Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN

DERAJAT IKTERUS NEONATORUM FISOLOGIS


DI PKU MUHAMMADIYAH 1
YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh :
Eva Mahardika Apriyulan
1610104367

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN
DERAJAT IKTERUS NEONATORUM FISOLOGIS
DI PKU MUHAMMADIYAH 1
YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Sains Terapan
Program Studi Bidan Pendidik Jenjang Diploma IV
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Eva Mahardika Apriyulan
1610104367

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017

i
ii
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN
DERAJAT IKTERUS NEONATORUM FISIOLOGIS
DI RSU PKU MUHAMMADIYAH I
YOGYAKARTA1
Eva Mahardika Apriyulan2, Luluk Khusnul Dwihestie3
Evha.mahardika@gmail.com

Intisari : Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada bayi
pada minggu pertama setelah lahir. Bayi lahir sehat dengan usia kehamilan cukup
bulan 60% berisiko terjadi ikterus neonatorum dan 5-12%. Derajat ikterus
neonatorum fisiologis yang semakin tinggi dapat menyebabkan kernikterus dan bayi
yang menderita kernikterus akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Jenis
Penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling
accidental sampling sebanyak 30 neonatus. Instrumen penelitian adalah kuesioner
dan lembar observasi dengan analisis data menggunakan kendall tau. Hasil uji
statistik menunjukkan Terdapat hubungan frekuensi pemberian ASI dengan derajat
ikterus neonatorum fisiologis di PKU Muhammadiyah I Yogyakaarta dengan hasil p
value 0,001 < dari 0,05.
Kata Kunci : Derajat Ikterus, Frekuensi Pemberian ASI , Ikterus Fisiologi

Abstract : Neonatorum jaundice is a problem that is often found on baby in


the first week after birth. The baby born healthyly with the proper age of pregnancy
is 60 percent at risk occuring neonatorum jaundice and continually 5-12%.The
degree of physiological neonatorum jaundice that is higher can cause kernicterus
and baby who suffered from kernicterus will experience growth disorders. The type
of research is analytic survey with cross sectional approach. Sampling technique is
accdiental sampling counted 30 nenonatal. The research instrument are kusioner
and an observation sheet with data analysis using kendall tau. There is a correlation
between breastfeeding frequency and the degree of physiological neonatorum
jaundice at PKU Muhammadiyah I public hospital Yogyakarta.
Keywords: Degree of jaundice, Breast feeding frequency, Physiological Jaundice

PENDAHULUAN kelahiran hidup dan meningkat menjadi


14,19 per 1000 kelahiran hidup pada
Angka Kematian Bayi (AKB) di
Tahun 2014 (Profil Angka Kesehatan
Indonesia masih tinggi. Pada tahun 2013
Kota Yogyakarta, 2015).
mencapai 25 per 1.000 kelahiran hidup.
Berdasrakan Hasil Survei Demografi Berdasarkan Survei Kesehatan
dan Kesehatan ( SDKI) tahun 2012 Rumah Tangga (SKRT) 2001 sekitar
menujukan bahwa Angka Kematian 57% kematian terjadi di masa neonatal,
Bayi di DIY mempunyai angka yang salah satu penyebabnya adalah
relatif lebih tinggi, yaitu sebesar 25 per gangguan hematologi sebanya 6%. %.
1.000 kelahiran hidup. Dan angka Kematian neonatus yang disebabkan
karena masalah hematologi adalah
kejadian AKB di Kota Yogyakarta
ikterus dan defisiensi vitamin K
selama 5 tahun mengalami trend (Kemenkes, 2011).
peningkatan. Pada Tahun 2013 angka Untuk mencegah terjadinya
kematian bayi sebesar 11,8 per 1000 peningkatan AKB di Indonesia pada
1
awal era 90an, diperkenalkan program peningkatan sirkulasi enterohepatik,
pemberian ASI sedinin mungkin dan maupun obstruksi hepatik itu sendiri
rumah sakit sayang bayi. Seiring dengan (Sukadi , 2008).
mulai diterapkannya praktik pemberian Untuk mengetahui kondisi
ASI sedini mungkin, frekuensi kejadian bilirubin pada bayi baru lahir dapat
ikterik neonatorum semakin sering dilakukan dengan pemeriksaan kadar
ditemui (Uhudiah dalam Dahru 2013). serum bilirubin dalam darah pada bayi
Sekitar 60% bayi yang lahir normal yang ikterus. Selain itu dapat juga
menjadi ikterik pada minggu pertama dengan memakai sistim pengukuran
kelahiran. Angka kematian terkait Skala Kramer, yaitu dengan cara
ikterus sebesar 13,1%. melihat dan menekan jari telunjuk pada
Penyebab utama kematian bagian-bagian ekstremitas dari bayi
neonatal pada minggu pertama menurut yang terlihat ikterik dengan urutan
riskesdas tahun 2007 diantarnya adalah) sefalokaudal. Kramer menemukan kadar
kelainan darah (hiperbilirubinemia) indirek serum sebagai perkembangan
dengan angka kejadian 5,6% , dan ikterik, kepala dan leher = 4-8 mg/dL,
merupakan High Risk Infant atau faktor tubuh sebelah atas = 5-12 mg/dL, tubuh
bayi yang mempertinggi risiko kematian sebelah bawah dan paha = 8-16 mg/dL,
perinatal atau neonatal sekitar 20-40% lengan dan tungkai bawah = 11-18
dari seluruh persalinan (Sudarti dan mg/dL, telapak tangan dan telapak kaki
Mardiah 2013). jika > 15 mg/dL, walaupun demikian
Ikterus memiliki persentase yang jika kadar bilirubin > 15 mg/dL seluruh
kecil (5,6%) sebagai penyebab kematian tubuh akan terlihat ikterik (Martiza,
neonatal, namun mempunyai komplikasi 2010).
yang ditimbulkan sangat fatal. Ikterus fisiologis tidak memerlukan
Komplikasi pada klien dengan ikterus penanganan yang khusus, kecuali
adalah krenikterus yang terjadi karena pemberian minum yang sering dan
deposit bilirubin tidak terkonyugasi sedini mungkin dengan jumlah cairan
pada bangsal ganglia otak dan dapat dan kalori yang mencukupi. Pemberian
menyebabkan gejala sisa cerebral palsy, minum sedini mungkin akan
tuli nada tinggi, paralisis dan dysplasia meningkatkan motalitas usus dan juga
dental yang sangat mempengaruhi menyebabkan bakteri diintroduksi ke
kualitas hidup. Dengan semakin usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin
tingginya derajat ikterus pengendapan direk menjadi urobilin yang tidak dapat
bilirubin pada otak semakin banyak diabsorbsi kembali, sehingga kadar
yang berakibat kerusakan neuron yang bilirubin serum akan turun (Sunar,
permanen. Bayi dengan keadaan ini 2009).
mempunyai risiko mengalami kematian, Menurut Levene et al (2008), pada
atau jika dapat bertahan hidup akan bayi yang mendapat ASI penyebab
mengalami gangguan perkembangan terjadinya ikterus berhubungan dengan
neurologis (GPN) dikemudian hari proses pemberian minum ASI yang
(Hull, 2008). tidak adekuat dan buruknya pemasukan
Banyak faktor yang cairan yang menyebabkan tertundanya
menyebabkan timbulnya kasus ikterus pengeluaran mekonium pada neonatus,
pada bayi baru lahir, baik dari faktor ibu hal tersebut akan meningkatkan
maupun dari bayi sendiri. Pada kondisi sirkulasi enterohepatik. Selain itu bayi
dan faktor bayi diantaranya terjadinya yang mendapat ASI kemungkinan
peningkatan produksi bilirubin akibat mempunyai kadar bilirubin yang tinggi
dari inkontabilitas darah fetomaternal, disebabkan kurangnya pemasukan ASI
penghancuran Haemoglobin (Hb), disertai dehidrasi atau kurangnya

2
pemasukan kalori. Memberi tambahan Berdasarkan Tabel 1
air gula atau susu formula pada bayi menunjukkan mayoritas responden
yang minum ASI dihubungkan dengan berada pada kategori sangat sering
kadar bilirubin yang lebih tinggi, melakukan pemberian ASI sebanyak 15
sebagian disebabkan oleh menurunnya (50%) responden.
densitas ASI yang tinggi kalori Ibu yang sangat sering
(Nursalam, 2013). memberikan ASI disebabkan oleh
Namun demikian, dalam kenyataanya adanya dukungan keluarga dan tenaga
belum semua komponen masyarakat kesehatan yang tinggi, pernah
memahami kondisi ini, sehingga mempunyai pengalaman memberikan
penggunaan ASI di Indonesia sebagai ASI pada bayi dan disertai dengan
nutrisi utama pada neonatus tidak jumlah produksi ASI yang tinggi.
menunjukan angka statistik yang Banyak hal yang mempengaruhi
menggembirakan. Sebagai makanan produksi ASI. Produksi ASI dan
terbaik bayi ASI belum sepenuhnya pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua
dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin.
terdapat kecenderungan terjadi Prolaktin mempengaruhi jumlah
pergeseran penggunaan susu formula produksi ASI dan oksitosin berkaitan
pada sebagian kelompok masyarakat. dengan proses pengeluaran ASI.
METODE PENELITIAN Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu,
semakin asupan nutrisinya baik maka
Penelitian ini bertujuan untuk produksi yang dihasilkan juga banyak.
mengetahui hubungan frekuensi Namun demikian untuk, untuk
pemberian ASI dengan derajat ikterus mengeluarkan ASI diperlukan hormon
neonatorum fisiologis di RSU PKU oksitosin yang kerjanya dipengaruhi
Muhammadiyah I Yogyakarta. Jenis oleh proses hisapan bayi. Semakin
Penelitian survey analitik dengan sering putting susu dihisap oleh bayi
pendekatan cross sectional. Teknik maka semakin banyak ASI yang
sampling Accidental sampling. Populasi dikeluarkan (Marmi, 2011).
dalam penelitian ini seluruh bayi yang Salah satu cara memperbanyak
berusia 1-14 hari yang mengalami produksi ASI dengan meningkatkan
ikterus neoantorum fisiologis di PKU frekuensi menyusui atau memompa atau
Muhammadiyah I Yogyakarta. Dengan memeras ASI. Rentang frekuensi
jumlah sampel sebanyak 30 neonatus. menyusui yang yang optimal adalah
Instrumen penelitian menggunkan delapan hingga dua belas kali per hari.
lembar observasi derajat ikterus dengan Pemberian ASI Sebaiknya sesering
tingat sensitivity 95% dan negative mungkin tidak perlu dijadwal. Susui
predictive value 99% dan hasil uji bayi sesuai dengan keinginannya (on
validitas kuesioner yang diadopsi 0,818. demand). Bayi dapat menentukan
Analisis data pada penelitian ini sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat
menggunakan kendall tau. dapat mengosongkan lima sampai
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan tujuh menit dan ASI dalam
lambung bayi kosong dalam waktu dua
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pemberian jam. Menyusui yang dijadwalkan
ASI Pada Neonatus berakibat kurang baik. Menyusui yang
dijadwalkan akan berakibat kurang baik,
karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan produksi ASI.
Dikarenakan isapan bayi sangat
berpengaruh pada rangsangan ASI

3
produksi ASI berikutnya. Dengan merupakan pemeriksaan ikterus badan
memberikan ASI dengan tidak terjadwal bayi baru lahir secara klinis yang
(base on demand) dan sesuai kebutuhan sederhana dan mudah menggunakan
bayi dapat mencegah berbagai macam penilaian visual menurut Kramer.
penyakit, salah satunya adalah ikterus. Tabel 3 Hubungan Frekuensi
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Derajat Pemberian ASI Dengan Ikterus
Ikterus Neonatorum Fisiologis Neonatorum Fisiologis
Berdasarkan tabel 3 menunjukan
bahwa dari 30 sampel yang digunakan
sebagian besar responden memberikan
ASI dengan frekuensi sangat sering
sebanyak 15 (50 %) responden. Dan
dari 15 (50 %) responden tersebut
sebagian besar mengalami ikterus
nenatorum fisiologis derajat I sebanyak
9 (30,0%) responden.
Hasil analisa statistik
menggunakan uji kendall tau
menghasilkan nilai p value = 0,001
Berdasarkan tabel 2 dapat Sehingga didapatkan bahwa p < 0,05
diketahui bahwa dari 30 responden yang artinya Ha diterima atau terdapat
mayoritas responden mengalami ikterus hubungan antara frekuensi pemberian
neonataorum fisiologis derajat I ASI dengan derajat ikterus neonatorum
sebanyak 12 (40%)responden. fisiologis di PKU Muhammadiyah I
Ikterus adalah pewarnaan kuning Yogyakarta. Frekuensi pemberian ASI
yang tampak pada sklera dan muka yang memiliki hubungan dengan derajat
disebabkan oleh penumpukan bilirubin ikterus neonatorum fisiologis
yang selanjutnya meluas secara dikarenakan kecukupan asupan ASI
sefalokaudal ke arah dada, perut dan menjamin kecukupan kalori dan cairan
ekstremitas (Suradai dalam Hegar, serta menurunkan risiko terjadinya
2008). ikterus neonatorum pada bayi.
Menurut Indrasanto et al (2008), Pemberian ASI yang tidak adekuat
pada ikterus fisiologis, sebagian besar meningkatkan resiko, kekurangan
bilirubin merupakan bilirubin yang asupan kalori, dehidrasi akibat
terkonyugasi dan bayi dalam keadaan menurunnya volume cairan,
umum yang baik. Keadaan ini bervariasi meningkatnya sirkulasi bilirubin
antara satu bayi dengan bayi lainnya. enerophetik akibat menurunnya
Warna kuning yang terjadi pada kulit motalitas gastrointestinal (Sunar, 2009).
bayi yang timbul pada hari kedua dan Berdasarkan hasil penelitian yang
ketiga setelah bayi lahir. Ikterus dilakukan terhadap 30 responden
menghilang pada 6-8 tetapi mungkin menunjukan bahwa sebagian besar
tetap sampai hari ke 14 dengan responden yang memberikan ASI
maksimal total kadar bilirubin serum dengan frekuensi sangat sering
kurang 12 mg/dl. Derajat ikterus mayoritas responden mengalami ikterus
derajat I sebanyak 9 (30%) responden.
Hal ini disebabkan oleh
pemberian ASI yang adekuat akan
meningkatkan motalitas usus dan
menyebebakan bakteri diintroduksi ke
usus. Bakteri tersebut mampu

4
mengubah bilirubin direk menjadi yang mendapatkan kecukupan ASI
urobilin yang tidak dapat diabsorbsi baik.
kembali sehingga kadar bilirubin akan Teori ini sejalan dengan
turun, sehingga ketika bilirubin turun penelitian yang dilakukan oleh Ida
derajat ikterusnya akan berkurang Nursanti dengan judul Pengaruh
(Martiza, 2010). Hasil penelitian ini Kecukupan Asupan ASI Terhadap
sejalan dengan hasil penelitian yang Risiko Terjadinya Ikterus Neonatorum
dilakukan oleh Ulfa Nur Isma tahun di Yogyakarta tahun 2011 dengan hasil
2015 dengan judul Ulfa Nur Isma penelitian Terdapat perbedaan proporsi
Ramadhani yang menunjukkan sebagian kejadian risiko terjadinya ikterus
besar (75%) frekuensi pemberian ASI neonatorum antara bayi yang
<8 kali/hari dan (75%) terjadi ikterus. mendapatkan kecukupan ASI baik
Hasil uji R ank spearman didapatkan dengan bayi yang mendapatkan
nilai p = 0,014. Oleh karena nilai p < kecukupan asupan ASI kurang. Bayi
0,05 maka Ho ditolak yang artinya ada yang mendapatkan kecukupan asupan
hubungan frekuensi pemberian ASI ASI kurang mempunyai peluang 3,0 kali
dengan ikterus neonatorum pada bayi lebih besar untuk terjadi ikterus
umur 1- 14 hari di BPM Vivi neonatorum dibandingkan dengan bayi
Umamiyanto Surabaya. Simpulan dari yang mendapatkan kecukupan ASI baik.
penelitian ini adalah frekuensi Salah satu penyebab terjadinya
pemberian ASI mempengaruhi ikterus adalah kurang adekuatnya
ikterus. Pada kasus ibu yang pemberian ASI kepada bayi. Penelitian
memberikan frekuensi ASI dengan yang dilakukan oleh Tazmi, Mustarim,
sering sebanyak 11 (36,7% ) responden Syah (2013) diketahui bahwa angka
dan mayoritas mengalami ikterus kejadian ikterus dengan pemberian ASI
neonatorum fisiologis derajat III yang kurang dari delapan kali per hari
sebanyak 4 (13,3%) responden. Ikterus mempunyai resiko untuk terkena
merupakan penyakit yang sangat ikterus. Hal ini menujukan bahwa
rentang terjadi pada bayi baru lahir, frekuensi menyusui mempengaruhi
terutama dalam 24 jam setelah terjadinya ikterus. Hal ini dikarenakan
kelahiran, dengan pemberian ASI yang ASI adalah sumber makanan terbaik
sering, bilirubin yang dapat bagi bayi selain mengandung komposisi
menyebabkan terjadinya ikterus akan yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi.
dihancurkan dan dikeluarkan melalui Pemberian ASI juga dapat
urine. Oleh sebab itu, pemberian ASI meningkatkan dan mengeratkan jalinan
sangat baik dan dianjurkan guna kasih sayang antara ibu dengan bayi
mencegah terjadinya ikterus pada bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh
baru lahir. ASI adalah salah satu bagi bayi itu sendiri. Bayi yang
penawar dalam mengurangi dan menyusui dengan rentang frekuensi
mengobati ikterus. Sedangkan pada yang optimal yaitu 8 hingga 12
responden yang frekuensi pemberian menjadikan bayi menghadapi efek
ASInya tidak sering sebanyak 4 (13,3%) ikterus (Sunar, 2009). Jumlah bilirubin
dan mayoritas mengalami ikterus dalam darah bayi banyak berkurang
neoantorum fisiologis derajat IV seiring diberikannya kolostrum yang
sebanyak 2 (6,7%) responden. dapat mengatasi kekuningan, asalkan
Menurut Nurasalam (2013), bayi bayi tersebut disusui sesering mungkin
yang mendapatkan kecukupan asupan dan tidak diberi pengganti ASI. Selain
ASI kurang mempunyai peluang 3,0 kali memenuhi segala kebutuhan makanan
lebih besar untuk kejadian ikterus bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya
neonatorum dibandingkan dengan bayi sampai pemberian ASI memberi

5
kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta pada kategori ikterus fisologis derajat I
kasih serta perlindungan kepada sebanyak 12 (40%). Dan ada hubungan
anaknya (Bahiyatun, 2009). Bayi-bayi frekuensi pemberian ASI dengan derajat
yang terus disusui secara adekuat akan ikterus neonatorum fisiologis di RSU
cenderung lebih awal mengeluarkan PKU Muhammadiyah I Yogyakarta.
mekonium dan mengalami kejadian SARAN
sakit kuning fisiologi yang lebih rendah Diharapkan bagi petugas ruang
(Levene et al, 2008). KBY RSU PKU Muhammadiyah I
Hasil penelitian ini sesuai Yogyakarta agar terus meningkatkan
dengan hasil penelitian yang dilakukan SOP pelayanan terkait dengan
oleh Khairunnisak (2013) yang berjudul pemberian susu formula bayi baru lahir
Hubungan pemberian ASI dengan yang mengalami ikterus. Diharapkan
kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 ibu dapat memberikan ASI secara on
hari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. demand pada bayi sehingga mampu
Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 mengurangi angka kejadian kesakitan
yang menunjukkan bahwa dari 16 khususnya ikterus fisiologis pada
responden yang tidak sering melakukan neonatus. Diharapkan dengan adanya
pemberian ASI ternyata sebanyak penelitian ini dapat dijadikan sebagai
87,5% positif mengalami ikterus. pedoman atau bahan acuan dalam
Sedangkan dari 35 responden yang melaksanakan penelitian berikutnya
sering melakukan pemberian ASI untuk lebih dapat meneliti terkait
ternyata mayoritas 51,4% negatif dengan kebutuhan volume ASI pada
mengalami ikterus. Hasil analisa bayi yang mengalami ikterus
statistik menggunakan uji chi-square neonatorum fisiologis.
menghasilkan nilai p value = 0,020.
Sehingga didapatkan bahwa p ≤ 0,05 DAFTAR RUJUKAN
yang artinya Ha diterima atau terdapat
hubungan antara pemberian ASI dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.
kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 Profil Kota Yogyakarta.
hari. Berdasarkan penelitian, menurut (2015).http/www.depkes.go.id
asumsi penulis penyebab derajat ikterus tanggal 18 Februari 2017
yang tinggi disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu tenaga kesehatan yang Hegar, B., Suradi, R., Hendarto, A., &
kurang memberikan penkes tentang Partiwi, I.G.A. (2008). Bedah
teknik menyusui yang benar, ibu yang ASI kajian dari berbagai
malas menyusui bayinya karena takut sudut pandang ilmiah. Jakarta:
terjadi perubahan fisik yang tidak baik Balai Penerbit FKUI
serta dukungan yang kurang dari
kelurga, faktor bayi yang malas Hull, David dan Johnston, (2008).
menyusui disebabkan oleh terlambat Dasar-dasar Pediatrik. J
pemberian ASI awal sehingga bayi lebih akarta: EGC.
suka tidur. Indrasanto, E., Dharmasetiawani, N.,
Rohsiswatmo, R & Kaban,
SIMPULAN R.K. (2008). Paket pelatihan
Setelah dilakukan penelitian dan pelayanan obstetri dan
uji statistikmaka dapat disimpulkan, dari neonatal emergensi
30 responden mayoritas berada pada komprehensif (PONEK): Asuhan
kategori sangat sering melakukan neonatal esensial. Jakarta: JNPK-
pemberian ASI yaitu sebanyak 15 KR
(50%) responden, mayoritas berada

6
Khairunnisak. (2013). Hubungan Nursalam. (2013). Konsep dan
Pemberian ASI Dengan Penerapan Metodologi
Kejadian Ikterus Pada Penelitian Ilmu Keperawatan.
Bayi Baru Lahir 0 - 7 Hari Jakarta: Salemba Medika
Di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Ramadhanti, Indah Putri (2016).
Banda Aceh dalam Hubungan Frekuensi Pemberian
http://simtakp.uui.ac.id diakses ASI Dengan Kejadian Ikterus Pada
tanggal 21 Januari 2017 Bbl 2-10 Hari Di Bpm N Padang
Panjang Tahun 2016 dalam
http://ejurnal.stikesprimanusant
Levene, M.I., Tudehope, D.I.& Sinha,
ara.ac.id diakses tanggal 03
S.K. (2008).Essential Neonatal
Januari 2017
Medicine, edisi ke-4.
London: Blackwell Publishing.
Sukadi. (2008). Buku Ajar
Marmi. (2011). Asuhan
Neonatologi Anak.Edisi
Kebidanan pada Masa Nifas. Pertama. Jakarta :
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ikatan Dokter Indonesia.
Marmi. (2011). Asuhan Kebidanan
pada Masa Nifas. Yogyakarta: Sunar, Dwi Prasetyono. (2009).
Pustaka Pelajar Buku Pintar ASI Ekslkusif.
Jogjakarta: DIVA Press
.
Martiza L. 2010. Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Ulfa Nur Isma Ramadhani.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI (2015). Hubungan Frekuensi
Pemberian Asi Dengan
Kementerian Kesehatan Republik Kejadian Ikterus Neonatorum
Indonesia. 2011. Profil Di Wilayah Bps Vivi
Kesehatan Indonesia dalam Umamiyanto Surabaya
http://www.kemkes.go.id dalam
diakses tanggal 05 Januari http://repository.unusa.ac.id
2017 diakses tanggal 22 Februari
2017

Anda mungkin juga menyukai