Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan
pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi
melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama
pada anak.2,4
Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain
bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan virus
herpes simplex. Salah satu penyebab tersering pada tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococus
beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan
penyebab radang tenggorokan.1,2,4
Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral
dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada
tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran
infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil.
Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti
demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan
submandibula. Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik
dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.2,4

1
BAB II
LAPORAN KASUS

RUMAH SAKIT UMUM BANGLI


SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER
Jl. BRIGJEN NGURAH RAI NO 99X BANGLI

Dokter Pembimbing : dr. IGA Oka Sri Utari, M.Biomed, Sp.THT-KL.


Dokter Muda : I Desak Kayan Lesti Diniari
NIM : 013.06.0029

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. IGWDP


Umur : 5 tahun
Pekerjaan : -
Status : Belum Menikah
Pendidikan : -
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Buahan Kintamani

Tanggal Masuk RS: 10 Juli 2018

B. ANAMNESIS
Diambil secara : Alloanamnesis
Pada tanggal : 10 Juli 2018
Jam : 13.00 WITA

1. KELUHAN UTAMA : Nyeri saat menelan

2
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien laki-laki usia 5 tahun datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-
KL RSU Bangli pada tanggal 10 Juli 2018 dengan keluhan nyeri saat menelan yang
dirasakan sejak 5 hari yang lalu, dan saat ini telah membaik dengan pengobatan. Nyeri
dirasakan cukup berat hingga mengganggu makan dan minum pasien. Keluhan nyeri
menelan tersebut disertai dengan demam, namun pada saat pemeriksaan sudah tidak
dirasakan lagi. Pasien juga mengeluhkan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan dan
menurut orang tuanya pasien sering mendengkur saat tidur. Keluhan ini dirasakan semakin
lama semakin memberat. Awalnya, sejak ±4 bulan yang lalu pasien sudah sering merasa
sakit pada tenggorokannya yang disertai dengan demam, gangguan menelan, dan seperti
ada yang mengganjal di tenggorokan. Pasien juga mengalami gangguan tidur, dan sering
mendengkur (ngorok) saat tidur tetapi sering hilang timbul. Keluhan tersebut dialami
pasien sudah lebih dari 3 kali dalam 4 bulan terakhir. Terkadang pasien juga dikatakan sulit
bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.
Orang tua pasien mengatakan nafsu makan pasien menurun, dan pasien sering terlihat
lemas.
Riwayat telinga berair sebelumnya disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat
trauma pada telinga, telinga terasa mendengung, rasa penuh di telinga, nyeri pada dahi dan
wajah, nyeri tenggorok, riwayat gigi berlubang, dan riwayat kejang juga disangkal oleh
orang tua pasien.
Riwayat penyakit asma, penyakit jantung disangkal. Pasien sebelumnya pernah
berobat ke klinik di sekitar rumah namun tidak diberikan obat dan disarankan untuk ke
Rumah Sakit. Riwayat minum obat untuk menghilangkan keluhan disangkal oleh keluarga
pasien.

3. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien sebelumnya sudah sempat dibawa ke klinik disekitar rumah oleh orang tuanya,
namun tidak diberikan obat dan dianjurkan untuk ke rumah sakit. Pasien sempat diberikan
obat penurun panas berupa paracetamol.

3
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien dikatakan sebelumnya sudah sering merasakan keluhan seperti ini. Riwayat alergi
obat, makanan, dan debu disangkal. Pasien sering mengalami batuk pilek apabila udara
terlalu dingin. Riwayat perawatan di Rumah Sakit, dan operasi Telinga Hidung
Tenggorokan dan Kepala Leher disangkal oleh orang tua pasien.

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat penyakit
seperti asma, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan penyakit lainnya
disangkal oleh orang tua pasien.

6. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL


Orang tua pasien mengatakan pasien sering mengkonsumsi makanan ringan, seperti
snack, permen, dan minuman dingin. Pasien menggosok gigi sekali dalam sehari, yaitu
saat mandi pagi. Pasien juga tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan
mulut ke dokter gigi atau ke puskesmas.

C. PEMERIKSAAN FISIK
I. KEADAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tensi : Tidak dievaluasi
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36.2˚C
Pernapasan : 22x/menit
Berat badan : 18 kg

II. TELINGA

KANAN KIRI
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada

4
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak Nyeri
Penarikan daun telinga Tidak nyeri Tidak Nyeri
Valsava test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Toyinbee test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Liang telinga Lapang, nanah (-), serumen Lapang, nanah (-), serumen (-),
(-), sekret (-), hiperemis (-), sekret (-), hiperemis (-), oedem
oedem (-) (-)
Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light perforasi (-), cone of light (+),
(+), gambaran pulsasi (-) gambaran pulsasi (-)

TES PENALA
TEST KANAN KIRI
Rinne Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Weber Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Swabach Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Penala yang dipakai - -

III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

 Bentuk : Normal, tidak ada deformitas

5
 Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)
 Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-
 Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-
 Mukosa : merah muda +/+
 Tumor : -/-
 Konka : dekongesti/dekongesti
 Meatus nasi medius : Sekret -/-
 Septum nasi : Deviasi -/-, abses -/-
 Pasase udara : Hambatan -/-
 Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
 Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR)


Tidak dilakukan pemeriksaan

V. PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

KANAN KIRI
Sinus frontalis, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. TENGGOROK

PHARYNX

 Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (+)


 Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema
(+)
 Tonsil :
- Ukuran T3/T3
- Hiperemis +/+

6
- Kripta melebar +/+
- Detritus +/+
- Perlengketan -/-
 Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)
 Gigi : gigi lengkap, caries (-)
 Lain-lain : radang ginggiva (-), post nasal drip (-)

LARING (Laringoskopi)
Tidak dilakukan

VII.LEHER
 Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
 Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

VIII. MAKSILO-FASIAL
 Parese nervus cranial : tidak ada
 Bentuk : Deformitas (-); Hematom (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap (10/07/2018):
Test Nilai (hasil) Nilai normal Keterangan

WBC 6,4 3,5 - 10,0 N

LYM% 43,1 15,0 - 50,0 N

LYM 2,8 0,5 - 5,0 N

MID 0,3 0,1 - 1,5 N

MID% 5,3 2,0 - 15,0 N

7
GRA% 51,6 35,0 - 80,0 N

GRAN 3,3 1,2 - 8,0 N

RBC 4,78 3,50 - 5,50 N

HGB 12,3 11,5 - 16,5 N

HCT 34,3 35,0 - 55,0 L

MCH 25,7 25,0 - 35,0 N

MCHC 35,8 31,0 - 38,0 N

RDW% 13,5 11,0 - 16,0 N

RDWA 52,7 30,0 - 150,0 N

PLT 335 100 – 400 N

MPV 6,8 8,0 - 11,0 L

PDW 9,2 0,1 - 99,9 N

PCT 0,22 0,01 - 99,9 N

LPCR 7,1 0,1 - 99,9 N

- Bleeding time : 2.00 (normal 1-4 menit)


- Cloting time : 8.00 (normal 3-15 menit)

8
E. RESUME
Pasien laki-laki usia 5 tahun datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL
RSU Bangli pada tanggal 10 Juli 2018 dengan keluhan nyeri saat menelan yang dirasakan
sejak 5 hari yang lalu, dan saat ini telah membaik dengan pengobatan. Keluhan nyeri
menelan tersebut disertai dengan demam, namun pada saat pemeriksaan sudah tidak
dirasakan lagi. Pasien juga mengeluhkan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan dan
menurut orang tuanya pasien sering mendengkur saat tidur. Awalnya, sejak ±4 bulan yang
lalu pasien sudah sering merasa sakit pada tenggorokannya yang disertai dengan demam,
gangguan menelan, dan seperti ada yang mengganjal di tenggorokan. Pasien juga mengalami
gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur tetapi sering hilang timbul.
Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 3 kali dalam 4 bulan terakhir. Terkadang
pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur. Orang tua pasien mengatakan nafsu makan
pasien menurun, dan pasien sering terlihat lemas.
Riwayat sering mengkonsumsi makanan dan minuman dingin, makanan ringan, dan
permen. Riwayat sering batuk pilek (-). Riwayat telinga berair sebelumnya, riwayat trauma
pada telinga, nyeri pada dahi dan wajah, nyeri tenggorok, riwayat gigi berlubang disangkal
oleh orang tua pasien. Pasien sebelumnya berobat ke klinik dekat rumah pasien, namun
dianjurkan untuk ke Rumah Sakit. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal, status generalis dalam batas normal, status THT : hidung dan telinga dalam batas
normal, sedangkan tenggorokan, didapatkan gambaran dinding pharynx hiperemis (-),
granular (+), arkus pharynx simetris, hiperemis (-), edema (+), Tonsil T3/T3, hiperemis
(+/+), kripta melebar (+/+) dengan didapatkan detritus (+/+).

F. DIAGNOSIS BANDING
- Tonsilitis Kronis
- Tonsilitis Difteri
- Faringitis

G. DIAGNOSIS KERJA
Tonsilitis Kronis

9
Dasar diagnosis:

Diagnosis kerja tonsillitis kronis diambil berdasarkan hasil anamnesis, dan


pemeriksaan fisik pasien, sedangkan untuk pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.

Anamnesis:

- Nyeri saat menelan sejak 5 hari yang lalu, disertai riwayat nyeri tenggorokan dan
demam.
- Sejak ±4 bulan yang lalu, pasien sering merasa seperti ada yang mengganjal di
tenggorokan, nyeri tenggorokan, demam, mengalami gangguan tidur, sulit bernapas
saat tidur, dan mendengkur saat tidur (ngorok). Keluhan dirasakan sudah lebih dari 3
kali dalam 4 bulan terakhir.
- Riwayat pribadi dan sosial : konsumsi makanan/minuman dingin, makanan ringan
(snack), permen.

Pemeriksaan fisik tenggorokan :

- Dinding pharynx hiperemis (-), granular (+), arkus pharynx simetris, hiperemis (-),
edema (+), tonsil T3/T3, hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+) dan didapatkan detritus
(+/+).

H. PENATALAKSANAAN
- MRS
- Pro tonsilektomi, planning tanggal 11 Juli 2018
- IVFD RL 20 tpm
- Lafixime 500mg (2 jam sebelum operasi)
- Asam traneksamat 250mg (2 jam sebelum operasi)
- Puasa 8 jam sebelum operasi
- KIE
- Berdoa

10
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : bonam

J. FOLLOW UP
Kamis, 12 Juli 2018
Subjektif :
Pasien post operasi, nyeri menelan berkurang, nyeri tenggorokan berkurang, demam (-),
batuk (-), makan (+), minum (+).

Objektif :

- Keadaan umum : baik


- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E4V5M6
- Vital sign :
 TD : tidak dievaluasi
 N : 88x/menit
 RR : 22x/menit
 S : 36,7°C
- Status generalis :
Dalam batas normal
- Status THT :
 Telinga : dalam batas normal
 Hidung : dalam batas normal
 Tenggorokan : mukosa hiperemis (-/-), tonsil T0/T0, beslah (+/+), perdarahan
aktif (-).

Assessment :

Post tonsilektomi hari ke I

11
Planning :

- BPL
- Cefixime syrup 2 x cth I
- Paracetamol syrup 3 x cth I½
- Kontrol poliklinik THT Rabu (18 Juli 2018)
- Edukasi :
a. Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan rongga mulut dan tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman dingin dan berminyak.
b. Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar
penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi.
c. Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu post operasi, untuk melihat
perkembangan peyembuhan pada tonsil.

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Fisiologi Tonsil


Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal
(adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi
fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5
tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina yang biasanya
disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong pharynx yang kedua. Kutub
bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.4,5

Gambar 1. Cincin Waldeyer5

Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga
mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan
dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Permukaan
medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.
Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam

13
kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan
diseksi pada tonsilektomi.2,5
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.2,5
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran
mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya
tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang
berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut
capsula tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis. 2,5
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah : 2,5

1. Anterior : arcus palatoglossus


2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. konstrictor faryngis superior oleh jaringan
areolar longgar. A. karotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsil.

14
Gambar 2. Struktur pada Orofaring.5

Tonsil palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm. Tonsil tidak selalu
mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa
supratonsilar. Tonsil palatina terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil
terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel
limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). 2,5
Tonsila palatina berada dalam fossa tonsilaris. Fossa tonsilaris adalah sebuah
resessus berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus palatoglossus di
depan dan arcus palatopharyngeus dibelakang. Batas lateralnya adalah m.konstriktor
faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang
kecil yang dinamakan fossa supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat dan biasanya
merupakan tempat nanah pecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila diliputi oleh fasia
yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan
kapsul. 2,5

1.1 Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu
1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan
arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina
desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri
faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua

15
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh
arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui
pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringea. 2,5

Gambar 3. Vaskularisasi tonsil

1.2 Inervasi Persarafan


Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX
(nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves. 2,5

1.3 Imunologi
Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting
sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke
saluran makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan).
Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik, apabila patogen
menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama akan
mengenal dan mengeliminasi antigen. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang
mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit
tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma

16
yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG,
IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi
di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area
yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan
pusat germinal pada folikel ilmfoid.2,5

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi


dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu pertama menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan kedua
sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik. 2,5

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak
pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu
mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap
bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga
menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan
infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen,
selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil
ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 2,5

2. Tonsilitis Kronik
2.1. Definisi
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral band dinding faring/Gerlach’s
tonsil).1,2,4

Tonsilitis kronik adalah peradangan kronik tonsila palatina lebih dari 3 bulan
setelah serangan akut yang terjadi secara berulang-ulang (bersifat menahun). Yang
dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan histologis pada tonsil, yaitu
didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi

17
oleh zona sel – sel radang yang dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain, seperti
sendi, ginjal, jantung dan lain-lain.1,6

Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak
mendapat terapi adekuat. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya
tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada
anak-anak dan diantara serangan tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar
serangan terlihat membesar disertai dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior
dan apabila tonsil ditekan dapat mengeluarkan detritus.1,2,4

2.2. Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis yang disebabkan oleh
spesies Streptokokus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis
virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologi menunjukkan bahwa
penyakit tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun
dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi Streptokokus
group A yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% pada usia
15-44 tahun, dan 0,6 % pada usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di
Skotlandia, usia tersering penderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 14-29 tahun,
yakni sebesar 50% . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita
tonsilitis kronik terbanyak sebesar 62 % pada kelompok usia 5-14 tahun.1,4,7

2.3. Etiologi

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut
yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila
fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama
dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif.1,2,4,7

Pada penderita tonsilitis kronik, jenis kuman yang paling sering adalah
Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora
normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi patogen infeksius yang
memerlukan pengobatan. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri

18
anaerob. Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan khusus
karena dapat ditangani sendiri oleh daya tahan tubuh. Penyebab paling banyak dari
infeksi virus adalah adenovirus.1,2,4

2.4. Patofisiologi

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya,


sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui
mulut bersama makanan.2,4

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang
melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag,
Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu
tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh
tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun.2,4

Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan produk-
produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan
penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala
sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang
jauh dari sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan.
Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak
jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau
toksemia. Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang
masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah
merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi
bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit sampai
beberapa jam setelah tindakan.2,4

19
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh
dendritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi
kripta berupa eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.
Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun
yang menurun.2,4

2.5. Faktor Predisposisi

Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik yaitu :2,4


1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

2.6 Gejala Klinis

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri


tenggorok yang berulang atau menetap dan obstruksi saluran napas. Gejala lain yang
dapat ditemukan adalah demam, namun tidak mencolok.1,2,4

Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka akan ada
tanda-tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan, lesu, tidak nafsu
makan, pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak, ada kripte melebar, dan
detritus.1,2,4

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kripta melebar dan beberapa kripta terisi oleh dendritus. Terasa ada yang mengganjal dan
kering di tenggorokan, serta napas yang berbau. Pada tonsilitis kronik juga sering
disertai pembesaran nodul servikal. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang

20
secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsilitis kronik berupa (a) pembesaran
tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di
atasnya tertutup oleh eksudat yang purulen. (b) tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput,
kadang-kadang seperti terpendam dalam tonsilar bed dengan bagian tepinya hiperemis,
kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulen.2,4

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak


antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,
maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :1

a. T0 : tonsil di dalam fossa atau sudah diangkat.


b. T1 : <25%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior- uvula.
c. T2 : 25-50%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-
uvula.
d. T3 : 50-75%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-
uvula.
e. T4 : >75%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas
medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.

Gambar 4. Gambar Pembesaran Tonsil: (A) T1 (B) T2 (C) T3 (D) T41

21
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang
dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan
dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu
tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam
anamnesis.2,7

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman
patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi
organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi
antibiotika yang inadekuat. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diikuti
Staphylokokus aureus. Pada tonsillitis yang disebabakan oleh virus, pemeriksaan serologi
diperlukan dengan tes antibody dengan pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan
darah dengan representasi 50% limfosit dengan 10% limfosit atipikal adalah nilai yang
mendukung diagnosis.1,2,4

2.8 Diagnosis
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis berulang
berupa nyeri tenggorok berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok,
rasa kering di tenggorok, napas berbau, dan obstruksi pada saluran napas yang paling
sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala lain yang dapat ditemukan seperti
demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelenjar
limfa submandibular.1,2,4,6

2.9 Diagnosis Banding


a. Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang
yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer
antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap
cukup memberikan dasar imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia sekitar 5 tahun.

22
Gejala klinik terbagi dalam 3 golongan yaitu: umum, lokal, dan gejala akibat
eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membran semu (pseudomembran) yang melekat erat pada
dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan
terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.2,4
b. Faringitis
Merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, trauma dan toksin. Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan
jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat
menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen
antibodi. Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri
tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.
Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.
Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.2,3,4

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsilitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan
operatif.

a. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada keadaan higiene mulut dengan cara berkumur atau
obat isap, dan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotika pada penderita
Tonsilitis kronis eksaserbasi akut cephaleksin ditambah metronidazole,

23
klindamisin (terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin
dengan asam klavulanat (jika bukan disebabkan mononukleosis). Terapi antibiotik
pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan mencegah rekurensi
infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil
ataupun ketidaktepatan antibiotik.1,2,3,4
b. Operatif
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang. 1,2,3,4
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology- Head
and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
(a) Indikasi absolut :2.4,7
1. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
3. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
4. Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
5. Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

(b) Indikasi relatif :2,4,7


1. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
2. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis
tidak responsif terhadap terapi media

24
3. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
4. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

Kontra indikasi :2,4,7


1. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
2. Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
3. Infeksi saluran nafas atas yang berulang
4. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
5. Celah pada palatum

Komplikasi Tonsilektomi

Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat


alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan
faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat
jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau
abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil,
kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit
sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh
darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu
dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari
pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan
kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil
diletakkan tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior
dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.2,8

2.11 Komplikasi
Tonsilitis kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh

25
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis,
nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.2,4
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun
berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :2,4
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis. Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa
adanya trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy). Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang
mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal. Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui
aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os
petrosus.
d. Abses Retrofaring. Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.
Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfa.
2. Komplikasi Organ jauh
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi organ jauh atau
sistemik seperti demam rematik, penyakit jantung rematik dan glomerulonefritis.

2.12 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita
Tonsilitis lebih nyaman. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa
penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu
infeksi pada telinga dan sinus.1,2,3

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun. Secara epidemiologi pasien
termasuk dalam kelompok usia yang paling sering menderita tonsillitis kronis. Pasien datang
diantar oleh orang tuanya dengan keluhan nyeri menelan yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu.
Menurut orang tuanya, pasien sering mengeluh seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya.
Awalnya, sejak ±4 bulan yang lalu pasien sudah sering merasakan seperti ada yang mengganggu
di tenggorokan, nyeri tenggorokan, gangguan menelan, demam, mengalami gangguan tidur, sulit
bernapas saat tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur. Keluhan dirasakan sudah lebih
dari 3 kali dalam waktu 4 bulan terakhir. Keluhan yang dirasakan terus menerus dan semakin
memberat hingga saat ini. Keluarga pasien mengatakan, pasien sering mengkonsumsi makanan
dan minuman dingin secara berlebihan, makanan ringan (snack), dan permen.
Berdsarkan teori, adanya rangsangan yang menahun dari makanan yang bersifat iritan
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya tonsillitis kronis.
Saat dilakukan pemeriksaan, tanda-tanda vital pasien masih dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik umum pasien dalam batas normal. Sedangkan dari hasil pemeriksaan status
THT didapatkan telinga dan hidung dalam batas normal, dan untuk pemeriksaan tenggorokan
didapatkan dinding pharynx hiperemis (-), granular (+), arkus pharynx simetris, hiperemis (-),
edema (+), tonsil T3/T3, hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+) dan didapatkan detritus (+/+).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, keluhan tersebut sesuai
dengan gejala tonsillitis kronis. Terapi yag diusulkan pada pasien adalah tonsilektomi. Hal
tersebut sesuai dengan kriteria dari The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck
Surgery (AAO-HNS) yaitu pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi jalan napas
karena hipertrofi tonsil, dan gangguan menelan merupakan indikasi absolut untuk dilakukan
tonsilektomi.

27
BAB V
KESIMPULAN

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Tonsil faringeal, tonsil palatine, dan tonsil lingual membentuk
lingkaran yang disebut dengan cincin Waldeyer. Tonsil memiliki peranan penting dalam fase
awal kehidupan, yaitu sebagai mekanisme perlindungan terhadap infeksi mukosa nasofaring dari
udara pernapasan sebelum masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah.
Tonsillitis kronis merupakan peradangan tonsil yang persisten. Etiologi dari tonsillitis
kronis adalah sama dengan tonsillitis akut antara lain bakteri, virus, jamur, dan parasit. Bakteri
yang paling banyak menyebabkan tonsillitis kronis adalah Streptococcus Beta Haemolyticus
grup A. Secara umum, manifestasi yang sering ditemukan adalah rasa mengganjal di
tenggorokan, nyeri tenggorokan terus menerus disertai dengan rasa nyeri menelan. Ukuran tonsil
yang membesar dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan, dengan yang biasa ditemukan adalah mengorok saat tidur. Penatalaksaaan
utama pada tonsillitis kronis adalah tonsilektomi atau pengangkatan tonsil.
Pada kasus, pasien anak laki-laki berusia 5 tahun datang dengan keluhan nyeri saat
menelan, disertai nyeri tenggorokan dan seperti ada yang mengganjal pada tenggorokan. Pasien
juga mengorok saat tidur, dan mengalami gangguan menelan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan status THT didapatkan
hidung dan telinga dalam batas normal, sedangkan pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan
dinding pharynx hiperemis (-), granular (+), arkus pharynx simetris, hiperemis (-), edema (+),
tonsil T3/T3, hiperemis (+/+), kripta melebar (+/+) dan didapatkan detritus (+/+).
Penatalaksanaan pada pasien tersebut adalah dengan pengangkatan tonsil atau tonsilektomi.
Prognosis pasien secara umum adalah baik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Udayan, K.S. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess Treatment and Management. [online].

2017. [cited, 2018 Juli 20]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

2. Adams, George L. 2013. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. EGC

3. Udayan, K.S. Tonsillitis and Pharyngitis Empiric Therapy. [online]. 2017. [cited, 2018 Juli

20]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

4. Soepardi, E.A., dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

dan Leher. Edisi ketujuh. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Anne, M.R. Agur and Arthur F. Dalley. 2013. Grant’s Atlas of Anatomy. 13th edition. Two

Commerce Square Baltimore, MD 21201 2001 Market Street. Philadelphia.

6. Luciana, Guedes Vilela Reis, dkk. 2013. Tonsillar Hyperplasia and Reccurent Tonsillitis :

clinical-histological correlation. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology.

7. Klaus Stelter. 2014. Tonsillitis and Sore Throat in Children. Volume 13. GMS Current

Topics in Otorhinolaryngology - Head and Neck Surgery.

8. Amelia, F. Drake. Tonsillectomy. [online]. 2017. [cited, 2018 Juli 20]. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/s

29

Anda mungkin juga menyukai