BAHAN AJAR
Copyright © Penulis
Hak cipta dilindungi Undang-undang
All rights reserved
Diterbitkan oleh:
Pusdiklat Bea dan Cukai
Jl. Bojana Tirta III, Rawamangun
Jakarta Timur 13230
Telp. 021-47862387, Fax. 021-4897123
http://www.bppk.depkeu.go.id
e-mail: pusdiklatbc@depkeu.go.id
KATA PENGANTAR
iii
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 8 : TATACARA MUTASI BKC .................................................................... 175
A. Jenis Kegiatan Mutasi Barang Kena Cukai ...................................................................... 175
B. Mekanisme Mutasi BKC ................................................................................................. 179
PENUTUP............................................................................................................... 256
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 257
vi
Kegiatan Belajar
Sejak akhir tahun 1995, Indonesia sebagai bangsa yang merdeka telah
memiliki Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai. Sebelum
berlakunya Undang-undang tersebut, Indonesia masih menggunakan aturan
Undang-undang warisan kolonial Belanda. Perjalanan panjang proses
penyusunan Undang-undang Cukai telah membuahkan hasilnya. Pada tanggal
30 Desember 1995 Undang-undang Cukai disahkan. Hal ini sekaligus
menunjukan kemandirian Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.
1
Selanjutnya UU Cukai ini secara efektif mulai diberlakukan pada tanggal
1 April 1996. Masa transisi selama kurang lebih enam bulan tersebut
dikondisikan dengan tujuan agar para pegawai DJBC dan masyarakat dunia
usaha yang berkepentingan terhadap BKC dapat mengetahui dan memahami
serta menyesuaikan diri dengan peraturan perundang-undangan Cukai yang
baru.
2
Dikatakan “diskriminatif” karena undang-undang Cukai yang lama
memberlakukan Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan, hanya di Jawa dan Madura
saja. Pemberlakuan tidak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, karena wilayah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu
masih terbatas. Konsekuensinya, pemakaian atas Alkohol Sulingan di luar
Jawa dan Madura, Cukainya tidak dipungut.
3
b. Prinsip Dasar Penerapan Undang-undang Cukai
4
Disamping itu Undang-undang Cukai yang baru, juga dapat menampung
hal-hal yang sebelumnya tidak ada, yaitu antara lain :
1) adanya pasal yang memungkinkan penambahan dan pengurangan objek
Cukai.
2) adanya pemberian fasilitas diBidang Cukai, berupa :
▪ Tidak dipungut Cukai ; dan
▪ Pembebasan Cukai sebesar 100 %.
3) adanya Sanksi Administrasi
4) adanya Audit diBidang Cukai
5) adanya Lembaga Banding (Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai)
6) adanya ketentuan Pidana, yaitu dalam hal : tidak mengkualifikasi delik
dalam pelanggaran dan kejahatan, mengatur kadaluwarsa penuntutan (10
tahun) ; dan hukuman penjara sebagai pengganti denda.
Cukai merupakan salah satu jenis pungutan pajak yang memiliki peranan
cukup strategis sebagai sumber penerimaan negara. Dalam struktur
penerimaan APBN, Cukai termasuk dalam kelompok penerimaan pajak dalam
negeri bersama-sama dengan penerimaan pajak lainnya, antara lain: PPN, PPh,
PBB dan pajak lainnya. Peran strategis Cukai dalam pembangunan berkaitan
dengan fungsi budgetair dapat diilustrasikan dalam Tabel 1 berikut.
5
Tabel 1: Kontribusi Penerimaan DJBC Terhadap Penerimaan Perpajakan
Dalam Milyar Rupiah
6
namun pemerintah juga memperhitungkan tujuan-tujuan lain seperti
kesehatan masyarakat, pengendalian dampak sosial, dan sebagainya.
Cukai adalah salah satu jenis pajak atas konsumsi barang yang memiliki
sejarah panjang. Berdasarkan literatur sejatah, praktek pungutan cukai telah
diterapkan sejak jaman Dinasti Han di Cina (206 SM – 221M) dan periode
kekaisaran Mauryan di India (322 SM), sebagaimana dikemukan Cnossen
(dalam Laffer, 2014).
7
Teori cukai sebagai pigouvian tax dikemukan oleh Arthur Cecil Pigou
(1877-1959). Pigou mengusulkan solusi untuk masalah eksternalitas yang
telah menjadi pendekatan standar. Ide sederhananya adalah memaksakan
pajak per unit pada suatu barang, sehingga menghasilkan eksternalitas negatif
sama dengan eksternalitas marjinal pada kuantitas sosial yang efisien. Teori
inilah yang dikenal sebagai pajak Pigouvian. Sebagai contoh: jika pada
kuantitas sosial yang efisien, biaya eksternal marjinal adalah $1, maka pajak
per-unit $1 akan menghasilkan hasil yang tepat untuk menjaga keseimbangan.
Keberadaan pungutan Cukai sebagai salah satu jenis pajak yang dipungut
oleh otoritas negara, tidak lepas dari konsep pungutan pajak secara umum.
Cukai adalah salah satu jenis pajak yang dipungut oleh negara terhadap benda
8
atau barang tertentu. Definisi pajak menurut Prof. Adriani (dalam
Brotodihardjo, 1995) adalah :
“iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya, menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
9
c. Azas Pemungutan Pajak
10
Undang-undang nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai memberikan batasan
pemungutan BKC yang dibuat di Indonesia atau yang diimpor ke Indonesia.
Ketentuan ini secara spesifik diatur dalam pasal 3 Undang-undang Cukai, yang
sekaligus memberikan pengertian mengenai “titik tangkap (tatsbestaand)”
mulai timbulnya hutang Cukai. Secara yuridis titik tangkap pungutan Cukai
terjadi pada dua kondisi:
a) pada saat selesai dibuat, atas BKC yang dibuat di Indonesia
b) pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean, atas BKC yang diimpor
sesuai dengan Undang-undang Kepabeanan
11
hukum Indonesia tidak akan dipungut Cukai. Undang-undang Cukai
mengakomodasikan fasilitas tidak dipungut Cukai terhadap BKC yang
diekspor, diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar negeri dalam Pasal 8 ayat
(2).
e. Karakteristik Cukai
Pasal 2 :
Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik:
a. konsumsinya perlu dikendalikan;
b. peredarannya perlu diawasi;
c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup; atau
d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan.
dikenai Cukai berdasarkan undang-undang ini.
12
masyarakatnya cenderung price sensitively. Apabila beban Cukai diterapkan
dalam besaran yang tepat maka pola konsumsi masyarakat cenderung akan
menurun.
13
dalam Peraturan Pemerintah nomor No.19 Tahun 2003 tentang
Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
14
Sama seperti MMEA, peredaran etil alkohol juga diawasi oleh
pemerintah. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap
MMEA dan Etil alkohol, adalah :
▪ pada level distributor dan pengecer disyaratkan untuk memiliki ijin di
Bidang Cukai (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai);
▪ pengangkutan BKC etil alkohol dan MMEA walaupun sudah dilunasi
Cukainya wajib dilindungi dokumen Cukai. Untuk etil alkohol, dalam jumlah
lebih dari 6 liter dan MMEA dalam jumlah lebih dari 6 liter dan kadar lebih
dari 5%.
15
Pungutan Cukai dapat digunakan sebagai alat atau instrumen fiskal yang
akan membebani pihak-pihak yang menggunakan suatu produk yang
berpotensi menimbulkan dampak negatif. Ketiga BKC (etil alkohol, MMEA dan
hasil tembakau) yang menjadi pilihan Pemerintah Indonesia untuk dikenakan
Cukai memiliki karakteristik dapat menimbulkan dampak negatif. Etil alkohol
dan MMEA memiliki dampak negatif terhadap kesehatan individu dan juga
dampak negatif terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hasil tembakau
memiliki dampak negatif terhadap kesehatan individu dan juga kesehatan
masyarakat secara luas.
No. Alasan Pemungutan Cukai Jenis barang yang dipungut Negara pemungut
Cukai
1. Alasan kesehatan Produk tembakau Hampir semua negara
masyarakat Minuman beralkohol Hampir semua negara
Sugar/saccharine France, Germany, India,
Japan, Singapore, Malaysia
coffee Japan
tea Japan
2. Alasan lingkungan semen India, Malaysia
Soap India, Malaysia
Electricity Japan
Ban Malaysia
Bahan perusak ozon (Air Thailand, Japan
Conditioner units)
Battery India
3. Alasan menjaga kelestarian Gasoline Singapore, Japan
sumber daya) Water Singapore
Petroleum products Thailand
Furs (bulu binatang), wood, Japan
timber
Sumber: diolah dari berbagai sumber di web
16
4. Pembebanan atas dasar keadilan dan keseimbangan
17
Adapun pengertian BKP Mewah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang PPN dan PPnBM adalah :
1) bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2) barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3) pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; atau
4) barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
5) apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat,
serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol
18
C. Konsep Lingkaran Cukai
Dalam konsep perpajakan, timbulnya hutang (tatbestand) pajak menjadi
titik awal bagi fiskus (pemungut pajak) untuk melakukan proses pengawasan
terhadap obyek pajak. Selanjutnya, titik pengawasan berikutnya beralih
kepada saat pelunasan, fasilitas Cukai, saat penagihan, pengembalian hingga
kadaluwarsanya pungutan pajak. Rangkaian proses kegiatan inilah yang
dikenal sebagai tax circle atau lingkaran pajak. Menganalogikan konsep tax
circle tersebut, maka dapat didefinisikan konsep lingkaran Cukai. Gambaran
sederhana lingkaran Cukai, dapat dilihat dalam gambar 1 berikut.
Gambar 1:
Lingkaran Cukai
Taatbestand
Saat
Saat
Pelunasan
Penagihan
Saat Timbulnya
Hutang Cukai
Fasilitas Cukai
Kadaluwarsa Pengembalian
Cukai
19
ketika BKC mendapat fasilitas Cukai. Begitu seterusnya, hingga timbulnya
kadaluwarsa atas hutang Cukai yang timbul.
Timbulnya kewajiban Cukai untuk BKC diatur dalam pasal 3 ayat (1)
Undang-undang Cukai, sebagai berikut:
Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, terutang Cukai pada saat selesai
dibuat. Istilah “selesai dibuat”dalam penjelasan pasal ditafsirkan sebagai “saat
proses pembuatan BKC itu selesai dengan tujuan untuk dipakai”.
Sedangkan pengertian mengenai istilah saat terutang Cukai terhadap BKC
impor, pengertiannya sama dengan hal-hal yang dijelaskan dalam Undang-
undang Kepabeanan.
20
c) Pengertian “selesai dibuat” untuk produk hasil tembakau adalah pada saat
proses produksi hasil tembakau telah menghasilkan produk hasil
tembakau yang siap untuk dikonsumsi. Sebagai contoh: untuk sigaret, saat
selesai dibuat adalah saat proses pelintingan dan pemotongan telah
selesai sehingga sigaret tersebut sudah berbentuk batang demi batang.
Dalam hal BKC yang telah selesai dibuat yang masih berada di dalam
pabrik ternyata telah dikonsumsi sebelum dikeluarkan dari pabrik, maka
terhadap BKC tersebut dianggap telah dikeluarkan. Oleh karenanya,
Pengusaha Pabrik wajib melunasi hutang Cukai yang timbul atas BKC yang
selesai dibuat tersebut. Dalam hal ini, petugas Bea dan Cukai berwenang untuk
melakukan pengawasan terhadap BKC yang sudah berstatus terutang Cukai.
Bentuk pengawasan yang paling sederhana adalah dengan mewajibkan
pengusaha pabrik untuk melaporkan jumlah produksi BKC yang dihasilkan
setiap harinya dengan menggunakan dokumen CK-4.
21
c. Saat Penagihan Cukai
d. Fasilitas Cukai
BKC yang selesai dibuat yang masih berada di dalam pabrik, pada
dasarnya bisa dikeluarkan dengan mendapat fasilitas Cukai. Perlakuan
fasilitas Cukai merupakan bentuk pengecualian dari kewajiban pembayaran
Cukai yang timbul. Ada dua bentuk perlakuan fasilitas Cukai yang diberikan
oleh Undang-undang Cukai, yaitu: fasilitas tidak dipungut Cukai (Pasal 8) dan
pembebasan Cukai (Pasal 9).
e. Pengembalian Cukai
Alur proses terakhir yang terkait dengan konsep lingkaran Cukai adalah
penetapan masa kadaluwarsanya suatu tagihan Cukai. Pasal 13 Undang-
undang Cukai memberikan penegasan waktu berkaitan dengan kadaluwarsa
hak menagih pungutan Cukai, sebagai berikut:
Pasal 13 :
1) Hak menagih utang berdasarkan Undang-undang ini menjadi kadaluwarsa setelah
sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar;
2) Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan
dalam hal ada pengakuan utang.
22
KEGIATAN BELAJAR
23
konsep BKC, yaitu barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai. Adapun sifat dan
karakteristik dimaksud telah dijelaskan pada Kegiatan Belajar 1.
Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (1) UU Cukai, saat ini pemerintah
Indonesia baru mengenakan pungutan Cukai terhadap tiga jenis BKC, sebagai
berikut:
a) Etil Alkohol atau Etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang
digunakan dan proses pembuatannya;
Etil Alkohol atau Etanol adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna
yang merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, yang
diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara
sintesa kimiawi.
b) Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dalam kadar berapapun,
dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol;
Menurut definisi Undang-undang Cukai, MMEA adalah semua barang cair
yang lazim disebut minuman, yang mengandung etil alkohol, yang
dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya.
c) Hasil Tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembaku iris,
dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan
digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam
pembuatannya.
Ketiga jenis BKC yang menjadi obyek Cukai sesuai Undang-undang Cukai
di pasaran bebas memiliki varian yang cukup beraneka ragam. Uraian berikut
ini adalah pengenalan terhadap berbagai jenis BKC agar anda dapat lebih
memahami istilah-istilah yang digunakan di pasaran untuk ketiga jenis BKC
dimaksud.
24
1. Etil Alkohol
Di pasaran, etil alkohol yang
banyak diproduksi dan diperjualbelikan
sebagai bahan baku untuk MMEA ataupun
bahan baku industri lainnya adalah etil
alkohol yang berasal dari pengolahan molase
(tetes tebu) yang diproses dengan cara
penyulingan (destilled), dengan kadar 95% sampai 96%. Etil alkohol
digunakan sebagai bahan baku industri: farmasi, produk sanitary, bahan
campuran cat, farfumery, dan sebagainya. Etil alkohol juga diperoleh dengan
cara fermentasi, namun kadar alkohol yang dihasilkan relatif rendah. Etil
alkohol hasil fermentasi umumnya dipakai sebagai campuran minuman,
karena aromanya relatif lebih harum dibandingkan dengan etil alkohol hasil
destilasi.
25
KMEA merupakan etil alkohol yang telah dihilangkan unsur air atau zat
pelarutnya.
MMEA sejenis Shandy, yaitu minuman ringan yang dicampur dengan bir,
dengan kadar alkohol kurang dari 1%. Dalam ketentuan perdagangan shandy
juga digolongkan pula sebagai minuman beralkohol golongan A.
Anggur atau Anggur obat, istilah ini hanya dikenal di Indonesia yaitu
minuman beralkohol yang berasal dari campuran etil alkohol dengan sari buah
yang difermentasikan (kadar alkohol sekitar 9% sampai 18%).
26
pada upacara adat dan keagamaan. Secara umum kadar alkohol untuk jenis
minuman arak cukup tinggi yaitu sekitar 38%.
4. MMEA Impor
27
Whisky, minuman beralkohol yang dibuat dari proses
fermentasi serealia yang mengalami proses mashing
(dihaluskan, dicampur air dan dipanaskan). Hasilnya
didistilasi dan dimatangkan dengan cara disimpan didalam
tong-tong kecil dari kayu (biasanya kayu ek). Jenis-jenis
whisky seperti scotch, rye(gandum hitam), dan bourbon
menunjukkan jenis biji-bijian utama yang digunakan. Kandungan alkohol yang
ada pada whisky kadarnya cukup tinggi, yaitu diatas 30% hingga 40%.
28
sochu lebih pedas dan berbau tanah, dengan kandungan alkohol mencapai
25%. Baijiu adalah minuman khas dari negeri China, hasil penyulingan
sorghum atau gandum. Kandungan Alkoholnya bisa mencapai 40%, sehingga
sering dinamakan sebagai white alcohol atau white wine.
Sigaret, adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang
dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatannya.
29
Sigaret Kretek, adalah sigaret yang dalam proses
pembuatannya dicampur dengan cengkeh, atau
bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan
jumlahnya. Jenis rokok kretek berdasarkan sumber
heritage of java (http://heritageofjava.com), pertamakali
diciptakan oleh H. Djamari sekitar tahun 1870 atau 1880. Eksperimen H.
Djamari yang mencampur rokok tembakau dengan rajangan cengkeh, rupanya
sangat cocok dengan cita rasa para pelanggannya, sehingga produk rokok
kreteknya laku keras. Istilah kretek yang menjadi populer di masyarakat
pencinta rokok hingga sekarang ini, konon berasal dari bunyi kretek-kretek
yang dihasilkan dari terbakarnya cengkeh atau bagian dari cengkeh tersebut,
pada rokok H. Djamari pada waktu itu. Berdasarkan proses pembuatannya
dikenal istilah Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang mana proses pembuatannya
mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan eceran
sampai dengan pelekatan pita Cukai dilaksanakan secara manual tanpa
menggunakan mesin, sedangkan Sigaret Kretek Mesin (SKM) proses
pembuatannya baik sebagian atau keseluruhannya menggunakan bantuan
mesin.
30
Cerutu, adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-
lembaran daun tembakau, diiris atau tidak, dengan cara
digulung sedemikian rupa dengan daun tembakau untuk
dipakai, tanpa mengindahkan bahan pembantu yang digunakan
dalam pembuatannya.Tanaman tembakau khusus untuk cerutu
(tembakau Virginia) terutama dibudidayakan di negara-negara seperti: Brasil,
Kamerun, Kuba, Republik Dominika, Indonesia, Nikaragua, Meksiko, dan
Amerika serikat. Akan tetapi cerutu yang paling terkenal dan sudah menjadi
ikon negara tersebut adalah cerutu yang berasal dari Kuba.
Rokok Daun, adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun
jagung (klobot) atau sejenisnya dengan cara dilinting untuk dipakai tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatannya.
Tembakau Iris (Tis), adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau
yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Hasil produksi Tembakau lainnya, adalah hasil tembakau yang dibuat dari
daun tembakau selain yang disebut diatas yang dibuat secara lain sesuai
dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan
bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Sebagai contoh, di tahun
2018 ini Pemerintah
menetapkan vape (cairan
yang digunakan untuk
rokok elektrik) yang
mengandung ekstrak
nikotin daun tembakau,
sebagai produk HPTL.
31
6. Penambahan dan Pengurangan BKC
Pada dasarnya, pungutan Cukai adalah salah satu jenis pajak tidak
langsung yang dipungut pemerintah terhadap obyek pajak berupa barang-
barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan oleh
pemerintah. Pengertian pajak tidak langsung adalah jenis pajak yang mana
beban ekonomisnya dapat dialihkan kepada pihak lain. Artinya, dalam konsep
pajak tidak langsung ada peran unsur-unsur pajak yang lebih dari satu pihak.
Unsur penanggung jawab pajak dan penanggung pajak berada pada reksan
Cukai (pengusaha pabrik, importir dan pengusaha tempat penyimpanan).
Kemudian, unsur pemikul pajak sesungguhnya adalah konsumen BKC itu
sendiri.
32
Konsep subyek diBidang Cukai diatur secara khusus dalam pasal 14
Undang-undang Cukai, sebagai berikut:
33
Pengertian Tempat Penjualan Eceran adalah tempat untuk menjual secara
eceran BKC berupa etil alkohol atau MMEA kepada konsumen akhir.
5) Penyalur adalah orang baik secara pribadi maupun badan hukum yang
menyalurkan atau menjual BKC yang sudah dilunasi Cukainya yang
semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.
Berdasarkan pasal 5 ayat (3) UU Cukai, sistem tarif Cukai yang dapat
dikenakan terhadap BKC dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) tarif Cukai advalorum (persentase), yaitu tarif Cukai yang dikenakan
dalam bentuk persentase dari harga dasar BKC. Pernah diterapkan
terhadap BKC Hasil Tembakau pada masa sebelum tahun 2007.
2) tarif Cukai adnatorum (spesifik), yaitu tarif Cukai yang dikenakan dalam
bentuk jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan BKC. Pada saat ini, jenis
tarif Cukai spesifik diberlakukan terhadap seluruh jenis BKC.
3) tarif gabungan, merupakan pengenaan gabungan dua jenis tarif yang
berbeda yaitu tarif advalorum dan spesifik terhadap BKC.
Dalam ketentuan UU Cukai, besaran tarif Cukai yang secara detail diatur
adalah sistem tarif Cukai advalorum. Pasal 5 ayat (1) dan (2) besaran tarif
Cukai advalorum tertinggi sebagai berikut:
1) untuk BKC berupa hasil tembakau yang dibuat di Indonesia adalah
275% dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga
jual pabrik, sedangkan apabila harga dasar yang digunakan adalah harga
jual eceran maka tarif maksimal yang boleh ditetapkan adalah sebesar
57%;
2) untuk BKC berupa hasil tembakau yang diimpor adalah 275% dari
harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean
ditambah bea masuk, sedangkan apabila harga dasar yang digunakan
34
adalah harga jual eceran maka tarif maksimal yang boleh ditetapkan
adalah sebesar 57%;
3) untuk BKC lainnya yang dibuat di Indonesia adalah 1.150% dari harga
dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik (supply
price), sedangkan apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual
eceran maka tarif maksimal yang boleh ditetapkan adalah sebesar 80%;
4) untuk BKC lainnya yang diimpor adalah 1.150% dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk,
sedangkan apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran
maka tarif maksimal yang boleh ditetapkan adalah sebesar 80%.
35
patokan dalam perhitungan besarnya nilai Cukai terhadap suatu BKC. Harga
dasar ini dapat berupa harga jual pabrik, harga jual eceran atau nilai pabean
yang ditambah dengan bea masuk (khusus BKC impor). Konsep harga dasar
BKC dalam UU Cukai diatur secara khusus dalam pasal 6, sebagai berikut:
Pasal 6
1) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan Cukai atas barang kena Cukai
yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran.
2) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan Cukai atas barang kena Cukai
yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau harga jual eceran
Konsep Harga Jual Pabrik (HJP) atau lazim dikenal dengan istilah supply
price, pengertiannya adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau
konsumen yang di dalamnya belum termasuk Cukai. Harga jual pabrik
merupakan harga penawaran BKC di tingkat produsen. Ilustrasi contoh
berikut ini dapat memperjelas pengertian harga jual pabrik.
Tabel 3:
Komponen Harga suatu Produk BKC HT
36
20. Keuntungan Pengusaha
21. HARGA TRANSAKSI PABRIK
22 Keuntungan distri butor, agen dan pengecer
23 HARGA JUAL ECERAN
Harga Jual Eceran (HJE) atau pengertiannya adalah harga jual pada
tingkat eceran yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai dasar penghitungan
besarnya Cukai. Oleh karena pembentukan komponen harga jual eceran
merupakan suatu penetapan oleh pemerintah, maka komponen HJE juga
dikenal dengan istilah lain sebagai official price. Komponen HJE menjadi suatu
variabel yang sangat menentukan apabila sistem tarif Cukai yang diberlakukan
adalah sistem tarif advalorum.
37
inilah yang melahirkan istilah Harga Jual Eceran Minimum, pengertiannya
adalah harga jual eceran serendah-rendahnya yang boleh diajukan oleh
Pengusaha Pabrik. Konsep ini dikenal dalam pengajuan penetapan tarif Cukai
hasil tembakau.
Meskipun HJE atas suatu produk BKC sudah ditetapkan oleh pemerintah
namun di tingkat pasar, harga peroleh konsumen tidak selalu sama dengan
HJE. Harga di tingkat konsumen dapat melebihi atau lebih rendah dari HJE
penetapan pemerintah. Hal inilah yang melahirkan konsep Harga Transaksi
Pasar (demand price). Pengertiannya adalah besaran harga transaksi
penjualan atas BKC yang nyata-nyata terjadi di tingkat konsumen. HTP tentu
saja akan bervariasi, namun DJBC akan melakukan pemantauan terhadap
perkembangan harga pasar, khususnya terhadap hasil tembakau.
38
Kegiatan Belajar
PERIZINAN CUKAI
3
Sistem pemungutan cukai di Indonesia
menitikberatkan mekanisme pemungutan cukai
pada sektor hulu. Beban cukai dipungut pada
tingkatan produsen yang merupakan mata rantai
pertama dalam kegiatan di bidang cukai. Dalam
Undang-undang Cukai, kelompok kegiatan cukai
yang termasuk dalam kategori sektor hulu ini
mencakup: kegiatan memproduksi BKC, kegiatan mengimpor BKC dan
kegiatan sebagai tempat penyimpanan BKC tertentu. Kegiatan lain yang juga
termasuk kriteria kegiatan di bidang cukai adalah distribusi dan penjualan
eceran BKC tertentu.
39
mengeluarkan izin, meskipun dalam pelaksanaan operasionalnya wewenang
tersebut didelegasikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai c.q. Kepala
Kantor Bea dan Cukai.
40
5. Tempat usaha Importir adalah tempat, bangunan, halaman dan/atau
lapangan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk
menimbun barang kena cukai asal impor yang sudah dilunasi cukainya;
6. Importir BKC adalah orang yang memasukkan barang kena cukai ke
dalam daerah pabean;
7. Tempat Usaha Penyalur adalah tempat, bangunan, halaman, dan/atau
lapangan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha dan/atau untuk
menimbun barang kena cukai yang sudah dilunasi cukainya, yang akan
disalurkan atau dijual semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen
akhir.
8. Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual barang kena
cukai yang sudah dilunasi cukainya yang semata-mata ditujukan bukan
kepada konsumen akhir. Berdasarakan aturan Undang-undang cukai
dan PP Nomor 72 tahun 2008, kegiatan cukai sebagai penyalur MMEA
dan etil alkohol diwajibkan untuk memiliki NPPBKC. Dalam
pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
201/PMK.04/2008 dan PMK Nomor 202/PMK.04/2008, kewajiban
untuk memiliki NPPBKC terhadap kegiatan usaha sebagai penyalur
hanya diatur terhadap BKC berupa MMEA saja.
9. Tempat Penjualan Eceran (TPE) adalah tempat untuk menjual secara
eceran barang kena cukai berupa MMEA atau Etil Alkohol kepada
konsumen akhir;
10. Pengusaha TPE adalah orang yang mengusahakan TPE baik TPE MMEA
atau TPE Etil Alkohol.
41
Gambar 2:
Pengusaha Wajib NPPBKC
42
juga mempertimbangkan efektifitas pengawasan. Adapun subyek yang
dikecualikan dari kewajiban memiliki NPPBKC adalah sebagai berikut :
1) Orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil
tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau
dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional
yang lazim dipergunakan, apabila :
a. Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan
tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim
dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau;
b. Pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati
atau dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau sejenis dengan itu.
2) Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh
dari hasil peragian atau penyulingan, apabila :
a. Dibuat oleh rakyat Indonesia;
b. Pembuatannya dilakukan secara sederhana;
c. Produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari;
d. Tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran.
3) Orang yang mengimpor BKC yang mendapat pembebasan cukai :
a. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu penegetahuan
b. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
c. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan
atau Organisasi Internasional di Indonesia;
d. Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas atau kiriman dari Luar Negeri, dalam jumlah tertentu;
e. Untuk tujuan sosial.
4) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol yang jumlah
penjualannya dalam sehari maksimal 30 (tiga puluh) liter
5) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran MMEA dengan kadar paling tinggi
5% (lima persen)
43
Orang yang mendapat penunjukkan sebagai pemegang NPPBKC baik mewakili
kepentingan pribadinya ataupun mewakili kepentingan suatu Badan Usaha
tetap menjalankan kegiatan usaha di bidang cukai tersebut. Apabila sudah
tidak lagi mewakili, maka izin NPPBKC yang dipegangnya tersebut menjadi
batal.
44
e. Barang bukti
2) adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi
dipenuhi:
a. Pemegang izin NPPBKC tidak lagi mewakili kepentingan Badan
Hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia
b. Persyaratan Fisik lokasi bangunan atau tempat usaha tidak lagi
dipenuhi
c. Persyaratan administrasi pemberian izin NPPBKC tidak lagi dipenuhi
d. Adanya kesamaan nama perusahaan dengan nama pabrik, importir,
penyalur, atau TPE lainnya yang telah mendapatkan NPPBKC
3) pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan
utangnya.
g. Pencabutan Izin
Dalam hal izin NPPBKC dicabut maka terhadap barang kena cukai yang
belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat
45
Penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau
Tempat Penyimpanan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya
surat keputusan pencabutan izin. Dalam hal ketentuan tersebut tidak
dipenuhi, maka BKC yang bersangkutan dimusnahkan atau diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri Keuangan. BKC yang telah dilunasi cukainya dan
berada di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha
tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke
tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat
penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.
h. Perubahan NPPBKC
46
2. Perubahan lokasi/bangunan Pabrik atau Tempat Penyimpanan
i. Penomoran NPPBKC
47
dalam pemberian izin NPPBKC adalah sebagai berikut :
1) Sistem Penomoran NPPBKC terdiri dari 10 (sepuluh) digit, sebagai berikut:
a) 4 (empat) digit pertama merupakan kode Kantor penerbit
NPPBKC
b) 1 (satu) digit kelima merupakan kode jenis usaha, dengan rincian
bahwa kode angka “1” untuk pabrik , angka “2” untuk importir, angka
“3” untuk Tempat Penyimpanan, angka “4” untuk Tempat Penjualan
Eceran, dan angka “5” untuk Penyalur.
c) 1 (satu) digit keenam merupakan kode jenis Barang Kena Cukai,
dengan rincian bahwa kode angka “1” untuk jenis BKC etil alkohol,
angka “2” untuk jenis BKC MMEA, dan angka “3” untuk jenis BKC hasil
tembakau.
d) 4 (empat) digit terakhir merupakan nomor urut NPPBKC sesuai
dengan nomor urut pemberian di masing-masing Kantor Bea dan
Cukai.
2) Dalam rangka tertib administrasi dan menghindari duplikasi, pemberian
nomor urut NPPBKC baru maupun pembaharuan, untuk 4 (empat) digit
terakhir harus dimulai dengan angka 1001 (seribu satu) .
3) Contoh Penomoran NPPBKC :
a) Pengusaha Pabrik MMEA PT. “A” (pabrik baru) berada di wilayah
pengawasan KPPBC Tipe Madya Cukai Malang mengajukan
permohonan NPPBKC. Setelah dilakukan proses penelitian
administratif dan pemeriksaan lokasi sesuai ketentuan yang berlaku,
kedapatan Pabrik MMEA PT. “A” telah memenuhi persyaratan dan layak
diberikan NPPBKC. Terhadap Pabrik MMEA PT. “A” diberikan NPPBKC
dengan asumsi nomornya adalah 0706.1.2. 1001. Makna dari
penomoran ini adalah :
▪ Angka 0706 adalah kode Kantor Penerbit NPPBKC untuk KPPBC
Tipe Madya Cukai Malang
▪ Angka 1 adalah kode untuk pabrik Barang Kena Cukai
▪ Angka 2 adalah kode untuk MMEA
▪ Angka 1001 adalah nomor urut yang diberikan untuk pabrik MMEA
PT “A” (urutan ke-1 atas NPPBKC yang diterbitkan oleh KPPBC Tipe
Madya Cukai Malang)
48
b) TPE MMEA PT. “B” (TPE lama) telah mempunyai NPPBKC dengan nomor
0603.4.2. 0205 berada di wilayah pengawasan KPPBC Tipe Madya Cukai
Kudus. Sesuai ketentuan, maka NPPBKC wajib diperbaharui oleh pemegang
NPPBKC dengan mengajukan permohonan dan wajib memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan sesuai PMK Nomor 201/PMK.04/2008. Setelah
dilakukan proses penelitian administratif dan pemeriksaan lokasi sesuai
ketentuan yang berlaku kedapatan TPE MMEA PT. “B” telah memenuhi
persyaratan dan layak diberikan NPPBKC. Berdasarkan catatan pada KPPBC
Tipe Madya Cukai Kudus, diketahui bahwa KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus
belum pernah menerbitkan NPPBKC TPE MMEA. Maka terhadap TPE MMEA
PT. “B” diberikan NPPBKC dengan nomor 0603.4.2. 1001 , artinya bahwa :
▪ Angka 0603 adalah kode Kantor penerbit NPPBKC untuk KPPBC
Tipe Madya Cukai Kudus
▪ Angka 4 adalah kode untuk TPE
▪ Angka 2 adalah kode untuk MMEA
▪ Angka 1001 adalah nomor urut yang diberikan untuk TPE MMEA
PT. “B”
49
Gambar 3:
Contoh NPPBKC
50
B. Tatacara Pengajuan Izin NPPBKC
Untuk mendapatkan izin NPPBKC sebagai Pengusaha BKC maka
Pengusaha wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Bea dan
Cukai setempat. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Cukai, pemberian
izin NPPBKC merupakan wewenang yang dimiliki oleh Menteri Keuangan,
akan tetapi dalam pelaksanaan operasionalnya wewenang ini telah
didelegasikan hingga pada level Kepala Kantor Bea dan Cukai. Hal ini
dimaksudkan untuk lebih memberi kemudahan kepada para pengusaha yang
ingin mendapatkan izin ukegiatan di bidang cukai.
Gambar 4:
Alur Proses Izin NPPBKC
51
Penjelasan :
52
tersebut hanya dapat digunakan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga bulan) sejak tanggal BAP ditandatangani.
7) Tahapan Kedua dalam alur proses pemberian izin NPPBKC adalah
pengajuan permohonan izin NPPBKC dalam suatu format permohonan
standar (PMCK.6) dengan disertai lampiran perizinan dari instansi
terkait dan data identitas diri pemohon. Lampiran persyaratan izin dari
instansi terkait untuk masing-masing jenis kegiatan di bidang cukai
tidaklah sama. Khusus untuk persyaratan izin terhadap kegiatan
dibidang cukai MMEA dan Etil Alkohol agak lebih ketat dibandingkan
dengan persyaratan izin untuk kegiatan cukai hasil tembakau.
8) Kepala Kantor atas nama Menteri Keuangan harus memutuskan disetujui
atau ditolaknya permohonan PMCK.6 dalam jangka waktu 30 hari sejak
permohonan diterima secara lengkap.
9) Dalam hal permohonan disetujui maka akan diterbitkan Keputusan
Pemberian NPPBKC, namun bila permohonan ditolak maka diterbitkan
surat penolakan yang memberikan penjelasan mengenai alasan
penolakan.
10) Salah satu dasar pertimbangan penolakan oleh Kepala Kantor adalah
apabila nama pabrik, tempat penyimpanan, importir,penyalur atau TPE
yang diajukan memiiliki kesamaan nama,baik tulisan maupun
pengucapannya dengan nama subyek cukai sejenis lainnya yang telah
mendapatkan NPPBKC lebih dahulu.
53
7) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau
wadah lainnya untuk menyimpan bahan baku atau bahan penolong;
8) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau
wadah lainnya untuk menyimpan hasil akhir yang bukan BKC (dalam
hal pabrik dengan proses produksi terpadu);
9) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau
wadah lainnya untuk menampung etil alkohol yang telah dirusak
sehingga tidak baik untuk diminum (spiritus bakar);
10) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau
wadah lainnya untuk menampung produk sampingan;
11) Memiliki bangunan, ruangan, tempat , pekarangan dan tangki atau
wadah lainnya untuk menampung EA yang telah dirusak sehingg
tidak baik untuk diminum (spiritus bakar);
12) Memiliki peralatan pemadam kebakaran yang memadai;
13) Memiliki ruangan yang memadai bagi pejabat bea dan cukai dalam
melakukan pekerjaan atau pengawasan; dan
14) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan
ketinggian minimal 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah
yang jelas, kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan
pemerintah daerah setempat.
54
6) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan
ketinggian minimal 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah
yang jelas, kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan
pemerintah daerah setempat.
7) Memiliki ruang laboratorium dan peralatannya;
8) Memiliki aset milik sendiri untuk menjalankan usaha tempat
penyimpanan yang meliputi gudang dan tangki tempat penimbunan
etil alkohol yang masih terutang cukai;
9) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau
wadah lainnya untuk menampung etil alkohol yang telah dicampur;
10) Memiliki peralatan pemadam kebakaran yang memadai;
11) Memiliki ruangan yang memadai bagi pejabat bea dan cukai dalam
melakukan pekerjaan atau pengawasan; dan
12) Memiliki gudang permanen untuk menyimpan EA.
55
4. Persyaratan Fisik Lokasi Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol
1) Dilarang berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau
tempat-tempat lain yang bukan bagian dari TPE yang dimintakan
izin, kecuali yang berada di kawasan industri atau kawasan
perdagangan;
2) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali
yang berada di kawasan perdagangan;
3) Memiliki bangunan,ruangan dan tempat yang digunakan untuk
menimbun etil alkohol.
Dalam pengajuan permohonan untuk mendapatkan NPPBKC terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan BKC etil alkohol maka pengusaha harus
memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut:
56
11) Surat Pernyataan di atas meterei yang cukup akan
menyelenggarakan pembukuan perusahaan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku dan menyimpan dokumen, buku,
dan laporan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya.
12) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea
dan Cukai setempat.
57
Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik
bangunan,maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang
disahkan notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
58
2. Persyaratan Fisik Lokasi Tempat Usaha Importir yang berfungsi untuk
menimbun MMEA
1) tidak menggunakan tempat penimbunan MMEA yang berhubungan
langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat lain yang bukan
bagian tempat usaha importir yang dimintakan izin;
2) memiliki jarak lebih dari 100 (seratus) meter dengan tempat
ibadah umum, sekolah, atau rumah sakit;
3) berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali
yang berada di kawasan perdagangan;
4) memiliki persil, bangunan, ruangan, tempat, dan pekarangan yang
termasuk bagian dari tempat usaha importir;
5) memiliki bangunan, ruangan, dan tempat yang digunakan untuk
menimbun MMEA yang diimpor; dan
6) memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan
ketinggian paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas
pemisah yang jelas, kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan
aturan pemerintah daerah setempat.
59
pemisah yang jelas, kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan
aturan pemerintah daerah setempat.
60
9) Kartu Tanda Pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang
pribadi;
10) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum;
dan
11) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Bea dan Cukai
setempat.
6. Persyaratan Administrasi Importir MMEA
1) Izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perdagangan.
2) Nomor Pokok Wajib Pajak;
3) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum;
4) Nomor Identitas Kepabeanan;
5) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Bea dan Cukai
setempat.
61
14) PT. Muliatama Mitra Sejahtera
15) PT. Pelita makmur Perkasa; dsb.
62
7) Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
8) Akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum;
9) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat;
Untuk setiap subyek kegiatan cukai MMEA, dalam hal status kepemilikan
tempat usaha adalah bukan pemilik bangunan, maka harus disertai dengan
surat perjanjian sewa-menyewa yang disahkan notaris untuk jangka waktu
paling singkat 5 (lima) tahun.
63
5) izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Tenaga Kerja;
6) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
7) Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik
Indonesia, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
8) Kartu Tanda Pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang
pribadi;
9) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum;
10) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea
dan Cukai setempat;
11) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik
bangunan, maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-
menyewa yang disahkan notaris untuk jangka waktu paling singkat
5 (lima) tahun;
12) Surat pernyataan bermeterei cukup bahwa pemohon tidak
berkeberatan untuk dibekukan atau dicabut NPPBKC yang telah
diberikan dalam hal nama pabrik yang bersangkutan memiliki
kesamaan nama, baik tulisan maupun pengucapannya dengan nama
pabrik lain yang telah mendapat NPPBKC.
64
3) penggunaan bahan baku BKC berupa tembakau iris yang diperoleh
dari Pengusaha Pabrik lainnya yang mempunya penyertaan modal
minimal 10% (sepuluh persen); dan/atau
4) hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping 2 (dua) derajat
dianggap sebagai pengusaha yang memiliki hubungan keterkaitan.
65
66
Kegiatan Belajar
67
Namun demikian, pada kenyataannya sistem tarif cukai yang diterapkan
pada pada BKC hasil tembakau tidaklah sesederhana rumus perhitungan
standar tersebut. Penetapan tarif cukai hasil tembakau menjadi hal yang
paling kompleks dalam implementasinya. Ada beberapa kepentingan
pemerintah yang harus diterapkan dalam penentuan kebijakan terhadap
sektor cukai hasil tembakau tersebut, antara lain:
1) Kepentingan penerimaan negara
2) Kepentingan menjaga keseimbangan antara industri hasil tembakau kelas
besar dengan kelas kecil
3) Kepentingan penyerapan tenaga kerja pada industri hasil tembakau
4) Kepentingan kesehatanmasyarakat.
Tabel 4:
Variabel Penentu Tarif Cukai HT 2018
Golongan
No. Pengusaha Batasan harga jual eceran Tarif cukai
Urut Pabrik hasil Per batang atau gram per
tembakau Batang atau
Jenis Golongan gram
I Paling rendah Rp 1.120,00 Rp 590,00
1. SKM Lebih dari Rp 895,00 Rp 385,00
II
Paling rendah Rp 715,00 sampai dengan Rp Rp 370,00
895,00
68
Khusus untuk jenis HPTL, tarif cukai ditetapkan 57% dari HJE yang
diajukan oleh pengusaha pabrik atau importir.
69
1) Apabila seorang Pengusaha memproduksi dua jenis hasil tembakau
(misal: SKM dan SPM), maka kemungkinan Pabrikan tersebut untuk
menempati golongan yang berbeda, dapat saja terjadi ( contoh: Jenis
SKM sebagai Golongan I dan jenis SPM sebagai Golongan II).
2) Apabila pengusaha memiliki beberapa pabrik di lokasi yang berbeda-
beda, maka jumlah produksi pabrik dihitung secara keseluruhan
(akumulatif) sehingga penetapan golongan pengusaha pabrik di setiap
lokasi pengawasan kantor Bea dan Cukai akan sama dengan pabrik-
pabrik lainnya milik pengusaha tersebut di lokasi lainnya.
3) Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tarif cukai,
apabila pengusaha pabrik hasil tembakau berdasarkan pernyataan
sendiri atau berdasarkan hasil penelitian pejabat Bea dan Cukai
dinyatakan memiliki hubungan keterkaitan, maka keseluruhan pabrik
yang dinyakan memiliki hubungan keterkaitan dalam penghitungan
golongannya dianggap satu kesatuan golongan. Dengan demikian untuk
menetapkan golongannya, keseluruhan dokumen pemesanan pita cukai
nya dihitung sebagai satu kesatuan.
70
Tabel 5:
Golongan dan Batasan Produksi HT 2018
Meskipun tidak lagi menjadi fokus utama kebijakan di bidang cukai hasil
tembakau, instrumen harga jual eceran tetap menjadi komponen yang cukup
menentukan dalam pengambilan kebijakan mengenai tarif cukai hasil
tembakau. Dalam sistem penetapan tarif cukai hasil tembakau, pengusaha
hasil tembakau tetap wajib memenuhi ketentuan batasan HJE minimal yang
boleh diajukan.
Untuk penetapan tarif cukai atas pengajuan merek baru hasil tembakau
maupun untuk penetapan kembali atas merek yang sudah ada sebelumnya,
maka penentuan batasan HJE yang bersangkutan harus mengacu kepada :
1) Harga jual eceran yang tercantum dalam penetapan tarif cukai yang
masih berlaku berdasarkan struktur tarif yang lama ;
2) Harga jual eceran yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik Hasil
Tembakau, khusus untuk pengajuan merek baru; atau
3) Harga jual eceran yang telah mengalami kenaikan.
Harga jual eceran yang menjadi dasar acuan sebagaimana tersebut di atas,
harus dalam kelipatan Rp. 25,00 .
71
Harga jual eceran per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau
untuk tujuan ekspor harus ditetapkan sama dengan HJE per batang atau gram
untuk setiap jenis hasil tembakau dari jenis dan merek hasil tembakau yang
sama yang ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri. Penetapan HJE atas
produk hasil tembakau yang diekspor tetap diperlukan untuk pencatatan
administrasi, meskipun untuk produk hasil tembakau yang diekspor tidak
perlu dilekati dengan pita cukai dan juga mendapat fasilitas tidak dipungut
cukai .
72
Tabel 7: Tarif Cukai dan Batasan HJE HT Dalam Negeri
No. Gol. Pengusaha Pabrik Batasan HJE per batang atau gram Tarif Cukai
Urut Hasil Tembakau per batang
Jenis Golongan
1. I Paling rendah Rp. 1.120,00 Rp.590,00
II Lebih dari Rp.895,00 Rp.385,00
SKM Paling rendah Rp.715,00 sampai dengan Rp Rp.370,00
895,00
2. I Paling rendah Rp.1.130,00 Rp.625,00
SPM II Lebih dari Rp.935,00 Rp.370,00
Paling rendah Rp.640,00 s.d. Rp.935,00 Rp.355,00
3. I Lebih dari Rp.1.260,00 Rp.365,00
SKT Paling rendah Rp.890,00 s.d. Rp.1.260,00 Rp.290,00
atau
II Paling rendah Rp.470,00 Rp.180,00
SPT
III Paling rendah Rp.400,00 Rp.100,00
4. SKTF
atau
Tanpa Gol. Paling rendah Rp. 1.120,00 Rp.590,00
SPTF
73
B. Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau
Kewenangan menetapkan tarif cukai hasil tembakau pada dasarnya
adalah kewenangan yang dimiliki oleh Menteri Keuangan sebagai Chief
Financial Officer (CFO). Mengingat kompleksitas penetapan tarif cukai hasil
tembakau, maka Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan pelaksanaan
penetapan tarif cukai hasil tembakau dan mendelegasikan kewenangan
penetapan tarif cukai hasil tembakau pada level operasional kepada Kepala
kantor Bea dan Cukai.
74
a. Ketentuan Umum Penetapan Tarif Cukai HT
Agar Anda lebih mudah memahami tatacara penetapan tarif cukai hasil
tembakau, berikut ini kami sampaikan beberapa istilah teknis dalam sistem
penetapan tarif cukai hasil tembakau.
1) Desain Kemasan hasil tembakau yang selanjutnya disebut Desain
Kemasan adalah rancangan atau kerangka kemasan yang padanya
tertera merek hasil tembakau, logo, jenis/ukuran huruf, angka, warna
dominan, tata letak dan/atau kombinasinya, dalam rangka penetapan
tarif cukai.
2) Merek hasil tembakau yang selanjutnya disebut Merek adalah tulisan,
angka, atau gabungan keduanya dengan cara penulisan dan pelafalan
tertentu pada kemasan hasil tembakau yang diberitahukan sebagai
identitas hasil tembakau oleh pengusaha pabrik dalam rangka
penetapan tarif cukai.
3) Batasan Harga Jual Eceran per Batang atau Gram adalah rentang harga
jual eceran per batang atau gram atas masing-masing jenis hasil
tembakau produksi golongan Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan
Importir yang ditetapkan Menteri.
4) Harga Transaksi Pasar adalah besaran harga transaksi penjualan yang
terjadi pada tingkat konsumen akhir.
5) Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis hasil
tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai
dan/atau dokumen pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung
pengangkutan atas barang kena cukai untuk kebutuhan konsumsi
penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas pembebasan cukai.
6) Batasan Jumlah Produksi Pabrik adalah batasan produksi dari masing-
masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan dokumen
pemesanan pita cukai dan/atau dokumen pemberitahuan pengeluaran
sekaligus pelindung pengangkutan atas barang kena cukai untuk
kebutuhan konsumsi penduduk di kawasan bebas dengan fasilitas
pembebasan cukai, dalam satu tahun takwim sebelum Tahun Anggaran
berjalan.
75
b. Penetapan Tarif Cukai Atas Merek Baru
76
Gambar 5:
Alur Proses Penetapan Tarif Cukai HT Merek Baru
Alur kegiatan dalam mekanisme penetapan tarif cukai atas merek baru dapat
kami ilustrasikan sebagai berikut :
77
▪ Desain kemasan yang dimohonkan penetapan tarif cukainya tidak
menyerupai dengan desain kemasan yang telah dimiliki atau
dipergunakan oleh pengusaha pabrik/importir HT lainnya;
▪ Telah memenuhi syarat sesuai peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan termasuk di dalamnya pencantuman peringatan
kesehatan dan informasi kesehatan.
2) Dalam hal merek yang diajukan adalah merek atau desain kemasan yang
sebelumnya telah ditetapkan tarif cukainya namun dinyatakan tidak
berlaku lagi atau tidak dipergunakan lagi, maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengajuan penetapan tarif cukainya hanya dapat diajukan setelah 6
(enam) bulan berturut-turut sejak :
▪ Dokumen pemesanan pita cukai (CK-1) terakhir;
▪ Dokumen pemeberitahuan pengeluaran BKC yang belum dilunasi
cukainya dari pabrik HT untuk tujuan ekspor (CK-5) yang terakhir;
▪ Dokumen pemberitahuan pengeluaran sekaligus pelindung
pengangkutan atas BKC untuk kebutuhan konsumsi penduduk di
Kawasan bebas dengan fasilitas pemebebasan cukai (CK-FTZ)
terakhir
b) Tarif cukai hasil tembakau atas merek-merek tersebut tidak boleh lebih
rendah dari tarif cukai HT yang terakhir ditetapkan; dan
c) HJE yang diberitahukan sekurang-kurangnya sama dengan HJE yang
terakhir ditetapkan atau diberitahukan.
78
a) Harga jual jual eceran yang diberitahukan lebih rendah dari harga
jual eceran yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang
dimiliki oleh pabrik yang sama, baik yang berada dalam 1 (satu) lokasi
pengawasan Kantor atau beberapa lokasi pengawasan Kantor, dalam
satuan batang atau gram untuk jenis hasil tembakau yang sama;
b) Merek yang memiliki kesamaan atau kemiripan nama, logo, atau
desain dengan merek yang dimilikinya dan masih berlaku, dalam hal
harga jual ecerannya lebih rendah dari harga jual eceran hasil
tembakau yang dimilikinya dan masih berlaku dalam satuan batang
atau gram untuk jenis hasil tembakau yang sama;
c) Merek yang terkait dengan tindak pidana di bidang cukai, dalam
jangka waktu 2 tahun sejak keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
d) Desain Kemasan atas Merek yang diajukan penetapan tarif cukainya
tidak memenuhi persyaratan kemasan barang kena cukai
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Menteri yang mengatur
mengenai perdagangan barang kena cukai.
Atas permohonan penetapan tarif cukai merek baru yang diajukan oleh
pengusaha maka Kepala Kantor wajib melakukan penelitian dan perhitungan.
Dalam hal ini keputusan Kepala Kantor dapat menolak permohonan
penetapan tarif cukai atas suatu merek dalam hal:
1) Tidak memenuhi ketentuan mengenai batasan HJE dan besaran tarif
cukai sesuai struktur tarif cukai
2) Tidak memenuhi ketentuan pembulatan HJE menjadi kelipatan Rp. 25,-
(dua puluh lima rupiah) per kemasan
3) Harga jual eceran merek baru dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau
atau Importir lebih rendah dari harga jual eceran yang masih berlaku
atas merek hasil tembakau yang dimilikinya dalam satuan batang atau
gram untuk jenis hasil tembakau yang sama
4) Tidak memenuhi ketentuan mengenai penggunaan kembali penetapan
tarif cukai hasil tembakau yang telah dinyatakan tidak berlaku (tarif
cukai dan HJE sekurang-kurangnya sama dengan yang terakhir
ditetapkan);
79
5) Tidak memenuhi ketentuan mengenai penetapan kembali tarif cukai
hasil tembakau atas suatu merek hasil tembakau yang pernah ditetapkan
namun sudah tidak berlaku lagi;
6) Permohonan tidak memenuhi persyaratan administrasi yang ditentukan
(contoh etiket, daftar merek-merek lama yang dimiliki dan masih
berlaku, dan surat pernyataan);
7) Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir melakukan penurunan
HJE yang masih berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya
8) Desain kemasan yang diajukan menyerupai dengan desain kemasan
yang telah terdaftar di database DJBC. Kriteria menyerupai ini adalah jika
suatu desain kemasan memilikitata letak dan jenis/ukuran huruf dan
dua unsur lainnya dalam desain kemasan memiliki kesamaan.
9) Merek yang diajukan memiliki tulisan atau pelafalan yang sama dengan
merek yang telah terdaftar lebih dahulu di database DJBC .
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap, Kepala kantor wajib
memberikan keputusan. Apabila permohonan disetujui maka diterbitkan
keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau. Namun apabila permohonan
ditolak, Kepala kantor menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan
penolakan. Apabila sampai dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
80
dilampaui kepala Kantor belum memberikan keputusan, maka permohonan
dianggap disetujui atau dikabulkan dan wajib dibuatkan keputusan penetapan
tarif cukai hasil tembakau oleh kepala Kantor paling lama dalam jangka waktu
10 (sepuluh)hari.
Karena pabrik ini baru berdiri dan jenis HT-nya adalah SKM maka
golongan pabrikannya termasuk dalam kelompok golongan II SKM.
HJE yang diberitahukan Rp.8.600 jika dibagi dengan isi kemasan maka HJE
per batangnya adalah Rp.716,67 (berada pada batasan HJE layer ke-2
Golongan II SKM). Maka penetapan tarif cukainya adalah Rp.370 per
batang dan HJE Rp.8.600,-
2) Pabrik “PR GG” merupakan pabrik yang sudah lama berdiri, termasuk
Pengusaha Pabrik jenis SKT golongan I, mengajukan penetapan tarif
cukai atas :
▪ merek C, SKT, isi 12 dengan HJE diberitahukan adalah Rp 11.150
▪ merek A, SKT, isi 12 dengan HJE diberitahukan Rp. 11.100
Untuk pengajuan tersebut yang bersangkutan melampirkan merek-merek
lama yang masih berlaku yang dimilikinya, sebagai berikut :
▪ Merek A, SKT, isi @ 16 batang HJE Rp. 20.000,- tarif Rp.290,-
▪ Merek B, SKT, isi @ 20 batang, HJE Rp. 18.500,- tarif Rp.290,-
▪ HJE merek baru C Rp.11.150/12 maka HJE per batang: Rp. 929,17
▪ HJE merek baru A Rp. 11.100/12 maka HJE per batang : Rp. 925,00
81
Terhadap merek C baru :
Berdasarkan perhitungan ini, dapat dilihat bahwa PR GG memiliki HJE
terendah atas merek-merek yang masih berlaku sebesar Rp. 925,00 per
batang (Merek B sebagai patokan terendah). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengajuan HJE atas merek C telah melebihi batas
minimal HJE terendah yang dimilikinya (merek B), maka pengajuan HJE
atas merek C dapat disetujui oleh KPPBC setempat. Penetapan tarif atas
merek C adalah sebesar Rp.290 dengan HJE Rp. 11.150,00.
82
XYZ sebelumnya telah memiliki penetapan tarif cukai atas merek
XYZBlack dari KPPBC B denganHJE sebesar Rp. 664,53.
Dengan demikian, meskipun harga terendah pabrikan XYZ di KPBC D
sebesar 671,65 akan tetapi karena HJE XYZBlack sudah pernah
ditetapkan di KPPBC B (HJE Rp.664,53) maka permohonan penetapan
tarif cukai atas merek “XYZBlack” di KPPBC D tersebut dapat disetujui.
83
Gambar 6: Mekanisme Penetapan Kembali Tarif Cukai HT
84
periode dua bulanan dan hasilnya harus dilaporkan kepada Direktur cukai.
Data ini selanjutnya akan dikompilasi dan dianalisis oleh Direktorat Cukai.
Apabila berdasarkan hasil pemantauan Pejabat Bea dan Cukai atas suatu
merek hasil tembakau telah melampaui batasan HJE per batang atau gram di
atasnya, maka Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai
memberitahukan hal tersebut kepada pengusaha pabrik atau importir yang
bersangkutan dengan suatu surat pemberitahuan. Apabila dalam jangka
waktu 30 hari setelah tanggal penerimaan surat pemberitahuan, pengusaha
pabrik, importir atau kuasanya tidak memberikan sanggahan atau
mengajukan permohonan penetapan penyesuaian tarif cukai, Direktur Cukai
atas nama Dirjend. Bea dan cukai memberitahukan hal tersebut kepada Kepala
Kantor setempat untuk melakukan penetapan penyesuaian tarif cukai hasil
tembakau untuk merek tersebut.
1) Merek “YYY” jenis SKM isi 12 batang merupakan produk pengusaha hasil
tembakau golongan I, HJE per batang sebesar Rp.1.120
a) Keputusan penetapan tarif cukai HT yang masih berlaku (sesuai PMK
147/PMK.010/2016), tarif cukai HT Rp. 530 per batang dengan HJE
Rp. 13.500.
b) Berdasarkan ketentuan PMK 146/PMK.010/2017 HJE per batang
dinaikan menjadi : paling rendah Rp. 1.120. Oleh karenanya,
penetapan kembali tarif cukai HT oleh Kepala Kantor menjadi Rp. 590
per batang dengan HJE Rp. 13.500 (Rp. 1.120 x 12 = Rp. 13.440,
dibulatkan menjadi Rp. 13.500).
2) Merek “XXX” jenis SKT isi 10 batang merupakan produk pengusaha hasil
tembakau golongan II, pada batasan HJE per batang layer ke-2 dengan HJE
per batang sebesar Rp. 470.
a) Keputusan penetapan tarif cukai HT yang masih berlaku (sesuai PMK
147/PMK.010/2016) tarif cukai Rp 155 per batang dengan HJE Rp.
4.700.
85
b) Berdasarkan ketentuan PMK 146/PMK.010/2017 HJE per batang
paling rendah Rp. 470. Oleh karenanya, penetapan kembali tarif cukai
HT oleh Kepala Kantor menjadi Rp. 180 per batang dengan HJE Rp.
4.700 (Rp. 470 x 10 = Rp. 4.700)
3) Merek “WWW” jenis SKT isi 10 batang merupakan produk pengusaha hasil
tembakau golongan IIIb, HJE per batang sebesar Rp. 400.
a) Keputusan penetapan tarif cukai HT yang masih berlaku (sesuai PMK
147/PMK.010/2016), tarif cukai HT Rp. 80 per batang dengan HJE Rp.
4.000
b) Berdasarkan ketentuan PMK 146/PMK.010/2017 HJE per batang
golongan III menjadi paling rendah Rp. 400. Golongan IIIa dan IIIb
dihapus dan disatukan dalam satu golongan III. Oleh karenanya,
penetapan kembali tarif cukai HT oleh Kepala Kantor menjadi Rp. 100
per batang dengan HJE Rp. 4.000 (Rp. 400 x 10 = Rp. 4.000).
1) Dalam hal harga transaksi pasar atas suatu merek hasil tembakau telah
melampaui batasan HJE per batang atau gram di atasnya, maka
pengusaha pabrik atau importir wajib mengajukan penyesuaian tarif
cukai. Contoh :
▪ Pabrik “PR. Rokok Abadi” status golongan II, jenis SKM, atas merek
“AA Mild” dengan penetapan HJE awal per kemasan Rp. 10.500 isi 12
batang dan tarif cukai Rp. 370 per batang (berada di layer ke-2).
Merek tersebut di pasaran (secara regional) rata-rata dijual sebesar
Rp. 11.000. Harga transaksi pasar tersebut jika dibandingkan
dengan harga banderol penetapannya, telah berada pada batasan
harga jual eceran diatasnya (layer ke-1).
▪ Dalam kasus ini, maka Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal
akan segera memberitahukan kepada Pengusaha yang bersangkutan
untuk segera mengajukan penyesuaian tarif cukai sesuai dengan
harga transaksi pasar tersebut. Perhitungan penetapan tarif cukai
akan dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai berdasarkan
permohonan pengusaha yaitu minimal sebesar Rp. 11.000 per
kemasan atau Rp. 916,67 per batang. Besarnya HJE per batang
86
tersebut berada pada struktur tarif cukai layer ke-1. Maka penetapan
tarif cukainya menjadi Rp. 385,- per batang.
Contoh :
1) Pabrik “A”, produksi pabrik berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai
(CK-1) telah melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang
bersangkutan pada tanggal 25 April 2017, maka kepala Kantor:
a) menetapkan Keputusan Penyesuaian Golongan Pengusaha Pabrik
hasil tembakau pada tanggal 25 April 2017, keputusan ini mulai
berlaku pada tanggal 25 April 2017; dan
b) menetapkan Keputusan Penyesuaian Tarif Cukai Hasil Tembakau
pada tanggal 25 April 2017 dan keputusan ini mulai diberlakukan
mulai tanggal 25 Oktober 2017.
87
2. Penyesuaian Penurunan Golongan
Dalam hal hasil produksi selama satu tahun takwim ternyata kurang dari
batasan jumlah produksi pabrik yang berlaku bagi golongan yang telah
ditetapkan, maka Pengusaha Pabrik HT yang bersangkutan dapat mengajukan
permohonan untuk penurunan golongan. Permohonan penurunan golongan
diajukan paling lambat pada bulan Januari tahun takwim berikutnya
sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama kali diajukan.
Contoh:
1) Pabrik ABC pada tahun 2017 masuk pada golongan I jenis SKM. Jumlah
produksi pabrik selama tahun 2017 sebanyak 1,5 milyar batang sampai
dengan akhir Desember 2017. Dengan demikian pabrik ABC dapat
mengajukan permohonan untuk menurunkan golongan ke golongan II di
tahun 2018, mulai hari kerja pertama sampai dengan hari kerja terakhir
pada bulan Januari 2018.
a) Pabrik ABC mengajukan permohonan penurunan golongan pada
tanggal 12 Januari 2018. Pabrik ABC sampai dengan tanggal 12
Januari 2018 belum pernah mengajukan pemesanan pita cukai
dengan menggunakan tarif gol. I, maka permohonan penurunan
golongan menjadi gol. II pabrik ABC dapat disetujui.
b) Pabrik ABC mengajukan permohonan penurunan golongan pada
tanggal 12 Januari 2018. Pabrik ABC pada tanggal 5 Januari 2018 telah
mengajukan pemesanan pita cukai dengan menggunakan tarif
golongan I, maka permohonan penurunan golongan menjadi golongan
II pabrik ABC ditolak karena telah mengajukan pemesanan pita cukai
sebagai golongan I.
2) Pabrik DEF pada tahun 2017 masuk pada golongan II jenis SKT. Jumlah
produksi pabrik selama tahun 2017 sebanyak 500 juta batang sampai
dengan akhir Desember 2017. Dengan demikian pabrik DEF dapat
88
mengajukan permohonan untuk menurunkan golongan ke golongan III di
tahun 2018, mulai hari kerja pertama sampai dengan hari kerja terakhir
pada bulan Januari 2018.
a) Pabrik DEF mengajukan permohonan penurunan golongan pada
tanggal 12 Januari 2018. Pabrik DEF sampai dengan tanggal 12 Januari
2018 belum pernah mengajukan pemesanan pita cukai dengan
menggunakan tarif golongan II SKT, maka permohonan penurunan
golongan menjadi golongan III SKT dapat disetujui.
b) Pabrik DEF mengajukan permohonan penurunan golongan pada
tanggal 12 Januari 2018. Pabrik DEF pada tanggal 5 Januari 2018 telah
mengajukan pemesanan pita cukai dengan menggunakan tarif
golongan II SKT, maka permohonan penurunan golongan menjadi
golongan III pabrik DEF ditolak karena telah mengajukan pemesanan
pita cukai sebagai golongan II.
Mekanisme penetapan tarif cukai MMEA dan etil alkohol jauh lebih
sederhana bila dibandingkan dengan mekanisme penetapan tarif cukai hasil
tembakau. Instrumen yang berpengaruh terhadap pungutan cukai MMEA
lebih sedikit, mudah dipahami dan bahkan untuk pungutan cukai etil alkohol
berlaku tarif yang bersifat flat dalam satuan rupiah tertentu.
89
▪ Karakteristik BKC hasil tembakau yang secara historis telah membeda-
bedakan jenis hasil tembakau dan golongan pengusaha pabrik membuat
pemerintah berupaya untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang berbeda tersebut;
▪ Karakteristik pemungutan cukai atas BKC selain hasil tembakau pada
dasarnya lebih mengarah kepada karakteristik dasar sebagai barang yang
peredarannya perlu diawasi dan juga karena sifat pemakaiannya yang
dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Stuktur tarif cukai
dibuat lebih sederhana dan cenderung cukup tinggi dengan agar tujuan
pembatasan tersebut dapat dicapai.
Sejak berlakunya Undang-undang Cukai pada tahun 1995, tarif cukai etil
alkohol ditetapkan secara flat Rp. 2.500,- per liter sesuai Keputusan Menteri
Keuangan nomor 230/KMK.05/1996. Kemudian dilakukan peninjauan
berdasarkan PMK nomor 89/PMK.04/2006 sehingga tarif cukai etil alkohol
menjadi Rp. 10.000,- per liter dan bersifat flat. Terakhir, tarif cukai etil alkohol
90
mengalami penyesuaian kembali dengan pemberlakuan PMK
207/PMK.04/2013 sehingga tarif cukai etil alkohol saat ini adalah Rp.
20.000,- per liter tanpa membedakan kadar alkohol yang terkandung di
dalamnya dan juga tidak dibedakan antara etil alkohol yang dibuat di dalam
negeri atau yang berasal dari impor.
Dalam sistem tarif cukai spesifik atas pemungutan cukai MMEA maka
pungutan cukai ditentukan berdasarkan variabel sebagai berikut:
1) Golongan MMEA, yang dibedakan berdasarkan kadar alkohol masing-
masing MMEA
2) Jumlah dalam satuan liter
3) Tarif cukai spesifik dalam satuan rupiah
Struktur tarif cukai MMEA dan Konsentrat yang mengandung etil alkohol
yang berlaku saat ini adalah sesuai yang ditetapkan dalam PMK nomor
62/PMK.011/2010 jo PMK nomor 207/PMK.011/2013 yang mulai berlaku
sejak tanggal 31 Desember 2013, sebagaimana terlihat pada Tabel di bawah
ini.
91
dalam suatu petunjuk pelaksanaan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai nomor PER-01/BC/2014 tentang tata cara pemungutan cukai
etil alkohol, MMEA dan konsentrat mengandung etil alkohol.
92
Gambar 7: Mekanisme Penetapan Tarif Cukai MMEA
Penjelasan :
93
c) fotokopi sertifikat telah terdaftar sebagai produk yang layak
dikonsumsi dari instansi/lembaga yang mengawasi peredaran
makanan/minuman;
d) Perhitungan Harga Jual Eceran;
2) Atas permohonan tersebut, Kepala Kantor harus membuat keputusan
untuk menolak dengan menyebutkan alasan penolakan atau menerbitkan
keputusan penetapan tarif cukai MMEA, dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja. Dalam hal jangka waktu 5 (hari) belum juga mendapatkan
keputusan maka permohonan dianggap disetujui;
3) Dalam hal terdapat keragu-raguan atas kadar etil alkohol yang terkandung
dalam MMEA yang diajukan penetapan tarif cukainya, Kepala Kantor
dapat melakukan pengujian ulang ke laboratorium atas biaya Pengusaha
Pabrik atau Importir yang bersangkutan. Jangka waktu pengujian ulang
kadar etil alkohol tersebut tidak dihitung sebagai bagian jangka waktu
penerbitan selama 5 (hari);
4) Bentuk persetujuan dan penetapan tarif cukai atas MMEA dituangkan
dalam surat keputusan penetapan tarif cukai MMEA;
5) Keputusan penetapan tarif cukai MMEA diserahkan kepada yang
bersangkutan dan salinan keputusan wajib disampaikan kepada Direktur
Cukai serta Kepala Kantor Wilayah setempat;
6) Dalam hal terdapat perubahan jenis, merek, jenis kemasan, isi kemasan,
kadar, dan desain label/etiket yang telah ditetapkan sebelumnya,
terhadap MMEA produksi dalam negeri, Pengusaha Pabrik mengajukan
permohonan penetapan tarif cukai yang baru kepada Kepala Kantor;
7) Dalam hal terdapat perubahan perhitungan harga jual eceran yang telah
ditetapkan sebelumnya, terhadap MMEA produksi dalam negeri,
Pengusaha Pabrik cukup menyampaikan perhitungan harga jual eceran
yang sudah disesuaikan kepada Kepala Kantor;
8) MMEA yang sudah mendapatkan penetapan tarif cukai, tidak dapat
diajukan penetapan kembali dengan merek, jenis, kemasan yang sama
dan/atau kadar etil alkohol yang lebih rendah yang berakibat pada beban
tarif cukai yang lebih rendah.
Keputusan penetapan tarif cukai MMEA dicabut dalam hal NPPBKC pengusaha
yang bersangkutan dicabut. Keputusan penetapan tarif cukai MMEA
94
dinyatakan tidak berlaku dalam hal terdapat keputusan penetapan kembali
tarif cukai MMEA dari Kepala Kantor.
Suatu merek, jenis, volume, kemasan, dan kadar tertentu yang terdapat
dalam Keputusan Penetapan Tarif Cukai MMEA dinyatakan tidak berlaku
dalam hal:
1) merek MMEA tertentu yang dicabut berdasarkan keputusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, atas terjadinya persengketaan merek;
2) selama lebih dari 12 (dua belas) bulan berturut-turut tidak pernah
direalisasikan pemesanan pita cukainya oleh pengusaha Pabrik atau
Importir dengan dokumen pemesanan pita cukai atau tidak pernah
dilakukan pembayaran cukainya oleh Pengusaha Pabrik yang pelunasan
cukainya dengan cara pembayaran; atau
3) selama lebih dari 12 (dua belas) bulan berturut-turut tidak pernah
direalisasikan ekspornya dengan menggunakan dokumen pemberitahuan
pengeluaran barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari pabrik
MMEA untuk tujuan ekspor.
95
Gambar 8: Contoh Permohonan Penetapan tarif Cukai MMEA
96
Gambar 9: Perhitungan HJE MMEA Dalam Negeri
97
98
Kegiatan Belajar
PENYEDIAAN DAN
5
PEMESANAN PITA CUKAI
Dalam sistem pemungutan cukai hasil tembakau,
sebagai tanda pelunasan cukai maka BKC hasil
tembakau wajib dilekati dengan pita cukai. Oleh
karena itu, setiap pengusaha yang akan
memproduksi hasil tembakau untuk penjualan
eceran harus memperoleh pita cukai terlebih
dahulu dari DJBC. Pita Cukai adalah dokumen sekuriti negara sebagai tanda
pelunasan cukai dalam bentuk kertas yang memiliki sifat/unsur sekuriti
dengan spesifikasi atau desain tertentu.
99
A. Pengenalan Pita Cukai
a. Pengenalan Pita Cukai Hasil tembakau
Pita cukai hasil tembakau dicetak sedemikian rupa dan setiap tahun akan
mengalami perubahan desain, warna tampilan maupun feature-feature
pengamanannya. Hal ini dimaksudkan agar pita cukai yang berfungsi sebagai
alat pelunasan ini menjadi dokumen sekuriti negara yang tidak mudah
dipalsukan. Secara umum feature pengamananan pada pita cukai (baik untuk
hasil tembakau maupun MMEA) meliputi :
1) Warna dominan tampilan
2) Kertas sekuriti
3) Hologram berteknologi tinggi
4) Desain dan cetakan sekuriti
5) Kode personalisasi (khusus Golongan II dan III)
100
1. Warna Dominan Tampilan
Untuk pita cukai hasil tembakau edisi tahun anggaran 2018 memiliki
warna dominan cetakan sebagai berikut:
1) Warna biru kombinasi warna jingga, digunakan untuk hasil tembakau
dari jenis SKM, SPM, SKT, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh pengusaha
Pabrik Golongan I
2) Warna merah kombinasi warna jingga, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, dan SPT yang diproduksi oleh
pengusaha Pabrik Golongan II
3) Warna ungu kombinasi warna merah, digunakan untuk hasil tembakau
dari jenis SKT dan SPT yang diproduksi oleh pengusaha Pabrik Golongan
III
4) Warna abu-abu kombinasi warna hijau, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKTF, SPTF, TIS, KLB, KLM, CRT, dan HPTL
5) Warna abu-abu kombinasi warna jingga, digunakan untuk hasil
tembakau yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean.
2. Kertas Sekuriti
Jenis kertas yang digunakan untuk mencetak pita cukai adalah kertas
yang memiliki karakteristik khusus dan spesfikasinya akan selalu berganti
setiap tahunnya. Beberapa ciri khas dari kertas pita cukai antara lain: warna
dasar, adanya serat halus yang kasat mata, dan serat halus yang tak terlihat
oleh mata (invisible), dan sifat sensitif terhadap larutan asam tertentu. Khusus
untuk warna pada serat visible dan invisible, setiap tahunnya akan mengalami
perubahan.
101
Pada setiap keping pita cukai hasil tembakau terdapat hologram dengan
ukuran lebar 0,7 cm untuk pita cukai seri I, dan lebar 0,5 cm untuk pita cukai
seri II dan seri III. Hologram tersebut setidaknya memuat teks BC dan teks RI.
Desain cetakan pita cukai memiliki spesifikasi khusus dan akan selalu berganti
setiap tahunnya. Desain tersebut dicetak dengan tinta khusus.
102
personalisasi Pita cukai hasil tembakau terdiri dari:
ABCDEFGH 00
8 Karakter huruf/angka nama pabrik No. Urut
103
Tabel 9: Rumus Kode Personalisasi Pita Cukai
1 Kata atau Lebih namun Kurang Kekurangan diisi Dengan Simbol “>”
Dari 8 Huruf
5 Kata atau Lebih 2 Huruf Pertama Kata Pertama, Kedua dan Ketiga,
(2 + 2 + 2 + 1 + 1 + XX) serta satu huruf pertama Kata Keempat dan
Kelima Dan Keempat + 2 Karakter Angka
Catatan :
▪ Dalam hal terdapat jumlah Karakter dalam salah satu Kata kurang dari
Ketentuan yang seharusnya, maka atas Kekurangannya diisi dengan
Karakter “>”;
▪ Karakter angka yang mengisi digit ke-9 dan ke-10, Dimulai dari angka 00
sampai dengan 99, sesuai DATA BASE DJBC (jika Terdapat Personalisasi
Yang Sama)
▪ Dalam hal nama Pabrik memiliki karakter khusus, maka tanda baca atau
karakter khusus tersebut tidak dicantumkan dalam Personalisasi
104
Gambar 10: Contoh Desain Pita Cukai Hasil Tembakau
Pita cukai yang diperuntukan sebagai tanda pelunasan cukai MMEA baik
yang diperuntukkan bagi MMEA impor maupun MMEA dalam negeri
berbentuk lembaran dalam satu seri. Setiap lembar pita cukai masing-masing
terdiri dari 60 keping pita cukai dengan ukuran per kepingnya adalah : 1,5 cm
x 7 cm. Setiap keping pita cukai MMEA terdapat foil hologram berukuran lebar
0,6 cm yang sekurang-kurangnya memuat teks BC dan teks RI.
105
▪ teks ” REPUBLIK INDONESIA”;
▪ teks ”CUKAI MMEA IMPOR” atau ”CUKAI MMEA DALAM NEGERI”
▪ golongan dan kadar alkohol;
▪ tarif cukai per liter;
▪ volume/isi kemasan;
▪ angka tahun anggaran;
▪ teks mikro ” BEA CUKAI BEA CUKAI”; dan
▪ teks ”BCBC”.
Untuk pita cukai MMEA tahun edar 2018 telah ditetapkan cetakan warna
dasar untuk masing-masing jenis MMEA sebagai berikut :
1) Pita cukai untuk MMEA yang dibuat di Indonesia, memiliki cetakan dasar
berupa:
a) warna biru kombinasi warna hijau, digunakan untuk MMEA Golongan
B dengan kadar alkohol lebih dari 5% sampai dengan 20%;
b) warna merah kombinasi warna hijau, digunakan untuk MMEA
Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20%.
2) Pita cukai untuk MMEA yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah
pabean memiliki cetakan dasar berupa:
a) warna abu-abu kombinasi warna merah, digunakan untuk MMEA
Golongan A dengan kadar alkohol kurang dari atau sama dengan 5%;
b) warna jingga kombinasi warna merah, digunakan untuk MMEA
Golongan B dengan kadar alkohol lebih dari 5% sampai dengan 20%;
c) warna biru kombinasi warna merah, digunakan untuk MMEA
Golongan C dengan kadar alkohol lebih dari 20%.
106
Gambar 11: Contoh Pita Cukai MMEA
107
pita cukai tersebut harus disediakan secara tepat waktu agar kelangsungan
produksi pabrikan dapat terus terjaga.
1) di Kantor Pusat DJBC, dalam hal jumlah pemesanan pita cukai untuk
semua jenis hasil tembakau berdasarkan CK-1 dalam bulan November
tahun sebelumnya sampai dengan Oktober tahun berjalan, lebih dari
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) lembar;
2) di Kantor Bea dan Cukai, dalam hal jumlah pemesanan pita cukai untuk
semua jenis hasil tembakau berdasarkan CK-1 dalam bulan November
tahun sebelumnya sampai dengan Oktober tahun berjalan, sampai dengan
250.000 (dua ratus lima puluh ribu) lembar;
108
4) Perubahan tempat penyediaan pita cukai dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai atas
permohonan pengusaha pabrik yang bersangkutan. Pertimbangan
persetujuan antara lain : rekomendasi kepala kantor, kapasitas tempat
penyimpanan di kantor pusat dan kantor bea cukai, faktor pelayanan dan
keamanan tempat penyimpanan.
b. Mekanisme P3C
109
Gambar 12: Alur Proses P3C
Keterangan:
▪ PPPC : Permohonan Penyediaan Pita Cukai
▪ PPPCT: Permohonan Penyediaan Pita Cukai Tambahan
▪ PPPCT ID : Permohonan Penyediaan Pita cukai Tambahan Izin Kepala Kantor.
▪ GPC : Gudang Pita Cukai
▪ TT : tanda terima
▪ OBC : Order Bea dan Cukai
▪ DPPC : Daftar Pengiriman Pita Cukai
P3C HT hanya dapat diajukan oleh Pengusaha BKC dalam hal:
1) Pengusaha BKC telah memiliki NPPBKC dan tidak dalam keadaan
dibekukan;
2) tidak memiliki utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya,
kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang
belum dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo;
3) telah melunasi biaya pengganti penyediaan pita cukai dalam waktu yang
ditetapkan;
4) tidak adanya dugaan melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai
berdasarkan rekomendasi dari salah satu unit kerja di lingkungan DJBC.
110
Pengajuan P3C hasil tembakau oleh pengusaha dapat terbagi menjadi
tiga tahap sesuai dengan tingkat kebutuhan pita cukainya. Tahapan pertama
disebut sebagai P3C pengajuan awal. Tahapan ini merupakan pengajuan pita
cukai yang bersifat wajib. Artinya, tahapan P3C pengajuan awal ini wajib
dilakukan sebelum pengusaha mengajukan tahapan P3C berikutnya. Tahapan
kedua adalah P3C tambahan (P3CT). Tahapan ini dapat dilakukan ketika
kebutuhan pita cukai pengusaha tidak dapat terpenuhi sesuai dengan hak
pengajuan yang dimiliki berdasarkan P3C pengajuan awal. Tahapan terakhir
adalah P3CT izin Kepala Kantor (P3CT IK). Tahapan yang terakhir ini
merupakan hak pengajuan pita cukai yang bersifat extra ordinary.
Pengajuannya dilakukan ketika kebutuhan pita cukai pengusaha tidak dapat
terpenuhi melalui tahapan P3C awal maupun P3C tambahan.
Jumlah pita cukai yang dapat diajukan oleh pengusaha pada P3C
pengajuan awal untuk setiap jenis pita cukai :
111
1) Paling banyak 100 % dari rata-rata perbulan jumlah pita cukai yang
dipesan dengan CK-1 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C
pengajuan awal, dengan memperhatikan batasan produksi golongan
pengusaha pabrik.
Contoh : Data CK-1 atas PT XX pada bulan Maret = 500 lbr, April = 1.000
lbr, dan Mei=600 lbr, Juli = belum ada (bulan Juli baru sampai tanggal 10).
Maka pengajuan P3C PT XX untuk kebutuhan bulan Agustus 2009 adalah :
P3C = 100% X 1/3 (Realisasi CK-1 Maret+April+Mei)
= 100% X 1/3 (500+1000+600) = 700 lembar
2) Dalam hal data rata-rata perbulan jumlah yang dipesan dengan CK-1
dalam kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan awal
untuk jenis pita cukai yang diajukan tidak tersedia, jumlah pita cukai yang
dapat diajukan berlaku ketentuan manajemen resiko, sebagai berikut:
▪ Untuk pengusaha pabrik beresiko rendah, sesuai dengan batasan
produksi golongan pengusaha pabrik per bulan;
▪ Untuk pengusaha pabrik beresiko menengah, paling banyak 50% dari
batasan produksi golongan pengusaha pabrik per bulan;
▪ Untuk pengusaha pabrik beresiko tinggi, paling banyak 25% dari
batasan produksi golongan pengusaha pabrik per bulan.
Pengusaha
112
2. P3C Pengajuan Tambahan
Dalam hal pita cukai yang disediakan berdasarkan P3C pengajuan awal
tidak mencukupi, maka pengusaha dapat mengajukan P3CT. Pengajuan P3CT
dilakukan paling lambat pada tanggal 20 pada bulan pengajuan CK-1 kepada
Kepala Kantor. Dikecualikan dari batas waktu P3C HT Tambahan dapat
diberikan dalam hal:
▪ Pergantian tahun anggaran;
▪ Perubahan desain pita cukai; atau
▪ terdapat perubahan kebijakan di bidang tarif cukai.
Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C tambahan harus sama dengan
jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan awal untuk periode
yang sama. P3C pengajuan tambahan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali
dalam periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai.
Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha dalam P3C pengajuan
tambahan paling banyak 50 % untuk setiap jenis pita cukai dari P3C pengajuan
awal yang telah diajukan. Periode pengajuannya juga harus dalam periode
yang sama dengan periode P3C pengajuan awal dan harus memperhatikan
batasan produksi sesuai golongan pengusaha pabrik.
Pembulatan jumlah pita cukai yang diajukan dengan P3C dilakukan dengan
cara membulatkan jumlah ke bawah dan harus dalam kelipatan 10 (sepuluh)
lembar. Dalam hal jumlah pita cukai yang dapat diajukan dengan P3C kurang
dari 10 lembar, maka pengajuan pita cukai dalam P3C adalah 10 lembar.
113
Gambar 14: Contoh P3CT
Pengusaha
114
awal dan P3CT untuk periode yang sama. Jumlah yang dapat diajukan dalam
P3CT sesuai dengan kebutuhan. P3CT IK hanya dapat dilakukan 1 kali dalam
periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai. Dikecualikan dari batas
waktu P3C IK dapat diberikan dalam hal:
▪ Pergantian tahun anggaran;
▪ Perubahan desain pita cukai; atau
▪ terdapat perubahan kebijakan di bidang tarif cukai
Kepala Kantor melakukan penelitian atas P3CT IK dengan melaksanakan
sekurang-kurangnya :
1) pemeriksaan administrasi untuk pengusaha berisiko menengah; atau
2) pemeriksaan lapangan untuk pengusaha berisiko tinggi.
Pengecualian dari kegiatan penelitian diberikan kepada pengusaha yang
beresiko rendah berdasarkan profil pengusaha. Atas kegiatan pemeriksaan
tersebut Kepala Kantor membuat Laporan Hasil Penelitian.
P3C MMEA awal hanya dapat dilakukan 1(satu) kali dalam 1(satu)
periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai. Batas waktu pengajuan P3C
MMEA awal sampai dengan tanggal 10 (sepuluh) setiap awal bulan.
Dalam hal jumlah pita cukai MMEA berdasarkan P3C MMEA awal tidak
mencukupi, maka pengusaha dapat mengajukan P3CT Izin Kepala Kantor.
Jangka waktu penyampaiannya, paling lambat sampai dengan tanggal 25 pada
bulan pengajuan CK-1. Jenis pita cukai yang diajukan pada P3CT IK, harus
sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan awal
115
a. Lokasi Penyediaan Pita Cukai MMEA
Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha pada P3C MMEA awal
untuk setiap jenis pita cukai:
1) paling banyak 100% (seratus persen) dari rata-rata per bulan jumlah pita
cukai yang dipesan dengan CK-1A dalam kurun waktu tiga bulan terakhir
sebelum P3C MMEA Awal; atau
116
2) dalam hal tidak tersedia data rata-rata per bulan maka jumlah yang dapat
diajukan adalah sesuai kebutuhan per bulan.
3) Khusus untuk importir MMEA, jumlah pita cukai yang diajukan oleh
importir untuk setiap jenis pita cukai sesuai kebutuhan per bulan.
Jumlah pita cukai yang diajukan dalam P3C MMEA paling sedikit 10
(sepuluh) lembar untuk setiap jenis pita cukai. Pembulatan jumlah pita cukai
yang diajukan dengan P3C dilakukan dengan cara membulatkan jumlah ke
bawah dan harus dalam kelipatan 10 (sepuluh) lembar. Dalam hal jumlah pita
cukai yang dapat diajukan dengan P3C kurang dari 10 lembar, maka jumlah
pengajuan pita cukai dalam P3C adalah 10 lembar.
Pengajuan P3CT MMEA ditujukan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai.
Jenis Pita Cukai yang diajukan pada P3CT harusa sama dengan jenis pita cukai
yang sudah diajukan pada P3C MMEA awal untuk periode yang sama. Jumlah
yang dapat diajukan dalam P3CT MMEA sesuai dengan kebutuhan. Pengajuan
P3CT MMEA hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam satu periode
persediaan untuk setiap jenis pita cukai.
117
Gambar 15: Contoh P3C MMEA
Mr. X
118
D. Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau dan MMEA
Pengusaha yang telah mengajukan P3C dan telah mendapatkan
konfirmasi bahwa pita cukainya telah selesai dicetak, dapat mengajukan
pemesanan pita cukai kepada Kantor Bea dan Cukai setempat. Permohonan
permintaan pita cukai tersebut menggunakan dokumen:
1) CK-1, untuk pemesanan pita cukai hasil tembakau
2) CK-1A, untuk pemesanan pita cukai MMEA
Jumlah pita cukai yang dapat dipesan dengan CK-1 harus disesuaikan dengan
jumlah persediaan pita cukai yang ada di Kantor Bea dan Cukai atau Kantor
Pusat DJBC.
119
menggunakan SAC, maka apabila pita cukai penyediaannya di Kantor Pusat
DJBC, setelah proses administrasi selesai di KPPBC, lembar ketiga CK-1
diserahkan kepada pengusaha untuk mengurus pengambilan pita cukainya di
Kantor Pusat DJBC.
Dalam hal terjadi kekurangan jumlah pita cukai yang diserahkan pada
saat mekanisme pemesanan pita cukai maka pengusaha harus mengajukan
penambahan pita cukai. Sebaliknya, apabila pada saat penyerahan pita cukai
didapati adanya kondisi kelebihan maka pengusaha menyerahkan kelebihan
pita cukai yang dipesan berdasarkan CK-1/CK-1A.
120
Permohonan untuk penambahan pita cukai atau penyerahan kelebihan pita
cukai diajukan pengusaha kepada Direktur Cukai up. Kasubdit Pita Cukai.
121
Gambar 18: Form CK-1A
122
c. Pemindahlekatan Pita Cukai
Dalam kondisi dimana pengusaha memiliki stok pita cukai berlebih atas
suatu merek tertentu dan ingin mengalihkan pita cukai tersebut ke merek lain
yang dimilikinya, maka pengusaha terlebih dahulu harus mendapatkan
persetujuan dari Kepala Kantor. Beberapa kondisi yang harus dipenuhi dalam
rangka pemindahlekatan pita cukai adalah sebagai berikut:
1) Pita cukai yang akan dipindahlekatkan tersebut harus memenuhi
ketentuan
a. untuk jenis pita cukai yang sama; dan
b. belum dilekatkan pada kemasan hasil tembakau atau MMEA
2) Hanya dapat dilakukan oleh pengusaha pemegang satu NPPBKC yang
berada dalam pengawasan satu Kantor Bea dan Cukai
3) Kepala Kantor dapat melakukan pengawasan kegiatan pelekatan pita
cukai, terhadap pengusaha yang beresiko tinggi berdasarkan profil
pengusaha;
4) Pengusaha harus melakukan penyesuaian dalam sediaan barang atau
catatan sediaan pita cukainya (CSCK-3);
123
Pencacahan atas pita cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1
tersebut dilakukan paling lama 30 hari, oleh :
▪ Kepala Kantor, untuk sisa persediaan pita cukai di KPPBC ; dan
▪ Kasubdit Pita Cukai dan TPCL atas nama Direktur, untuk sisa persediaan
pita cukai di Kantor Pusat DJBC.
Hasil pencacahan pita cukai tersebut dituangkan dalam Berita Acara
Pencacahan dan dibuat dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukkan: lembar
pertama untuk Kantor Bea dan cukai yang bersangkutan dan lembar kedua
untuk Kantor Pusat. Data hasil pencacahan sekurang-kurangnya memuat
nama pabrik/importir, jenis pita cukai, dan jumlah lembar. Sisa pita cukai yang
tidak lekatkan tersebut dan Berita Acara Pencacahan dikirimkan oleh Kepala
kantor ke Kantor Pusat, paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah batas
akhir pencacahan dan dilakukan serahterima secara langsung oleh Pejabat
dari kantor bersangkutan. Selanjutnya sisa pita-pita cukai yang tidak
dilekatkan dari seluruh Kantor Bea dan Cukai dan Kantor Pusat DJBC akan
dimusnahkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Atas sisa pita cukai yang tidak direalisasikan dengan CK-1, Direktur
memberitahukan kepada Kepala Kantor untuk menerbitkan Surat
Pemberitahuan Pengenaan Biaya Pengganti (SPPBP-1). Biaya pengganti
penyediaan pita cukai wajib dilunasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterimanya SPPBP-1. Penerimaan SPPBP-1 diadministrasikan
sebagai Penerimaan Cukai Lainnya. Dalam hal biaya pengganti penyediaan
pita cukai tidak dilunasi sesuai tanggal jatuh tempo yang diperkenankan, maka
124
terhadap pengajuan P3C dan CK-1 berikutnya dari pengusaha yang
bersangkutan tidak dilayani. Dikecualikan dari ketentuan pengenaan biaya
pengganti, dalam hal karena kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan administratif yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai .
Dalam hal SAC-S tidak dapat digunakan setelah kurun waktu 4 (empat) jam,
untuk kelancaran pelayanan maka kepala kantor dapat melaksanakan
pelayanan secara manual dengan menerbitkan Surat Tugas pelayanan
manual.
125
126
Kegiatan Belajar
PELUNASAN CUKAI
6
Pada Kegiatan Belajar 6 ini kita akan mendalami materi bahasan
mengenai review konsep dasar pelunasan cukai, tata cara pelunasan cukai dan
perhitungan pungutan cukai.
Pengertian yang dapat kita pahami untuk point pertama dari bunyi pasal
tersebut adalah konsep waktu mengenai saat timbulnya hutang cukai atas BKC
yang dibuat di Indonesia.
Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, terutang cukai pada saat selesai
dibuat. Istilah “selesai dibuat”dalam penjelasan pasal ditafsirkan sebagai “saat
proses pembuatan BKC itu selesai dengan tujuan untuk dipakai”.
Dalam hal BKC yang telah selesai dibuat yang masih berada di dalam
pabrik ternyata telah dikonsumsi sebelum dikeluarkan dari pabrik, maka
terhadap BKC tersebut dianggap telah dikeluarkan. Oleh karenanya,
Pengusaha Pabrik wajib melunasi hutang cukai yang timbul atas BKC yang
selesai dibuat tersebut. Dalam hal ini, petugas Bea dan cukai berwenang untuk
melakukan pengawasan terhadap BKC yang sudah berstatus terutang cukai.
127
Bentuk pengawasan yang paling sederhana adalah dengan mewajibkan
pengusaha pabrik untuk melaporkan jumlah produksi BKC yang dihasilkan
setiap harinya dengan menggunakan dokumen CK-4.
Pasal 7 ayat (1) dan (2) ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi masih
diikuti dengan ayat (3) yang mengatur mengenai cara pelunasan cukai.
Pelunasan cukai atas kedua BKC diatas dilaksanakan dengan cara :
1) pembayaran ;
2) pelekatan pita cukai ; atau
3) pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
128
pita cukai. Dalam hal ini, cukai dianggap telah dilunasi pada saat pita cukai
dilekati pada kemasan penjualan eceran yang bersangkutan.
129
Mekanisme pelunasan cukai dengan cara pembayaran dilakukan dengan
menggunakan dokumen pemberitahuan pengeluaran berupa dokumen CK-5,
sedangkan pelunasan cukai dilakukan pada Bank persepsi/Pos Persepsi
dengan menggunakan dokumen pembayaran berupa Surat Setoran Pabean,
Cukai dan Pajak (SSPCP). Proses ini dilakukan menggunakan Sistem Aplikasi
Cukai secara Online, kecuali apabila Kantor Bea dan Cukai belum tersedia.
Khusus untuk pembayaran cukai etil alkohol yang berasal dari impor harus
dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi.
Gambar 20: Flowchart Pelunasan Cukai dengan Pembayaran
Pembahasan mengenai CK-5 dan prosedur pengeluaran BKC dari pabrik atau
kawasan pabean akan disampaikan secara detil dalam Kegiatan belajar-6.
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan atas BKC
berupa :
1) Hasil Tembakau, baik yang dibuat di Indonesia atau yang diimpor;
2) MMEA yang diimpor untuk dipakai di dalam Daerah Pabean Indonesia;
3) MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar etil alkohol lebih dari 5%.
130
Pelekatan pita cukai oleh Pengusaha Pabrik dilakukan dengan cara
melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai ketentuan yang
berlaku di bidang cukai, sebelum hasil tembakau atau MMEA dikeluarkan dari
pabrik. Pelekatan pita cukai oleh importir dilakukan dengan melekatkan pita
cukai yang seharusnya dilekatkan sesuai ketentuan yang berlaku di bidang
cukai, sebelum diterbitkannya Surat Perintah Pengeluaran Barang.
Proses pelekatan pita cukai baik dalam rangka pelunasan BKC dalam
negeri atau BKC eks. Impor, harus dilakukan di dalam suatu tempat yang
mendapat pengawasan Bea dan Cukai. Lokasi pelekatan pita cukai dapat
dilaksanakan di tempat-tempat sebagai berikut :
1) Untuk pelekatan pita cukai hasil tembakau dan MMEA yang dibuat di
dalam negeri harus dilakukan di dalam pabrik yang bersangkutan;
2) Untuk hasil tembakau dan MMEA asal impor, dapat dilakukan di negara
asal barang, di tempat penimbunan sementara, dan/atau di tempat
penimbunan berikat.
Pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran MMEA yang
berasal dari impor dan yang dibuat di Indonesia dengan kadar alkohol lebih
dari 5%, harus memenuhi ketentuan :
1) sesuai dengan Tarif Cukai dan Kadar etil alkohol pada isi kemasan ;
2) merupakan hak Importir barang kena cukai atau Pengusaha Pabrik yang
bersangkutan dan sesuai dengan peruntukannya ;
3) utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai ;
4) tidak lebih dari satu keping ;
5) dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka
kemasan yang tersedia sehigga pita cukai akan rusak apabila tutup
kemasan dibuka ;
6) dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang
ditetapkan.
131
Pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran hasil
tembakau baik yang berasal dari impor atau yang dibuat di Indonesia, harus
memenuhi ketentuan :
1) sesuai dengan Tarif Cukai dan Kadar etil alkohol pada isi kemasan ;
2) merupakan hak pengusaha pabrik atau Importir barang kena cukai yang
bersangkutan dan sesuai dengan peruntukannya ;
3) utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai ;
4) tidak lebih dari satu keping ; dan
5) dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka
kemasan yang tersedia;
6) harus menggunakan bahan perekat yang kuat sehingga tidak mudah
dilepaskan dari kemasan, dalam keadaan utuh;
7) dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang
ditetapkan.
Dalam hal pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud diatas, cukainya dianggap tidak dilunasi. Disamping
hal tersebut, pelekatan pita cukai oleh Pengusaha Pabrik atau importir juga
harus memenuhi ketentuan waktu pelekatan, sebagai berikut:
▪ dalam hal pergantian tahun anggaran dan/atau desain : pelekatan
pita cukai harus dilakukan paling lambat tanggal 1 (satu) bulan berikutnya
setelah pergantian tahun anggaran dan/atau desain yang baru;
▪ dalam hal terdapat perubahan kebijakan di bidang tarif dan/atau
Harga Jual Eceran (HJE), atas pita cukai yang dipesan sebelum
berlakunya perubahan, pelekatan pita cukai harus harus dilakukan paling
lambat tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah diberlakukan perubahan.
▪ dalam hal pelekatan pita cukai dilakukan di luar negeri, importasi
paling lambat dilakukan pada tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah
pergantian tahun anggaran dan/atau desain yang baru, yang dibuktikan
dengan tanggal manifest kedatangan sarana pengangkut (inward manifest
BC 1.1).
132
c. Pembubuhan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya
133
Sejalan dengan perkembangan teknologi, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan telah mengembangkan sistem Modul Penerimaan Negara
Generasi kedua (MPN-G2) yang memungkinkan dikembangkaannya sistem
Aplikasi Billing. Mekanisme pembayaran penerimaan bea masuk, cukai, pajak
maupun jenis-jenis penerimaan lainnya yang disetorkan ke Bank
Persepsi/Bank devisa persepsi/Pos persepsi dapat dilaksanakan dengan
menggunakan kode billing yang langsung dikeluarkan dari Sistem
Penerimaan Negara secara real time. Dengan menggunakan kode billing
tersebut, selanjutnya wajib bayar dapat melaksanakan pembayaran kepada
pihak Bank menggunakan sistem Perbankan modern, seperti: ATM, Mobile
Banking, Internet Banking dan lain-lain.
134
Penerapan sistem aplikasi billing di bidang cukai dilaksankan untuk
seluruh kegiatan pelunasan cukai, baik yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran (dokumen CK-5) maupun sistem pelekatan pita cukai (dokumen
CK-1 atau CK-1A). Ujicoba sistem aplikasi billing dilaksanakan di hampir
seluruh Kantor Bea dan cukai yang telah menerapkan SAC-S. Sebagai
gambaran, berikut ini kami uraikan perbedaan implementasi pelunasan cukai
antara sistem sebelum dan sesudah penerapan sistem aplikasi billing pada
mekanisme pelunasan menggunakan dokumen CK-1.
Penjelasan:
1) Pengusaha menyerahkan dokumen CK 1 ke petugas BC di KPPBC
2) Petugas Bea dan Cukai merekam dokumen CK 1 ke dalam aplikasi SAC-S
3) Dokumen CK 1 yang sudah diberikan Nomor CK-1 diserahkan kepada
Pengusaha untuk penyelesaian pembayaran di Bank Persepsi.
4) Pengusaha membuat Surat Setoran Pabean Cukai dan Pajak (SSPCP) dan
membawa Dokumen CK 1 + SSPCP ke Bank/Pos Persepsi;
5) Setelah ada pelunasan dari Pengusaha, pihak Bank/Pos Persepsi
mensubmit data pembayaran ke sistem MPN sampai dengan mendapat
Tanda Terima Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN);
135
6) Bank/Pos Persepsi menyerah SSPCP yang sudah cap stempel dan Bukti
Penerimaan Negara (BPN) ke Pengusaha
7) Pengusaha menyerahkan SSPCP dan BPN kepada petugas Bea dan Cukai
8) Petugas BC merekam pelunasan ke dalam aplikasi SAC-S.
136
Penjelasan:
1) Pengusaha menyerahkan Dokumen CK-1 ke petugas Bea dan Cukai di Kantor Bea
dan Cukai yang telah menerapkan SAC-S;
4) Apabila kode billing telah dibuat oleh Sistem Aplikasi Billing DJBC, maka
Pengusaha bisa melakukan browse billing melalui portal pengguna jasa di
halaman website: www.beacukai,go.id. Dalam hal tertentu bisa digunakan
create billing.
Apabila sistem Kantor Bea dan cukai telah menerapkan layanan CK-1
Online berbasis web, maka pengusaha dapat membuat kode billing secara
mandiri yang dilakukan oleh pengguna jasa melalui portal pengguna jasa.
Petugas BC selanjutnya menyerahkan CK-1 yang sudah diberi nomor dan
kode Billing kepada pengusaha;
6) Pihak Bank/Pos Persepsi melakukan akses data Billing dan submit data
pembayaran ke Sistem MPN G2, sampai dengan Bank/Pos menerima data
NTPN.
137
Salah satu kelebihan dari penggunaan sistem pelunasan menggunakan
Kode billing ini adalah kemampuan monitoring pembayaran billing secara real
time. Dengan Sistem Aplikasi Billing, posisi billing dapat dimonitoring dari
statusnya, yaitu:
1) Create Billing → Data tagihan telah dibuatkan kode billing (data billing
masih di DJBC)
2) Kirim ke MPN → Data Billing telah dikirimkan ke settlement (data billing
telah dikirimkan ke Ditjen Perbendaharaan)
3) Terima NTPN → Data Billing telah mendapatkan NTPN (data billing telah
dilakukan pelunasan di bank/pos)
4) Rekon NTPN-Billing → Data Billing telah direkonsiliasikan dengan data
tagihan yang terdapat pada aplikasi billing DJBC
5) Rekon NTPN-CEISA → Data Billing telah direkonsiliasikan dengan data
tagihan yang terdapat pada aplikasi CEISA (SAC, Impor, Ekspor, dll) untuk
kemudian diupdate statusnya menjadi telah dilakukan pelunasan pada
aplikasi terkait.
Gambar 23: Contoh Cetakan Kode Billing
138
b. Manfaat Penerapan Sistem Aplikasi Billing
139
tersebut diperoleh dari impor atau diproduksi di dalam negeri. Dengan kata
lain tarif cukai etil alkohol bersifat flat. Cara pelunasan etil alkohol
dilaksanakan dengan pembayaran tunai atau berkala sebelum BKC yang
bersangkutan dikeluarkan dari pabrik.
Contoh Perhitungan :
Jawab :
2) Importir “ACW” mengimpor barang kena cukai berupa etil alkohol dari
luar negeri dengan rincian data sebagai berikut :
▪ Jumlah etil alkohol yang diimpor sebanyak 14.000 liter
▪ Harga barang tersebut sesuai invoice adalah CFR USD 0.5 per liter
▪ Biaya insurance yang dikeluarkan importir adalah USD 1,000.00
140
▪ NDPBM diasumsikan Rp. 10.000 per 1 USD
▪ Pos Tarif dan pembebanan sesuai HS adalah :
Pos Tarif : 2207.10.00.00 (BM 30%, PPN 10%, PPh. Psl. 22 2,5%)
Jawab :
141
1) Jumlah barang dalam satuan liter
2) Tarif cukai spesifik sesuai golongan (lihat tabel 2.5)
3) Golongan MMEA yang dibedakan berdasarkan kadar etil alkohol yang
terkandung di dalamnya.
Pabrik “MB” sebagai produsen bir merek “BB” (isi per botol 330 ml) dengan
kadar alkohol 3%, mengajukan permohonan pengeluaran BKC dengan
pelunasan cukai (CK-5) 1.000 krat isi @ 12 botol. HJE per kemasan @ Rp
8.900,- Pertanyaan, berapa cukai yang harus dilunasi sebelum pengeluaran
dari Pabrik ?
Jawab :
Tarif cukai untuk MMEA kadar 3% (Golongan A) ; Rp. 13.000,- / liter
Pungutan Cukai = 1.000 x 12 x 0,33 x Rp. 13.000,-
= Rp. 51.480.000,-
142
2. Contoh Perhitungan Cukai MMEA dengan Pita Cukai
Pabrik MMEA “PT IS” telah mengajukan dokumen penyediaan pita cukai
MMEA (P3C) untuk kebutuhan bulan Februari 2017 sebanyak 1.000 lembar
pita cukai Gol B. Pada tanggal 9 Februari 2018, Pengusaha tersebut
mengajukan CK-1A dengan total rincian pengajuan, sebagai berikut :
Pertanyaan :
Berapa nilai cukai yang harus dibayar untuk pemesanan CK-1A tersebut ?
Jawab :
Pertama kali yang harus diingat bahwa pita cukai MMEA diterbitkan dalam
satu seri saja, dengan jumlah keping pita cukai per lembarnya sebanyak 60
keping.
143
a. Cara Menghitung Cukai Hasil Tembakau
144
1) Atas penyerahan Hasil Tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh
Produsen atau Hasil Tembakau yang dibuat di luar negeri oleh Importir,
dikenai Pajak Pertambahan Nilai
2) Atas impor hasil tembakau yang dibuat di luar negeri yang telah dilunasi
PPN nya pada saat pemesanan pita cukai (CK-1) maka tidak lagi
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai Impor
3) Atas impor Hasil Tembakau yang memperoleh fasilitas tidak dipungut
cukai atau pembebasan cukai, dikenai Pajak Pertambahan Nilai impor
sesuai ketentuan perundangundangan perpajakan
4) Dasar pengenaan pajak untuk menghitung PPN hasil Tembakau adalah
nilai lain, yaitu:
▪ Harga jual ecerah hasil tembakau untuk penyerahan hasil tembakau
▪ HJE untuk jenis dan merek yang sama yang dijual untuk umum setelah
dikurangi laba bruto, untuk penyerahan HT yang diserahkan secara
Cuma-Cuma
5) PPN yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau buatan dalam negeri
atau atas impor hasil tembakau buatan luar negeri dihitung dengan
menerapkan tarif efektif dikalikan dengan nilai lain. Besarnya tarif efektif
sebagaimana dimaksud ditetapkan sebesar 9,1%.
6) Atas penyerahan hasil tembakau mulai dari produsen/importir hingga ke
tangan konsumen dikenakan PPN hasil tembakau satu kali. Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam dibuat
Faktur Pajak pada saat Produsen dan/ atau Importir melakukan
pemesanan pita cukai Hasil Tembakau.
7) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dibuat Faktur Pajak pada saat
Produsen dan/ atau Importir melakukan pemesanan pita cukai Hasil
Tembakau.
Rumus perhitungan :
145
PPN HT = Tarif Efektif (9,1% ) X HJE Total
Contoh Perhitungan:
1) Produsen rokok SKM “PT LM” telah mengajukan P3C untuk kebutuhan
bulan Februari. Pada tanggal 4 Februari, Pengusaha tersebut mengajukan
CK-1 dengan total rincian pengajuan, sebagai berikut :
Jawab :
146
PPN terhutang = 9,1% x Rp. 8.600 x 1.000 lbr x 150 =
Rp. 117.390.000,-
= Rp. 1.128.000.000,-
= Rp. 226.317.000,-
Jawab :
147
Perhitungan Cukai dan PPN hasil tembakau
Cukai = Rp. 625 x jumlah batang
(Rp. 625 x 200 lbr x 150 keping x 20 batang)
= Rp. 375.000.000,-
PPN Hasil Tembakau = 8,7% x Nilai HJE total
(9,1% x 200lbr x 150 keping x Rp.22.600)
= Rp. 61.698.000,-
Pungutan Impor :
Bea Masuk : 15% x Rp.162.500.000 Rp. 24.375.000
Nilai Impor : NP + BM + Cukai Rp. 561.875.000
PPN impor : 10% x Rp. 561.875.000 Rp. 56.187.500
(dibulatkan mjd Rp 56.188.000)
*Note: PPN impor tidak dikenakan lagi, apabila saat pemesanan pita cukai
HT sudah dilunasi
PPh. Psl 22 : 2,5% x Rp.561.875.000 Rp. 14.046.875
(dibulatkan: Rp. 14.047.000)
148
Salah satu bentuk pajak daerah yang memiliki keterkaitan langsung
dengan cukai adalah Pajak Rokok Daerah. Pajak Rokok Daerah adalah
pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Pajak rokok
dipungut oleh Pemerintah Daerah Tk.I Provinsi.
Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok, yang meliputi sigaret, cerutu,
dan rokok daun. Objek ini sedikit berbeda dengan objek pungutan cukai yang
dipungut oleh DJBC. Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang
tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang
cukai (lihat topik bahasan fasilitas pembebasan dan/atau tidak dipungut
cukai).
149
Surat Pemberitahuan Pajak Rokok yang selanjutnya disingkat dengan
SPPR adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak Rokok untuk melaporkan
penghitungan dan/atau dasar pembayaran Pajak Rokok.
Wajib Pajak Rokok menyampaikan SPPR kepada Kepala Kantor Bea dan
Cukai bersamaan dengan penyampaian CK-1. SPPR sebagaimana dimaksud
disampaikan dalam bentuk tulisan diatas formulir atau dalam bentuk data
elektronik.
Dalam hal hasil penelitian terhadap SPPR telah sesuai, Pejabat Bea dan Cukai
memberikan nomor pendaftaran pada SPPR dari Buku Bantu Pajak Rokok.
Dalam hal hasil penelitian terhadap SPPR ditemukan adanya
ketidaksesuaian, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Nota Penolakan.
150
Gambar 24: SPPR
151
152
Kegiatan Belajar
PEMBUKUAN, PENCATATAN 7
DAN PENCACAHAN BKC
Dalam rangka meningkatkan pengawasan atas produksi, peredaran
dan pemakaian atas barang kena cukai, maka terhadap para pengusaha barang
kena cukai dan Pejabat Bea dan Cukai diwajibkan untuk memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 19 Undang-Undang
Cukai, mengenai penyelenggaraan buku–buku, catatan-catatan dan dokumen-
dokumen di bidang cukai. Kewajiban penyelenggaraan pembukuan yang
dimaksudkan dalam ketentuan Undang-undang Cukai pada dasarnya
membedakan istilah pembukuan dengan istilah pencatatan. Kita akan
membahasnya lebih detail dalam sub pokok bahasan ini.
153
dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya. Sistem
pencatatan merupakan bentuk yang lebih sederhana dibandingkan dengan
sistem pembukuan. Khusus untuk pencatatan, Pengusaha yang diwajibkan
menyelenggarakan pencatatan harus menggunakan pedoman pencatatan
sebagaimana diatur di dalam PMK nomor 110/PMK.04/2008.
154
B. Tatacara Pembukuan dan Pencatatan
a. Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan
155
7) Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun
dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam,
dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara
elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data
elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis
8) Sediaan Barang adalah semua barang yang terkait dengan pemenuhan
kewajiban di bidang kepabeanan dan di bidang cukai
9) Terhadap sediaan barang harus dilakukan penatausahaan dengan baik,
paling sedikit memuat jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan
pengeluaran barang, dan dokumen kepabeanan dan/atau cukai.
10) Terhadap subyek cukai yang memperoleh dan/atau menggunakan
fasilitas cukai, diwajibkan melakukan pencatatan jenis, spesifikasi, jumlah
pemasukan dan pengeluaran barang, dan dokumen kepabeanan dan/atau
cukai serta penatausahaan sediaan barang yang berkaitan dengan fasilitas
cukai yang diperoleh dan/atau digunakan;
11) Buku, catatan, dokumen dan surat dalam bentuk data elektronik yang
disusun dalam rangka penyelenggaraan pembukuan wajib dijaga atau
dijamin keandalan sistem pengolahan datanya supaya dapat dibuka,
dibaca, atau diambil kembali setiap waktu.
12) Asli dari laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat, dapat
dialihkan ke dalam bentuk data elektronik. Namun demikian, bukti asli
dari laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat tersebut yang
mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih mengandung
kepentingan hukum tertentu, wajib tetap disimpan.
13) Setiap pengalihan laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat
wajib dilegalisasi oleh pimpinan atau orang yang ditunjuk di lingkungan
badan hukum yang bersangkutan, dengan dibuatkan berita acara. Berita
acara sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat :
a. keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya
legalisasi;
b. keterangan bahwa pengalihan laporan keuangan, buku, catatan,
dokumen, dan surat yang dibuat di atas kertas ke dalam disket,
compact disk, tape backup, hard disk atau media lainnya telah
dilakukan sesuai dengan aslinya; dan
c. tanda tangan dan nama jelas orang bersangkutan.
156
14) Laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti
dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, baik
tertulis di atas kertas atau sarana lain yang terekam dalam bentuk
apapun yang dapat dilihat dan dibaca, wajib disimpan selama 10
(sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia, termasuk tempat-
tempat lain yang khusus diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan
laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat.
15) Pembukuan diselenggarakan secara manual dan/atau elektronik serta
harus didukung dengan pengendalian internal yang memadai.
16) Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada angka 15
merupakan proses yang dijalankan oleh dewan direksi, manajemen,
dan/atau personil tertentu entitas yang didesain untuk memberikan
keyakinan memadai mengenai keandalan Laporan Keuangan, efektivitas
dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku
157
a. Catatan sediaan hasil tembakau (CSCK-1);
b. Catatan sediaan hasil tembakau yang dikembalikan dari peredaran
bebas dan/atau yang rusak di pabrik setelah dilekati pita cukai (CSCK-
2);;
c. Catatan sediaan pita cukai (CSCK-3);
d. Catatan sediaan etil alkohol (CSCK-4);
e. Catatan sediaan minuman mengandung etil alkohol (CSCK-5);
f. Catatan sediaan minuman mengandung etil alkohol yang
dikembalikan dari peredaran (CSCK-6);
4) Pengadaan Buku catatan sediaan dilakukan sendiri oleh Pengusaha yang
bersangkutan, namun sebelum digunakan buku tersebut harus mendapat
pengesahan dan ditandatangani terlebih dahulu oleh Kepala Kantor Bea
dan Cukai setempat atau pejabat yang ditunjuknya.
5) Contoh tampilan Buku Catatan sediaan BKC sebagaimana dimaksud di
atas dapat anda lihat pada lembar lampiran PMK nomor
110/PMK.04/2008.
6) Berkaitan dengan penyelenggaraan pencatatan, pengusaha yang
menyelenggarakan pencatatan tersebut wajib menyimpan buku catatan
sediaan yang dimilikinya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat
usahanya di Indonesia.
Pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat, disusun sesuai format
yang disediakan untuk masing-masing pabrik BKC.
158
Ketentuan pengajuan pemberitahuan atas produksi BKC yang telah
selesai dibuat diatur dalam pasal 16 ayat (3) undang-undang Cukai. Salah satu
dasar pertimbangan adanya perubahan ketentuan mengenai pemberitahuan
BKC selesai dibuat adalah dalam rangka penerapan Sistem Aplikasi Cukai
Sentralisasi (SAC-S). Tujuannya adalah agar tercipta keseragaman dalam
pengisian pemberitahuan BKC selesai dibuat tersebut. Beberapa hal penting
yang mengatur mekanisme penyampaian pemberitahuan BKC selesai dibuat
tersebut kami sampaikan dalam topik pembahasan ini.
159
Dokumen CK-4C tersusun dalam 2 halaman, halaman pertama berisi
pemberitahuan produksi dan halaman kedua berisi rincian jumlah produksi.
Susunan komponen rincian jumlah produksi, sebagaimana terlihat pada
gambar dibawah ini.
160
Gambar 26: Halaman kedua CK-4A
161
Gambar 28: Contoh CK-4C
162
Gambar 29: Halaman Kedua CK-4C
163
karakteristik produksi untuk masing-masing jenis BKC tersebut dan juga
mempertimbangkan faktor pengawasan terhadap subyek cukai.
Dalam hal hari jatuh tempo penyampaian CK-4 jatuh pada hari libur,
kewajiban penyerahan pemberitahuan tersebut wajib dilakukan paling lambat
pada hari kerja berikutnya. Batas waktu yang penyampaian pemberitahuan
tersebut adalah pada jam kerja kantor dalam hal pemberitahuan dalam tulisan
di atas formulir, atau paling lambat pukul 22.00 WIB dalam hal pemberitahuan
dalam bentuk data elektronik. Kemudian dalam hal Pengusaha Pabrik tidak
melakukan kegiatan produksi, Pengusaha Pabrik wajib menyerahkan
pemberitahuan nihil. Dalam hal Pengusaha Pabrik pada hari yang ditentukan
tidak menyerahkan pemberitahuan barang kena cukai yang selesai dibuat
maka konsekuensinya Pengusaha Pabrik dianggap tidak memberitahukan
barang kena cukai yang selesai dibuat. Hal ini akan memberikan dampak
berupa pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang cukai yaitu denda sebesar 10% dari nilai cukai yang terhutang.
164
Pengusaha pabrik dapat menyampaikan permohonan perbaikan data
BKC yang selesai dibuat yang telah disampaikan, dan jika terkait dengan data
jumlah produksi maka :
165
2) buku rekening kredit untuk setiap importir barang kena cukai yang
mendapatkan penundaan pembayaran cukai sesuai format BRCK-3.
166
▪ atas permintaan Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat
Penyimpanan.
5) Penutupan buku rekening barang kena cukai, dilakukan dengan cara
membuat garis horisontal dengan tinta merah dan ditandatangani oleh
Pejabat Bea dan Cukai. Penutupan buku rekening barang kena cukai
tersebut harus diberitahukan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha
Tempat Penyimpanan yang bersangkutan dengan Surat Pemberitahuan
Penutupan Buku Rekening Barang Kena Cukai.
6) Penyelenggaraan buku rekening barang kena cukai dan buku rekening
kredit dapat dilakukan dengan media elektronik.
167
Gambar 31: Contoh BRCK-3
a. Konsep Pencacahan
168
1) Etil Alkohol yang masih terutang cukai yang berada di dalam Pabrik atau
Tempat Penyimpanan; dan/atau
2) Minuman Mengandung Etil Alkohol yang masih terutang cukai yang
berada di dalam pabrik.
Atas kegiatan pencacahan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai,
pengusaha pabrik atau tempat penyimpanan wajib menunjukkan semua etil
alkohol atau MMEA yang berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan
serta menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan. Hasil
pencacahan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai dibuatkan berita acara
hasil pencacahan (BACK-5) dan ditandatangani oleh pejabat bea dan cukai
serta pengusaha yang bersangkutan. Dalam hal pengusaha yang bersangkutan
menolak dan berkeberatan atas hasil pencacahan, maka Berita Acara tersebut
cukup ditandatangani sepihak. Pengusaha selanjutnya dapat menempuh
mekanisme keberatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
169
c. Penyelesaian Hasil Temuan Pencacahan
170
b. 0,5 % (setengah persen) dari jumlah etil alkohol yang dibuat dan
dimasukkan sejak pencacahan terakhir;
2. untuk pengusaha tempat penyimpanan diberikan potongan sebesar :
a. 0,5 % (setengah persen) setiap bulan dari jumlah etil alkohol yang ada
pada waktu pencacahan terakhir;
b. 0,5 % (setengah persen) dari jumlah etil alkohol yang dimasukkan
sejak pencacahan terakhir; dan
c. 1 % (satu persen) dari jumlah selisih antara jumlah etil alkohol hasil
pencacahan sebelum pemuatan ke kapal dan sesudah pemuatan ke
kapal.
171
Apakah dalam kasus kekurangan ini akan dikenakan sanksi administrasi
denda ?
Contoh Kasus :
Pada tanggal 01 Maret Pejabat Bea dan Cukai dari KPPBC Medan melakukan
pencacahan terhadap pabrikan etil alkohol “PT MA” yang berlokasi di Deli
Serdang. Dari hasil pencacahan tersebut dan juga data yang tercantum dalam
BRCK-1 yang bersangkutan didapati hal-hal sebagai berikut :
172
1. Pencacahan terakhir terhadap PT PS dilakukan pada tanggal 02 Februarii 2010,
dengan jumlah saldo sebanyak ... 40.000 liter
2. Produksi Pabrik sampai dengan saat pencacahan … 50.000 liter
3. Pengeluaran ... 45.000 liter
4. Saldo menurut Buku BRCK-1 .... 45.000 liter
5. Hasil pencacahan pejabat Bea dan Cukai ... 47.000 liter
6. Selisih lebih ... 2.000 liter
7. Potongan : tidak diberikan - liter
8. Kelebihan sebesar 2.000 liter akan ditambahakan pada saldo buku
sehingga saldo buku menjadi : 47.000 liter
Dalam kasus kelebihan BKC ini kita analisa terlebih dahulu, apakah melebihi
batas kelonggarannya atau tidak :
▪ Batas kelonggaran : 1 % x Saldo yang seharusnya ada = 1% x 45.000 liter
= 450 liter
▪ Oleh karena jumlah kelebihan BKC (2.000 liter) lebih besar daripada batas
kelonggaran (450 liter), maka terhadap PT. MA akan dikenakan sanksi
administrasi denda.
173
174
Kegiatan Belajar
175
terhadap pengangkutan BKC yang belum dilunasi cukainya, termasuk BKC
tertentu yang sudah dilunasi cukainya. Pengaturan lebih lanjut mengenai
mutasi barang kena cukai diatur dalam peraturan Menteri Keuangan terkait.
Terhadap barang kena cukai yang ditimbun di dalam Pabrik BKC milik
Pengusaha Pabrik yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (non
skala kecil), mempunyai kewajiban:
176
1) menyelenggarakan pencatatan atas pemasukan, penimbunan, dan
pemakaian barang kena cukai tersebut sesuai dengan ketentuan
pembukuan di bidang cukai;
2) menempatkan sedemikian rupa barang kena cukai tersebut dan hasil
produksinya di dalam tempat atau ruangan sehingga dapat diketahui jenis
dan jumlah barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang
dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong;
3) membuat laporan penggunaan/persediaan barang kena cukai setiap
bulan dengan menggunakan formulir laporan penggunaan/persediaan
barang kena cukai (LACK-1); dan
4) menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada poin (3) kepada
Direktur Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi Pabrik dalam
jangka waktu paling lama pada hari kesepuluh bulan berikutnya.
177
Kena Cukai (CK-5) dari kantor yang mengawasi pabrik, tempat
penyimpanan, atau importir.
3) Dikecualikan dari penggunaan dokumen Pemberitahuan Mutasi Barang
Kena Cukai (CK-5) dalam hal BKC berupa Hasil tembakau yang sudah
dilunasi cukainya.
Istilah pengawasan langsung dalam kegiatan pemasukan dan
pengeluaran adalah penempatan petugas bea dan cukai di lokasi pabrik atau
tempat penyimpanan yang menjadi obyek pengawasan. Pengawasan terhadap
pemasukan dan pengeluaran barang kena cukai dilakukan berdasarkan
perintah kepala Kantor yang mengawasi Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
Dalam hal pemasukan atau pengeluaran barang kena cukai dilakukan di bawah
pengawasan pejabat bea dan cukai, yang menjadi dasar untuk membukukan
dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai adalah yang didapati oleh pejabat
bea dan cukai yang bersangkutan.
178
Kantor yang mengawasi wilayah tempat barang kena cukai tersebut berada,
sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
179
sekitar 9 jenis (LACK-1 sampai dengan LACK-9). Namun dirasakan bahwa
penggunaan dokumen cukai yang sangat bervariasi membuat kesan bahwa
sistem administrasi di bidang cukai sangat kompleks dan tidak sederhana.
Sejalan dengan perkembangan pelaksanaan di lapangan, tuntutan untuk
menyederhanakan sistem administrasi di bidang cukai semakin menguat.
180
Gambar 32: Contoh Format CK-5
181
Gambar 33: Contoh Format CK-6
182
b. Ruang Lingkup Kewajiban CK-5
183
e. Pengangkutan dalam rangka pengiriman kembali saldo BKC dengan
fasilitas tidak dipungut cukai yanga berada di tempat penimbunan
yang tidak lagi menggunakan fasilitas tersebut ke pemasok
2) Pemasukan atau Pengeluaran BKC dengan fasilitas pembebasan cukai :
a. Pengangkutan BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ke TPB
dengan fasilitas pembebasan cukai
b. Pengangkutan BKC dari Kawasan Pabean, TPS, atau TPB ke TPB
dengan fasilitas pembebasan cukai
c. Pengangkutan EA dari Kawasan Pabean, TPS, TPB, Pabrik, atau Tempat
Penyimpanan untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong untuk pembuatan barang hasil akhir bukan BKC dengan
fasilitas pembebasan cukai
d. Pengangkutan EA yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk
diminum dari Pabrik dengan fasilitas pembebasan cukai
e. Pengangkutan BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dengan
fasilitas pembebasan cukai untuk :
i. Keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
ii. Keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik
iii. Keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan
atau organisasi internasional di Indonesia
iv. Tujuan social
v. Dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang
berangkat langsung ke luar Daerah Pabean
f. Pengangkutan BKC dari Kawasan Pabean atau TPS, dengan fasilitas
pembebasan cukai untuk :
i. Keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,
dan
ii. Tujuan sosial
g. Pengangkutan BKC dari TBB dengan fasilitas pembebasan cukai untuk:
i. Keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya
yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik
ii. Keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan
atau organisasi internasional di Indonesia
184
h. Pengangkutan BKC berupa MMEA dan/atau HT dari Kawasan Pabean
atau TPS yang diimpor oleh importir atas pesanan dari pengusaha
pengangkutan atau pengusaha jasa boga (catering) untuk dikonsumsi
oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat
langsung ke luar Daerah Pabean dengan fasilitas pembebasan cukai.
i. Pengangkutan dalam rangka pengiriman kembali saldo BKC dengan
fasilitas pembebasan yang berada di tempat penimbunan yang tidak
lagi menggunakan fasilitas tersebut ke pemasok
3) Pemasukan atau Pengeluaran BKC yang sudah dilunasi cukainya untuk
dimusnahkan atau diolah kembali dengan dokumen CK-5 :
a. pengangkutan BKC berupa EA dari Pabrik, Tempat Penyimpanan,
Kawasan Pabean, TPS, atau TPB
b. pengangkutan BKC berupa MMEA dari Pabrik, TPS, atau TPB
c. pengangkutan BKC dari peredaran bebas ke pabrik untuk
dimusnahkan atau diolah kembali
d. pengangkutan BKC dari peredaran bebas ke tempat lain di luar pabrik
untuk dimusnahkan dalam rangka pengembalian cukai
4) Pemasukan atau Pengeluaran BKC yang sudah dilunasi cukainya dengan
dokumen CK-6
a. Dari penyalur ke tempat lain di peredaran bebas, berupa MMEA
dengan kadar berapapun dalam jumlah lebih dari 6 (enam) liter
b. Dari tempat penjualan eceran ke tempat lain di peredaran bebas, yang
terdiri :
i. EA dalam jumlah lebih dari 6 (enam) liter
ii. MMEA dengan kadar lebih dari 5% (lima perseratus) dalam jumlah
lebih dari 6 (enam) liter
Pengangkutan tersebut wajib dilaporkan kepada kepala kantor yang
mengawasi setiap bulan paling lambat hari kesepuluh bulan berikutnya
dengan formulir laporan laporan pengangkutan EA/MMEA yang sudah
dilunasi cukainya di peredaran bebas. Dalam hal pejabat Bea dan Cukai
menemukan jumlah dan/atau jenis BKC yang berbeda antara CK-6 dengan
yang sebenarnya pada proses kegiatan pengangkutannya, selisih lebihnya
dianggap tidak dilindungi dokumen cukai.
185
Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pembatalan Pemberitahuan
Mutasi Barang Kena Cukai (CK-5) dalam hal :
1) Tanggal pembayaran melebihi tanggal Pemberitahuan Mutasi Barang Kena
Cukai (CK-5) untuk BKC yang dilunasi dengan cara pembayaran
2) Permohonan yang bersangkutan, dalam hal :
a. Belum dilakukan pengeluaran BKC dari tempat asal
b. Belum dilakukan perekaman pengeluaran BKC pada SAC-S
186
pengusaha. Cara penyampaian seperti ini dilakukan apabila pada Kantor Bea
dan Cukai belum menerapkan SAC-S. Terhadap pelayanan pemberitahuan
mutasi barang kena cukai, dalam hal Kantor Tujuan dan/atau Kantor Singgah
belum menerapkan SAC-S, maka proses perekaman penyelesaian CK-5
dilakukan di Kantor asal. Dalam hal SAC-S tidak dapat digunakan dalam kurun
waktu 4 (empat) jam, untuk kelancaran pelayanan, Kepala Kantor dapat
melaksanakan pelayanan secara manual.
Untuk mengakses aplikasi Ck-5 Online, maka pengusaha pabrik atau importir
memenuhi syarat berikut :
1) Komputer Pengusaha harus terkoneksi dengan internet.
2) Komputer Pengusaha harus sudah ter-install aplikasi web browser,
seperti : Mozilla Firefox, Opera, Google Chrome, Intenet Explorer, dll.
187
3) Pengusaha harus mempunyai akun sebagai pengguna jasa di website
beacukai http://www.beacukai.go.id.
4) Pengusaha harus mendaftar untuk memperoleh akses pada Aplikasi
Cukai Online.
Yang perlu dipahami adalah bahwa kegiatan mutasi BKC adalah kegiatan
pengawasan fisik atas BKC sehingga tetap dibutuhkan printout dokumen CK-
5 dari sistem aplikasi. Ck-5 berfungsi sebagai dokumen pelindung
pengangkutan BKC dari suatu tempat kegiatan cukai ke tempat kegiatan cukai
lainnya. Untuk menggambarkan alur proses kerja mutasi BKC menggunakan
SAC online, berikut kami gambarkan flowchart kegiatan pemasukan dan
pengeluaran BKC menggunakan dokumen CK-5 online. Proses ini adalah
proses kerja secara umum. Untuk kasus-kasus pengeluaran yang bersifat
khusus (pengeluaran BKC ekspor atau pengeluaran ke kawasan perdagangan
bebas) perlu ada penyesuaian-penyesuaian.
188
Gambar 35: Tatacara Mutasi BKC dengan CK-5 Online
Penjelasan :
189
b. pengusaha mencantumkan Nomor Pokok Pengguna pembebasan
(NPPP) dan/atau alamat pengusaha tujuan yang mendapat fasilitas
yang tidak beanr;
c. penetapan tarif sudah tidak berlaku lagi
d. untuk BKC HT tujuan ekspor, merek yang direkam tidak berlaku lagi
Apabila data telah lengkap dan benar, SAC akan memberikan nomor
pendaftaran CK-5 dan mengirimkan respon nomor pendaftaran CK-5
kepada pengusaha.
190
7) Pengawasan kedatangan BKC oleh Kantor Bea dan Cukai tujuan
Kantor BC tujuan memonitor CK-5 dengan aplikasi SAC yang masuk ke
wilayah pengawasannya. Apabila informasi kedatangan BKC telah
diterima, CK-5 diprintout dan dikirimkan kepada pejabat yang mengawasi
pemasukan BKC
191
e. Alur Proses CK-6 Online
Kegiatan mutasi BKC berupa EA atau MMEA dalam jumlah dan kadar
tertentu yang sudah dilunasi cukai dari suatu tempat (contoh: TPE) ke tempat
lainnya (contoh: konsumen terakhir), wajib dilindungi dengan dokumen CK-
6. Kewajiban atas dokumen CK-6 ini berlaku terhadap importir MMEA dan EA,
Pengusaha TPE MMEA dan EA serta Penyalur MMEA.
192
Kegiatan Belajar
193
namun karena adanya cacat produksi mengharuskan BKC tersebut ditarik dari
peredaran bebas.
194
Pelaksanaan pengolahan kembali di pabrik atau pemusnahan BKC segera
dilaksanakan sejak mendapatkan persetujuan.
195
1) diperhitungkan untuk pemesanan pita cukai berikutnya, untuk BKC yang
pelunasannya cukainya dengan cara pelekatan pita cukai.
2) dikembalikan kepada pengusaha pabrik sesuai ketentuan yang berlaku.
196
B. Pengolahan Kembali dan Pemusnahan BKC yang
Pelunasannya dengan Pelekatan Pita Cukai
a. BKC yang masih berada di dalam Pabrik
Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita
cukainya yang masih berada di dalam pabrik hanya dapat dilakukan paling
banyak 2 (dua) kali dalam satu bulan. Apabila pengusaha pabrik bermaksud
melakukan kegiatan pemusnahan atau pengolahan lebih dari dua kali dalam
satu bulan, maka yang bersangkutan harus mendapatkan persetujuan tertulis
dari Kepala Kantor Wilayah.
197
1) Pengusaha mengajukan berkas PBCK-3 yang telah dilampiri dengan copy
PBCK-7 dan berita acara pemeriksaan atas BKC kepada Kepala Kantor Bea
dan Cukai.
2) Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian dan pengadministrasian
berkas dokumen PBCK-3.
3) Dalam hal nilai pengajuan pengembalian masih dalam lingkup
kewenangan Kepala Kantor, maka Kepala Kantor akan mengeluarkan
surat persetujuan pengolahan kembali atau pemusnahan dan membentuk
Tim Pengawas yang bertugas mengawasi pelaksanaan pengolahan
kembali atau pemusnahan. Anggota Tim Pengawas paling sedikit terdiri
dari 3 orang Pejabat Bea dan Cukai dari KPPBC. Tembusan Surat
Persetujuan dan Pembentukan Tim Pengawas disampaikan kepada
Kepala Kantor Wilayah.
4) Dalam hal nilai cukai yang diajukan pengembalian berada pada
kewenangan Kepala Kantor wilayah maka Kepala Kantor membuat surat
rekomendasi dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Wilayah. Surat
persetujuan pengolahan kembali atau pemusnahan diterbitkan oleh
Kepala Kantor Wilayah dan juga pembentukan Tim Pengawas yang terdiri
dari paling banyak dua orang pejabat Kanwil dan paling sedikit tiga orang
pejabat dari KPPBC.
5) Tim Pengawas melakukan kegiatan pengawasan atas pelaksanaan
pengolahan kembali atau pemusnahan. Sebelum pengolahan kembali atau
pemusnahan dilakukan terlebih dahulu dilakukan pengecekan sebagai
berikut:
a. mencocokkan jumlah, jenis, merek, tanda atau nomor pengenal koli
serta jenis segel atau tanda pengaman sebagaimana yang tertera pada
BACK-1.
b. memeriksa keutuhan segel atau tanda pengaman barang kena cukai
yang akan diolah kembali atau dimusnahkan.
c. dalam hal segel kedapatan utuh, melakukan pemeriksaan secara acak,
paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah barang kena cukai
yang akan diolah kembali atau dimusnahkan dan paling sedikit 2 koli.
Dalam hal kedapatan rusak atau dalam hal hasil pemeriksaan awal
kedapatan tidak sesuai, melakukan pemeriksaan 100% (seratus
persen) terhadap barang kena cukai yang bersangkutan.
198
6) Sebagai output kegiatan pengawasan yang dilakukan maka Tim Pengawas
membuat Berita Acara Pemusnahan atau Pengolahan Kembali Barang
Kena Cukai (BACK-3). BACK-3 yang diterbitkan Tim Pengawas akan
menjadi dasar diterbitkannya dokumen Tanda Bukti Perusakan Pita Cukai
(CK-2) oleh kepala Kantor.
199
b. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan diolah
kembali atau dimusnahkan di pabrik
200
Untuk pemasukan ke pabrik, pengusaha Pabrik harus memberitahukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor. Pemberitahuan wajib disampaikan
sebelum pemasukan barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dari
peredaran bebas ke dalam pabrik untuk diolah kembali atau dimusnahkan
dengan menggunakan pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5).
Proses permohonan pengolahan kembali dan pemusnahan atas BKC yang
berasal dari peredaran bebas pada dasarnya terbagi menjadi :
1) Tahapan pemasukan BKC ke dalam Pabrik (CK-5)
2) Tahapan pengolahan Kembali atau Pemusnahan (pengajuan PBCK-3)
Alur proses tata cara pengolahan kembali atas BKC dimaksud dapat anda
lihat dalam gambar 2.1. Sebagai uraian singkat mengenai proses yang
digambarkan dalam flowchart tata cara dalam gambar tersebut, dapat
disampaikan sebagai berikut:
1) Pada tahapan pertama, dimulai dengan pengajuan berkas permohonan
CK-5 dalam rangka pemasukan BKC yang akan diolah kembali atau
dimusnahkan oleh Pengusaha Pabrik atau kuasanya. Proses ini dapat saja
melibatkan dua KPPBC yang berbeda. Pengajuan permohonan penarikan
BKC ke pabrik dengan dokumen CK-5 dapat diajukan kepada KPPBC yang
terdekat dengan lokasi BKC yang akan ditarik.
2) Atas pengajuan CK-5 ini Kepala Kantor akan mendisposikan kepada Seksi
Kepabeanan dan Cukai untuk dilakukan penelitian. Apabila permohonan
layak untuk diteruskan, maka Kepala Kantor akan menugaskan pemeriksa
untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap BKC yang dimohonkan
pengolahan kembali atau pemusnahan.
3) Output terakhir dari kegiatan tahap pertama ini adalah diterbitkannya
Berita Acara Pemeriksaan BKC oleh pejabat pemeriksa (BACK-1). Atas
BKC yang telah selesai diperiksa dilakukan pengamanan dengan cara
penyegelan. BKC selanjutnya akan dikirim ke Pabrik asal dengan
dilindungi CK-5 tembusan. Pengiriman BKC ke pabrik asal selambat-
lambatnya 30 hari sejak tanggal pemberitahuan CK-5.
4) Selanjutnya, Kepala Kantor tempat pemeriksaan BKC menyampaikan
pemberitahuan CK-5 kepada Kepala Kantor pengawasan Pabrik. Proses
pemasukan BKC ke dalam pabrik dilakukan pengawasan oleh pejabat
pemeriksa. Untuk itu, Kepala Kantor pengawasan pabrik menugaskan
pemeriksa untuk melaksanakan pengawasan terhadap pemasukan BKC ke
201
dalam Pabrik. Sampai disini tahap pertama kegiatan selesai. Kemudian
dapat dilanjutkan pada tahap kegiatan berikutnya, yaitu permohonan
pengolahan kembali atau pemusnahan BKC dengan pengajuan PBCK-3.
5) Tahapan kedua dari mekanisme permohonan pengolahan kembali atau
pemusnahan ini kurang lebih sama dengan tahapan yang kami jelaskan
untuk proses pengolahan kembali atau pemusnahan atas BKC yang masih
berada di dalam pabrik. Titik perbedaannya hanya terletak pada dokumen
lampiran PBCK-3 yang harus disertakan, yaitu CK-5 tembusan dan BACK-
1.
202
c. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan
dimusnahkan di Luar Pabrik
203
Proses permohonan pemusnahan BKC di luar pabrik pada dasarnya juga
terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu:
1) Tahapan pemasukan BKC ke dalam Tempat Pemusnahan (CK-5)
2) Tahapan pengolahan Kembali atau Pemusnahan (pengajuan PBCK-3)
204
7) Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi Tempat Pemusnahan melakukan
penelitian dan pengadministrasian berkas dokumen PBCK-3. Kepala
Kantor menerbitkan persetujuan pemusnahan dan membentuk Tim
Pengawas yang beranggotakan minimal 3 orang pejabat di lingkungan
KPPBC setempat. Tembusan Surat Persetujuan dan Pembentukan Tim
Pengawas disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor
yang mengawasi pabrik.
8) Tim Pengawas melakukan kegiatan pengawasan atas pelaksanaan
pengolahan kembali atau pemusnahan. Sebelum pengolahan kembali atau
pemusnahan dilakukan pengecekan terlebih dahulu, sebagai berikut:
a. mencocokkan jumlah, jenis, merek, tanda atau nomor pengenal koli
serta jenis segel atau tanda pengaman sebagaimana yang tertera pada
BACK-1.
b. memeriksa keutuhan segel atau tanda pengaman barang kena cukai
yang akan diolah kembali atau dimusnahkan.
c. dalam hal segel sebagaimana huruf c kedapatan utuh, melakukan
pemeriksaan secara acak, paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari
jumlah barang kena cukai yang akan diolah kembali atau dimusnahkan
dan paling sedikit 2 koli. Dalam hal kedapatan rusak atau dalam hal
hasil pemeriksaan awal kedapatan tidak sesuai, melakukan
pemeriksaan 100% (seratus persen) terhadap barang kena cukai yang
bersangkutan.
9) Sebagai output kegiatan pengawasan yang dilakukan maka Tim Pengawas
membuat Berita Acara Pemusnahan atau Pengolahan Kembali Barang
Kena Cukai (BACK-3). Selanjutnya berkas berupa PBCK-3 lembar asli dan
lembar tembusan, pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5)
lembar asli, BACK-1 lembar asli beserta BACK-3 lembar asli dan lembar
tembusan dikirimkan kepada Kepala Kantor yang mengawasi pabrik.
10) Berkas BACK-3 dan lampirannya tersebut akan menjadi dasar
diterbitkannya dokumen Tanda Bukti Perusakan Pita Cukai (CK-2) oleh
Kepala Kantor yang mengawasi pabrik.
205
Gambar 40: Pemusnahan BKC di Tempat Pemusnahan di Luar Pabrik
206
C. Pengolahan Kembali atau Pemusnahan BKC yang
Pelunasannya dengan Pembayaran
a. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan diolah kembali
atau dimusnahkan di pabrik
207
libur atau yang diliburkan, maka pemasukan dilakukan pada hari kerja
terakhir sebelum hari libur atau yang diliburkan.
Untuk pemasukan ke pabrik, pengusaha Pabrik harus memberitahukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor. Pemberitahuan wajib disampaikan
sebelum pemasukan barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dari
peredaran bebas ke dalam pabrik untuk diolah kembali atau dimusnahkan
dengan menggunakan pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5).
Proses permohonan pengolahan kembali dan pemusnahan atas BKC yang
berasal dari peredaran bebas pada dasarnya terbagi menjadi :
1) Tahapan pemasukan BKC ke dalam Pabrik (CK-5)
2) Tahapan pengolahan Kembali atau Pemusnahan (pengajuan PBCK-3)
208
Tempat Pemusnahan. Pemberitahuan pemusnahan ini diajukan dengan
menggunakan pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5).
209
210
Kegiatan Belajar
211
huruf a dan MMEA yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam
pasal 8 ayat (1) huruf b.
2. Kategori tujuan. Menurut kategori tujuannya, maka skema tidak
dipungut cukai diberikan terhadap BKC yang ditujukan untuk: diangkut
terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean, diekspor,
dimasukan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan, digunakan sebagai
bahan baku atau bahan penolong produk barang non BKC, dan BKC yang
telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat
penyimpanan atau kawasan pabean.
Bila kita meninjau cukai dari sudut pandang azas perpajakan, pada
dasarnya cukai adalah pajak atas barang (pajak obyektif) yang dalam
pelaksanaannya berlaku azas domisili. Sumitro (1977) menjelaskan
pengertian azas domisili sebagai suatu azas pemungutan pajak yang
digantungkan atas domisili (tempat kediaman) wajib pajak di suatu negara.
Pemberlakuan pungutan cukai sesuai yang diamanahkan dalam Undang
212
Undang Cukai hanya berlaku di wilayah hukum Indonesia. Orang yang
berkedudukan sebagai wajib cukai atas suatu pungutan cukai adalah orang
yang berdomisili di Indonesia.
Dengan demikian, ketika suatu produk BKC yang berasal dari luar negeri
kemudian diangkut terus ke luar negeri atau produk BKC dalam negeri yang
diekspor, maka sudah selayaknya mendapatkan pengecualian dari
pemungutan cukai. Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa obyek dan
subyek cukai tersebut tidak memenuhi azas domisili. Obyek BKC tidak
dikonsumsi di wilayah Indonesia ataupun orang yang mengkonsumsinya tidak
berdomisili di Indonesia.
Tidak dipungutnya cukai atas BKC berupa TIS tradisional adalah untuk
memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang biasa
membuat TIS secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharaian.
Sejatinya, keberadaan industri hasil tembakau di Indonesia muncul dari
kelompok pembuatan hasil tembakau secara rumahan (home industry).
Tradisi pembuatan hasil tembakau secara sederhana hingga sekarang masih
tetap eksis, terutama di sentra-sentra industri rokok di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
213
Gambar 41: Pengemas tradisionla Cabenge di wilayah Sulsel
b. MMEA tradisional
Cukai tidak dipungut atas MMEA yang diperoleh dari hasil peragian atau
penyulingan, apabila :
1) dibuat oleh rakyat di Indonesia;
2) Pembuatannya dilakukan secara secara sederhana, dengan menggunakan
peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan
produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima ) liter per hari;
3) semata-mata untuk mata pencaharian; dan
4) tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
214
yang terbatas dalam suatu kemasan tradisionil semacam: besek dari kulit
bambu, daun jati, dan sebagainya.
▪ Masyarakat Bali telah mengenal arak sebagai minuman tradisional yang
biasa dikonsumsi dalam upacara-upacara adat.
▪ Masyarakat di beberapa daerah di Jawa Timur atau di daerah Sumatera
utara biasa mengkonsumsi minuman tuak yang beralkohol cukup tinggi
yang diproduksi secara sederhana.
Untuk keperluan pengawasan barang kena cukai terhadap TIS dan MMEA
tradisonal, Kepala Kantor dapat melakukan kegiatan pendataan atas
pembuatan dan penjualannya
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar
daerah pabean apabila diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar
Daerah Pabean. Konsep barang yang diangkut terus dalam pengertian ini sama
halnya dengan konsep diangkut terus dalam pengertian Undang-undang
kepabeanan. Konsep pengenaan cukai dan bea masuk pada dasarnya
menerapkan azas domisili, sehingga hal ini mengandung konsekuensi bahwa
terhadap subyek pajak atas barang yang diangkut terus adalah bukan subyek
pajak dalam negeri dan tidak dapat dikenakan pungutan bea masuk atau cukai.
Akan tetapi, Selama obyek cukai berada di wilayah Indonesia, kewajiban
membayar cukai masih melekat sampai dapat dibuktikan bahwa BKC tersebut
benar-benar telah diangkut terus dengan menggunakan dokumen kepabeanan
(BC1.2).
215
d. BKC yang diekspor
Cukai tidak dipungut atas ekspor barang kena cukai yang belum dilunasi
cukainya yang berasal dari pabrik atau tempat penyimpanan. Sebelum
pelaksanaan ekspor barang kena cukai tersebut, atas pengeluaran BKC dari
pabrik/tempat penyimpanan wajib dilindungi dokumen PMBKC (CK-5).
Selanjutnya untuk mengekspor barang yang bersangkutan, pengusaha tetap
mengajukan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang sesuai mekanisme
aturan kepabeanan. Dalam hal ekspor BKC merupakan barang yang telah
dilunasi cukainya yang berasal dari peredaran bebas, maka fasilitas tidak
dipungut cukai tetap diperlakukan (dilakukan pengembalian cukai) sepanjang
eksportir adalah pengusaha pabrik yang memiliki NPPBKC.
216
e. BKC yg dimasukkan ke dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik
atau yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik/tempat
penyimpanan lainnya. Beberapa bentuk alternatif pemasukan yang
memungkinkan diberikannya fasilitas tidak dipungut cukai adalah sebagai
berikut:
1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik
apabila dimasukkan ke dalam Pabrik Iainnya.
2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Impor
apabila dimasukkan ke dalam Pabrik.
3) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang
berasal dari Tempat Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Pabrik.
4) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang
berasal dari Pabrik apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan.
5) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang
berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan.
6) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang
berasal dari Tempat Penyimpanan apabila dimasukkan ke dalam Tempat
Penyimpanan Iainnya.
217
memasukan, sejak pengeluaran dari kawasan pabean atau tempat
penimbunana sementara.
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik,
tempat penyimpanan atau yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke
dalam Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena
cukai. Termasuk di dalamnya adalah penggunaan BKC untuk keperluan
218
laboratorium dalam rangka uji standar kualitas mutu dari BKC tersebut. Tidak
termasuk yang diberikan pembebasan adalah EA yang digunakan untuk
kebutuhan sanitasi, dan pembersihan mesin produksi BKC, atau penggunaan
EA yang tidak dapat ditelusuri pada barang hasil akhir yang merupakan BKC.
1. Pengajuan PBCK-1
219
2) rencana produksi dan kebutuhan barang kena cukai sebagai bahan baku
atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan
dalam satu tahun takwim sesuai contoh format yang ditentukan; dan
3) surat pernyataan konversi sesuai contoh format yang ditentukan.
Pengajuan PBCK-1 penambahan dapat diajukan dalam hal jumlah barang kena
cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada periode tahun berjalan tidak
mencukupi. Apabila pasokan BKC berasal dari beberapa pemasok, maka
pengajuan PBCK-1 dibuat untuk masing-masing Pemasok.
220
2. Persetujuan PBCK-1
221
1) menimbun barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau
bahan penolong dan hasil prodüksinya di dalam tempat atau ruangan
secara terpisah;
2) melakukan pencatatan pemasukan, penggunaan barang kena cukai
sebagai bahan baku atau bahan penolong, pengeluaran barang kena cukai
yang dikembalikan, dan prodüksi barang hasil akhir yang merupakan
barang kena cukai; dan
3) menyampaikan laporan setiap bulan menggunakan fotrmat LACK-1
kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi
Pengusaha Pabrik yang menggunakan barang kena cukai yang tidak
dipungut cukai, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya berdasarkan
catatan sebagaimana dimaksud dalam poin (2).
222
Gambar 45: Contoh Pengajuan PBCK-1
223
g. BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari
Pabrik atau Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan
persetujuan impor untuk dipakai
1. BKC yang telah Musnah atau Rusak Sebelum Dikeluarakan dari Pabrik
BKC
Kategori BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari
pabrik/tempat penyimpanan terdiri atas:
1) BKC yang musnah atau rusak sebelum CK-4
2) BKC yang musnah setelah CK-4, tidak termasuk barang kena cukai yang
diberikan potongan
3) BKC yang rusak setelah CK-4
224
pemusnahan atau pengolahan kembali. Khusus terhadap tujuan pemusnahan,
maka terlebih dahulu harus diberitahukan kepada Kepala Kantor.
225
1) tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang rusak; dan/atau
2) untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai atas barang
kena cukai berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil
alkohol.
Cukai tidak dipungut atas etil alkohol yang belum dilunasi cukainya yang
berada di Tempat Penyimpanan yang telah musnah sebelum dikeluarkan,
tidak termasuk etil alkohol yang diberikan potongan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 Undang-Undang Cukai. Pengusaha Tempat Penyimpanan yang
etil alkoholnya musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1) melakukan pembukuan jumlah etil alkohol yang musnah; dan
2) menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai
dengan menyebutkan sebab musnahnya etil alkohol.
3. Tidak Dipungut Cukai atas Barang Kena Cukai yang Musnah atau
Rusak Sebelum Dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara
Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar
Daerah Pabean yang belum dilunasi cukainya yang telah musnah sebelum
diberikan persetujuan Impor untuk dipakai. Importir barang kena cukai yang
barang kena cukainya musnah, harus menyampaikan pemberitahuan kepada
Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menyebutkan sebab musnahnya barang
kena cukai.
226
Selanjutnya, berdasarkan pemberitahuan importir tersebut, Kepala
Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan
penelitian. Hasil pelaksanaan penelitian dibuat dalam berita acara penelitian
yang ditandatangani Pejabat Bea dan Cukai dan Importir atau kuasanya. Berita
acara penelitian digunakan sebagai dasar tidak dipungut cukai atas barang
kena cukai yang musnah.
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari luar Daerah Pabean
yang belum dilunasi cukainya yang telah rusak sebelum diberikan persetujuan
Impor untuk dipakai. Importir barang kena cukai yang barang kena cukainya
rusak harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Bea dan
Cukai dengan menyebutkan sebab rusaknya barang kena cukai. Berdasarkan
pemberitahuan importir, Kepala Kantor Bea dan Cukai menunjuk Pejabat Bea
dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan. Hasil pelaksanaan pemeriksaan,
dibuat dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani Oleh Pejabat Bea
dan Cukai dan Importir atau kuasanya.
227
B. Fasilitas Pembebasan Cukai
Pengertian pembebasan cukai adalah suatu bentuk fasilitas yang
diberikan kepada Pengusaha Pabrik, Pengusaha tempat penyimpanan,
Pengusaha Tempat Penyimpanan khusus pencampuaran, atau Importir untuk
tidak membayar cukai yang terutang. Bila kita melihat dari sisi subyek dan
obyek cukai maka secara prinsip konsep pembebasan cukai berbeda dengan
konsep tidak dipungut cukai. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tidak
pungut cukai mengandung pengertian bahwa obyek cukai dikecualikan dari
kategori barang kena cukai atau subyek cukai bukan termasuk sebagai subyek
yang harus menanggung beban cukai dengan alasan penghindaran cukai
berganda, azas domisili dalam pungutan cukai dan juga akibat adanya
kemusnahan atau kerusakan BKC.
Bila kita melihat karakteristik BKC khususnya BKC berupa etil alkohol,
maka penggunaan BKC tersebut tidak semata-mata untuk memproduksi
MMEA. Cukup banyak industri-industri manufacturing seperti: farmasi,
kosmetik, bahan bangunan, Bio etanol dan lain sebagainya yang menggunakan
etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penmolong untuk memproduksi
barang-barang non BKC.
Pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol yang berasal dari
Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penyimpanan Khusus Pencampuran,
atau Asal Impor, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong
dalam pembuatan Barang Hasil Akhir (BHA). Termasuk dalam pengertian
228
pembuatan Barang Hasil Akhir sebagaimana dimaksud diatas, adalah
pembuatan yang dilakukan melalui proses produksi terpadu.
229
Gambar 46: Contoh PMCK-2
230
1. Mekanisme Pembebasan
231
Penjelasan:
232
LACK-3 untuk produsen industri terpadu dan LACK-4 untuk industri non
terpadu
233
c. Keperluan Perwakilan Negara Asing dan Tenaga Ahli Bangsa
Asing
Jumlah barang kena cukai yang dapat diberi pembebasan cukai kepada
tenaga ahli bangsa asing, paling tinggi :
1) Minuman yang mengandung etil alkohol: 10 (sepuluh) liter setiap orang
dewasa setiap bulan
234
2) Hasil tembakau berupa: sigaret maksimal 300 (tiga ratus) batang ; atau
Cerutu maksimal 100 (seratus) batang; atau Tembakau iris/hasil
tembakau lainnya: maksimal 500 (lima ratus) gram; untuk setiap orang
dewasa setiap bulan atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil tembakau,
setara dengan perbandingan jumlah setiap jenis hasil tembakau tersebut.
235
2) Untuk barang kiriman dari luar negeri paling tinggi :
a. MMEA : 350 (tiga ratus lima puluh) mili liter untuk setiap alamat
penerima kiriman
b. Hasil tembakau: sigaret maksimal 40 empat puluh) batang ; atau
Cerutu: 10 (sepuluh) batang ; atau Tembakau iris/hasil tembakau
lainnya : 40 (empat puluh) gram untuk setiap alamat penerima
kiriman atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara
dengan perbandingan jumlah setiap jenis hasil tembakau tersebut.
Dalam hal jumlah barang kena cukai yang dibawa oleh penumpang, awak
sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri melebihi jumlah yang
ditetapkan sebagaimana diatas, atas kelebihannya wajib dimusnahkan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pembebasan cukai untuk tujuan sosial, dapat diberikan atas etil alkohol
dengan kadar paling rendah 85 % (delapan puluh lima persen) yang
digunakan untuk tujuan sosial. Yang dimaksud dengan tujuan sosial adalah
untuk keperluan rumah sakit. Untuk memperoleh pembebasan sebagaimana
dimaksud diatas, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan,
Pengusaha Tempat Penyimpanan khusus pencampuran, atau Importir
mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
melalui Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan, dengan menggunakan
contoh format PMCK-3. Permohonan sebagaimana dimaksud diatas, diajukan
berdasarkan pesanan rumah sakit dengan mencantumkan rincian jumlah etil
alkohol yang dimintakan pembebasan cukai dan tujuan pemakaiannya.
236
Kepala/pimpinan rumah sakit wajib menyampaikan laporan bulanan
penerimaan dan penggunaan etil alkohol kepada Direktur Jenderal melalui
Kepala Kantor Pelayanan, paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya,
yang memuat :
Pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai yang berasal
dari dalam negeri atau luar negeri yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan
Berikat. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan atau Pengusaha
Tempat Penyimpanan Khusus Pencampuran, sebelum mengeluarkan barang
kena cukai dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau Tempat Penyimpanan
khusus pencampuran untuk dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat,
wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan dengan
menggunakan dokumen CK-5. Dalam hal barang kena cukai yang akan
dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat berasal dari Kawasan Pabean,
pelaksanaannya mengikuti tata laksana yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan Kepabeanan.
237
a. Etil Alkohol Yang Didenaturasi Menjadi Spiritus Bakar
1. Ketentuan Pembebasan
Etil alkohol yang telah dirusak menjadi spiritus bakar harus dikeluarkan
dari Pabrik paling lambat 8 (delapan) hari setelah pelaksanaan perusakan dan
etil alkohol yang telah dirusak menjadi spiritus bakar harus dikeluarkan dari
Tempat Penyimpanan, Tempat Penyimpanan Khusus Pencampuran paling
lambat 1 (satu) hari setelah pelaksanaan perusakan.
238
2. Tatacara Perusakan Etil Alkohol menjadi Spiritus Bakar
Tata cara perusakan Etil Alkohol menjadi spiritus bakar diatur sebagai
berikut :
▪ Perusakan etil alkohol menjadi spiritus bakar (brand spiritus) dilakukan
di Pabrik Etil Alkohol
▪ Atas kegiatan perusakan Etil Alkohol menjadi spiritus bakar tersebut
dilakukan pemeriksaan dan pengawasan oleh pejabat bea dan cukai.
▪ Perusakan Etil Alkohol dilakukan dengan cara mencampur Etil Alkohol
dengan bahan perusak dengan rumus Pencampuran:
Contoh :
PT PS sebagai pabrik etil alkohol mengajukan permohonan PMCK-6 untuk
pembuatan brand spiritus. Jumlah etil alkohol yang diajukan pembebasan
adalah 1000 liter kadar 90%. Hitung jumlah bahan pencampur, jumlah spiritus
bakar yang duhasilkan dan bahan-bahan pencampur yang dibutuhkan.
Jawab :
▪ Jumlah Bahan Pencampur
90 %
𝑥 1.000 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 = 𝟏. 𝟖𝟎𝟎 𝑳𝒊𝒕𝒆𝒓 (Alkohol Kadar 50%)
50 %
1.800
𝑥 1,4 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 = 𝟑𝟏, 𝟓 𝑳𝒊𝒕𝒆𝒓
80
▪ Jumlah Spiritus Bakar :
1.000 Liter + 31, 5 Liter = 1.031,5 Liter
239
▪ Komposisi bahan pencampur :
Jumlah Methanol
400
𝑥 31,5 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 = 𝟐𝟐, 𝟓 𝑳𝒊𝒕𝒆𝒓
560
Jumlah Kerosin
160
𝑥 31,5 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 = 𝟗 𝑳𝒊𝒕𝒆𝒓
560
Jumlah Bahan Pewarna :
22,5
𝑥 96 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝟓, 𝟒 𝑮𝒓𝒂𝒎
400
240
Keputusan sebagaimana dimaksud diatas, disampaikan kepada
pemohon dan salinannya disampaikan kepada pengusaha pengangkutan atau
pengusaha jasa boga (catering) yang ditunjuk oleh pengusaha pengangkutan,
Kepala Kantor Wilayah dan Direktur Cukai. Pengusaha Pabrik atau Importir
sebelum mengeluarkan minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil
tembakau dari Pabrik atau Kawasan Pabean, wajib memberitahukan kepada
Kepala Kantor Pelayanan yang membawahi dengan menggunakan contoh
format CK-5
1. Jumlah minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang
memperoleh pembebasan cukai yang diterima ;
2. Jumlah minuman yang mengandung etil alkohol dan hasil tembakau yang
digunakan;
3. Jumlah MMEA dan hasil tembakau yang belum digunakan yang masih ada
pada akhir bulan, dengan menggunakan contoh format LACK-8 .
241
▪ Ketentuan dasar cukai mengatur bahwa saat pelunasan cukai (paling
lambat) adalah ketika produk BKC dikeluarkan dari pabrik atau tempat
penimbunan sementara (khusus BKC impor).
▪ Atas BKC yang pelunasannya dengan cara pelekatan pita cukai maka
sebelum BKC diproduksi, Pengusaha Pabrik terlebih dahulu harus
memiliki pita cukai dengan cara mengikuti mekanisme yang berlaku (P3C
dan pengajuan CK-1). Untuk menjaga agar kelangsungan produksi tetap
berlangsung, Pengusaha wajib memiliki persediaan pita cukai dalam
jumlah yang cukup. Hal ini tentu saja akan membuat beban biaya
tersendiri bagi pengusaha apabila pemesanan pita cukai dilakukan secara
tunai saat pengambilan pita cukai.
▪ Berdasar filosofi inilah dapat kita ambil kesimpulan bahwa penundaan
pembayaran adalah sangat wajar diberikan kepada pengusaha atau
reksan.
▪ Perlu anda ingat bahwa pemesanan pita cukai dengan pengajuan
dokumen CK-1 yang dibayar secara tunai secara filosofi cukai bukanlah
suatu bentuk pelunasan cukai. Pelunasan cukai atas BKC hasil tembakau
dan MMEA tertentu terjadi pada saat pita cukai dilekatkan pada kemasan
penjualan eceran.
242
3) bagi pengusaha pabrik yang telah mengekspor hasil tembakau melebihi
yang dijual di dalam negeri, diberikan penundaan sebanyak 3 (tiga) kali
dari nilai cukai rata-rata perbulan yang paling tinggi, yang dihitung dari
pemesanan pita cukai dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir atau
dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir
4) Nilai cukai yang dapat diberikan penundaan sebagaimana dimaksud pada
poin (a) dan (b) dapat ditambah paling banyak 50% (lima puluh persen)
dari hasil perhitungan normal
5) Dalam hal terjadi perubahan ketentuan peraturan perundangundangan
mengenai harga jual eceran dan/atau tarif cukai yang mengakibatkan
kenaikan nilai cukai yang wajib dibayar, pengusaha pabrik dan importir
dapat mengajukan permohonan penyesuaian nilai cukai yang diberikan
penundaan
Apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, hari yang
diliburkan, atau bukan hari kerja perbankan yang mengakibatkan pembayaran
tidak dapat dilakukan, pembayaran cukai yang terutang wajib dilakukan pada
hari kerja sebelum jatuh tempo.
243
Dalam praktek yang terjadi di lapangan, batasan waktu dengan
menggunakan satuan hari sering menimbulkan selisih paham atau perbedaan
persepsi mengenai tanggal jatuh tempo penundaan. Oleh karenanya aturan
penghitungan jatuh tempo menggunakan satuan bulan sebagai dasar
penentuan jangka waktu penundaan pembayaran. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan tugas pejabat Bea dan Cukai yang menangani kegiatan
pemberian kemudahan pembayaran.
244
Norma Dasar Penundaan Cukai
245
5) tidak mendapat surat teguran dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir;
6) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 2 (dua) tahun
terakhir;
7) memiliki kinerja keuangan yang baik.
246
4. Pejabat yang Berwenang Memberikan Penundaan
247
permohonan secara lengkap. Keputusan pemberian Penundaan berlaku paling
lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya keputusan pemberian
Penundaan.
248
oleh kepala kantor dengan menerbitkan surat pemberitahuan disertai alasan
pembekuan.
D. Pembayaran Berkala
a. Pengertian Pembayaran Berkala
249
Pembayaran berkala merupakan salah satu bentuk kemudahan
pembayaran yang diberikan oleh pemerintah kepada industri BKC yang
berskala besar dan memiliki reputasi yang baik. Referensi ketentuan
mengenai tatacara pembayaran berkala diatur dengan Peraturan Menteri.
250
1) untuk permohonan pembayaran berkala dengan nilai cukai sampai
dengan Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) ditetapkan oleh
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe Pratama
atas nama Menteri Keuangan.
2) untuk permohonan pembayaran berkala dengan nilai cukai sampai
dengan Rp 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) ditetapkan oleh
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tipe Madya atas
nama Menteri Keuangan.
3) untuk permohonan pembayaran berkala melalui Kantor Pelayanan Utama
Bea dan Cukai, ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai atas nama Menteri Keuangan.
4) pembayaran berkala ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama
Menteri Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
▪ untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) bagi pengusaha pabrik
atau importir yang berada pada pengawasan kantor sebagaimana
dimaksud pada poin (1).
▪ untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari Rp
100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) bagi pengusaha pabrik
atau importir yang berada pada pengawasan kantor Beacukai tipe
madya.
Sebesar 1,5x dari nilai cukai rata-rata perbulan, dihitung dari jumlah
nilai cukai atas pengeluaran barang kena cukai dalam jangka waktu 12 bulan
terakhir.
251
Gambar 48: jangka waktu pembayaran berkala
252
Setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pemohon
mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala kantor untuk
memperoleh pembayaran cukai secara berkala. Permohonan tersebut harus
dilampiri dengan :
1) Laporan keuangan perusahaan selama 2 (dua) tahun terakhir berturut-
turut yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa
pengecualian;
2) Rekapitulasi produksi setiap bulan dan rekapitulasi pembayaran cukai
setiap bulan, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir; dan
3) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT) Masa Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir.
253
Bank penjamin atau surety harus mencairkan jaminan sebesar nilai cukai
yang terutang dan memberitahukan pencairan tersebut kepada kepala kantor.
Dalam hal bank penjamin atau surety tidak melakukan pencairan jaminan
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) jaminan baru yang diterbitkan oleh bank penjamin atau surety yang
bersangkutan tidak dilayani sampai dengan kewajiban pencairan
jaminan dipenuhi; dan
2) terhadap cukai yang terutang dilakukan penagihan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
254
Keputusan pemberian pembayaran secara berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dapat dicabut dalam hal:
1) atas permohonan pengusaha pabrik yang bersangkutan;
2) NPPBKC pengusaha pabrik yang bersangkutan dicabut;
3) persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 ayat (4)
tidak lagi dipenuhi;
4) pengusaha pabrik tidak melakukan pembayaran cukai sampai dengan
jatuh tempo pembayaran secara berkala;
5) pengusaha pabrik belum menyelesaikan utang cukai dan/atau sanksi
administrasi berupa denda sampai jatuh tempo; dan/atau
6) pengusaha pabrik dijatuhi sanksi pidana di bidang cukai yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
255
PENUTUP
Bila kita merefleksikan kembali tugas pokok yang harus diemban DJBC
berkaitan dengan penerimaan bea masuk dan cukai, maka hendaknya kita
menyadari bahwa kedua penerimaan tersebut memiliki arti yang strategis
terhadap penerimaan pajak secara keseluruhan. Sebagai aparatur DJBC anda
dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang seimbang baik
dari sisi kepabeanan maupun cukai. Anda tidak dapat menganggap bahwa
pengetahuan cukai tidak perlu dikuasai secara serius dan berasumsi bahwa
anda tidak akan pernah terlibat dengan kegiatan administrasi cukai. Suatu saat
anda dapat ditempatkan di unit-unit cukai dan tentunya membutuhkan
pengetahuan dan ketrampilan teknis cukai.
Tanpa usaha yang sungguh-sungguh dan tekad yang kuat, saya yakin
anda akan sulit memahami dan memiliki ketrampilan teknis cukai dengan
baik. Kata kunci yang dapat saya berikan sebagai tips untuk memahami
pelajaran teknis cukai secara efektif adalah “belajar secara menyeluruh”.
Jangan anda belajar hanya untuk keperluan praktis saja, tapi pelajari secara
menyeluruh konsep-konsep yang ada. Dengan mempelajari modul teknis
cukai ini diharapkan pembaca mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
kegiatan-kegiatan yang ada di bidang cukai. Gambaran dan pemahaman yang
tepat mengenai tatalaksana teknis cukai akan membawa anda menjadi
seorang pelaksana pemeriksa yang profesional dan berkompeten dalam ruang
lingkup tugas di bidang cukai.
256
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan:
257
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.04/2008 tentang Pencacahan
dan Potongan Atas Etil Alkohol dan Minuman Yang Mengandung Etil
Alkohol
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tatacara
Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai Yang Tidak Dibayar
Pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa
Denda di Bidang Cukai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 tentang Tata Cara
Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik dan Importir Hasil Tembakau
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2008 tentang Tata Cara
Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik , Importir, Penyalur dan Pengusaha tempat Penjalan Eceran
MMEA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.04/2008 tentang Tata Cara
Pemberian, Pembekuan, dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir dan Pengusaha
Tempat Penjualan Eceran Etil Alkohol.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.04/2009 tentang Penimbunan,
Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan Barang Kena Cukai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2010 tentang Tarif Cukai
Etil Alkohol, MMEA dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol jo.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.011/2013
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2010 tentang Tatacara
Pembebasan Cukai jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
40/PMK.04/2014
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai
Hasil Tembakau jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
205/PMK.011/2014
Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.011/2013, tentang Penetapan
Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau Terhadap Pengusaha Pabrik
Hasil tembakau Yang Memiliki Hubungan Keterkaitan
258
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2015 tentang Sistem
Penerimaan Negara Secara Elektronik
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.04/2017 tentang Penundaan
Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena
Cukai yang Melaksanakan Pelunasan Dengan Cara Pelekatan Pita Cukai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.04/2017 tentang Pembayaran
Cukai Secara Berkala Untuk Pengusaha Pabrik Yang Melaksanakan
Pelunasan Dengan Cara Pembayaran
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.04/2017 tentang Tidak
Dipungut Cukai
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-24/BC/2015 tentang
Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-54/BC/2011 tentang
Tatacara Penimbunan, Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan
Barang Kena Cukai jo. PER-45/BC2012
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-34/BC/2013 tentang
Pengolahan Kembali atau Pemusnahan Barang Kena Cukai Yang Dibuat di
Indonesia Dalam Rangka Pengembalian Cukai
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-35/BC/2014 tentang
Tatacara Tidak Dipungut Cukai
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-40/BC/2014 tentang
Tatacara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-36/BC/2016 tentang
Penyampaian Pemberitahuan Barang Kena Cukai Yang Selesai Dibuat
259