Daftar Isi iv
Daftar Gambar vi
Gambar 8: Pembacaan Deklarasi Petani dalam Peringatan Hari Tani Nasional 2018 di Global Land
Forum 2018, 24/9/2018 [Foto: KPA]
Rapat Kerja Khusus (Rakersus) KPA Kita mengingat bahwa sejak pembekuan
pada 5-6 November 2018 di Bogor yang UUPA dan stigmatisasi landreform di
dihadiri seluruh komponen Pengurus masa Orde Baru, reforma agraria terus
KPA Nasional dan Wilayah merumuskan menerus mengalami kebuntuan. Di masa
pokok-pokok pandangan organisasi reformasi, mandat pembaruan agraria
sebagai respon sikap politik terhadap (reforma agraria) yang diingatkan kembali
Perpres Reforma Agraria. di masa Megawati melalui TAP MPR
IX/2001 tentang Pembaruan Agraria
Rakersus KPA mencatat bahwa, terlepas
dan Pengelolaan Sumberdaya Alam juga
adanya catatan kritis terhadap beberapa
mengalami kemandegan. Kemudian di
isi pasalnya, secara keseluruhan
era SBY, meski terminologi dan kebijakan
Perpres Reforma Agraria merupakan
RA mulai dapat masuk dalam dokumen-
sebuah terobosan politik. Perpres 86
dokumen negara, akan tetapi draft PP
ini sangatlah pantas diapresiasi sebagai
Reforma Agraria yang telah dijanjikan
upaya positif dalam rangka mengatasi
tidak kunjung ditandatangani SBY hingga
kebuntuan dan kebisuan selama 58 tahun
1 (satu) dekade kepemimpinannya
sejak Undang-Undang Pokok Agraria (UU
berakhir. Akhirnya, setelah sempat
No. 5/1960) dan Undang-Undang Land
mengalami kebuntuan 4 tahun janji politik
Laporan Konflik
Agraria 2018
R
eforma agraria, yang gagasannya masih enggan disentuh pemerintah yang
lahir dari perjuangan agraria menjanjikan reforma agraria. Sepanjang
di seantero nusantara, juga tahun 2018 situasi agraria Indonesia tak
dimaksudkan untuk menyelesaikan banyak berubah. Konflik agraria kronis
konflik agraria. Secara sederhana, dan baru terus terjadi tanpa menemukan
reforma agraria musti difungsikan untuk ujung penyelesaian.
menyelesaikan konflik-konflik agraria
struktural yang kronis dan meluas, yang Berikut adalah laporan konflik agraria
50 48
41
40
40 37 37
36
35 35
34
30
25
23
19
20
10
0
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
144
137
53
29
19
16
12
Di Desa Tebing Tinggi, Kecamatan Nibung, Belanda yang mulai digarap masyarakat
Kabupaten Musi Rawas, Sumatera sejak 1942. Namun pada tahun 1959,
Selatan, terjadi konflik antara masyarakat PTPN II datang mengambil dan menguasai
Suku Anak Dalam (SAD) dengan PT. PP lahan tersebut secara sepihak. Tindakan
London Sumatera (Lonsum). Konflik yang tersebut menggusur lahan garapan 110
telah berlangsung sejak 23 tahun yang keluarga petani yang telah bermukim jauh
lalu tersebut lahir akibat pemberian sebelumnya.
izin oleh pejabat publik kepada pihak
Di Sulawesi Selatan, PTPN XIV
perusahaan di wilayah masyarakat SAD.
melakukan usaha tanpa memiliki HGU di
Akibatnya, tanah ulayat seluas 1.697
atas lahan seluas 22.490 hektar selama
hektar dirampas secara paksa. Berbagai
15 tahun. Usaha perkebunannya berada
upaya telah dilakukan oleh masyarakat,
di tiga kabupaten, yakni Kabupaten
akan tetapi selalu menemui jalan buntu
Enrekang, tepatnya di Kecamatan Maiwa
hingga kini.
seluas 5.230 hektar, Kabupaten Wajo
Situasi serupa juga terjadi di Desa Bangun di Kecataman Keera dan Gilireng seluas
Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, 12.170 Ha, dan Kabupaten Sidrap seluas
Deli Serdang, Sumatera Utara. Kali ini 5.090 hektar. Hal ini memicu konflik
PTPN II yang berkonflik dengan warga. agraria berkepanjangan antara warga
Konflik yang berada di atas lahan seluas desa dan petani penggarap dengan
119 hektar tersebut telah berlangsung perusahaan kebun plat merah tersebut.3
sejak tahun 1959. Lahan ini awalnya
3 http://kpa.or.id/media/baca2/siaran_
merupakan lahan bekas perkebunan pers/86/%E2%80%9CKEMBALIKAN_
TANAH_PETANI_YANG_DIRAMPAS_PTPN_ 5 https://industri.kontan.co.id/news/swasta-
XIV%E2%80%9D mendominasi-cadangan-lahan-properti
4 https://tirto.id/membangun-kota-baru- 6 Hasil Penelitian Jurusan Perencanaan Kota
millennium-city-di-tanah-sengketa-warga- dan Real Estate Universitas Tarumanegara,
rumpin-cN4l 2011.
28.258,49
49.692,6 13.004,76
54.052,6 4.859,32
65.669,52
591.640,32
2%
7% 1%
4%
8%
6%
73 %
[] Peringkat
Tabel 2: Tiga Provinsi Penghuni Lima Besar Konflik Agraria Tertinggi dalam Lima Tahun Terakhir.
Perkebunaan kelapa sawit (HGU, ijin di Provinsi Riau. Sisanya konflik warga
lokasi ), utamanya swasta dan perusahaan dengan perkebunan PTPN (BUMN),
hutan tanaman industri (HTI) masih perusahaan bidang properti baik milik
menjadi faktor utama penyebab konflik swasta maupun milik militer. (lihat Tabel 3)
30. Lain-lain - - 7
Jumlah 42
Riau merupakan provinsi dengan areal Begitu pun konflik agraria di Sumatera
perkebunan sawit terluas di Indonesia, Selatan juga didominasi oleh perkebunan
mencapai 2,4 juta hektar.14 Sementara sawit dan HTI. Dari 9,1 juta hektar luas
untuk area HTI di Riau, hingga tahun areal provinsi ini, sebagian besarnya
2015 saja tercatat seluas 1,3 juta hektar.15 dikuasai oleh perusahaan-perusahaan
besar yang bergerak di sektor
perkebunan dan kehutanan, antara lain:
14 Data Ditjen Perkebunan Kementrian 1) Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas
Pertanian 2016.
1,5 juta hektar, 2) Perkebunan seluas 1
15 Data Rekapitulasi Hutan Tanam Industri
(HTI) 2011 – 2015 Ditjen Pengelolaan juta hektar (90% perkebunan sawit), 3)
Hutan Produksi Kementrian Kehutanan dan pertambangan seluas 2,5 juta hektar, dan
Lingkungan Hidup
18. Lain-lain - - 5
Jumlah Konflik 35
Di Jawa Barat, konflik agraria yang sebagai kawasan hutan ini direncanakan
meletus di tahun 2018 didominasi menjadi lokasi pembangunan PLTU II
konflik masyarakat dengan korporasi Kanci oleh PT CPE dan mengancam
swasta di sektor perkebunan dan kehidupan warga di 5 desa (Kanci, Kanci
properti/perumahan. Konflik seluas 208 Kulon, Astana Japura, Warudur, Astana
hektar akibat rencana pembangunan Mukti) di Kabupaten Cirebon. PT Cirebon
infrastruktur PLTU di Cirebon juga Energi Prasarana ini merupakan anak
mencuat di tahun ini. Lahan yang diklaim perusahaan dari PT Cirebon Electric
NTB
Bali
Jawa Timur
Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
Banten
DKI Jakarta
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Jambi
Sumatera Barat
Kepulauan Riau
Riau
Sumatera Utara
Aceh
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000
LUASAN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
II.4. Korban dan Pelaku Kekerasan dalam KPA mencatat sedikitnya 10 orang
Konflik Agraria petani dan pejuang agraria telah
terbunuh sepanjang tahun ini, 6 orang
Tahun 2018 masih menjadi tahun
tertembak, 132 orang terdiri dari 115
kelam bagi petani dan pejuang agraria
laki-laki dan 17 perempuan mengalami
di wilayah-wilayah konflik agraria.
tindakan kekerasan fisik/penganiayaan.
Tindakan-tindakan represif, intimidatif
Sementara, sebanyak 216 orang ditahan
hingga penangkapan masih sering terjadi.
tanpa prosedur yang jelas (dikriminalkan).
Bahkan beberapa diantaranya berakhir
dengan hilangnya nyawa.
132
115 17
10
Ditahan
5%
95%
Gambar 19:
Persentase Korban Konflik
Agraria Berdasarkan
Gender
Pihak Antar
Lainnya Warga
20 36 Warga dan
Pemerintah
Warga dan
Aparat 58
21
Warga dan
BUMN
31
Gambar 21:
Para Pihak dalam
Warga dan
Swasta
Konflik Agraria
244
Perkembangan Realisasi
Kebijakan Reforma Agraria
Pemerintahan Jokowi-JK,
2015 – 2018
III. 1. Laju Cepat Sertifikasi Tanah, Laju Lambat JK mengulang kesalahan yang sama dari
Redistribusi Tanah rezim SBY. Sertifikasi tanah kembali
dijadikan unggulan, dan sayangnya
Secara umum kementerian atau lembaga
kembali diklaim sebagai implementasi RA.
yang terkait dengan pelaksanaan reforma
agraria belum melakukan kerja-kerjanya Pemerintah melaporkan capaian target
dengan maksimal. Capaian realisasi 9 (sembilan) juta hektar plus 18 ribu
kebijakan RA selama empat tahun bidang dalam kerangka kebijakan reforma
masih jauh dari harapan masyarakat. agraria sebagaimana ditujukkan tabel di
Ketimbang menjalankan redistribusi bawah.
tanah (landreform), pemerintahan Jokowi-
Target Bidang
IP4T 18.206.340 Bidang 718.612 220.051 - 30,62 937.849 - 5,15 (bukan Ha)
satuan Target
Legalisasi RPJM luas
3.900.000 Ha 7.000.000 3.632.914 654.708 51,90 9.834.111 2.273.424 58,29 (Ha), target per
Aset
tahun (bidang)
Legalisasi satuan Target
Tanah RPJM luas
600.000 Ha 100.076 20.965 14.046 19,16 49.043 32.859 5,48 (Ha), target per
Transmigrasi
Masa Lalu tahun (bidang)
Pelepasan
Kawasan 4.100.000 Ha 994.761 0,24
Hutan
9 juta hektar, plus 18 ribu bidang
1 Direktur Jenderal Penataan Agraria, Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Reforma Agraria, Jakarta,
31 Oktober 2018
Pada dasarnya suatu tanah dapat diindikasikan Jika tanah merupakan HGU BUMN/PTPN/
sebagai tanah terlantar dan dapat PERHUTANI/PERUMNAS dsb. Sebelum
diredistribusikan kepada rakyat khusnya diredistribusikan kepada petani, harus melalui
petani apabila sudah memenuhi kondisi sebagai tahapan berikut:
berikut: 1. Barang dalam kondisi rusak berat karena
1. Tanah tersebut sudah sudah dibebani hak di bencana alam atau karena sebab lain di
atasnya. luar kemampuan manusia (force majeure).
2. Tanah tersebut tidak diusahakan, tidak 2. Lokasi barang menjadi tidak sesuai dengan
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) karena
sesuai dengan keadaannya atau sifat adanya perubahan tata ruang kota.
dan tujuan pemberian hak atau dasar
penguasaannya.
Bak rimba regulasi, akibatnya belum ada Itulah yang terjadi pada pelaksanaan
tanah rakyat yang masuk ke dalam klaim reforma agraria di bawah yurisdiksi
penguasaan BUMN diredistribusikan Kementerian ATR/BPN. Belum
kepada subjek reforma agraria terutama terlihat upaya serius untuk merombak
penggarap. Contohnya, Berdasarkan struktur penguasaan tanah yang
Keputusan Menteri Agraria No. timpang. Organisasi masyarakat sipil
SK.24IHGU/65 tanggal 10-6-1965 terus berupaya untuk mendesak
telah ditegaskan tanah PPN Tembakau kementerian ATR/BPN agar secara serius
Deli Sumatera Timur (saat ini PTPN II) melaksanakan reforma agraria. Salah
seluas 191.000 Ha menjadi tanah objek satunya melalui advokasi lokasi prioritas
landreform untuk daerah Kabupaten reforma agraria (LPRA).
Deli Serdang, Medan, Binjai dan
Usulan-usulan LPRA telah menyajikan
Kabupaten Langkat seluas 39.639,61
secara lengkap dokumen yang relevan
Ha untuk diredistribusikan kepada
dengan kebutuhan pelaksanaan reforma
petani penggarap. Akan tetapi realisasi
agraria, seperti identitas petani bahkan
redistribusi tanah untuk petani tidak
data spasial lokasi (lihat Gambar 21).
dilakukan hingga saat ini.
dengan kata lain LPRA merupakan lokasi
yang seharusnya diprioritaskan oleh
Adapun capaian LPRA dari Januari 2016 102 organisasi rakyat dan NGO Anggota
s/d November 2018 adalah 462 lokasi KPA, terbagi dalam dua tipologi besar,
seluas 668.109 hektar dengan jumlah yakni di luar kawasan hutan sebanyak
subjek RA 148.286 rumah tangga 242 lokasi seluas 416.126 hektar, dan
petani, tersebar di 98 kabupaten/kota di kawasan hutan sebanyak 220 lokasi
di 20 provinsi. LPRA ini diusulkan oleh seluas 251.982 hektar.
JUMLAH INDIKASI
JUMLAH LOKASI JUMLAH LUASAN
STATUS PENGGARAP
(desa/kampung) LOKASI (hektar)
(KK)
Jumlah
Penerima Objek
Nama Lokasi Organisasi Tani Luas (Ha)
Redistribusi
Tanah (jiwa)
Laporan
Kebijakan Agraria 2018
IV. 1. Perpres Reforma Agraria Koordinator Bidang Perekonomian.
Ini dianggap sebagai “jalan tengah”
Pada 24 September 2018, Presiden Joko
dari tuntutan tertinggi BORA,
Widodo menerbitkan Peraturan Presiden
dimana Kemenko diharapkan mampu
No. 86/2018 tentang Reforma Agraria.
mengkoordinasikan semua lintas sektor
Ini adalah regulasi pertama sejak era
terkait agenda RA.
Soekarno yang mengatur pelaksanaan
reforma agraria. Tentu ini adalah Sementara, Kementerian ATR/BPN
kabar baik, sebab secara politik telah sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma
menempatkan kembali agenda ini sebagai Agraria (GTRA) Pusat bertugas
agenda resmi pemerintah melalui regulasi mengkoordinasikan penyediaan Tanah
pelaksanaan. Objek Reforma Agraria (TORA) dalam
rangka penataan aset di tingkat pusat
Secara substansi Perpres RA ini belum
hingga melakukan pengawasan terhadap
sepenuhnya memenuhi harapan
pelaksanaan tugas GTRA Provinsi
masyarakat yang memperjuangkan
dan Kabupaten/Kota. Kementerian
reforma agraria sejati (genuine agrarian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
reform). Sebab, terdapat inkonsistensi
(KLHK) sebagai Anggota GTRA Pusat
dan kelemahan khususnya antara tujuan
bertanggungjawab untuk menyediakan
dalam Perpres dengan objek, subjek,
TORA dari pelepasan kawasan hutan atau
kelembagaan pelaksana dan proses
perubahan tata batas kawasan hutan.
pelaksanaan reforma agraria.
Perpres RA telah memperluas pengertian
Secara ideal reforma agraria seharusnya
Objek Reforma Agraria menjadi dua jenis
di bawah komando presiden. Sebelumnya
tanah, yakni tanah pertanian dan bukan
KPA mengusulkan dalam bentuk Badan
tanah pertanian. Lebih lanjut diatur 11
Otorita Reforma Agraria (BORA) atau
kriteria TORA tersebut, yaitu: tanah hak
nama lain Komite Nasional Pembaruan
guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan
Agraria (KNPA) yang bersifat lintas sektor
(HGB) yang telah habis masa berlakunya,
dan otoritatif karena langsung dipimpin
alokasi 20% dari HGB di atas HGU,
presiden. Namun dalam Perpres RA,
alokasi 20% dari HGU, tanah kawasan
Kemenko Perekonomian lah yang ditunjuk
hutan yang dilepaskan, tanah terlantar,
sebagai leading sector pelaksanaan
tanah penyelesaian konflik, tanah bekas
reforma agraria. Secara kelembagaan,
tambang di luar kawasan hutan, tanah
dalam Perpres ini Tim Reforma Agraria
timbul, tanah yang memenuhi syarat
Nasional bertugas menetapkan kebijakan
pemenuhan hak, tanah bekas hak era
hingga pengawasan pelaksanaan
Reforma Agraria dipimpin oleh Menteri
Melihat TORA dalam perpres ini, yang Banyaknya regulasi dan panjangnya
berasal dari HGU dan HGB yang telah tahapan yang harus dilalui rakyat
habis masa berlakunya, juga objek tanah menyebabkan proses pelepasan kawasan
terlantar adalah merupakan dua objek hutan untuk menjadi TORA menjadi
RA yang selama 4 (empat) tahun terakhir begitu panjang, birokratis, bahkan
ini belum efektif ditangani ATR/BPN, berbelit-belit sehingga hampir ‘mustahil’
bahkan mandeg. Dalam banyak kasus berhasil. Meski sudah ada lokasi-
HGU yang telah habis masa berlakunya lokasi yang diserahkan KLHK kepada
bertahun-tahun maupun tanah absentee Kementerian ATR/BPN seluas 994.761
tidak juga ditindaklanjuti oleh Kantor hektar 1 yang berasal dari pelepasan
Pertanahan (Kantah) dan Kanwil kawasan hutan. Namun faktanya belum
ATR/BPN untuk ditetapkan sebagai ada satu hektar pun yang ditindaklanjuti
TORA. Bahkan mekanisme peringatan Kementerian ATR/BPN. Selain
penelantaran tanah terhadap pemegang ketidaksesuaian TORA dengan kebutuhan
hak (perusahaan) kerap tidak dijalankan dan tujuan RA, minimnya koordinasi dan
sebagaimana mestinya. Dengan adanya keselarasan kerja antar kementerian juga
Perpres RA, harapannya pemerintah menjadi sebab utamanya.
segera mempercepat realisasi area-area
Dikarenakan perpres 86 telah
TORA semacam ini.
memperluas pengertian objek RA menjadi
Di sektor kehutanan, pelepasan kawasan dua jenis tanah, yakni tanah pertanian
hutan masih terkendala proses dan dan bukan tanah pertanian, menjadi logis
mekanisme yang panjang dan begitu bilamana kemudian subjek penerima
banyak regulasi yang mengatur. Beberapa TORA pun menjadi sangat luas pula (Pasal
regulasi tersebut antara lain: UU No. 41 12 PerPres 86/2018).
Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP
Subjek atau penerima manfaat dari RA
No. 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara
dapat berupa: 1) Orang-perseorangan;
Perubahan Peruntukkan dan Fungsi
2) Kelompok masyarkat dengan hak
Kawasan Hutan, Perpres No. 88 Tahun
pemilikan bersama; dan 3) Badan hukum.
2017 tentang Penyelesaian Penguasaan
Pemilikan bersama dan/atau badan
Tanah dalam Kawasan Hutan dan Permen
hukum dapat mengakomodir kepentingan
LHK No. P.17 Tahun 2018 tentang Tata
Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan 1 Presentasi Menteri ATR/BPN pada 24
September 2018 Global Land Forum 2018
di Bandung.
Tabel 12: Usulan Penghapusan 17 Pasal UUPA Menurut DIM RUU Pertanahan Pemerintah
Tabel 13: Perbandingan Fungsi dan Tugas Lembaga Bank Tanah dan Kementrian ATR/BPN
Penutup
Dua Dekade
Perjuangan Reforma Agraria dan
Masa Depan Reforma Agraria
Melampui Politik 2019
S
elama dua puluh tahun terakhir, sejumlah konsesi besar-besaran untuk
diskursus tentang pentingnya hutan, tambang dan perkebunan sebagai
negara menjalankan agenda implikasi otonomi daerah.
reforma agraria terus menerus
Ketetapan MPR juga melahirkan
didesakkan menenuhi ruang-ruang
keinginan pemerintah untuk mengganti
publik. Momentum tersebut mengerucut
UUPA, bukan menyelaraskan berbagai UU
sejak dikeluarkannya Tap. MPR No.
sektoral yang menghambat pelaksanaan
IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
RA, seperti yang diamanatkan oleh
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Tap tersebut. Sebuah “Blok Politik”
Sepanjang 2001, hingga 2004, Presiden dari kalangan masyarakat sipil yang
yang pada masa tersebut sesuai sebelumnya berhasil mendorong TAP
konstitusi adalah Mandataris MPR, MPR melalui Pokja PA-PSDA mencoba
mencoba menjabarkan amanat dari menawarkan RUU Pembaruan Agraria
Tap MPR tersebut. Sayangnya, usaha dan RUU PSDA. Namun, hingga 2004
tersebut tidak dapat berjalan dengan usaha ini tidak menghasilkan persetujuan.
baik. Selain karena keengganan politik
Persekongkolan pengusaha dan pejabat
untuk memprioritaskan agenda ini,
daerah sepanjang tahun-tahun ini di
mesin otonomi daerah yang dibuka
tengah menguatnya permintaan pasar
melalui UU No.22/1999 tentang
minyak mentah sawit, minerba dan hasil
Pemerintahan Daerah telah membuat
hutan telah membuat kekuatan politik
mandat MPR kepada presiden ini tak
pengusaha berbasis sumber-sumber
dapat berpasangan dengan agenda para
agraria/SDA mengalami peningkatan
pemimpin di daerah.
besar. Hal tersebut juga memperkuat lobi
Ada banyak sebab mengapa tidak dapat politik kelompok ini dan menghasilkan
berpasangan. Pertama, krisis politik sejumlah UU sektoral baru seperti UU
sepanjang 1999 hingga 2001 telah Perkebunan.
menyebabkan pelaksanaan reforma
Menjelang Pemilihan Presiden 2004,
agraria masuk sebagai prioritas kerja-
kelompok masyarakat sipil melalui
kerja pemerintah. Kedua, upaya pemulihan
Kelompok Studi Pembaruan Agraria
ekonomi nasional yang berpusat di
(KSPA) mencoba mendorong kembali
Jakarta di bawah bimbingan IMF dan
pelaksanaan pembaruan agraria masuk
WB. Ketiga, meletusnya kerusuhan sosial
ke dalam visi-misi para kandidat presiden
di berbagai daerah. Keempat, sepanjang
yang bertarung. Presiden SBY, sebagai
1999-2004, daerah telah menjadi lokasi
pemenang pemilu 2004, melalui Kepala
“pesta pora” para pembalak hutan dan
BPN saat itu, Joyo Winoto mencoba
Reforma agraria harus kembali pada Muara akhir dari kebijakan reforma
tujuan awalnya sebagai satu upaya agraria mestilah terjadinya transformasi
sistematis melakukan penataan ulang sosial di pedesaan, sekaligus membangun
susunan pemilikan, penguasaan, dan relasi yang saling memperkuat dan
penggunaan sumber-sumber agraria berkeadilan dengan pembangunan
(terutama tanah) menjadi lebih perkotaan. Dalam konteks ini, KPA
berkeadilan, untuk kepentingan rakyat bersama anggotanya akan tetap waspada,
kecil (petani, buruh tani, tunakisma, dan memperjuangkan sekaligus meluruskan
lainnya). Operasi ini disertai program orientasi kebijakan reforma agraria.
penunjang sebagai satu paket dari Siapa pun presidennya harus menjalankan
langkah redistribusi dan/atau sertifikasi reforma agraria yang sejati.**
tanah. Memiliki kerangka waktu yang
jelas, sehingga kelembagaannya pun
bersifat ad-hoc (sementara).