Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum kota merupakan tempat bermukim, bekerja, dan kegeiatan warga kota baik
dalam bidang ekonomi, pemerintah, dan sosial. Sebagaimana di sebutkan di UU No. 22
th 1999 Tentang Otonomi Daerah, Kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Penataan ruang perkotaan lebih
diprioritaskan karena pembangunan di perkotaan memang dirancang sebagai pusat
wilayah yang memenuhi kebutuhan kota suatu wilayah di sekitarnya. Perkembangan di
perkotaan yang sangat pesat dapat berdampak kearah yang positif maupun negatif.
Dampak negatif yang dihadapi sebagian besar kota di Indonesia ialah ketersediaan lahan,
pertumbuhan penduduk yang signifikan dan harga lahan yang meningkat dari tahun ke
tahun. Oleh sebab itu, diperlukan suatu perencanaan kawasan perkotaan secara optimal
dan efisian guna menghindari permasalahan – permasalahan yang kerap terjadi.

Penataan ruang merupakan istrumen suatu perencanaan dalam melakukan upaya


penangan lingkungan, pembangunan ekonomi, pemerataan, dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Penataan ruang merupakan acuan sebuah konsep pemikiran
atau gagasan yang mencakup semua kegiatan beserta karakteristik perencanaan ruang di
kota. Dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan Bahwa lingkup
kegiatan pelaksanaan penataan ruang meliputi tiga tahapan yaitu tahap perencanaan tata
ruang, tahap pemanfaatan ruang, dan tahap pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam
penataan ruang wilayah kabupaten/kota ketiga tahap tersebut harus berjalan secara
bersinambungan yang di sesuaikan dengan penyelenggaraan kegiatan penataan ruang.

Peraturan Penyelengaraan No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang


Pasal 147 dan 148 dijelaskan bahwa pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang
diselengarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai dengan rencana tata
ruang. Pelaksanaan penyelenggaraan pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui
pengaturan zonasi, perizinan, pemberian isentif dan disentif dan penaan sanksi.
Penyusunan RDTRK dan perturan Zonasi didasarkan pada RDTR kabupaten/kota
kawasan strategis kabupaten/kota serta berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap
zona pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan tentang amplop ruang
(KDRH, KDB, KLB, GSB), ketentuan penyediaan sarana dan prasaran, serta ketentuan
lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan.

Kecamatan Kalipuro merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten


Banyuwangi yang memiliki kemudahan akses dan kecenderungan menjadi area industri
karena sebelumnya sudah banyak terdapat industri. Dalam pengembangan kawasan
industri kecamatan kalipuro di dukung dan dipengaruhi oleh kebereadaan demaga
Penyebrangan Meneng (ketapang – Gilimanuk) dan Pelabuhan Tanjungwangi. Tidak
hanya di pengaruhi oleh mobilitas namun, potensi kawasan industri di kecamatan
Kalipuro juga di pengaruhi oleh beberapa aspek pendukung industri yang khususnya
industri mebel yang mendapatkan pasokan kayu dari hutan terbatas yang tersedia di
kawasan kalipuro itu sendiri.

1.2 Dasar Hukum

Adapun dasar hukum yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang Kota ini adalah :

1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.


2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
3. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
5. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.
6. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
7. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan
Lindung.
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Penyusunan Rencana
Kota.
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah.
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran
Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah.
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 650 – 658 tentang Keterbukaan Rencana
Kota Untuk Umum.
15. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang.
16. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan.
17. Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Nomor 648-384 tahun 1992,
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 738/KPTS/M/1992 dan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor: 09/KPTS/1992 tentang Pedoman Pembangunan
Perumahan dan Permukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang.
18. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk
Penataan Ruang Wilayah
19. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan
Lindung Propinsi Jawa Timur.
20. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pelestarian
Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya
1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud dari penyusunan RDTRK ini adalah mewujudkan rencana detail tata ruang yang
mendukung terciptanya kawasan strategis Industri maupun kawasan fungsional secara
terpadu, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan serta berdaya guna sesuai
dengan fungsi dan manfaatnya. Tujuan penyusunan ini adalah menyusun Rencana Detail
Tata Ruang Bagian - Bagian Wilayah Perkotaan di Kecamatan Kalipuro Kabupaten
Banyuwangi. Adapun sasaran yang ingin dicapai adalah :

1 Teridentifikasinya dan terpilihnya Bagian Wilayah Perkotaan (BWP) yang akan


direncanakan
2 Terdeliniasinya wilayah perencanaan
3 Tersusunnya gambaran awal wilayah perencanaan
4 Tersusunnya metode dan organisasi pelaksanaan kegiatan
5 Teridentifikasinya potensi, issue, dan masalah terkait penataan ruang yang
berkembang pada wilayah studi
6 Tersusunnya analisis kebutuhan pengembangan kawasan yang berbasis pada issue
pokok dan permasalahan di wilayah studi
7 Tersusunnya skenario, konsep, dan strategi pengembangan ruang
8 Tersusunnya rencana pola ruang dan pengembangan infrastruktur
9 Tersusunnya rencana implementasi pemanfaatan ruang kawasan
10 Tersusunnya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah perencanaan adalah Kecamatan Kalipuro Kabupaten
Banyuwangi, dengan luas wilayah sebesar 35.51 km² atau 14,64 ha. Batas-batas
administrasi wilayah Kecamatan Banyuwangi yaitu :
Utara :
Timur :
Barat :
Selatan :

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Ruang Lingkup materi yang tercakup dalam kegiatan penyusunan Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Zonasi Wilaya (PZ) Kecamatan Kalipuro ini adalah :
I. Tujuan Penataan BWP
Berisi nilai atau kualitas terukur yang akan dicapai dengan arahan pencapaian
sebagaimana yang ditetapkan dalam RTRW, dan merupakan alasan disusunya
RDTR tersebut, serta apabila deiperlukan dapat dilengkapi konsep pencapaian.
Tujuan Penataan BWP berisi tema yang akan direncanakan di BWP.
Tujuan penataan BWP berfungsi :
1. Sebahgai acuan untuk menyusun rencana pola ruang, penyusunan rencana
jaringan
2. Prasarana, penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penangananya
3. Penyusunan ketentuan pemanfaatan ruang, penyusunan peraturan zonasi
4. Menjaga konsistensi dan keserasian pengembangan kawasan perkotaan
RTRW
Dasar Perumusan tujuan penataan BWP
1. Arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW
2. Isu strategis BWP, yang antara lain dapat berupa potensi, masalah, dan
urgensi penanganan
3. Karakteristik BWP

II. RENCANA POLA RUANG :

Rencana pola ruang berfungsi sebagai :

1. Alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial, ekonomi, serta kegiatan


pelestarian zungsi lingkungan dalam BWP;
2. Dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang;
3. Dasar penyusunan RTBL; dan
4. Dasar penyusunan rencana jaringan prasarana.
5. Rencana pola ruang dirumuskan berdasarkan:
6. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam BWP; dan
7. Perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi
dan pelestarian fungsi lingkungan
Rencana pola ruang RDTR terdiri atas :

A. Zona Lindung yang meliputi :

1. Zona hutan lindung


2. Zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya yang
meliputi zona bergambut dan zona resapan air ;
3. Zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan
sungai,
4. zona sekitar danau atau waduk, dan zona sekitar mata air ;
5. Zona RTH kota meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan
pemakaman;
6. Zona suaka alam dan cagar budaya;
7. Zona rawan bencana alam meliputi zona rawan tanah longsor, zona rawan
8. gelombang pasang, dan zona rawan banjir; dan
9. Zona lindung lainnya.
B. Zona budi daya yang meliputi :

1. Zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan


sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah (bila diperlukan
dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun, rumah kopel, rumah deret,
rumah tunggal, rumah taman, dan sebagainya); zona perumahan juga dapat
dirinci berdasarkan kekhususan jenis perumahan, seperti perumahan
tradisional, rumah
2. sederhana/sangat sederhana, rumah sosial, dan rumah singgah;
3. Zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret dan
perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke
dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan
sebagainya);
4. Zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran
swasta;
5. Zona sarana pelayanan umum, yang meliputi sarana pendidikan, sarana
transportasi,
6. sarana kesehatan, sarana olahraga, sarana sosial budaya, dan sarana
peribadatan;
7. Zona industri, yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan logam
dasar,
8. industri kecil, dan aneka industri;
9. Zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk ke
dalam zona sebagaimana disebutkan diatas yang antara lain meliputi zona
untuk keperluan pertahanan dan keamanan, zona Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL), zona Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan zona khusus
lainnya;
10. Zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang antara
lain
11. meliputi zona pertanian, zona pertambangan, dan zona pariwisata; dan
12. Zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi
dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa,
perumahan, perdagangan/jasa dan perkantoran.
III. RENCANA JARINGAN PRASARANA :

Rencana jaringan prasarana berfungsi sebagai :

1. pembentuk sistem pelayanan, terutama pergerakan, di dalam BWP;


2. dasar perletakan jaringan serta rencana pembangunan prasarana dan utilitas
dalam BWP sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan
3. dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam RTBL
dan rencana teknis sektoral.
Rencana jaringan prasarana dirumuskan berdasarkan:

1. rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang termuat dalam RTRW;


2. kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi BWP;
3. rencana pola ruang BWP yang termuat dalam RDTR;
4. sistem pelayanan, terutama pergerakan, sesuai fungsi dan peran BWP; dan
5. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Materi rencana jaringan prasarana meliputi :

1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan

a. Jaringan primer dan jaringan sekunder pada BWP yang meliputi jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan, dan jaringan jalan
lainnya yang belum termuat dalam RTRW
b. Rencana jalur kereta api, jalur pelayaran, dan jalur pejalan kaki/sepeda
2. Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Kelistrikan

a. Terdiri dari jaringan subtransmisi, jaringan distribusi primer (jaringan


SUTUT, SUTET, dan SUTT), jaringan distribusi sekunder
3. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

a. Rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi


b. Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel
c. Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel
(penetapan lokasi menara telekomunikasi termasuk menara Base
Transceiver Station (BTS))
d. Rencana pengembangan sistem televisi kabel
e. Rencana penyediaan jaringan serat optik
f. Rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi
4. Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

5. Rencana Pengembangan Jaringan Drainase

6. Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah

a. Meliputi sistem pembuangan air limbah setempat (onsite) dan/atau


terpusat (offsite)
7. Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

a. Jalur evakuasi bencana yang meliputi jalur evakuasi dan tempat evakuasi
sementara yang terintegrasi baik untuk skala kabupaten/kota, kawasan,
maupun lingkungan.
IV. PENETAPAN SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN
PENANGANANNYA

Bertujuan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki,


mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, melaksanakan revitalisasi di
kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan
Sub BWP lainnya.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya harus memuat :

1. Lokasi : meliputi seluruh wilayah Sub BWP yang ditentukan, atau dapat juga
meliputi sebagian saja dari wilayah Sub BWP tersebut
2. Tema Penanganan : program utama yang diprioritaskan penanganannya
untuk setiap lokasi, terdiri dari :
a. Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan
b. Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan
c. Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan
d. Pelestarian/pelindungan blok/kawasan.
V. KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Ketentuan pemanfaatan ruang berfungsi sebagai :

1. dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman investasi


pengembangan BWP;
2. arahan untuk sektor dalam penyusunan program;
3. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu 5 (lima) tahunan
dan penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5 (lima) tahun; dan
acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi
Program dalam ketentuan pemanfaatan ruang meliputi :

1. Program Pemanfaatan Ruang Prioritas :

a. Program perwujudan rencana pola ruang di BWP


b. Program perwujudan rencana jaringan prasarana di BWP
c. Program perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya
2. Lokasi

3. Besaran

4. Sumber Pendanaan

5. Instansi Pelaksana

6. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

VI. PERATURAN ZONASI

1. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

a. Kegiatan dan penggunaan lahan yang diperbolehkan,


b. Kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat secara terbatas,
c. Kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan
d. Kegiatan dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona
2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang (ketentuan mengenai besaran
pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona)

a. KDB Maksimum,
b. KLB Maksimum,
c. Ketinggian Bangunan Maksimum,
d. KDH Minimal.
3. Ketentuan Tata Bangunan (ketentuan yang mengatur bentuk, besaran,
peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona)

a. GSB minimal,
b. Tinggi Bangunan maksimum atau minimal,
c. Jarak bebas antarbangunan minimal,
d. Tampilan bangunan.
4. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal

a. Prasarana parkir, aksesibilitas untuk difabel, jalur pedestrian, jalur sepeda,


bongkar
b. muat, dimensi jaringan jalan, kelengkapan jalan, dan kelengkapan
prasarana lainnya
c. yang diperlukan.
5. Ketentuan Pelaksanaan

a. Ketentuan variansi pemanfaatan ruang.


b. Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif.
c. Ketentuan untuk penggunaan lahan yang sudah ada dan tidak sesuai
dengan peraturan zonasi.
6. Ketentuan Tambahan : berfungsi memberikan aturan pada kondisi yang
spesifik pada zona tertentu dan belum diatur dalam ketentuan dasar.
7. Ketentuan Khusus : ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang
memiliki fungsi khusus dan diberlakukan ketentuan khusus sesuai dengan
karakteristik zona dan kegiatannya.
8. Standar Teknis : aturan-aturan teknis pembangunan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan/standar/ketentuan teknis yang berlaku serta berisi
panduan yang terukur dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan.
9. Ketentuan Peraturan Zonasi : varian dari zonasi konvensional yang
dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas dalam penerapan aturan
zonasi dan ditujukan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam
penerapan peraturan zonasi dasar.
1.5 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penyusunan laporan pendahuluan


dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi
secara sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini berisikan latar belakang, dasar hukum, maksud, tujuan serta
sasaran dari RDTRK, ruang lingkup, dan sistematika laporan.

BAB II KAJIAN TEORI DAN KEBIJAKAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai tinjauan pustaka tentang dokumen Rencana Detai
Tata Ruang Kecamatan (RDTRK) dan juga tinjauan kebijakan yang mendukung
dokumen RDTR Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi.

BAB III METODELOGI

Pada bab ini menjelaskan mengenai metode perencanaan seperti pendekatan,

BAB IV GAMBARAN UMUM

Pada bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum wilayah studi yang meliputi profil
kawasan, kondisi fisik dan non fisik

Anda mungkin juga menyukai