A. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade
jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda
paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika
terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau
bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).
3) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ;
iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)
(FKUI, 1995).
C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1.
Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali
ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar ->
Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.
D. MANIFESTASI KLINIS
1) Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.
Pucat, keringat dingin.
Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2) Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3) Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang
ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal (Mowschenson, 1990).
E. KOMPLIKASI
1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4) Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5) Esofagus : mediastinitis.
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Radiologi : foto thorax (AP).
2) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4) Hemoglobin : mungkin menurun.
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6) Pa O2 normal / menurun.
7) Saturasi O2 menurun (biasanya).
8) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
G. PENATALAKSANAAN
1) Darurat
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan :
• Waktu kejadian
• Tempat kejadian
• Jenis senjata
• Arah masuk keluar perlukaan
• Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
• Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
• Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
• Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
• Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan
memungkinkan).
2) Therapy
Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ;
TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif.
Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela
perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan
negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
• Menunjukkan batuk yang efektif.
• Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
• Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
• Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
• Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
• Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi,
sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang
tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar
tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
• penampilan yang seimbang..
• melakukan pergerakkan dan perpindahan.
• mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
• tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
• luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara
: Jakarta.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
www.iwansain.wordpress.com
LANDASAN TEORI
1. Definisi
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
system pernafasan.
2. Anatomi Fisiologi
Sumber : http://www.ilmu-keperawatan.com
Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut,
terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama
rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi
utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks.
lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika
aksilaris posterior.
Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan
udara dan kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura
berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi
dinding dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis
mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau
cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila
penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi
paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya
Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti
oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal.
Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena
jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang
melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.
Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular
bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan
3. Etiologi
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
4. Patofisiologi
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir
di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam
rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga
dada mengalami kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh
mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik
tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif
paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada
akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi
terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan
terjadi syok.
Patoflow Diagram ( Mapping)
Trauma Torak
pleura pleura
Tekanan dalam rongga Tekanan dalam Pembengkakan
meningkat
paru
Sianosis
Syok
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
h. Kemungkinan cyanosis.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada
mengancam.
i. Oksigen tambahan.
7. Komplikasi
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan
keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
b. Cedera Vaskuler
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang
kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada
saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan
1. Pengkajian
b) Lemah
c) Terpasang infus
d) Kembung
e) Haus
b. Masalah Keperawatan
penurunan masukan.
c. Rencana Keperawatan.
keperawatan.
R
/ Untuk menurunkan ketegangan otot
2) Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk menetapkan
R
/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk
R
/ Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.
R
/ Untuk mengurangi energi yang berlebihan.
R
/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
.
– Sasaran : – Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara
bertahap.
Rencana Tindakan
1. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu dilakukan
R
/ kebutuhan nutrisi terpenuhi seperti pada saat sebelum trauma.
R
/ Dengan mengetahui penyebab akan mempermudah dalam penanganan masalah
R
/ Mencegah resiko cedera
R
/ mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metobolisme tubuh sehingga
R
/ Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu mengurangi nyeri,
R
/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
III. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penurunan masukan.
Sasaran : – klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis
Rencana tindakan
R
/ untuk mencegah badan agar tidak lemah
2. Kaji tanda-tanda kurang nutrisi (Turgor kulit, kelopak mata, mukosa mulut).
R
/ untuk. Mengetahui tingkat nutrisi pasien.
R
/ Dengan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.
R
/ Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagi akaibat dari
paralisis/mobilisasi.
R
/ untuk menringankan penyakit yag diderita pasien.
IV. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh tidak adekuat masukan makanan
dan cairan.
Sasaran : – Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT
besar.
R
/ indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
hipotensi ortostatik.
R
/ Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan lajunya metabolisme
dan kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan ortostatik berubah dan
R
/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4. Pantau masukan dan haluaran, catat, warna, karakter urine, hitung keseimbangan
cairan waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai indikasi.
R
/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
pengganti.
R
/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan resiko dehidrasi.
Rencana tindakan
R
/ Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan balik dari
R
/ Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan perasaan dari
R
/ Kurang kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengan gangguan
R
/ cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi, perasaan tak
R
/ Peting untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat diterima.
VI. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpansi paru.
Rencana Tindakan
1. Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya sianosis
R
/ pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial
R
/ mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan meminimalkan
3. Observasi TTV.
R
/ Mengetahui perkembangan klien
R
/ Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for Planning and
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan
Pajajaran, Bandung.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan keperawatan pada pasien
trauma dada/thoraks. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah gangguan sistem
respirasi (farmakoerapi).
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Banjar, Oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika
terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau
bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).
Banyak penyebab terjadinya trauma thoraks tersebut diantaranya benturan. Benturan yang keras
di bagian dada ternyata bisa menyebabkan adanya ganguan pada sistem respirasi kita.
B. Tujuan
1. Supaya lebih mengetahui penyebab penyabab terjadinya trauma dada
2. Lebih mengetahui bagaimana cara asuhan keperawatanya.
BAB II
ISI
ASKEP TRAUMA DADA
TRAUMA THORAX / DADA
1. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,hematompneumothoraks (FKUI,
1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999). Di dalam toraks terdapat dua organ yang
sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat
pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada
dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.
2. ANATOMI FISIOLOGI
Kerangka rongga toraks, merincing pada bagian atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri
dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan,
dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari
sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ
dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus
utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus
gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah
muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus
latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan
limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan
kapier. pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan
diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari
ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis
memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini maka
akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada.
Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti
oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena,
arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum
torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian
atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.
Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular
melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75%
dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.
4. PATOFISIOLOGI
Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam rongga dada
terdapat paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami
kelainan, maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem
pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan karena: Tension pneumothorak cedera pada paru
memungkinkan masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan
meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian
juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak tertutup
dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan tusukan paru akibat
prosedur infasif penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat
mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada
rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi
menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan
terjadi syok.
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.
Pucat, keringat dingin.
Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
b. Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
c. Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang
ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal (Mowschenson, 1990).
6. KOMPLIKASI
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru. Tanda-tanda khas:
penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda – tanda :
Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Radiologi : foto thorax (AP).
b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
d. Hemoglobin : mungkin menurun.
e. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
f. Pa O2 normal / menurun.
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
8. PENATALAKSANAAN
a. Konservatif
Pemberian analgetik
Pemasangan plak/plester
Jika perlu antibiotika
Fisiotherapy
b. Operatif/invasif
Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
Pemasangan alat bantu nafas.
Pemasangan drain.
Aspirasi (thoracosintesis).
Operasi (bedah thoraxis)
Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
Oksigen tambahan.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi
:
1. Aktivitas / istirahat:
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2. Sirkulasi:
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ,
TD , hipotensi/hipertensi , DVJ.
3. Integritas ego:
Tanda : ketakutan atau gelisah.
4. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
6. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif.
7. Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap
trauma.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol.
KONSERVATIF
1. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian sebelumnya.
Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan
manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang
sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ jantung.
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas
kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad
spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
1. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi
akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Ada banyak cara mengatasi faktor-faktor penyebab diantaranya adalah:
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit.
b. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
c. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak
sakit.
d. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
e. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi
dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
f. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
g. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
h. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
i. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
j. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
2. Saran
a. Gunakan pendekatan non farmakologi untuk mengurangi rasa sakit seperti relaksasi dan
distraksi.
b. Menghilangkan sekret di dada agar tidak terlalu sesak.
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
b. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
c. Hemoglobin : mungkin menurun.
d. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
e. Pa O2 normal / menurun.
f. Saturasi O2 menurun (biasanya).
g. Toraksentesis : menyatakan darah
h. Diagnosis fisik :
1) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
2) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan
WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
3) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi.
4) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera
thorakotomi.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti
jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi,
kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma
toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih
dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
c. CT Scan
d. Ekhokardiografi
e. Elektrokardiografi
f. Angiografi
g. Torasentesis : menyatakan darah/ cairan serosanguinosa.
h. Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
13. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
a. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
Indikasi:
1) Pneumothoraks
2) Hemothoraks
3) Thorakotomy
4) Efusi pleura
5) Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
1) Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu
operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
2) Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan
rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
3) Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of breathing”
tetap baik.
b. Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan
menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
c. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1) Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien.
d. Pemasangan infuse
e. Pemeriksaan kesadaran
f. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
g. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.
2. Operatif/ Invasif
a) Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
b) Indikasi
1) Pneumothorak
2) Hemothoraks
3) Thorakotomy
4) Efusi pleura
5) Emfiema
c) Tujuan
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
d) Tempat Pemasangan WSD
- Bagian apex paru (apical)
anterolateral interkosta ke 1-2
fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
- Bagian basal
postero lateral interkosta ke 8-9
fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
f) Komplikasi Pemasangan WSD
- Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
- Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema
14. Pencegahan
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebab
nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami pada kasus
kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada
dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun
benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat toraks akut
1. Rujuk
memas
2. Lapor
napas,
dst, ses
3. Be
bronko
4. Berik
oksige
5. Berika
pernap
Aktivi
1. Hubun
pengka
nilai A
pasien
2. Ajurk
abdom
3. Lak
kebutu
4. Minta
napas d
5. Info
prosed
kecem
6. Pertah
nasal
kecepa
7. Posis
pernap
8. Sink
pasien
2. Nyeri berhubungan dengan adanya cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC(Nursing Int
dada selama 3x24 jam, pasien diharapkan
1. Manajemen Nye
menunjukkan tingkat nyeri tidak
2. Bantuan Analge
Defenisi : Pengalaman Sensori Dan Emosi terganggu ditandai dengan:
Yang Tidak Menyenangkan Akibat Aktivitas Keperaw
Adanya Kerusakan Jaringan Yang Aktual Hasil NOC(Nursing 1.
Outcomes Lakukan pengka
Atau Potensial, Atau Digambarkan Dengan Classification) : lokasi, karakteri
Istilah Seperti (International Association
1. Tingkat Nyeri kualitas, intensit
for the study of Pain); awitan yang tiba-
2. Pengendalian nyeri presipitasinya.
tiba atau perlahan dengan intensitas ringan 2. Meminta pa
sampai berat dengan akhir yang dapat Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
diantisipasi atau dapat diramalkan dan
1. Ekspresi nyeri pada wajah tidak ada
durasinya kurang dari enam bulan. 2. Gelisah atau ketegangan otot tidak ada Penyuluhan untu
3. Merintih dan menangis tidak ada 1. Berikan informas
4. Gelisah tidak ada 2. Ajarkan penggun
Batasan karakteristik : 5. Selalu melaporkan nyeri dapat
1. Mengungkapkan secara verbal atau dikendalikan Aktivitas Kolabor
melaporkan (nyeri) dengan isyarat 6. Selalu menggunakan tindakan
1. Gunakan tindaka
2. Posisi untuk menghindari nyeri pencegahan menjadi lebih ber
3. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari
7. Selalu mengenali awitan nyeri 2. Laporkan kepada
lemas tidak bertenaga sampai kaku)
4. Respon autonomik (misalnya, diaforesis; Aktivitas lain :
perubahan ttekanan darah, pernapasan atau 1. Bantu pasien untu
nadi; dilatasi pupil) pada nyeri dan ras
5. Perubahan selera makan pengalihan melalu
6. Perilaku distraksi (misalnya, mondar- dengan pengunjun
mandir, mencari orang dan/atau aktivitas 2. Berikan perawata
lain,aktivitas berulang) sikap yang mendu
7. Perilaku ekspresif (misalnya, 3. Kendalikan facto
gelisah,merintih, menangis, kewaspadaan mempengaruhi re
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan ketidaknyamanan
menghela napas panjang) dan kegaduhan).
8. Wajah topeng (nyeri)
9. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
10. Bukti nyeri yang dapat diamati
11. Berfokus pada diri sendiri
mandi/hygiene.
Hasil NOC(Nursing Outcomes
Aktivitas Keper
Classification) :
Batasan Karakteristik : 1. Pantau kebersih
1. Perawatan diri : aktivitas kehidupan
1. Ketidakmampuan untuk (meakukan tugas- diri pasien.
sehari-hari (AKS)
tugas berikut ) : 2. Pantau adanya p
Kriteria hasil :
a. Mengakses kamar mandi
1. Mandi tidak terganggu
b. Mengeringkan badan
2. Hygiene tidak terganggu
c. Mengambil perlengkapan mandi Penyuluhan un
3. Tidak ada gangguan untuk hygiene
d. Mendapatkan sumber air 1. Ajarkan pa
oral.
e. Membersihkan tubuh (atau anggota tubuh). alternative untuk
5. Kelemahan
peralatan lain ya
atau dikamar ma
4. Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri 1. Perasaan segar setelah tidur 1. Ajarkan damp
5. Ketidakmampuan untuk konsentrasi 2. Pola dan kualitas tidur tidak kondisi psikolog
3. Demensia
2. Lakukan hygien
1. Faktor-faktor metabolic
4. Implementasi
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang dilakukan
disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan perupakan pengelolahan dan
perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi beberapa bagian, yaitu validasi, rencana
keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang keresahan klien
dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalamevaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
Tujuan tercapai :
1) Pasien menunjukkan perubahan dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan tercapai sebagian :
2) Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak tercapai :
3) Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali.