Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP

PENURUNAN TEKANAN DARAH TINNGI PADA PASIEN

PENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI DI PUSKESMAS KEPANJEN

Disusun

Oleh

Kelompok 5

Profesi ners

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan menurut Undang-Undang Reipublik Indonesia

tentang kesehatan tahun 2009 bertujuan untuk meninggakatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakan,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social dan

ekonimis, ( Depkes, 2009)

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu penyakit mematikan didunia dan

saat ini terdaftar sebagai pemyakit pembunuh ke III setelah penyakit kanker dan jantung.

Penyakit ini sangat terkait dengan pola hidup seseorang, (Rusdi 2009). Hipertensi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik yang menetap yaitu 140 mmHg atau lebih, dan tekanan

darah diastolic 90 mmHg atau lebih, berdasarkan pemeriksaan minimal 3x dalam waktu yang

berbeda, Lemon 2008. Hipertensi dibedakan menjadi dua tipe yaitu hipertensi primer dan

sekunder, hiprtensi primer adalah yang tidak di ketahui penyebabnya, berkontribusi 90% dari

semua kasus hipertensi tipe ini muncul antara umur 30-50 tahun.

Penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk hipertensi telah menjadi penyakit yang

mematikan banyak penduduk di negara maju dan negara berkembang lebih dari delapan

dekade terakhir. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah di atas normal, baik tekanan systolic dan atau diastolic. Di Indonesia,

hipertensi merupakan penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan tuberkulosis (Triyanto,

2014).

Relaksasi otot progresif merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang

menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan

menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-
masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya

salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain

(Utami, 1993).

Menurut WHO (World Health Organization) dan ISH (the

International Society of Hypertension) tahun 2003, terdapat 600 juta

penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap

tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita hipertensi tidak mendapatkan

pengobatan yang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil Riskesdas (2007),

prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia sebesar 31,7% dan di ProvinsiJawa Timur

sebesar 37,4%.Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5juta orang setiap

tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orangmenderita tekanan darah tinggi.(3)

Sesuai dengan data RISKESDAS 2013, hipertensi di Indonesia merupakan masalah

kesehatan denganprevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi jugamenempati

peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien2rawat jalan di rumah sakit di

Indonesia dengan prevalensi sebesar4,67%.(4). Kecenderungan prevalensi hipertensi

berdasarkanwawancara pada usia ≥ 18tahun menurut provinsi di Indonesia tahun2013,

Jawa Timur berada pada urutan ke-6. Prevalensi hipertensi diPulau Jawa adalah 41,9%,

tetapi yang terdiagnosis oleh tenagakesehatan dan/atau riwayat minum obat hanya

sebesar 9,5%. Hal inimenandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di

masyarakatbelum terdiagnosis dan belum terjangkau pelayanan kesehatan.(4, 5)

Menurut Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment on High Blood Pressure VII (JNC VII), hampir satu miliar penduduk dunia

atau 1 dari 4 orang dewasa mengidap hipertensi (Prasetyaningrum, 2014). Menurut

National Basic Health Survey (2013) dalam Kartika (2014) prevalensi hipertensi di

Indonesia pada usia 35-44 tahun adalah 24,8 %, usia 45-54 tahun sebanyak 35,6 %, usia
55-64 tahun 45,9 %, usia 65-74 tahun 57,6 % dan usia lebih dari 75 tahun adalah 63,8

%.Hipertensi atau darah tinggih juga masih menjadi ancaman serius yang berdampak

pada produktifitas hidup sesorang di malang, berdasarkan data rumah sakit saiful anwar

(RSSA) malang. Penyakit ini paling banyak diidap oleh pasien rawat jalan, yakni

mencapai 15.478 orang yang berbobot ke RSSA pada triwulan III 2009, ( Radar malang

2010).

Berbagai cara dilakukan untuk menurunkan tekanan darah diantaranya dengan

terapi farmakologis yang menggunakan berbagai macam obat maupun non

farmakologis salah satunya dengan relaksasi otot progresif (Triyanto, 2014). Relaksasi

otot progresif adalah latihan untuk mendapatkan sensasi rileks dengan menegangkan

suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan (Mashudi, 2010). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Valentine, dkk. (2014), di dapatkan hasil bahwa dengan relaksasi

otot progresif terbukti tekanan darah pada penderita hipertensi dapat menurun.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Patel, dkk. (2012) juga menunjukkan adanya

penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi essensial dengan dilakukannya

relaksasi otot progresif. Sedangkan menurut Kumutha, dkk. (2014) relaksasi otot

progresif dapat menurunkan stress dan tekanan darah pada lansia yang menderita

hipertensi.

Dari hasil observasi pendahuluan pada bulan Januari 2019 di PKM Kepanjen,

di dapatkan 15 orang menderita hipertensi. Berdasarkan latar belakang diatas dan

pentingnya mengontrol tekanan darah agar selalu stabil, maka peneliti tertarik

mengambil judul “Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan

Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di PKM Kepanjen”.


2.2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada

penderita hipertensi di PKM Kepanjen?

2.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan

darah pada penderita hipertensi di PKM Kepanjen.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah sebelum pemberian latihan relaksasi otot

progresif pada penderita hipertensi primer.

b. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah setelah diberikan latihan relaksasi otot

progresif pada penderita hipertensi primer.

2.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk memperdalam pengembangan keilmuan tentang latihan relaksasi otot progresif

terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi primer.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan dan manfaat kepada masyarakat mengenai cara menurunkan

tekanan darah dengan terapi non farmakologi.

b. Bagi Fisioterapi

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh latihan relaksasi otot

progresif sebagai tindakan non farmakologi terhadap penurunan tekanan darah pada

penderita hipertensi khususnya hipertensi primer.


c. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya mengenai

aspek yang sama secara mendalam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah merupakan penyakit kelainan pembuluh darah yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah, dimana tekanan darah di atas

normal yang mengakibatkan peningkatan morbiditas dan angka montalitas

(kematian). Tekanan yang abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan

resiko terhadap stroke, cacat jantung atau serangan jantung dan kerusakan ginjal

(Millestone, 2000).

Berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada waktu

berbaring 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun

dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya 145/ 95 mmHg atau lebih

(Tjokronegoro Arjatmo, 2001).

2.1.2 Jenis hipertensi

1. Hipertensi primer atau esensial ini tidak diketahui penyebabnya, terdapat

90% kasus, biasanya banyak faktor yang meningkatkan resiko seperti

obesitas, alkohol, merokok.

2. Hipertensi sekunder: hipertensi sekunder ini terdapat 10% kasus. Penyebab

spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal

hipertensi aldosteronisme, primer, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan (Arif Mansjoer, 2000).


2.1.3 Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi tekanan darah pada dewasa

No Tekanan darah
Kategori Tekanan darah sistolik
diastolic

1 Normal 120 mmHg – 130 85 mmHg – 95 mmHg

mmHg Untuk para lansia

tekanan diastolik 140

mmHg masih dianggap

normal

2 Hipertensi 140 mmHg – 159


90 mmHg – 99 mmHg
ringan mmHg

3 Hipertensi 160 mmHg – 179 100 mmHg – 109

sedang mmHg mmHg

4 Hipertensi berat 180 mmHg – 209 110 mmHg – 119

mmHg mmHg

2.1.4 Gejala hipertensi

Pada sebagian besar hipertensi tidak menimbulkan gejala, masa laten

ini menyelubungi perkembangan hipertensi sampai terjadi kerusakan organ yang

spesifik. Kalaupun menunjukkan gejala, gejala tersebut biasanya ringan dan

tidak spesifik, misalnya : pusing-pusing. Akan tetapi jika hipertensinya berat


atau menahun dan tidak diobati bisa timbul gejala antara lain : sakit kepala,

kelelahan, telinga berdengung, nyeri didaerah kepala bagian belakang

(Millestone, 2009 : 49).

2.1.5 Komplikasi

Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan

peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama. Organ-organ yang

pal;ing sering rusak antara lain :

1. Otak

Pada otak : hipertensi akan menimbulkan komplikasi cukup mematikan.

Berdasarkan penelitian sebagian besar kasus stroke disebabkan hipertensi.

Apabila hipertensi tersebut dapat dikendalikan resikonyapun menjadi

menurun, selain stroke komplikasi pada organ otak akibat hipertensi ini

adalah dimensia atau pikun.

2. Mata

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah halus pada retina

(bagian belakang mata) robek, darah merembes ke jaringan sekitarnya

sehingga dapat menimbulkan kebutaan.

3. Gagal jantung

Gagal jantung, yaitu suatu keadaan ketika jantung tidak kuat untuk

memompa darah keseluruh tubuh sehingga banyak organ lain rusak karena

kekurangan darah dan tidak kuatnya otot jantung dalam memompa darah

kembali ke jantung.
4. Arteriosklerosis

Arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri, pengerasan

pada dinding arteri ini terjadi karena terlalu besarnya tekanan, karena

hipertensi, lama kelamaan dinding arteri menjadi kebal dan kaku,

pengerasan pada arteri ini mengakibatkan tidak lancarnya aliran darah

sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih kuat lagi sebagai kompensasinya.

5. Aterosklerosis

Arterosklerosis atau penumpukan lemak pada lapisan dinding

pembuluh darah arteri, penumpukan lemak dalam jumlah besar disebut plak.

Pembentukan plak dalam pembuluh darah sangat berbahaya karena dapat

menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga organ tubuh akan

kekurangan pasokan darah. Aterosklerosis paling sering terjadi pada arteri

yang melewati jantung, otak dan ginjal, juga pada pembuluh darah besar

yang disebut aorta abdominalis di dalam perut dan tungkai.

6. Areurisma

Areurisma yaitu terbentuknya gambaran seperti balon pada dinding

pembuluh darah akibat melemah atau tidak elastisnya pembuluh darah akibat

kerusakan yang timbul. Areurisme paling sering terjadi pada pembuluh

daraharteri yang melalui otak dan pembuluh darah aorta yang melalui perut.

Areurisma sangat berbahaya karena bisa pecah mengakibatkan pendarahan

yang sangat fatal.


7. Penyakit pada arteri koronaria

Arteri koronaria adalah pembuluh darah utama yang memberi

pasokan darah pada otot jantung. Apabila arteri ini mengalami gangguan

misalnya karena plak aliran darah ke jantung akan terganggu sehingga

kekurangan darah.

8. Hipertensi bilik kiri jantung.

Bilik kiri jantung atau serambi kiri jantung adalah ruang pompa

utama jantung akibat otot yang bekerja terlalu berat ketika memompakan

darah ke aorta karena hipertensi, akhirnya terjadi hipertensi atau penebalan

otot serambi kiri tersebut sehingga mengakibatkan semakin besarnya ruang

serambi kiri jantung. Semakin besarnya serambi menyebabkan semakin

bertambahnya pasokan darah. Dilain pihak penyempitan pembuluh darah

karena hipertensi menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan darah tersebut

sehingga jantung akan rusak dan akan bekerja lebih kuat lagi dalam

memompakan darah.

9. Gagal ginjal

Komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam ginjal

mengalami aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga darah

keginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya.

Apabila tidak berfungsi, bahan sisa makanan akan menumpuk dalam darah
dan ginjal akan mengecil dan berhenti berfungsi (Marliani L, 2007 : 28 –

29).

2.1.6 Gejala-gejala yang menandakan mengalami komplikasi

Kerusakan pada otak yang menyebabkan stroke ditandai dengan gejala

berikut : sakit kepala hebat, muntah hebat berulang, kejang, gangguan kesadaran

sampai lama, pada mata gejala yang timbul adalah gangguan penglihatan mulai

dari penglihatan buram akhirnya kebutaan.

Pada organ jantung dari pembuluh darah kerusakan yang ditimbulkan

akan menyebabkan gejala tersebut : sesak nafas, sakit dada yang menjalar ke

lengan kiri, bunyi jantung yang tidak teratur, pembengkakan pada kaki, sakit

perut berkepanjangan.

Kerusakan pada organ ginjal ditandai dengan : sakit yang hebat daerah

pinggang, berkurangnya atau tidak lancarnya air seni (Marliani L, 2007).

2.1.7 Faktor resiko terjadinya hipertensi

Kasus hipertensi yang kebanyakan adalah hipertensi primer, umumnya

karena faktor genetik, jika seorang dari keluarga mempunyai hipertensi 25%

kemungkinan anda akan mendapatkannya. Apabila kedua orang tua memiliki

hipertensi 60% kemungkinan anda akan mengidapnya.

Hipertensi yang lebih banyak dijumpai pada kembar identik dari pada

kembar non identik, semakin menguatkan bahwa faktor genetik merupakan

penyebab hipertensi. Faktor resiko lain yang dominan adalah stress (Marliani L,

2007).
2.1.7.1 Faktor Hipertensi Yang Dapat Diubah

1. Obesitas

a. Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan

kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,

1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang denganIndeks Massa Tubuh (IMT)

>30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%untuk wanita, dibandingkan dengan

prevalensi 18% untuk pria dan 17% untukwanita bagi yang memiliki IMT <25 (status

gizi normal menurut standarinternasional).

Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskanhubungan antara

kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinyaresistensi insulin dan

hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistemrenin-angiotensin, dan perubahan

fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsienergi juga meningkatkan insulin plasma,

dimana natriuretik potensialmenyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan

peningkatan tekanan darahsecara terus menerus.

b. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi

volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi

yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan

aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.

2. Alkohol

Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi. Apabila saraf simpatis

terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan pula. Pada

seorang yang sering minum minuman dengan kadar alkohol tinggi, tekanan darah

mudah berubah dan cenderung meningkat tinggi.


Alkohol juga meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental.

Kekentalan darah ini memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah

dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan dengan cukup. Ini berarti terjadi

peningkatan tekanan darah.

3. Merokok

a. Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok beratdapat dihubungkan

dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risikoterjadinya stenosis arteri renal

yang mengalami ateriosklerosis.

Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dariBrigmans

and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak

ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36%merupakan perokok pemula,

5% subyek merokok 1-14 batang rokok perharidan 8% subyek yang merokok lebih dari

15 batang perhari. Subyek terusditeliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan

dalam penelitian iniyaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan

kebiasaanmerokok lebih dari 15 batang perhari.

b. Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh, seperti tar, nikotin

dan gas karbon monoksida.

Tar merupakan bahan yang dapat meningkatkan kekentalan darah, sehingga

memaksa jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi. Nikotin dapat memacu

pengeluaran zat catecholamine tubuh seperti hormon adrenalin.

Hormon adrenalin memacu kerja jantung untuk berdetak 10 sampai 20 X per

menit, dan meningkatkan tekanan darah 10 sampai 20 skala. Hal ini berakibat volume

darah meningkat dan jantung menjadi cepat lelah.


Karbon monoksida (CO) dapat meningkatkan keasaman sel darah, sehingga

darah menjadi lebih kental dan menempel di dinding pembuluh darah. Penyempitan

pembuluh darah memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi, sehingga tekanan

darah meningkat.

Selain orang yang merokok (perokok aktif), orang yang tidak merokok tetapi

menghisap asap rokok juga memiliki resiko hipertensi. Orang ini disebut perokok pasif.

Resiko perokok pasif bahayanya 2X dari perokok aktif.

4. Stress

Salah satu tugas saraf simpatis adalah merangsang pengeluaran hormon

adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan

menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi.Hal ini berakibat terjadi peningkatan

tekanan darah.

Saraf simpatis di pusat saraf pada orang yang stres atau mengalami tekanan

mental bekerja keras. Bisa dimaklumi, mengapa orang yang stres atau mengalami

tekanan mental jantungnya berdebar-debar dan mengalami peningkatan tekanan darah.

Hipertensi akan mudah muncul pada orang yang sering stres dan mengalami

ketegangan pikiran yang berlarut-larut.

2.1.7.2 Faktor Hipertensi Yang Tidak Dapat Diubah

1. Genetik

a. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya

kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur)

daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat

genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi
terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan

dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan

kemungkinan komplikasinya.

b. Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkankeluarga itu

mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungandengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antarapotasium terhadap sodium Individu

dengan orang tua dengan hipertensimempunyai risiko dua kali lebih besar untuk

menderita hipertensi dari padaorang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi. 14 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat

hipertensi dalam keluarga.

2. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namunwanita

terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.Wanitayang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yangberperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadarkolesterol HDL yang

tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegahterjadinya proses aterosklerosis.

Efek perlindungan estrogen dianggap sebagaipenjelasan adanya imunitas wanita pada

usia premenopause. Padapremenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit

hormon estrogenyang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

3. Ras

EtnisHipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit

putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pastipenyebabnya. Namun pada orang
kulit hitam ditemukan kadar renin yanglebih rendah dan sensitifitas terhadap

vasopressin lebih besar.

2.1.8 Cara mengatasi hipertensi

Hipertensi bisa di atasi dengan modifikasi gaya hidup, pengobatan dengan anti

hipertensi diberikan jika modifikasi gaya hidup tidak berhasil. Dengan demikian

hipertensi mungkin dapat dikendalikan dengan terapi tanpa obat (non farmakoterapi)

atau terapi dengan obat (farmakoterapi). Semua pasien tanpa memperhatikan apakah

terapi dengan obat dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan juga untuk terapi tanpa obat

dengan cara antara lain: mengendalikan berat badan, menjaga kondisi tubuh agar tetap

releks, meninggalkan kebiasaan merokok dan minum alkohol. Tujuaan pengobatan

tersebut adalah untuk mengurangi morbiditas kardiovaskuler akibat tekanan darah

tinggi seminimal mungkin agar tidak mengganggu kualitas hidup pasien. Artinya,

tekanan darah harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi

ginjal,otak, jantung, maupun kualitas hidup sambil dilakukan pengendalian faktor

resiko kardiovaskuler ( M. Adib, 2009)

2.1.9 Manifestasi klinis

Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala, bila

demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau

jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, telinga berdengung,

rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Arif Mansjoer,

2000).
2.1.10 Gejala klinis

Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi,

bergantung pada tingginya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda dan

kadang-kadang tanda baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target

seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala lain yang disebabkan oleh

komplikasi hipertensi seperti gangguan neorologi, gagal jantung, dan gangguan fungsi

ginjal tidak jarang dijumpai gagal jantung. Dan gangguan penglihatan banyak dijumpai

pada hipertensi berat atau hipertensi maligna yang umumnya juga disertai oleh fungsi

ginjal bahkan sampai gagal ginjal.

Gangguan serebral yang disebabkan oleh hipertensi dapat berupa kejang atau gejala

akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran

bahkan sampai koma. Timbulnya gejala tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan

darah perlu segera diturunkan (Tjokronegoro : 2001)

2.1.11 Tata laksana penanganan hipertensi

1. Umum

Setelah diagnosa hipertensi ditegakkan dan diklasifikasikan menurut golonganatau

derajatnya, maka dapat dilakukan 2 strategi penatalaksanaan dasar :

a. Non farmakologik

Non farmakologik yaitu tindakan-tindakan upaya untuk mengurangi faktor resiko yang

telah diketahui akan menyebabkan atau menimbulkan komplikasi seperti misalnya

menghilangkan obesitas, menghentikan kebiasaan merokok, alkohol, mengurangi

asupan garam (natrium), kalsium dan magnesium, sayuran, serta olah raga dinamik

seperti lari, berenang, dan bersepeda. Salah satu anjuran yang umumnya sulit dilakukan
anjuran hidup tanpa stres (relaks) terutama dalam kondisi kehidupan pada penderita

hipertensi ringan dan dicoba selam enam bulan dengan tetap diamati bila pada akhir

periode pengamatan tekanan darah ternyata tetap atau malah lebih tinggi maka dapat

ditambahkan, namun bila tekanan darah menurun terapi ini dapat diteruskan.

2. Farmakologik

Farmakologik yaitu pemberian obat atau obat-obat anti hipertensi yang telah terbukti

kegunaannya dan keamanannya bagi penderita. Banyak golongan obat yang tersedia

dan mampu memanipulasi tekanan darah , baik yang bekerja secara sistemik maupun

perifer dan baik dalam bentuk cairan suntik untuk keadaan darurat seperti hipertensi

klinis maupun dalam bentuk tablet oral dimana akhir-akhir ini terdapat kecenderungan

kearah penggunaan dosis tunggal atau dosis 2 x perhari demi meningkatkan compiensi

terapi.

Pemilihan obat yang akan dipakai pada seorang penderita dewasa ini tidak lagi

berdasarkan metode step core yang kaku, tetapi justru disesuaikan dengan keadaan

penderita sakit (farloret) untuk mengurangi efek samping dan komplikasi obat atau

penyakit yang mungkin sudah ada atau yang akan timbul pada penderita misalnya

hipertensi dengan diabetes, asma bronchial, insufiensi ginjal, penyakit jantung koroner.

2. Khusus

Upaya terapi khusus terutama dilakukan untuk penderita hipertensi sekunder yang

jumlahnya kurang lebih 10% dari penderita hipertensi total. Pada penderita hipertensi

sekunder, secara teoritis kelainan dapat dikoreksi dengan obat yang edial berdasarkan

pada sifat farmakologik dan farmakolodinamik serta pengalaman masa lalu sehingga

hipertensinya dapat sembuh. Namun umumnya pada penderita ini diperlukan


pemeriksaan khusus dengan sarana yang canggih dan rujukan ke sentra kedokteran

tertentu. Pada keadaan ini, tanda-tanda etiologi yang menyertai hipertensi seperti gejala

gagal ginjal, peokromositoma Stenosis arteri renalis, tumor otak perlu dikenali

sehingga penderia dapat dirujuk lebih dini dan terapi yang tepat dapat dilakukan dengan

cepat (Lilian Yuwono, 1996).

2.1.12 Faktor yang menyebabkan kekambuhan pada penderita hipertensi

1. Pola makan.

Syarat-syarat pengaturan makan untuk penderita hipertensi adalah : pertama membatasi

asupan natrium, baik yang berasal dari garam dapur maupun dari bahan makanan yang

mengandung natrium yang tinggi, kedua mengurangi konsumsi bahan makanan yang

mengandung kolesterol, dan ketiga memperbanyak konsumsi bahan makanan yang

mengandung serat makanan. Pengaturan makanan ini secara popular disebut diet rendah

garam, rendah kolesterol, tinggi serat.

1) Tinggi garam

Bukan membatasi asupan garam tetapi untuk membantu menghilangkan retensi

(penahanan) garam dan air dalam jaringan tubuh, sehingga dapat menurunkan tekanan

darah dan mencegah terjadinya komplikasi. Menu rendah garam harus mengandung

zat-zat gizi yang cukup, baik jumlah kalori, protein, mineral maupun vitamin,

sedangkan lemak dibatasi. Garam mempunyai sifat menahan air, mengkonsumsi garam

berlebihan, makanan-makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikkan

tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebihan/makanan yang diasinkan,

sebaiknya jumlah jumlah garam yang dikonsumsi dibatasi. Dalam melakukan diet

rendah garam harus diperhatikan pula makanan yang mengandung natrium tinggi yaitu
makanan olahan yang menggunakan soda kue (sodim bikorbonat), bumbu penyedap

makanan (mono sodium glukomat, MSG). pengawet makanan (natrium benzoate),

mentega. Contoh makanan olahan yang mengandung natrium yang tinggi yang harus

dibatasi adalah : Roti, Biskuit,cake, kue, asinan, vetsin, ikan asin, telur asin, dan untuk

mempertinggi cita rasa masakan dapat menggunakan bumbu-bumbu lain yang tidak

mengandung natrium misalnya : Gula, cuka, cabe, bawang merah, bawang putih, jahe,

kunyit, laos.

2) Tinggi kolesterol

Kolesterol adalah derajat lemak yang dibentuk dalam tubuh hanya 30% yang diperoleh

dari makanan, kolesterol merupakan bahan pembentuk beberapa jenis hormon antara

lain hormone steroid, hormone sek, bahan pembentuk garam empedu dan merupakan

provitamin D. jadi kolesterol sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, kadar kolesterol

darah yang normal adalah < 200 mg/dl.

Namun apabila kadar kolesterol darah terlalu tinggi maka akan mengganggu kesehatan,

kolesterol dapat melekat pada dinding lapisan dalam dari pembuluh darah sehingga

dindingnya menebal dan akibatnya ruangan yang mengalirkan darah menyempit

sehingga aliran darah terganggu, keadaan ini disebut aterosklerosis. Apabila

aterosklerosis itu terjadi diarteri koronaria yang mensuplai darah ke otot jantung maka

akan mengakibatkan penyakit jantung koroner. Demikian juga bila aterosklerosis

terjadi dipembuluh darah otak maka akan mengakibatkan stroke, dan bila terjadi

dipembuluh darah ginjal akan mengakibatkan gagal ginjal. Diet rendah kolesterol

bertujuan menurunkan kadar kolesterol darah hingga mencapai < 200/mg/dl dan

mencegah terjadinya komplikasi pada penyakit hipertensi.


Bahan makanan yang mengandung kolesterol tinggi biasanya berasal dari hewan

misalnya otak, lidah, jantung, jeroan termasuk usus, babat, limpa, hati, kepiting, udang,

cumi, kerang dan kuning telur. Oleh karena itu bahan makanan ini harus dihindari,

penggunaan telur dalam menu dibatasi 3 telur dalam seminggu. Dewasa ini ada produk

telur rendah kolesterol sehingga para penderita hipertensi dapat mengkonsumsi telur

lebih bebas, lemak jenuh cenderung menaikkan kadar kolesterol darah, oleh karena itu

pemakainnya harus dibatasi, lemak jenuh yang berasal dari hewan adalah : lemak

(gajih) hewan ternak, daging hewan ternak: sapi, kerbau, kambing, susu, keju, mentega,

penggunaan susu penuh (full cream) dapat diganti dengan susu rendah lemak ( susu

slaim). Lemak jenuh yang berasal dari tanaman adalah kelapa dan hasil olahannya yaitu

santan dan minyak kelapa, lemak tidak jenuh mengandung asam lemak tidak jenuh

tunggal atau ganda disebut juga asam lemak esensial yang cenderung menurunkan

kadar kolesterol darah. Bahan makanan yang banyak mengandung lemak tidak jenuh

adalah : minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak jagung, minyak biji bunga

matahari, minyak wijen dan minyak zaitun. Ikan dan minyak ikan juga dianjurkan

karena mengandung banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.

2.1.13 Faktor selain pola makan antara lain:

1. Stres

Stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari, stres atau

ketegangan emosional dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler, khususnya

hipertensi, dan stres dipercaya sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan

tekanan darah. Klien hipertensi dianjurkan sedapat mungkin menghindari sikap tegang

dan berlatih agar dapat bersikap sabar, iklas dan mensyukuri segala hal yang yang

mampu dicapai, dan hal ini dapat dilakukan dengan teknik releksasi seperti berekreasi,
menghindari pekerjaan yang terlalu berat. Di dalam dinding jantung dan beberapa

pembuluh darah terdapat suatu reseptor yang selalu memantau perubahan tekanan darah

dalam arteri maupun vena. Jika mendeteksi perubahan reseptor ini akan mengirim

sinyal keotak agar tekanan darah kembali normal, otak menanggapi sinyal tersebut

dengan dilepaskannya hormon dan enzim yang mempengaruhi kerja jantung, pembuluh

darah dan ginjal (Marliani L, 2007).

Tahapan stres : gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena

perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan baru dirasakan bilamana

tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari, baik di

rumah, di tempat kerja ataupun dipergaulan lingkungan sosialnya (Dadang Hawari,

2001 ).

2. Merokok

Pada sistem kardiovaskuler, rokok menyebabkan peningkatan tekanan darah

(Hipertensi) dan mempercepat denyut jantung. Merokok juga mengakibatkan dinding

pembuluh darah menebal secara bertahap yang dapat menyulitkan jantung untuk

memompa darah. Kandungan nikotinnya bisa meningkatkan hormon epinefrin yang

bisa menyempitkan pembuluh darah arteri, karbon monoksida dapat menyebabkan

jantung bekerja lebih keras untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh.

Kerja jantung yang lebih berat tentu dapat meningkatkan tekanan darah, berbagai

penelitian membuktikan rokok beresiko terhadap jantung dan pembuluh darah

(Marliani. L, 2007 ).
1) Jenis- Jenis Rokok.

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas

bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan

penggunaan filter pada rokok.

(1) Rokok berdasarkan bahan pembungkus ;

- Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.

- Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.

- Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

- Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

(2) Rokok berdasarkan bahan baku atau isi :

- Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi

saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

- Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh

yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

- Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh

dan menyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek dan aroma tertentu.

(3) Rokok berdasarkan proses pembuatannya :

- Sigaret Kretek Tangan (SKT) : yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau

dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.

- Sigaret Kretek Mesin (SKM) : :rokok yang proses pembuatannya mengunakan mesin.
(4) Rokok berdasarkan pengunaan filter:

- Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pengkalnya terdapat gabus.

- Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

2) Tipe Perokok

Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila mengkunsumsi rokok

lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.

Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun

pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang

dengan selang waktu 31-60 menit. Setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan

rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

Ada 4 tipe perilaku merokok adalah :

(1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif . Dengan merokok seseorang

merasakan penambahan rasa yang positif, menambahkan ada 3 sub tipe ini :

a. Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah

didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

b. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok

pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau

sedangkan untuk menhisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau

perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya

lama sebelum ia nyalakan api.


(2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang menggunakan

rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rikok

dianggap sebagai penyelamat.

Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari

perasaan yang lebih tidak enak.

(3) Perilaku merekok yang pecandu, mereka yang sudah pecandu akan menambah dosis

rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walaupun tengah malam

sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia

menginginkannya.

(4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama

sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar

sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok

sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan

tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-

benar habis (http://www.lenterabiru.com/2009)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupahkan Jenis penelitian Quasi eksperimen dengan pendekatan

pre dan post test pada saat pemberian implementasi relaksasi otot progresif pada pasien

hipertensi. Jenis penelitian ini pre Eksprimental dengan menggunakan rancangan

penelitian one group pre and posttest desain yaitu penelitian yang hanya menggunakan

satu kelompok subjek, pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan

(Nursalam, 2003 : 85).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1. Waktu penelitian

15 januari 2019.

3.2.2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan diPuskesmas kepanjen.

3.3 sampel penelitian

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Sampel penelitian ini

adalah pasien sebanyak 15 responden.

3.4 Variabel penelitian

Variabel bebas adalah relaksasi otot progresif dan variabel terikat adalah hipertensi.

3.5 Alat dan bahan penelitian

1. kuesioner

2. tensi
3.3 Kerangka kerja

PopulasiSeluruh klien yang menderita hipertensi di


wilayah puskesmas kepanjen20 orang

Sampling : Purposive sampling

Sampel

Sebagian klien yang mengalami hipertensi di wilayah


pukesmas kepanjen yang memenuhi kriteria inklusi 16
Responden

Informed consent

Pengisian lembar Terapi relaksasi otot


koesioner progresif

Pengumpulan data

Coding, scoring, tabulating

Uji Rank Spearman

Kesimpulan

Gambar 3.1 Kerangka kerja : pengaruh relaksasi otot progresif dengan hipertensi di

Puskesmas kapejen.
3.4 Populasi, Sampling dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti (Sugiyono,

2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien yang menderita hipertensi

diPuskesmas Kepanjen berjumlah 20 orang.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel dari penelitian ini adalah

sebagian klien yang mengalami tekanan darah tinggi di wilayah kerja puskesmas Kepanjen

yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel berjumlah 16 responden.Dalam menentukan

sampel peneliti menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2008) sebagai berikut:

N
n
1  N (d ) 2

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d = Tingkat signifikan (p)

(Nursalam, 2018 )
N
n=
1  N (d) 2

20
=
1  20 (0,1) 2

20
=
1  20 (0,01)

20
=
1  0.2

= 16

3.4.3 Tehnik sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik-teknik sampling adalah tenik yang dipergunakan

untuk mengambil sampel dari populasi (Setiadi, 2007).

Dalam penelitian ini tehnik sampling yang digunakan adalah menggunakan

purposive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau

masalah dalam penelitian) (Nursalam, 2003).

1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003). Kriteria

inklusi penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Yang bersedia menjadi responden dan kooperatif.

b. Klien penderita hipertensi yang berobat ke Puskesmas kepanjen

c. Usia 40 – 71 tahun.
2. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari study karena berbagai sebab (Nursalam,

2003). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.5 Identifikasi variabel

Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu

(Notoatmodjo, 2005).

1. Variabel bebas (variabel independen)

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel yang lain atau

bebas (Arikunto, 2010).Variabel bebas dalam penelitian ini adalah relaksasi otot

progresif.

2. Variabel terikat ( variabel dependen )

Variabel dependent adalah variabel dipengaruhi oleh variabel lain atau terikat

(Arikunto, 2010).Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hipertensi.


3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang diidentifikasikan tersebut (Nursalam, 2003).

Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala Skor


Variabel relaksai Tehnik yang dilakukan Misalnya : Prosedur Ordinal Cemas
otot progresif. pada pasien dengan teknik
penyakit hipertensi Sesuai prosedur sop
relaksasi
dengan cara relaksasi otot progresif
menegangkan sembilan wilaya puskesmas otot
kelompok otot dan kepanjen progresif
merileksasikan secara
bergantian yang
dilakukan selama 3 hari
dalam seminggu. Waktu
pelaksanaan dalam satu
hari sebanyak 2 kali (pagi
dan sore) selama 15-20
menit sesi sesuai sop
relaksasi otot progresif
yang seminggu sebelum
sudah diajarkan tehnik
relaksasi otot progresif
sebanyak 3 kali.

Variabel Suatu keadaan dimana 1. Apakah anda


Kuesioner ordinal O jika
dependen: pasien dalam pemerik- memiliki riwayat jawab
hipertensi saan didapatkan hasil
hipertensi? tidak. 1
sama atau lebih dari
peme-riksaan semula 2. Akhir-akhir ini Iyah jika
apakah anda dijawan
pernahmasuk rumah
iyah
sakit ?
3. Apakah anda tahu
mengapa?
4. Apakah terkait dngan
hipertensi?
5. Apakah tekanan darah
anda terkontrol saat
masuk rumah sakit?
3.7 Instrumen Penelitian dan Prosedur Pengumpulan

3.7.1 Instrumen penelitian

Dalam penelitian menggunakan lembar kuesioner. Kuesioner adalah

daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana

responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda

tertentu (Notoatmodjo, 2005 : 116). Bentuk dan jenis pertanyaan dalam

penelitian ini adalah pertanyaan tertutup dengan jumlah pertanyaan di lembar

kuesioner sebanyak 10 pertanyaan dan dengan jawaban ”y” dan ”tidak”.

3.7.2 Pengumpulan penelitian

Pengumpulan data adalah pendekatan pada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian

(Nursalam, 2003 ).

Dalam pengumpulan data penelitian menggunakan lembar observasi dan

kuesioner. Saat proses pengisian kuesioner oleh responden, pengisian

didampingi oleh peneliti.


3.7.3 Analisis data

Data penelitian yang diperoleh berupa hasil jawaban kuesioner dari responden lalu,

diubah dalam bentuk skor nilai. Kemudian data yang diperoleh diolah melalui program SPSS

for windows. Pengolahan data dilakukan beberapa tahap, yaitu :

1) Editing (Pengeditan data)

Meneliti kembali apakah jawaban yang diberikan responden sudah cukup benar untuk

diproses lebih lanjut, editing dilakukan pengumpulan data dilapangan sehingga jika

terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.

2) Coding (Pengkodean)

Pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori

yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang

memberikan pentunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang di analisis.Hal

ini di maksudkan untuk mempermudah dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kode

yang digunakan :

Kode responden

R1 : responden pertama

R2 : responden kedua

R3 : responden ketiga,dst

3) Scoring

Scoring merupakan penentuan jumlah skor, dimana untuk variabel pengetahuan (Y1),

skor 1 jika jawaban benar, dan skor 0 jika jawaban salah.Skor untuk variabel sikap (Y 2)

skor 1 jika jawaban setuju, dan skor 0 jika jawaban tidak setuju.

4) Tabulating

Pekerjaan menyusun tabel-tabel, mulai dari penyusunan tabel utama yang bersisi

seluruh data informasi yang berhasil di kumpulkan dengan daftar pertanyaan sampai
tabel khusus yang telah benar-benar ditentukan setelah berbentuk tabel maka tabel

tersebut siap dianalisa dan dinyatakan dalam bentuk tulisan.

3.7.4 Analisis Statistik

Data yang sudah dikelompokkan dianalisa untuk mengetahui hubungan antara

dua variabel yang diteliti dengan menggunakan uji statistik koefisien korelasi

rank spearman dengan rumus (Sugiono, 2003 )

6  bi 2
ρ=
n(n 2 - 1)

Keterangan

ρ = koefisien korelasi spearman rank

bi = perbedaan antara pasangan rank

n = jumlah pasangan rank

3.8 Etika Penelitian

3.8.1 Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan, dengan tujuan

agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden

(Alimul, 2008 : 83).

3.8.2 Anonimity (Tanpa Nama)


Dalam pengisian kuesioner subjek tidak perlu mencamtumkam namanya, namun

cukup menuliskan nomor kode saja untuk menjamin kerahasiaan identitasnya.

3.8.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.


BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian rata-rata umur responden kelompok perlakuan adalah

66,52±4,21 tahun, kelompok control adalah 65,96±4,72 tahun. rata-rata umur kedua

kelompok cenderung sama. Banyaknya responden di tempat penelitian menunjukkan lansia

bersedia untuk menjadi responden, mendatangi responden di pukesmas kepanjen dalam

mengikuti terapi relaksasi otot progresif dalam sampai selesai. Kuntjoro (2002) proses menua

pada adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, termasuk tekanan

darah yang tidak stabil. Penelitian Agrina (2011) umur penderita hipertensi dipuskesmas

kepanjen , 36 responden (55%) yang berumur 41 - 71 tahun.

3.4 Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diketahui perempuan lebih banyak

baik dari kelompok perlakuan maupun control dikaitkan dengan kejadian hipertensi.

Tambayong (2006) menjelaskan insiden hipertensi lebih tinggi dari laki-laki dikarenakan

fungsi hormon esterogen pada wanita usia pertengahan mulai menurun, dimana hormon ini

berperan dalam meningkatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein), yang merupakan

faktor pelindung terjadinya arterosklerosis. Penelitian Putri (2014) menyebutkan dari 36

responden penelitian (57.3%) adalah perempuan yang mengalami hipertensi di kerja

Puskesmas malang.

3.5. Lama Menderita Hipertensi

Sebagian besar responden telah menderita hipertensi antara 6-10 tahun. Stanley (2007)

mengemukakan hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar

resiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai resiko terkena hipertensi.
Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya, kebanyakan orang hipertensinya

meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan.7 Pendadapat Stanley (2007) ini

sejalan dengan kondisi responden bahwa responden sudah sejak lama menderita hipertensi

seperti pada saat menjadi anggota puskesmas kepanjen . Hasil penelitian Bety (2011)

menjelaskan banyak lansia yang menderita hipertesi di Puskesmas Kepanjen

3.6. Analisis Bivariat

3.6.1 Tekanan Darah Responden Sebelum Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden yang mendapatkan terapi relaksasi otot

progresif rata-rata tekanan darah sistolik kelompok perlakuan sebesar 159,20±9,09 mmHg

dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 91,40±4,45mmHg sebelum dilakukan terapi.

Rata-rata tekanan darah sistolik pre test kelompok control sebesar 160,40±10,59 mmHg dan

rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 156,80±11,445 mmHg. Menurut Depkes RI (2014)

tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100-109 mmHg masuk

dalam klasifikasi hipertensi derajat 2. Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan

struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada

perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta

dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa

oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Smeltzer & Bare, 2002). Penelitian Kumutha (2014) menyebutkan lansia sebelum diberikan

terapi relaksasi otot progresif dalam mayoritas mengalami hipertensi sedang dalam penelitian

di desa Vayalanallur India.


3.6.2. Tekanan Darah Responden Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Rata-rata tekanan darah sistolik kelompok perlakuan setelah diberi terapi sebesar

138,40±8,00 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 84,00±5,00 mmHg. Rata rata

tekanan darah sistolik pada post test sebesar 156,80±11,45mmHg dan tekanan darah8

diastolik sebesar 91,20±5,25 mmHg. Tekanan darah kelompok perlakuan setelah diberi terapi

relaksasi otot progresif banyak dalam hipertensi derajat I, sementara kelompok control pada

post test tetap banyak di hipertensi derajat II. Penurunan tekanan darah responden baik

kelompok perlakuan setalah diberikan terapi relaksasi relaksasi otot progresif 3x/minggu

selama 2 minggu atau 6 kali pertemuan. Joint National Committee 7 memberikan panduan

hipertensi derajat 1 dengan nilai 140-159 mmHg. Penelitian Wahyuni (2016) menunjukkan

adanya penurunan rata-rata tekanan darah sistolik, pada pre test sebesar 168,82 ± 24,29

mmHg, dan post test 167,91 ± 24,40 mmHg. Rata rata tekanan darah sistolik, pada pre test

sebesar 89,86 ± 15,78 mmHg, dan post test 88,05 ± 16,22 mmHg setelah latihan pengaturan

pernafasan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi primer di Posyandu

Lansia “Seger Waras” dan “Aisyiyah” Sanggrahan Pucangan Kartasura.

3.7. Analisis bivariat Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap Tekanan Darah pada

Lansia dengan Hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh menunjukkan kelompok perlakuan padapost test rata-

rata tekanan darah sistolik sebesar 138,40±8,00mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar

84,00±5,00 mmHg. Arti dari sistolik sendiri adalah tekanan darah pada saat jantung

memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut) sedangkan diastolik

adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali

(pembuluh nadi mengempis kosong). Menurut WHO, di dalam guidelines : tekanan darah

sistolik 140-159 mmHg masuk dalam Hipertensi derajat I dan ≥160 mmHg masuk dalam
Hipertensi derajat II. Berdasarkan hasil uji statistic pada kelompok perlakuan menunjukkan

adanya perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah

melakukan relaksasi otot progresif selama 3 kali latihan selama 2 minggu. latihan relaksasi

otot progresif yang mana gerakan-gerakan didalamnya juga bertujuan untuk menurunkan

kecemasan, stres, dan menurunkan tingkat depresi. Penurunan tersebut akan menstimulasi

kerja sistem saraf perifer (autonom nervous system) terutama parasimpatis yang

menyebabkan vasodilatasi penampang pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya

penurunan tekanan darah baik sistolik maupun diastotik (Pollock, & Wilmore, 2008).9

Rangsangan pada sistem saraf simpatis meningkatkan aktilitas jantung, meningkatkan

frekuensi jantung, dan menaikkan kekuatan pemompaan. Peningkatan kemampuan jantung

dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen, menyebabkan

jantung tidak perlu berdenyut lebih cepat untuk dapat memompa darah dalam jumlah tertentu

seperti sewaktu sebelum berolahraga teratur (Sherwood, 2006). Terdapat hubungan langsung

antara peningkatan pemasukan oksigen saat mengerahkan tenaga dengan peningkatan denyut

jantung. Denyut jantung meningkat pada saat tubuh melakukan aktivitas lebih dan pemafasan

juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada metabolisme tubuh. Pada

prinsipnya semakin rendah kecepatan denyut jantung waktu istirahat, maka semakin baik

bentuk jantung. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung waktu istirahat harus

menurun (Suhardjono, 2014). Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung,

tahanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri. Tekanan darah

bergantung pada curah jantung dan tahanan perifer. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi

tekanan darah adalah faktor genetik, usia, stres, dan gaya hidup. Tekanan darah dewasa

cenderung meningkat dengan pertambahan usia. Ansietas, takut, nyeri dan stress emosi

mengakibatkan stimulasi simpatik, yang meningkatkan frekuensi denyut jantung, curah


jantung, dan tahanan vaskuler perifer karena menimbulkan stimulasi simpatik sehingga

meningkatkan tekanan darah (Potter & Perry, 2005).


BAB V

PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan efek senam pasien menggambarkan kecemasan

masing relaksasi otot progresif semuanya dalam hipertensi derajat I, tekanan darah responden

kelompok control pada post banyak dalam hipertensi derajat II. Jadi terdapat pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada kelompok perlakuan.

4.2 Saran

Bagi responden Diharapkan responden untuk dapat melakukan dan mengikuti relaksasi

otot progresif secara teratur sehingga tekanan darah tetap dalam kondisi stabil10

Bagi perawat Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak lansia yang mengalami

hipertensi, Diharapkan perawat dapat memberikan latihan relaksasi otot progresif kepada

anggota posyandu secara teratur dan terjadwal sehingga tekanan darah pada lansia tetap

dalam kondisi stabil.

Bagi peneliti lain Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi serta

dapat dikembangkan dengan menambah variabel lain yang berhubungan dengan relaksasi

otot progresif seperti pengukuran denyut nadi, maupun frekuensi nafas.


DAFTAR PUSTAKA

Agus, D. 2003. Siklus Kehidupan dan Perkembangan Individu. Falkultas Kedokteran

Universitas Katolik Atmajaya: Jakarta

Alimul, A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika : Jakarta

Amir, Nurmiati. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia. Diagnosis dan Penatalaksanaan

http://lib.atmajaya.ac.id/defult.aspx?tabID=61&id=107144&src=a.

diakses tanggal 5 Nopember 2011

Anonymous. 2009. 2025, Pertumbuhan Jumlah Lansia Indonesia Terbesar dii Dunia.

http;//www.analisadaily.com/image/stories/2009/januarii diakses tanggal 7

Nopember 2011

Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta : Jakarta

Benson, H.M.D. 2002. Dasar – dasar Respon Relaksasi: Bagaimana menggabungkan respon

relaksasi dengan keyakinan pribadi anda. Bandung. Mizan

Bourne, R. S. Sleep Distruction in Critically Patient – Pharmacological Consideration.

Anaesthesia Journal. 2004,59(4) : 374 – 384

Brunner & Suddarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol. 1. Jakarta : EGC

Campbell, SS and Murphy, PJ. 1998. Relesionship Between Sleep and Body Temperature In

Middle Age and Older Subject. Dalam Carol. 2000. Lippincot. Philadelphia

Carol, AM. 2003. Nursing Care of Older Adult : Theory and Practice. Third Edition.

Lippincot. Philadelphia
Davis, Martha. 2005. Relaxation Therapy. Availebel Online at http://www.mayday.coh.org.

Diakses tanggal 2 Nopember 2011

Davis, M, Eshelman, E. R. dan Matthew Mckay. 2005. Panduan Relaksasi dan Reduksi

Strees Edisi III. Alih Bahasa : Budi Ana Keliat dan Achir Yani. Jakarta : EGC

Dempsey, Ann. 2007. Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan edisi 4. Jakarta : EGC

Diahwati, Hess, Touty, Jeff. 2005. Gerontology and Healthy Aging second edition. Mosby,

Inc. St Louise, Missouri

Handoyo. 2006. Manfaat Relaksasi Otot Progresif. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahyudi. 2003. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Nugroho, W. 2000. Perawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC

Nurmiati. 2007. Keperawatan Gerontik Edisi 1. Jakarta : EGC

Nursalam, Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :

Infomedika

Priharjo, R. 2002. Pemenuhan aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta : EGC

Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya, PT. Elex Media Komputindo,

Jakarta

Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta

Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta, EGC

Sari, N.K. 2008. Masalah Kesehatan Pada Usia Lanjut.http://forumbebas.com/thread-

29202.html diakses tanggal 2 Nopember 2011


Ebersole, Hess, Touty, Jeff. 2005. Grontology and Healhty Aging. Second Edition. Mosby,

Inc. St Louise, Missouri

Evy, 2008. Waspadai Depresi pada Lansia, http://www.kompas.com/aboutus.php. diakses 5

Nopember 2011

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta, EGC

Handoyo. 2006. Manfaat Relaksasi Otot progresif. Jakarta, EGC

Lumbantobing. 2004. Gangguan Tidur. FKUI. Jakarta

Sugiyono. 2007. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung, CV Alfabeta

Utami, M.S. 2000. Teknik Relaksasi. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Utami, M. S. 2003. Prosedur Relaksasi. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Wikipedia Foundation. 2006. Sleep.http://en.wikipedia.org/wiki/sleep, diakses tanggal 3

Nopember

Anda mungkin juga menyukai