Anda di halaman 1dari 16

Etika Profesi Kedokteran dalam Kasus Kelalaian Medik Teman Sejawat

Dian nurul hikmah


10.2012.292
B4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Latar Belakang

Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari
norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini
lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun
sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi
adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik
dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh seorang professional. 1,2

Kode etik profesi berfungsi sebagai pelindung dan pengembangan profesi. Dengan telah adanya
kode etik profesi, masih banyak kita temui pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalahgunaan profesi.
Apalagi jika kode etik profesi tidak ada, maka akan semakin banyak terjadi pelanggaran. Akan semakin
banyak terjadi penyalah gunaan profesi. Agar setiap profesi tidak menyimpang dari kode etiknya, maka
usaha yang dapat di lakukan adalah: 3

1. Setiap pelaksana profesi sebaiknya memperbanyak pemahaman terhadap kode etik profesi serta
tujuannya.
2. Setiap pelaksana profesi sebaiknya mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam
praktek pendidikan yang dijalani.

Pembahasan
Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu
pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter Obgyn B sewaktu melahirkan, dan anaknya
dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita
penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. 10 hari pasca lahir orang tua bayi menemukan
benjolan di pundak kanan bayi.
Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien
dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka
meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira – kiar terjadinya. Bila
benar patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, maka akan menuntut dokter B karena telah
mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mediagnosisnya. Mereka juga menduga
bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya kedokter A saja. Dokter A
berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

Prosedur Medikolegal

Seorang dokter harus dapat menghormati pasien, agar pasient merasa nyaman dengan pelayanan yang
diberikan oleh dokter tersebut. Adapun yang perlu diperhatikan dalam menghormati pasien adalah
mengenai hak-hak pasien.

A. Hak pasien atas informasi penyakit dan tindakan medis dari aspek etika kedokteran. 1-3

Terkait dengan pemberian informasi kepada pasien ada beberapa yang harus diperhatikan :

 Informasi harus diberikan, baik diminta ataupun tidak.


 Informasi tidak boleh memakai istilah kedokteran karena tidak dimengerti oleh
orang awam.
 Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi, dan situasi
pasien.
 Informasi harus diberikan secara lengkap dan jujur, kecuali dokter menilai bahwa
informasi tersebut dapat merugikan kepentingan atau kesehatan pasien atau pasien
menolak untuk diberikan infomasi (KODEKI, pasal 5)
 Untuk tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive yang lain, informasi harus
diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi. Apabila dokter yang
bersangkutan tidak ada, maka informasi harus diberikan oleh dokter yang lain
dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
 Kewajiban dokter terkait dengan informasi adalah memberikan informasi yang
adekuat dan besikap jujur kepada pasien tentang perlunya tindakan medis yang
bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya (KODEKI, pasal 7b)
 Salah satu kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah harus memberikan
penjelasan mengenai apa yang diderita pasien, dan tindakan apa yang harus
dilakukan (KODERSI, Bab III Pasal 10)

B. Hak pasien atas informasi penyakit dan tindakan medis dari aspek hukum kedokteran. 1-3

 Pasien dalam menerima pelayanan praktik kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang tindakan medis yang akan diterimanya (Undan-Undang No. 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran pasal 52). Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya mencakup :

1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis

2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan

3. Alternatif tindakan lain dan resikonya

4. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (Pasal 45 ayat 3)

 Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
terlebih dahlu harus memberika penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan dan mendapat persetujuan pasien (PERMENKES No.1419/MENKES/PER/2005
tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi pasal 17)
 Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan
serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang
penyakitnya.
 Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta untuk
dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian terapi akan
mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien

Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter dapat dikategorikan
melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis,
dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik
kedokteran.
C. Hak pasien atas informasi dalam rekam medic 1-3

Berdasarkan PERMENKES RI No. 629/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam medik Pasal 12


dikatakan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelanayan kesehatan dan isi rekam medik
adalah milik rekam medik . Bentuk ringkasan rekam medic dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh
pasien atau orang yang diberi kuasa atau persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak
untuk itu. Namun boleh tidaknya pasien mengetahui isi rekam medic tergantung kesanggupan pasien
untuk mendengar informasi mengenai penyakit yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya.

Jadi pasien isi rekam medic bukan milik pasien sebagaimana pada PERMENKES sebelumnya
(1989)tentang rekam medic. Pasien hanya boleh memilikinya dalam bentuk ringkasan rekam medic.

D. Komunikasi dokter - pasien yang baik 1-3

Menurut Petunjuk Praktek Kedokteran yang Baik (DEPKES,2008) komunikasi yang baik antara dokter
pasien terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi meliputi :

1. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta kepercayaan pasien
yang berkaitan dengan keluhannya.

2. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi, diagnosis, terapi dan
prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien.
Termasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta
pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi; dan

3. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan kepada keluarganya,
setelah mendapat persetujuan pasien.

4. Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama dalam perawatan dokter, dokter
yang bersangkutan atau penanggunjawab pelayanan kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan
kesehatan) harus menjelaskan keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana
tindakan kedokteran yang akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta memberikan empati.

5. Dalam setiap tindakan kedokteran yang dilakukan, dokter harus mendapat persetujuan pasien karena
pada prinsipnya yang berhak memberika persetujuan dan penolakan tindakan medis adalah pasien yang
bersangkutan. Untuk itu dokter harus melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana
pemeriksaan lebih lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan dan komunikatif.
Dokter harus yankin bahwa pasien mengerti apa yang disampaikan sehingga pasien dalam memberikan
persetujuan tanpa adanya paksaan atau tekanan.

Kode Etik Kedokteran Indonesia 2,4,5

1. Kewajiban Umum
 Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
 Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang
tertinggi.
 Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
 Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
 Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan
untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
 Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan
teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.
 Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.
 Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
 Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya
untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
 Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.
 Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
 Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenar-benarnya.
 Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta
masyarakat, harus saling menghormati.

2. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


 Pasal 10

Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka
atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit
tersebut.

 Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan
keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
 Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.
 Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

3. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat


 Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.


 Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau
berdasarkan prosedur yang etis.

4. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri


 Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
 Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.

Prinsip Etika Kedokteran

A. Bioetika 1,5
 Bioetika (F. Abel) adalah studi interdisipliner tentang problem yang ditimbulkan oleh
perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran, pada skala mikro maupun makro,
termasuk dampaknya terhadap masyarakat luas serta sistem nilainya, kini dan masa
mendatang.
 Bioetika merupakan pandangan lebih luas dari etika kedokteran karena begitu saling
mempengaruhi antara manusia dan lingkungan hidup. Bioetika merupakan "genus",
sedangkan etika kedokteran merupakan "spesies".
B. Etika kedokteran 5,6
Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral
secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa
lampau, sekarang atau masa mendatang. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama
dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang
muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang
berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu
pengetahuan biologis yang lebih umum.
Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran dalam
hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta merupakan
bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medic ditinjau dari segi
nilai-nilai moral. Tujuan dari etika profesi dokter adalah untuk mengantisipasi atau mencegah
terjadinya perkembangan yang buruk terhadap profesi dokter dan mencegah agar dokter dalam
menjalani profesinya dapat bersikap professional maka perlu kiranya membentuk kode etik
profesi kedokteran untuk mengawal sang dokter dalam menjalankan profesinya tersebut agar
sesuai dengan tuntutan ideal. Tuntutan tersebut kita kenal dengan kode etik profesi dokter.
C. Kaidah dasar moral 5,6
Beauchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik
diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa aturan dibawahnya. Keempat
kaidah tersebut adalah :
 Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the right to self determination).Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent.
 Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk
kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi buruknya.
 Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk
keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no
harm”.
 Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya. Sedangkan aturan dibawahnya adalah
veracity (berbicara benar, jujur dan terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien),
confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).
Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan
pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler dan Winslade
(2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang essential dalam pelayanan klinik,
yaitu: 6
1. Medical indication
Semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan
mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama
menggunakan kaidah beneficence dan non-malificence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah
serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin
informed consent.
2. Patient preferences
Kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya,
yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etika meliputi pertanyaan tentang
kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa
pembuat keputusan bila pasien dalam keadaan tidak sadar dan kompeten serta nilai dan keyakinan
yang dianut oleh pasien.
3. Quality of life
Merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran yaitu memperbaiki, menjaga atau
meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana melakukan penilaian kualitas
hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis yang berkaitan dengan beneficence, non-
malificence dan autonomy.
4. Contextual features
Pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mendahului keputusan seperti factor keluarga,
ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan factor hukum.

Hubungan Dokter-Pasien
Pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang memerlukan pertolongan dokter karena
penyakitnya dan dokter adalah orang yang dimintaipertolongan karena kemampuan profesinya yang
dianggap mampu mengobati penyakit. Hubungan terjadi ketika dokter bersedia menerima klien itu
sebagai pasiennya. Hubungan antara orang yang memerlukan pertolongan dan orang yang diharapkan
memberikan pertolongan pada umumnya bersifat tidak seimbang. Dokter pada posisi yang lebih kuat
dan pasien berada pada posisi yang lebih lemah. Dalam hubungan yang demikian, dokter diharapkan
akan bersikap bijaksana dan tidak memanfaatkan kelemahan pasien sebagai keuntungan bagi dirinya
sendiri.
Selain itu dokter juga mempunyai kewajiban moral untuk menghormati hak pasiennya sebagai
manusia. Ketika dalam hubungan itu disertai dengan permintaan dokter untuk mendapatkan imbalan
jasa dari klien (pasien) dan klien (pasien) bersedia memenuhinya, maka terjadilah hubungan yang
disbeut sebagai hubungan kontraktual. Dalam hubungan kontraktual terdapat kewajiban dan hak dari
kedua belah pihak yang harus saling dihormati, serta tanggung jawab jika ada yang tidak memenuhi
kesepakatan tersebut. Pihak klien (pasien) akan bersedia bersikap jujur dalam mengungkapkan
berbagai hal yang ingin diketahui oleh dokter, termasuk hal yang bersifat pribadi, dan dokter akan
bersikap jujur dalam upaya yang akan dilakukannya untuk menolong klien (pasien). Selain itu dokter
juga harus dapat dipercaya bahwa ia tidak akan menyimpan semua rahasia klien (pasien) serta tidak
akan mengungkapkan rahasia itu kepada siapapun juga tanpa persetujuan klien (pasien) kecuali atas
perintah undangundang.
Dalam hubungan dokter-pasien yang tidak seimbang tersebut, maka pola komunikasi antara
keduanya dapat bersifat : 3,4,6
 Aktif-Pasif
Dalam pola komunikasi akti-pasif ini dokter bersifat aktif dan pasien bersifat pasif dan hanya
menjawab ketika ditanya atau berbuat setelah diperintahkan oleh dokter. Termasuk dalam
makan atau menggunakan obat yang diberikan dokter. Di sini ada kecenderungan bahwa
dokter akanbersikap otoriter dan tidak memberi kesempatan pasien untuk mengemukakan
pendapatnya. Di masa sekarang, dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesadaran
masyarakat akan hak-haknya, hubungan semacam ini sudah tidak sesuai lagi. Ilmu
kedokteran sekarang menyadari bahwa kesembuhan suatu penyakit memerlukan pengetahuan
dan kesertaan pasien dan keluarganya.
 Guidance – Cooperation
Hubungan yang lebih maju dari pola komunikasi model pertama adalah bimbingan yang
ditujukan untuk mengajak kerjasama dari pasien. Pasien tetap dianggap tidak (perlu) banyak
tahu tetapi perlu dibimbing dan diajak bekerja sama dalam upaya menyembuhkan
penyakitnya. Dokter membimbing-kerjasama seperti halnya orang tua dengan remaja .Ia
berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja sama. Walaupun dokter
mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata menjalankan kekuasaan, namun
mengharapkan kerja sama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau anjuran
dokter.
 Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak
yang sama. Pasien secara sadar aktif dan berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini
tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah,
juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.
Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan, secara umum hak pasien tersebut dapat
dirinci sebagai berikut : 2,4,6
 Hak pasien atas perawatan
 Hak untuk menolak cara perawatan tertentu
 Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan merawat pasien
 Hak Informasi
 Hak untuk menolak perawatan tanpa izin
 Hak atas rasa aman
 Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan
 Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan
 Hak atas twenty-for-a-day-visitor-rights.
 Hak pasien menggugat atau menuntut
 Hak pasien mengenai bantuan hukum
 Hak pasien untuk menasihatkan mengenai percobaan oleh tenaga kesehatan atau ahlinya.

Berbarengan dengan hak tersebut pasien juga mempunyai kewajiban, baik kewajiban secara moral
maupun secara yuridis. Secara moral pasien berkewajiban memelihara kesehatannya dan menjalankan
aturan-aturan perawatan sesuai dengan nasihat dokter yang merawatnya. Beberapa kewajiban pasien yang
harus dipenuhinya dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: 2,4,6
 Kewajiban memberikan informasi medis
 Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan
 Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan
 Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya dengan
dokter atau tenaga kesehatan
 Kewajiban memberikan imbalan jasa
 Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya
Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak, dokter
juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban profesi. Hak-hak dokter sebagai pengemban
profesi dapat dirumuskan sebagai berikut: 2,4,6
 Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya dari pasien
yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun terapeutik.
 Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya kepada
pasien.
 Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan transaksi
terapeutik.
 Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan kesehatan yang
diberikannya.
 Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medic dari pasien atau keluarganya.

Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu sebagai
berikut: 2,4,6
 kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, yaitu
dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret menurut ukuran
tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.
 Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas kesehatan pasien
bahkan setelah pasien meninggal dunia.
 Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya tentang
tindakan medis yang dilakukannya dan risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan medis
tersebut.
 Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai
keahlian/kemampuan yang lebih baik
 Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai tugas
perikemanusiaan

Hubungan Dokter-Teman Sejawat

Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdapat 4 kewajiban seorang dokter dalam
menjalani profesinya dan salah satunya itu adalah mengenai kewajiban terhadap teman sejawat. Pasal-
pasal dalam KODEKI yang mengatur mengenai kewajiban terhadap teman sejawat adalah sebagai
berikut: 5,6
 Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.
 Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan
lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.
 Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.
 Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
atau berdasarkan prosedur yang etis.

Aspek Hukum

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk
malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh
orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat
bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang
dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya)
bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 2,3,6
Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut World
Medical Association (1992), yaitu: “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to
the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing
care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.” 6
Menurut teori dan doktrin, sesuatu tindakan praktik kedokteran yang dilakukan oleh dokter dan
dokter gigi dapat dikategorikan sebagai perbuatan malpraktik dokter dilihat dari 3 aspek : 6
1. Intensional Professional Misconduct
 yaitu bahwa seorang dokter atau dokter gigi dinyatakan bersalah/buruk berpraktik, bilamana
dokter tersebut dalam berpraktik melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap standar-standar
dan dilakukan dengan sengaja.
 Dokter yang berpraktik dengan tidak mengindahkan standar-standar dalam aturan yang ada dan
tidak ada unsur kealpaan/kelalaian.
2. Negligence atau tidak sengaja (kelalaian)
 yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang karena kelalaiannya (culpa) yang mana berakibat cacat
atau meninggalnya pasien.
 Seorang dokter atau dokter gigi lalai melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan keilmuan kedokteran, maka hal ini masuk dalam kategori malpraktik, namun juga hal ini
sangat tergantung terhadap kelalaian yang mana saja yang dapat dituntut atau dapat dihukum, hal
ini tergantung oleh hakim yang dapat melihat jenis kelalaian yang mana.
3. Lack of Skill
 yaitu seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis tetapi diluar kompetensinya
atau kurang kompetensinya.
Ketiga hal tersebut diatas itulah berdasarkan teori masuk kategori malpratik namun bagaimana secara
yuridis atau aturan hukum positif kita. Dalam undang-undang kesehatan maupun dalam undang-undang
praktik kedokteran tidak ada satu kata pun yang menyebut kata malpraktik. Pada undang-undang
kesehatan menyebut kelalaian yang dilakukan dokter atau doker gigi dan dalam undang-undang praktik
kedokteran menyebut kata kesalahan saja. Begitu pula dalam kitab undang-undang hukum pidana maupun
kitab undang-undang hukum perdata hanya menyebut kata kesalahan dan kelalaian. Bilamana kita
menelaah dan mengkaji tentang malpraktik dalam hukum positif kita, maka dapatlah dikatakan bahwa
malpraktik yang dimaksud itu adalah perbuatan-perbuatan yang jelek atau buruk yang dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi yang dikarenakan karena adanya kesalahan atau kelalaian oleh dokter atau dokter
gigi yang berakibat cacatnya pasien atau matinya pasien ataupun akibat lain terhadap pasien.
Beberapa undang-undang yang mengatur mengenai kelalaian medis adalah sebagai berikut:4-6

 KUH Perdata Pasal 1365

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

 KUH Perdata Pasal 1366

Setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga
untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya

 KUH Perdata Pasal 1367

Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga
untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan
oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 55

(1) setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

 KUH Perdata Pasal 1370


Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau
isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si
korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan
kedua belah pihak, serta menurut keadaan.

 KUH Perdata Pasal 1371

Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati
memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut
penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai
menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.

 KUH Perdata Pasal 1372

Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta
pemulihan kehormatan dan nama baik.

Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu : 7-10

 KUHP Pasal 359

Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lainmati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

 KUHP Pasal 360


(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian
rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

 KUHP Pasal 361

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya
putusannya diumumkan.
Kesimpulan

Dari kasus disimpulkan bahwa Dokter A bersikap netral terhadap pasien dan teman sejawatnya.
Dia memeriksakan dan mengobati pasien anak tersebut karena fraktur klavikula yang berbentuk kalus
tersebut tidak akan menyebabkan kecacatan atau keterbatasan apa pun pada masa depan bayi itu. Dia juga
tidak menyalahkan dokter B dan dokter C karena tidak mendapat informasi yang lengkap semasa
kelahiran bayi tersebut karena bisa saja bayi tersebut mengalami cedera saat sudah dibawa pulang ke
rumah dan tidak disadari oleh orang tuanya. Tiada dugaan malpraktek mau pun kelalaian sehingga
menyebabkan cedera tersebut.
Dalam menjalankan perannya di masyarakat, seorang dokter perlu mempunyai kompetensi
komunikasi baik kepada pasien maupun pada masyarakat luas. Komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien sangatlah penting dan memiliki berbagai dampak pada berbagai aspek outcome kesehatan.
Dampak tersebut meliputi outcome kesehatan yang lebih baik, kenyamanan yang lebih tinggi terhadap
rejimen terapi pada pasien, kepuasan yang lebih tinggi pada pasien dan dokter serta penurunan risiko
malpraktek. Selain komunikasi dokter dan pasien di aspek kuratif dan rehabilitatif, komunikasi dokter
dengan pasien serta masyarakat luas dalam hal preventif dan promotif semakin dibutuhkan dewasa ini
dengan semakin tingginya masalah kesehatan yang terkait dengan perilaku kesehatan

Daftar Pustaka

1. Sampurna. Budi., Syamsu. Zulhasmar., Siswaja. Tjetjep Dwidja. Didalam: Bioetik dan Hukum
Kedokteran. Juli 2007.
2. Hanafiah. M. Jusuf., Amir. Amri,. Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan. Penerbit Buku
Kedokteran:EGC. Jakarta. 2007
3. Samil. Ratna Suprapti. Etika Kedokteran Indonesia. Penerbit: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2001.
4. Moeloek FA, Purwadianto A,Suharto A.Kesehatan Dan Hak Asasi Manusia.Jakarta;Perpustakaan
Nasional RI;2003.
5. Prof. John R. Williams. Panduan etika medis, disertai studi kasus-kasus etika pelayanan medis
sehari-hari. Pusat Studi Kedokteran Islam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah.
Yogyakarta:2005;12-13.
6. Undang-undang Kesehatan.Yogyakarta;Pustaka Widyatama;2006 Undang-undang HAM Nomor
9 Tahun 1999.Jakarta;Asa Mandiri; 2006

Anda mungkin juga menyukai