Anda di halaman 1dari 65

TRAUMA THORAX / DADA

A. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade
jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda
paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika
terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau
bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).

B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


1) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah
jantung.
2) Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan

3) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ;
iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)
(FKUI, 1995).

C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1.
Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali
ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar ->
Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.
Pucat, keringat dingin.
Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2) Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3) Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang
ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal (Mowschenson, 1990).

E. KOMPLIKASI
1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4) Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5) Esofagus : mediastinitis.
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Radiologi : foto thorax (AP).
2) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4) Hemoglobin : mungkin menurun.
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6) Pa O2 normal / menurun.
7) Saturasi O2 menurun (biasanya).
8) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

G. PENATALAKSANAAN
1) Darurat
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan :
• Waktu kejadian
• Tempat kejadian
• Jenis senjata
• Arah masuk keluar perlukaan
• Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
• Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
• Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
• Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
• Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan
memungkinkan).

2) Therapy
Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.

MANAJEMEN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ;
TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif.
Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
 Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang
tidak sakit.
Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi
dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke
area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural
menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela
perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan
negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
• Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
 Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi,
sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
 Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
 Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang
tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar
tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol

DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara
: Jakarta.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
www.iwansain.wordpress.com
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada

dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi

mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan

system pernafasan.

2. Anatomi Fisiologi

Sumber : http://www.ilmu-keperawatan.com
Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut,

terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen

tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama

memisahkan artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi

membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan

rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi

pada luka tusuk.

Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus

utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan

muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks.

Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior,

lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika

aksilaris posterior.

Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan

limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran

udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura

berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi

dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis

mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau

cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila

penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi
paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya

ruang potensial yang masih ada.

Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti

oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal.

Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena

jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang

melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.

Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan

kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular

melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal

bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan

sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.

3. Etiologi

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi


mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.

b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel

flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.

Tusukan paru dengan prosedur invasif.

c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

e. Fraktu tulang iga

f. Tindakan medis (operasi)

g. Pukulan daerah torak.

4. Patofisiologi

Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir

di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam

rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga

dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh

juga bagi sistem pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan karena:

Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi

tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran

mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik

venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya

tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif

penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-

paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada

akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi

terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan

terjadi syok.
Patoflow Diagram ( Mapping)

Trauma Torak

Tension Pneumotorak Kontusio

Pneumotorak tertutup paru

Udara masuk Perdarahan Tekanan pada

dalam rongga pada rongga rongga dada

pleura pleura
Tekanan dalam rongga Tekanan dalam Pembengkakan

pleura meningkat rongga pleura

meningkat

Kompresi paru ventilasi terganggu Keterbatasan

kontra lateral kerja paru

Kolaps Kolaps paru Sesak nafas

paru

Sianosis

Syok
5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;

a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

d. Dyspnea, takipnea

e. Takikardi

f. Tekanan darah menurun.

g. Gelisah dan agitasi

h. Kemungkinan cyanosis.

i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

6. Penatalaksanaan Medis

1. Konservatif

a. Pemberian analgetik

b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika

d. Fisiotherapy

2. Operatif/invasif

a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).

b. Pemasangan alat bantu nafas.

c. Pemasangan drain.

d. Aspirasi (thoracosintesis).

e. Operasi (bedah thoraxis)

f. Tindakan untuk menstabilkan dada:

1) Miring pasien pada daerah yang terkena.

2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena

g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada

kriteria sebagai berikut:

1) Gejala contusio paru

2) Syok atau cedera kepala berat.

3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.


4) Umur diatas 65 tahun.

5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.

h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak

mengancam.

i. Oksigen tambahan.

7. Komplikasi

a. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan

keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.

Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.

b. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup

sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang

kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah

yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.

c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi

sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan

paru sisi lain.

d. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu

sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila

kejadian mendadak maka pasien akan syok.

Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka

terjadi tanda – tanda :

1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa

terjadi dypsnea.

2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).

e. Plail Chest

Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada

saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan

adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)


f. Hemopneumothorak

Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Dasar Data Pengkajian Pasien

1) Kajian aktivitas dan latihan

a) Nyeri dada sampai abdomen

b) Lemah

c) Terpasang infus

d) Sesak nafas ditandai dengan 24 x/menit

2) Kajian nutrisi metabolik

a) Bising usus berkurang

b) Mukosa mulut kering

c) Kurang nafsu makan

d) Kembung

e) Haus
b. Masalah Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.

3) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan masukan.

4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak

adekuatnya masukan makanan dan cairan.

5) Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.

6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.

c. Rencana Keperawatan.

I. Nyeri adanya trauma

– tujuan : nyeri pasien teratasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

– Sasaran : – Pasien mengatakan “ nyeri berkurang”, skala (0-2).

– Wajah klien tampak rileks

– TTV dalam batas normal


Rencana tindakan

1) Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien

R
/ Untuk menurunkan ketegangan otot

2) Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan

pada skala nyeri.

R
/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk

perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.

3) Observasi tanda-tanda vital.

R
/ Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.

4) Anjurkan istirahat yang cukup

R
/ Untuk mengurangi energi yang berlebihan.

5) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik :

R
/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.

II. Intoleransi aktivitas nyeri

– Tujuan : – Intoleransi akvitas dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

.
– Sasaran : – Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara

bertahap.

– Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.

– Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.

– Klien tidak lemah lagi.

Rencana Tindakan

1. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu dilakukan

sendiri. Misalnya Mandi, berpakaian, merapikan diri.

R
/ kebutuhan nutrisi terpenuhi seperti pada saat sebelum trauma.

2. Kaji penyebab ketidakmampuan pasien dalam memenuhi perawatan diri.

R
/ Dengan mengetahui penyebab akan mempermudah dalam penanganan masalah

dan penerapan intervensi.

3. Pasang pagar/pengaman tempat tidur

R
/ Mencegah resiko cedera

4. Anjurkan Pasien untuk istirahat yang cukup

R
/ mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metobolisme tubuh sehingga

dapat menambah kelemahan.


5. Anjurkan pasien untuk untuk menggunakan teknik relaksasi

R
/ Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu mengurangi nyeri,

spasme otot, spastisitas/kejang.

6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin neurobion 1 amp/hari

R
/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.

III. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penurunan masukan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu ± 1 minggu

Sasaran : – klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis

– Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab,

kelopak mata merah

Rencana tindakan

1. Anjurkan klien makan porsi kecil tapi sering.

R
/ untuk mencegah badan agar tidak lemah

2. Kaji tanda-tanda kurang nutrisi (Turgor kulit, kelopak mata, mukosa mulut).

R
/ untuk. Mengetahui tingkat nutrisi pasien.

3. Kaji pola makan pasien.


R
/ untuk mengetahui pola makan pasien.

4. Jelaskan pasien tentang pentingnya penemuan nutrisi untuk penymbuhan klien.

R
/ Dengan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.

5. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen.

R
/ Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagi akaibat dari

paralisis/mobilisasi.

6. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian nutrisi parentral.

R
/ untuk menringankan penyakit yag diderita pasien.

IV. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh tidak adekuat masukan makanan

dan cairan.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam.

Sasaran : – Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT

besar.

– Berat badan pasien delam batas normal.

– Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.

– Turgor kuli pasien elastis, mukasa mulut lembab.


Rencana Tindakan

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)

R
/ indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa

mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.

2. Kaji perubahan TTV, Contoh : peningkatan suhu/ demam memanjang, takikardi,

hipotensi ortostatik.

R
/ Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan lajunya metabolisme

dan kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan ortostatik berubah dan

peningkatan takikardi menunjukan kekurangan cairan sistemik.

3. Catat laporan mual/muntah

R
/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.

4. Pantau masukan dan haluaran, catat, warna, karakter urine, hitung keseimbangan

cairan waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai indikasi.

R
/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan

pengganti.

5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan infus.

R
/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan resiko dehidrasi.

V. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.


Tujuan : Klien tidak mengalami kecemasan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Sasaran : – Klien tampak tenang

– Klien tidak cemas lagi

Rencana tindakan

1. Libatkan dalam program pengembangan pribadi, lebih disukai dalam susunan

kelompok. Berikan informasi tentang penerapan yang tepat dalam berpakaian.

R
/ Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan balik dari

orang lain meningkatkanharga diri.

2. Gunakan pendekatan psikotherapy interpersonal, daripada therapy penafsiran.

R
/ Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan perasaan dari

dalam diri sendiri.

3. Kaji perasaan tak berdaya/ tidak ada harapan.

R
/ Kurang kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengan gangguan

emosi lebih serius

4. Waspadai ide bunuh diri

R
/ cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi, perasaan tak

berdaya dapat menimbulkan usaha bunuh diri.


5. Dorong pasien untuk mengekspresikan marah dan mengakui bila dinyatakan.

R
/ Peting untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat diterima.

VI. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpansi paru.

Tujuan : pola nafas pasien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Sasaran : – Pasien tidak sesak

– TTV dalam batas normal

Rencana Tindakan

1. Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya sianosis

R
/ pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial

atelektasis dapat mengakibatkan hipoksia.

2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat

R
/ mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan meminimalkan

tekanan isi abdomen pada rongga torak

3. Observasi TTV.

R
/ Mengetahui perkembangan klien

4. Kaji penumpukan sekret.


R
/ Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.

R
/ Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and

Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan

Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK

Pajajaran, Bandung.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan keperawatan pada pasien
trauma dada/thoraks. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah gangguan sistem
respirasi (farmakoerapi).
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Banjar, Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika
terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau
bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).
Banyak penyebab terjadinya trauma thoraks tersebut diantaranya benturan. Benturan yang keras
di bagian dada ternyata bisa menyebabkan adanya ganguan pada sistem respirasi kita.
B. Tujuan
1. Supaya lebih mengetahui penyebab penyabab terjadinya trauma dada
2. Lebih mengetahui bagaimana cara asuhan keperawatanya.

BAB II
ISI
ASKEP TRAUMA DADA
TRAUMA THORAX / DADA
1. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,hematompneumothoraks (FKUI,
1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Di dalam toraks terdapat dua organ yang
sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada
dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
2. ANATOMI FISIOLOGI
Kerangka rongga toraks, merincing pada bagian atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri
dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan,
dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari
sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ
dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus
utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus
gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah
muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus
latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan
kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan
diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari
ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis
memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka
akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada.
Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti
oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena,
arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum
torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian
atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.
Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular
melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75%
dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.

3. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid
yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. pneumothoraks terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.

4. PATOFISIOLOGI
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam rongga dada
terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami
kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem
pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan karena: Tension pneumothorak cedera pada paru
memungkinkan masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan
meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian
juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup
dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat
prosedur infasif penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat
mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada
rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi
menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan
terjadi syok.

5. MANIFESTASI KLINIS
a. Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
 Gelisah.
 Pucat, keringat dingin.
 Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
 Pekak jantung melebar.
 Bunyi jantung melemah.
 Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
 ECG terdapat low voltage seluruh lead.
 Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
b. Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
c. Pneumothoraks :
 Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
 Gagal pernapasan dengan sianosis.
 Kolaps sirkulasi.
 Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
 Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang
ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal (Mowschenson, 1990).

6. KOMPLIKASI
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru. Tanda-tanda khas:
penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda – tanda :
 Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
 Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
 Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
 Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Radiologi : foto thorax (AP).
b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
d. Hemoglobin : mungkin menurun.
e. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
f. Pa O2 normal / menurun.
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

8. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif
 Pemberian analgetik
 Pemasangan plak/plester
 Jika perlu antibiotika
 Fisiotherapy
b. Operatif/invasif
 Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
 Pemasangan alat bantu nafas.
 Pemasangan drain.
 Aspirasi (thoracosintesis).
 Operasi (bedah thoraxis)
 Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
 Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
 Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
 Oksigen tambahan.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi
:
1. Aktivitas / istirahat:
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2. Sirkulasi:
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ,
TD , hipotensi/hipertensi , DVJ.
3. Integritas ego:
Tanda : ketakutan atau gelisah.
4. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
6. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif.
7. Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit.
b. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
c. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak
sakit.
d. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
e. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi
dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
f. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
g. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
h. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
i. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
j. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :
1. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. Air
penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area
pleural.
3. Observasi gelembung udara botol penempung.
gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural
menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.
4. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela
perlu.
Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan
negative yang diinginkan.
5. Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya
intervensi.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


1. Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
a. Pemberian antibiotika.
b. Pemberian analgetika.
c. Fisioterapi dada.
d. Konsul photo toraks.
Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
• Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2. Lakukan pernapasan diafragma.
Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
4. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
 Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
 Pemberian expectoran.
 Pemberian antibiotika.
 Fisioterapi dada.
 Konsul photo toraks.
 Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi,
sehingga akan mengurangi nyerinya.
2. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang
tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar
tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.
5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. Untuk
mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses
infeksi. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. Antibiotik mencegah perkembangan
mikroorganisme patogen.

D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol.
KONSERVATIF

1. Pemberian Analgetik

Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya.
Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan
manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang
sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.

1. Pemasangan Plak / Plester

Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.

1. Jika Perlu Antibiotika

Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas
kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad
spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.

1. Fisiotherapy

Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi
akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ada banyak cara mengatasi faktor-faktor penyebab diantaranya adalah:
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit.
b. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
c. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak
sakit.
d. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
e. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi
dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
f. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
g. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
h. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
i. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
j. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
2. Saran
a. Gunakan pendekatan non farmakologi untuk mengurangi rasa sakit seperti relaksasi dan
distraksi.
b. Menghilangkan sekret di dada agar tidak terlalu sesak.
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
b. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
c. Hemoglobin : mungkin menurun.
d. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
e. Pa O2 normal / menurun.
f. Saturasi O2 menurun (biasanya).
g. Toraksentesis : menyatakan darah
h. Diagnosis fisik :
1) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
2) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan
WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
3) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
4) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera
thorakotomi.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti
jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi,
kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma
toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih
dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
c. CT Scan
d. Ekhokardiografi
e. Elektrokardiografi
f. Angiografi
g. Torasentesis : menyatakan darah/ cairan serosanguinosa.
h. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

13. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
a. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
Indikasi:
1) Pneumothoraks
2) Hemothoraks
3) Thorakotomy
4) Efusi pleura
5) Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
1) Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu
operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
2) Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan
rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
3) Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing”
tetap baik.
b. Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan
menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
c. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1) Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien.
d. Pemasangan infuse
e. Pemeriksaan kesadaran
f. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
g. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.

Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama


Pasien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat
darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap
darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan yang diberikan harus
sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi
penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi
kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat
dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda
keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
b) Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar
tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
c) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai
dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta
fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
d) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
e) Tindakan Kolaboratif
1. Konservatif
a) Pemberian Analgetik
b) Pemasangan Plak / Plester
c) Jika Perlu Antibiotika.
d) Fisiotherapy

2. Operatif/ Invasif
a) Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
b) Indikasi
1) Pneumothorak
2) Hemothoraks
3) Thorakotomy
4) Efusi pleura
5) Emfiema
c) Tujuan
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
d) Tempat Pemasangan WSD
- Bagian apex paru (apical)
 anterolateral interkosta ke 1-2
 fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
- Bagian basal
 postero lateral interkosta ke 8-9
 fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
f) Komplikasi Pemasangan WSD
- Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
- Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema
14. Pencegahan
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab
nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus
kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun
benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat toraks akut

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi
:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM. Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada
; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk
3) Terdapat retraksi klavikula/dada
4) Pengambangan paru tidak simetris
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
1) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2) Takhikardia, lemah
3) Pucat, Hb turun /normal
4) Hipotensi
c. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan :
Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
1) Kemampuan sendi terbatas
2) Ada luka bekas tusukan benda tajam
3) Terdapat kelemahan
4) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine :
1) Terjadi peningkatan metabolisme
2) Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi
1) Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
1) Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri akut.
b. Nyeri berhubungan dengan adanya cedera dada.
c. Ketakutan berhubungan dengan ancaman nyata atau bayangan ancaman terhadap kesejahteraan
diri, cedera tiba-tiba, tingkat atau prognosis dari cedera dari yang tidak diketahui.
d. Hambatan mobilitas : fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan, adanya selang dada,
jalur intravena.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, adanya slang dada, jalur
intravena.
f. Devripasi tidur/ insomnia berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan, program
pengobatan.
g. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan cedera dinding toraks atau jaringan paru, fail
chest.

Diagnosa keperawatan Tujuan


No.

1. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan NIC(N


berhubungan dengan Nyeri Akut keperawatan selama 3x24 jam,
1. Mana
Defenisi : Inspirasi dan/ atau pasien diharapkan
2. Peman
ekspirasi yang tidak memberi menunjukkan status
ventilasi yang adekuat. pernapasan: ventilasi tidak Aktivi
terganggu ditandai dengan: 1. Pantau
Batasan Karakteristik : 2. Pantau
1. Dispnea Hasil 3.
NOC(Nursing Tentu
2. Napas pendek Outcomes Classification) : tulang
3. Bradipnea 1. Status Respirasi : Ventilasi 4. Kaji k
4. Napas cuping hidung 2. Status Tanda Vital 5. Observ
5. Takipnea Kriteria Hasil : bilater
6. Penurunan kapasitas vital 1. Nafas pendek tidak ada Peman
7. Penurunan tekanan inspirasi-
2. Tidak ada penggunaan otot
a. Panta
ekspirasi bantu usaha r
8. Fase ekspirasi memanjang 3. Bunyi napas tambahan tidak
b. P
Faktor Yang Berhubungan : ada kesime
1. Ansietas 4. Ekspansi dada simetris retraks
2. Deformitas tulang c. Pantau
3. Deformitas dinding dada d. Pantau
4. Hiperventilasi hiperv
5. Nyeri pernap
6. Kelelahan otot pernapasan e. Perhat
7. Kerusakan Muskuloskeletal f. Ausk
penuru
atau bu
g. Pantau
sengal
h. Catat
nilai ga
Penyu
1. Ajark
teknik
napas.
misal:
2. Disku
(pengo
menga
yang m
3. Ajarka
Aktivit

1. Rujuk
memas
2. Lapor
napas,
dst, ses
3. Be
bronko
4. Berik
oksige
5. Berika
pernap
Aktivi

1. Hubun
pengka
nilai A
pasien
2. Ajurk
abdom
3. Lak
kebutu
4. Minta
napas d
5. Info
prosed
kecem
6. Pertah
nasal
kecepa
7. Posis
pernap
8. Sink
pasien

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

2. Nyeri berhubungan dengan adanya cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC(Nursing Int
dada selama 3x24 jam, pasien diharapkan
1. Manajemen Nye
menunjukkan tingkat nyeri tidak
2. Bantuan Analge
Defenisi : Pengalaman Sensori Dan Emosi terganggu ditandai dengan:
Yang Tidak Menyenangkan Akibat Aktivitas Keperaw
Adanya Kerusakan Jaringan Yang Aktual Hasil NOC(Nursing 1.
Outcomes Lakukan pengka
Atau Potensial, Atau Digambarkan Dengan Classification) : lokasi, karakteri
Istilah Seperti (International Association
1. Tingkat Nyeri kualitas, intensit
for the study of Pain); awitan yang tiba-
2. Pengendalian nyeri presipitasinya.
tiba atau perlahan dengan intensitas ringan 2. Meminta pa
sampai berat dengan akhir yang dapat Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
diantisipasi atau dapat diramalkan dan
1. Ekspresi nyeri pada wajah tidak ada
durasinya kurang dari enam bulan. 2. Gelisah atau ketegangan otot tidak ada Penyuluhan untu
3. Merintih dan menangis tidak ada 1. Berikan informas
4. Gelisah tidak ada 2. Ajarkan penggun
Batasan karakteristik : 5. Selalu melaporkan nyeri dapat
1. Mengungkapkan secara verbal atau dikendalikan Aktivitas Kolabor
melaporkan (nyeri) dengan isyarat 6. Selalu menggunakan tindakan
1. Gunakan tindaka
2. Posisi untuk menghindari nyeri pencegahan menjadi lebih ber
3. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari
7. Selalu mengenali awitan nyeri 2. Laporkan kepada
lemas tidak bertenaga sampai kaku)
4. Respon autonomik (misalnya, diaforesis; Aktivitas lain :
perubahan ttekanan darah, pernapasan atau 1. Bantu pasien untu
nadi; dilatasi pupil) pada nyeri dan ras
5. Perubahan selera makan pengalihan melalu
6. Perilaku distraksi (misalnya, mondar- dengan pengunjun
mandir, mencari orang dan/atau aktivitas 2. Berikan perawata
lain,aktivitas berulang) sikap yang mendu
7. Perilaku ekspresif (misalnya, 3. Kendalikan facto
gelisah,merintih, menangis, kewaspadaan mempengaruhi re
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan ketidaknyamanan
menghela napas panjang) dan kegaduhan).
8. Wajah topeng (nyeri)
9. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
10. Bukti nyeri yang dapat diamati
11. Berfokus pada diri sendiri

Faktor Yang Berhubungan :


Agens-agens penyebab cedera (
misalnya,biologis, kimia, fisik dan
psikologis)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

3. Ketakutan berhubungan dengan ancaman Setelah dilakukan tindakan NIC(Nursing Int


nyata atau bayangan ancaman terhadap keperawatan selama 3x24 jam, pasien
1. Peningkatan kop
kesejahteraan diri, cedera tiba-tiba, tingkat diharapkan menunjukkan tingkat
2. Teknik penenang
atau prognosis dari cedera dari yang tidak ketakutan tidak terganggu ditandai
3. Pengurangan an
diketahui. dengan:
Aktivitas keperaw
Defenisi : Respon terhadap persepsi Hasil NOC(Nursing 1. Nilai pemahaman
Outcomes
ancaman yang secara sadar dikenali sebagai Classification) : 2. Kaji respon takut
bahaya. 1. Tingkat ketakutan
2. Pengendalian diri terhadap ketakutan Penyuluhan untu
Batasan Karakteristik : 1. Jelaskan semua
1. Cemas Kriteria Hasil : pasien/keluarga
2. Ketakutan 1. Selalu mencari informasi untuk
2. Bantu klien mem
3. Menurunnya keyakinan diri menurunkan ketakutan yang tidak rasiona
4. Gelisah 2. Selalu mengendalikan respon
5. Panik ketakutan
6. Khawatir 3. Menggunakan teknik relaksasi untuk Aktivitas Kolabor
7. Stimulus yang dipercaya sebagai ancaman. menurunkan ketakutan 1. Kaji kebutuhan u
8. Anoreksia 4. Selalu menghindari sumber ketakutan psikiatrik.
9. Peningkatan denyut nadi 5. Selalu mempertahankan control
2. Dorong diskusi a
10. Pucat terhadap kehidupan ketakutan pasien.
11. Kekakuan otot
Aktivitas lain :
12. Peningkatan tekanan darah sistolik
1. Nilai dan diskusik
13. Peningkatan frekuensi pernapasan dan
2. Gunakan pendeka
napas dangkal.
3. Dukung untuk me
ketakutan secara v
Faktor yang berhubungan :
4. Kurangi stimulas
1. Kerusakan Sensorik
interpretasikan se
2. Stimulus fobia
3. Tidak familier dengan pengalaman
lingkungan
4. Kendala Bahasa
5. Pelepasan alamiah ( neurotransmitter)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

4. Hambatan mobilitas : fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC(Nursing In


dengan nyeri/ ketidaknyamanan, adanya keperawatan selama 3x24 jam, pasien
1. Pengaturan Po
selang dada, jalur intravena diharapkan menunjukkan tingkat bagian tubuh pa
mobilitas tidak terganggu ditandai meningkatkan k
Defenisi : Keterbatasan dalam, pergerakan dengan:
Aktivitas kepera
fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu
1. Ajarkan meng
ekstremitas atau lebih. Hasil NOC(Nursing Outcomes
yang benar saat
Classification) :
2. Berikan pengua
Batasan Karakteristik : 1. Mobilitas
3. Rujuk ke ahli te
1. Dispnea saat beraktivitas 2. Performa mekanika tubuh
2. Kesulitan membolak balik posisi tubuh 3. Ambulasi
Aktivitas kepera
3. Melambatnya pergerakan
Kriteria Hasil : 1. Ajarkan dan du
4. Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
1. Tidak mengalami gangguan atau pasif untuk
5. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
keseimbangan kekuatan dan ke
6. Pergerakan menyentak
2. Kordinasi baik 2. Ajarkan teknik
7. Perubahan cara berjalan
3. Tidak mengalami gangguan Performa
8. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
posisi tubuh Aktivitas kepera
4. Tidak ada masalah dalam pergerakan
1. Berikan analges
Faktor yang berhubungan :
sendi dan otot 2. Dukung pasie
1. Perubahan metabolism sel
5. Berjalan tidak ada gangguan keterbatasan den
2. Gangguan kognitif
6. Bergerak dengan mudah 3. Tentukan
3. Penurunan kekuatan, kendali atau masa otot
7. Meminta bantuan untuk aktivitas mempertahanka
4. Keterlambatan perkembangan
mobilisasi,jika diperlukan dan otot.
5. Ketidaknyamanan
8. Memperlihatkan penggunaan alat
6. Intoleransi aktivitas dan penurunan kekuatan
bantu secara benar dengan
dan ketahanan.
pengawasan
7. Kaku sendi atau kontraktur
8. Hilangnya integritas struktur tulang
9. Nyeri

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC(Nursing In


1. Mandi
nyeri/ketidaknyamanan, adanya selang dada, keperawatan selama 3x24 jam, pasien
jalur intravena. diharapkan menunjukkan tingkat
2. Pemeliharaan k

Defenisi : Hambatan kemampuan untuk mobilitas tidak terganggu ditandai


3. Perawatan osto

melakukan atau memenuhi aktifitas dengan: 4. Bantuan peraw

mandi/hygiene.
Hasil NOC(Nursing Outcomes
Aktivitas Keper
Classification) :
Batasan Karakteristik : 1. Pantau kebersih
1. Perawatan diri : aktivitas kehidupan
1. Ketidakmampuan untuk (meakukan tugas- diri pasien.
sehari-hari (AKS)
tugas berikut ) : 2. Pantau adanya p
Kriteria hasil :
a. Mengakses kamar mandi
1. Mandi tidak terganggu
b. Mengeringkan badan
2. Hygiene tidak terganggu
c. Mengambil perlengkapan mandi Penyuluhan un
3. Tidak ada gangguan untuk hygiene
d. Mendapatkan sumber air 1. Ajarkan pa
oral.
e. Membersihkan tubuh (atau anggota tubuh). alternative untuk

Faktor yang berhubungan : Aktivitas kolabo

1. Penurunan motivasi 1. Tawarkan peng

2. Kendala lingkungan 2. Gunakan ahli

3. Nyeri sumber - sum

4. Ansietas hebat perawatan pasie

5. Kelemahan

6. Kerusakan neuromuscular Aktivitas lain :

7. Gangguan musculoskeletal 1. Berikan bantua

8. Gangguan presepsi atau kognitif melaksanakan p


9. Ketidak mampuan untuk merasakan bagian 2. Libatkan keluar

tubuh. 3. Letakan sabun

peralatan lain ya

atau dikamar ma

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

6. Devripasi tidur/insomnia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC(Nursing In


nyeri dan ketidaknyamanan program keperawatan selama 3x24 jam, pasien
1. Manajemen en
pengobatan. diharapkan menunjukkan devpripasi
2. Manajemen me
tidur tidak terganggu ditandai dengan:
3. Manajemen ala
Defenisi : Periode waktu yang lama tanpa
tidur ( terputusnya kesadaran yang relative Hasil NOC(Nursing 4. Peningkatan tid
Outcomes
yang periodic dan alami secara terus menerus. Classification) :
1. Kesetimbangan alam perasaan.
Aktivitas kepera
Batasan karakteristik :
2. Istirahat
1. Kaji adanya gej
1. Ansietas
3. Tidur
2. Mengantuk disiang hari 4. Keparahan gejala

3. Keletihan halusinasi Kriteria Hasil : Penyuluhan un

4. Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri 1. Perasaan segar setelah tidur 1. Ajarkan damp

5. Ketidakmampuan untuk konsentrasi 2. Pola dan kualitas tidur tidak kondisi psikolog

6. Malaise terganggu 2. Ajarkan pasie

7. Penurunan kemampuan fungsi 3. Rutinitas tidur baik mengganggu tid

8. Lesu 4. Jumlah waktu tidur yang terobservasi

9. Letargi 5. Terjaga pada waktu yang tepat Aktivitas kolabo

10. Gelisah 6. Melaporkan penurunan gejala


1. Diskusikan den

11. Reaksi lambat deprivasi tidur program obat ji

12. Tremor pada tangan 7. Mengidentifikasi factor yang dapat tidur

Faktor yang berhubungan : menimbulkan deprivasi tidur. 2. Diskusikan de

1. Perubahan tahap tidur yang berhubungan tidur yang tidak

dengan proses penuaan 3. Lakukan peruju

2. Ketidakadekuatan aktivitas di siang hari. gejala deprivasi

3. Demensia

4. Hipersomnolen system saraf pusat idiopatik

5. Ketidaknyamanan fisik yang lama Aktivitas lain :

6. Apnea tidur 1. Tangani geja

7. Ereksi yang nyeri terkait tidur kebutuhan.

8. Stimulasi lingkungan yang terus menerus.

9. Ketidaknyamanan psikologis yang lama.


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan

7. Gangguan ventilasi spontan berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC(Nursing In


keperawatan selama 3x24 jam, pasien
1. Ventilasi meka
dengan cedera dinding toraks atau jaringan
diharapkan gangguan ventilasi tidak
2. Pemantauan pe
paru, fail chest.
terganggu ditandai dengan:
Defenisi : Penurunan simpanan energy yang
Hasil NOC(Nursing Outcomes Aktivitas kepera
mengakibatkan ketidakmampuan individu
Classification) :
1. Pantau adanya k
untuk mempertahankan pernapasan yang
1. Respon alergik : sitemik
2. Pantau keefek
adekuat untuk mendukung hidup. 2. Respon ventilasi mekanis : orang
dewasa fisiologis dan ps
3. Status pernapasan : pertukaran gas
3. Auskultasi sua
Batasan karakteristik :
4. Status pernapasan : ventilasi
ketiadaan ventil
1. Ketakutan
Kriteria Hasil : 4. Pantau adanya k
2. Dispnea
1. Suhu tubuh normal
Penyuluhan un
3. Penurunan kerja sama
2. Nadi normal
1. Ajarkan pasie
4. Penurunan SaO2 3. Pernapasan normal
4. Tekanan darah normal sensasi yang ak
5. Penurunan PO2
5. Menunjukan status neurologis yang
penggunaan ven
6. Penurunan volume tidal
adekuat untuk mempertahankan
Aktivitas kolabo
7. Peningkatan frekuensi jantung pernapasan spontan
6. 1. Konsultasikan d
Mempunyai energy dan fungsi otot
8. Peningkatan laju metabolic
yang adekuat untuk mendapatkan
pemilihan jenis
9. Peningkatan PCO2
pernapasan spontan.
10. Peningkatan kegelisahan 2. Berikan analges

11. Peningkatan penggunaan otot bantu Aktivitas lain :

pernapasan. 1. Lakukan pengat

2. Lakukan hygien

Faktor yang berhubungan :

1. Faktor-faktor metabolic

2. Keletihan otot pernapasan

4. Implementasi
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan
disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan perupakan pengelolahan dan
perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian, yaitu validasi, rencana
keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien
dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
Tujuan tercapai :
1) Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan tercapai sebagian :
2) Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak tercapai :
3) Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.

Anda mungkin juga menyukai