawatan yang meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Tahap pengkajian penyebab Stroke Non Hemoragik antara teori dan
kasus sudah sama yaitu salah satunya karena iskemik yang terjadi ketika
suplai darah kebagian otak terganggu.iskemik biasanya terjadi karena
beberapa factor, yaitu : thrombosis (penggumpalan darah),
Ateriosklerosis (penumpukan zat lemak), dan emboli ( sumbatan pada
arteri). Manifestasi klinis yang terdapat pada teori dan ditemukan pada
kasus yaitu Kehilangan motoric, deficit lapang pandang, deficit atau
kehilangan sensori, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologi,
difungsi kandung kemih. Manifestasi klinis seperti Kehilangan motoric,
deficit atau kehilangan sensori, kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologi, difungsi kandung kemih tidak ditemukan pada teori karena
klien tidak menunjukan lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
hemiparesis, dan klien sudah mendapat perawatan dalam 3 hari.

Pemeriksaan diagnostik yang terdapat pada teori adalah pemeriksaan


Pemeriksaan Angiografi serebral, Pungsi lumbal, CT scan, MRI
(Magnetic Resonase imaging, Ultrasonografi doppler, Elektro
encephalografi (EEG), Sinar X tengkorak . Pada kasus pemeriksaan yang

51
52

dilakukan yaitu sudah sesuai dengan teori adalah CT scan pada tanggal
06 Oktober 2018, kesan : Infark pada mesenchepalon, lobus frontalis
kanan. Tak tampak perdarahan maupun sol intracranial. Pada kasus tidak
dilakukan pemeriksaan Angiografi serebral, MRI (Magnetic Resonase
imaging, Ultrasonografi doppler, Elektro encephalografi (EEG), Sinar X
tengkorak, Pungsi lumbal. Pemeriksaan tersebut tidak dilakukan karena
CT Scan sudah dapat menegakan diagnose.

Penatalaksanaan farmakoterapi pada teori adalah Antikoagulasi,


antifibrolitik, anti hipertensi, vasodilatasi perifer, fentolin. Sedangkan
penatalaksanaan farmakoterapi yang ada pada kasus yaitu anti hipertensi.
Antikoagulasi, antifibrolitik, vasodilatasi perifer, fentolin tidaka ada pada
kasus karena tidak di programkan oleh dokter.

Pada tahap pengkajian penulis tidak menemukan faktor penghambat.


Faktor pendukung yaitu klien sangat kooperatif dalam memberikan
informasi, adanya catatan keperawatan dan hasil pemeriksaan diagnostik
sehingga membantu penulis dalam memperoleh data.

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, dilakukan analisa data untuk menemukan
masalah keperawatan dalam menemukan masalah keperawatan, penulis
membuat sesuai dengan teori berdasarkan 9 (delapan) Diagnosa
Keperawatan menurut doengoes : Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragic,
vasospasme serebral, edema serebral. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular, kelemahan, parestesia,
flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic, kerusakan
perceptual/kognitif. Kerusakan komunikasi verbal/ tulis berhubungan
dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler,
kehilangantonus otot fasial/oral, kelemahan atau kelelahan umum.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makan, penurunan fungsi
53

nerfus hipoglosus. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan


transmisi, integrasi (trauma neurologis atau deficsit) stres psikologis
(penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansietas. Kurang
perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot. Gangguan
harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, persepsi kognitif.
Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuscular/perceptual. Resiko tinggi terjadinya komplikasi
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pengobatan.

Sedangkan teori yang sesuai dengan kasus ada 4 yaitu Gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah. Gangguan
presepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan.
Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular/
preseptual. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan

Diagnosa yang ada pada teori namun tidak penulis angkat yaitu
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal),
paralisis spastic, kerusakan perceptual/kognitif, karena klien tidak
mengalami kelemahan fisik, ekstremitas atas dan bawa masih bisa di
gerakan, kekuatan otot seluruh ekstremitas 4. Kerusakan komunikasi
verbal/ tulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskuler, kehilangantonus otot fasial/oral, kelemahan atau
kelelahan umum karena klien masih bisa berbicara, kesadaran CM, ketika
di Tanya menjwab bisa merespon. Kurang perawatan diri berhubungan
dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan control/koordinasi otot karena seluruh anggota ekstremitas
klien masih berfungsi dengan baik, klien bisa melakukannya sendiri, dan
ada keluarga yang selalu mendampingi klien, klien bisa duduk, bisa
melakukan aktivitas di atas tempat tidur, kekuatan otot ekstremitas 4.
Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, persepsi
kognitif karena klien tidak merasa putus asa dengan penyakitnya, klien
54

bangga atas apa yang sekarang sudah ia raih untuk keluarganya, klien
mengatakan tidak pernah malu pada dirinya, bagian tubuhnya. Resiko
tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang pengobatan karena klien ketika terjadi penurunan kesadaran
langsung dibawa ke rumah sakit Pelni Jakarta, dan ketika di jelaskan oleh
dokter klien mengerti dan paham tentang kondisinya saat ini.

Faktor pendukung pada tahap ini adalah tersedianya buku sumber yang
cukup memadai yang dapat dijadikan acuan sehingga memudahkan
penulis dalam menentukan diagnosa keperawatan. Penulis tidak
menemukan faktor penghambat dalam hal ini

C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan, diagnosa prioritas sama dengan kasus, pada teori
yaitu gangguan perfusi jaringan berhubungan dennga interupsi aliran
darah. Tujuan dan kriteria hasil antara teori dan kasus sudah sesuai.
Perencanaan yang ada pada teori terdapat 8 rencana tindakan mandiri,
sedangkan pada kasus terdapat 6 rencana tindakan mandiri yang sama
dengan teori yaitu Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
keadaan / penyebab penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK, pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali (05.00,
11.00, 16.00,22.00), pertahankan keadaan tirah baring, evaluasi pupil,
catat ukuran bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya,catat
perubahan dalam penglihatan, gangguan lapang pandang presepsi, letakan
kepala agak ditinggikan dan posisi anatomis (semifowler), cegah terjadi
mengejan saat defekasi dan pernapasan yang memaksa, berikan obat
sesuai indikasi. Intervensi yang ada pada teori namun tidak penulis
rencanakan yaitu Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi
bicara jika pasien sadar, pantau/catat status neurologis sesering mungkin
dan bandingkan dengan yang normalnya karena kesadaran CM,
komunikasi klien normal tidak ada gangguan,
55

Perencanaan pada diagnose ke dua gangguan sensori presepsi


berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan. Tujuan dan kriteria
hasil antara teori dan kasus sudah sesuai. Perencanaan yang ada pada
teori terdapat 7 rencana tindakan mandiri. Pada kasus terdapat 5 rencana
tindakan mandiri yang sama dengan teori yaitu Evaluasi gangguan
penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan
ketajaman persepsi dan adanya diplopía, dekati pasien dari daerah
penglihatan yang normal, ciptakan lingkungan yang sederhana, kaji
kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul,
berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan. Intervensi yang ada pada teori
namun tidak penulis rencanakan ada 2 yaitu Lindungi pasien dari suhu
yang berlebihan, kaji adaya lingkungan yang membahayakan, lakukan
validasi terhadap persepsi pasien karena kondisi lingkungan klien
suhunya normal , tidak terlalu dingin, dan klien tidak pernah mengeluh
tentang suhu yang ada d kamarnya.

Perencanaan pada diagnose ke tiga Gangguan menelan berhubungan


dengan kerusakan neuromuskular/ preseptual. Tujuan dan kriteria hasil
antara teori dan kasus sudah sesuai Perencanaan yang ada pada teori
terdapat 7 rencana tindakan mandiri. Pada kasus terdapat rencana
tindakan mandiri yang sama dengan teori yaitu 5 tindakan mandiri yang
sama dengan teori yaitu tinjau ulang patologi/kemampuan menelan
pasien secara individu, stimulasi bibir untuk menutup dan membuka
mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu
jika dibutuhkan, berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang
tenang, anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk minum,
pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat dan catat jumlahnya.
Intervensi yang ada pada teori namun tidak penulis rencanakan yaitu
Mulai untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak
ketika pasien dapat menelan air, Anjurkan orang terdekat untuk
membawa kesukaan makanan pasien karena klien masih terpasang ngt,
klien mengatakan sulit menelan, dan makanan yang harus di makan klien
dalam bentuk cair.
56

Perencanaan pada diagnose ke empat Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh b.d kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan dan kriteria hasil antara teori dan kasus sudah sesuai.
Perencanaan yang ada pada teori terdapat 7 rencana tindakan mandiri.
Pada kasus terdapat 6 rencana tindakan mandiri yang sama dengan teori
yaitu kaji bising usus, observasi porsi makan klien, anjurkan klien makan
sedikit tapi sering, beri motivasi tentang pentingnya nutrisi, kolaborasi
dengan tim gizi dalam pemberian di’it, kolaborasi pemberian obat.
Intervensi yang ada pada teori namun tidak penulis rencanakan yaitu
lakukan oral hygine setiap hari Karena klien mampu melakukan oral
hygine secara mandiri, kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk
melakukan pemeriksaan laboratorium albumin dan pemberian vitamin
dan suplemen dan nutrisi lainnya karena hasil pemeriksaan albumin
belum dilakukan.

Faktor pendukung pada tahap ini adalah respon klien yang sangat
kooperatif dalam setiap rencana tindakan yang sudah direncanakan.
Sedangkan faktor penghambat tidak penulis temukan.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Penulis melakukan intervensi sesuai dengan rencana tindakan yang
dibuat untuk masing-masing diagnosa untuk diagnosa pertama yaitu
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah terdapat 8 intervensi yang tidak dilakukan ada 1 yaitu Tentukan
faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab penurunan
perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK karena klien
mengatakan tidak memiliki hipertensi, tidak muntah, dan pusing sudah
berkurang.

Diagnosa yang kedua yaitu Gangguan presepsi sensori berhubungan


dengan penurunan sensori penglihatan terdapat 5 intervensi yang tidak
dilakukan ada 1 yaitu , Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan Karena
57

klien masih bisa merasakan dan mengenali sentuhan, kesadaran CM,


serta mata klien buramnya tidak terlalu parah.

Diagnosa yang ketiga yaitu Gangguan menelan berhubungan dengan


kerusakan neuromuskuler/ preseptual terdapat 5 intervensi dan dilakukan
semua.
Diagnosa yang keempat yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebuthan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan terdapat 6 intervensi yang tidak di lakukan 1 yaitu Beri motivasi
tentang pentingnya nutrisi karena klien dan keluarga klien sudah paham
akan kebutuhan klien, sertak keluarga klien sangat memperhatikan klien.

Faktor pendukung pada tahap ini yang penulis temukan yaitu klien
kooperatif dalam setiap pelaksaan yang penulis laksanakan dan adanya
kerja sama yang baik. Faktor penghambat tidak ada.

E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam dan melakukan
evaluasi akhir, penulis mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang
terdapat pada perencanaan sesuai diagnose keperawatan. Dari 4 diagnosa
yang ditemukan dan tujuan tercapai sebagian yaitu gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
presepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan. Di
buktikan dengan klien menatakan pusing berkurang, kaku pada tengkuk
leher tidak ada, tidak lemas, kelopak mata tampak normal, dan mata
sedikit buram. Klien tampak CM, sclera merah, kelopak mata membuka,
TD : 150/90 mmHg, RR : 18x/menit, N : 89x/menit, S : 36,9 ºC

Diagnosa yang teratasi yaitu gangguan menelan berhubungan dengan


kerusakan neuromuskular/ preseptual, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah
dan menelan dibuktikan dengan klien mengatakan sudah bisa menelan
58

secara perlahan, mukosa bibir lembab, dan selang NGT di lepas, bisa
makan secara perlahan

Faktor pendukung klien sangat kooperatif dengan perawat dalam


memberikan asuhan keperawatan sehingga memudahkan penulis dalam
melakukan evaluasi keperawatan. Faktor penghambat tidak penulis
temukan.
BAB V
PENUTUP

Setelah menguraikan asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan diagnosa


Stroke Non Hemoragik di ruang New Bougenville 3 Rumah Sakit Pelni
Jakarta, maka pada Bab ini kami dapat mengambil kesimpulan dan
memberikan beberapa saran yang mungkin dapat dilaksanakan dan berguna
dalam penerapan proses asuhan keperawatan pasien dengan diagnose Stroke
Non Hemoragik di ruang New Bougenville 3, Rumah Sakit PELNI Jakarta
yang terdiri dari pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

A. Kesimpulan
Pengkajian, penyebab di karenakan iskemik yang terjadi ketika suplai
darah kebagian otak terganggu dengan gejala Kehilangan motoric,
kehilangan komunikasi, deficit lapang pandang, deficit atau kehilangan
sensori, kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologi, difungsi kandung
kemih. Mendaptkan farmakoterapi, anti hipertensi dan dilakukam
pemeriksan CT Scan kepala. Diagnosa ditemukan 4 Gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
presepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan,
gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular/
preseptual, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.

Diagnosa Keperawatan yaitu Diagnosa ditemukan 4 Gangguan perfusi


jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
presepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan,
gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular/
preseptual, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

59
60

berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.


Intervensinya untuk mengatasi ke 4 diagnosa keperawatan tersebut,
implementasi kita bekerja sama dengan perawat ruangan dan evaluasi dari
ke empat diagnose yang teratasi yaitu gangguan menelan berhubungan
dengan kerusakan neuromuskular/ preseptual, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan, Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan interupsi aliran darah, gangguan presepsi sensori berhubungan
dengan penurunan sensori penglihatan.

B. Saran
Untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Maka
penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Diharapkan penulis dan perawat tetap dapat mempertahankan
kerjasama dengan klien dan keluarga agar mudah dalam memberikan
asuhan keperawatan.
2. Diharapkan lebih intensif dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyebab,
pencegahan, dan perawatan untuk Stroke Non Hemoragik.
3. Perawat khusunya penulis lebih peka dalam melakukan pengkajian
agar mendapatkan data-data yang lebih spesifik dan akurat.
Penulis dapat lebih meningkatkan ketelitian dalam mengkaji masalah yang
ada dan mungkin muncul pada klien dengan Stroke Non Hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Buku 3. Edisi 8. (Joko
Mulyanto, dkk, penerjemah). Jakarta: Salemba medika.

Doenges, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa, I Made
Kariasa, Ni Made Sumawati. Edisi: 3, Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arief (2008). Buku Ajar Keperawatan klien dengan Gangguan


Persarafan. Jakarta: Salemba medika.

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


(Brahm U. Pendit et.al, Penerjemah). Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzzane C. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (AgungWaluyo, et.al, Penerjemah).Edisi 8. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi


NIC dan criteria hasil NOC (Widyawati et.al, Penerjemah).Edisi 7. Jakarta:
EGC

Sudoyo, Aru. W (2009). Buku Ajar Ilmu Keperwatan Penyakit Dalam Jakarta:EGC

Widagdo, Wahyu, dkk (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta: TIM.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2013). Prevalensi Stroke Non


Hemoragik Di Indonesia. Diambil pada tanggal 9 Oktober 2108 pukul 21:30
WIB dari www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=414

Maranatha. (2002). Prevalensi Stroke Non Hemoragik menurut WHO 2014.


Diambil pada tanggal 9 Oktober 2018 pukul 20.10 WIB
darihttp://repository.maranatha.edu/2596/23/0910020_Chapter1.PDF

61
62
63
i

Anda mungkin juga menyukai