Anda di halaman 1dari 16

Pekanbaru, 27 Maret 2019

MENENTUKAN POLA AKTIVITAS DAN JARAK


EDAR HARIAN HEWAN
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

OLEH :
NAMA : FERNANDO SETIAWAN
NIM : 020724611
KELAS :B
ASISTEN : DIAN GITA CAHYANI
NIM : 1603110096

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

. Hewan memiliki perilaku umum yang dimiliki oleh banyak jenis, dan sedikit
pola perilaku yang dimiliki oleh semua jenis.Ketika semua jenis hewan
memerlukan reproduksi, makan dan juga mencoba untuk tidak menjadi santapan
oleh makhluk apapun, semua jenis hewan memiliki beberapa perilaku tertentu
yang berbeda antar jenis.Begitu pula dengan pola perilaku serta aktivitas harian
Achatina Fulica.

Achatina fulica merupakan hewan invertebrate yang bertubuh lunak


(Moluska). Tubuhnya dilindungi oleh cangkang yang terbentuk dari bahan kapur
yang kuat.Cangkang bekicot terpilin Spiral (Body whorl) dengan jumlah putaran
tujuh ,bentuk cangkang Fusiform,tidak memiliki tutup cangkang (Operculum) .
Warna cangkang coklat dengan pola-pola garis gelap di permukaannya. Selain itu,
Achatina fulica termasuk keong darat yang pada umumnya mempunyai kebiasaan
hidup di tempat lembab dan aktif di malam hari (nocturnal).Sifat nocturnal
bekicot bukan semata-mata ditentukan oleh faktor gelap di waktu malam tetapi
ditentukan oleh faktor suhu dan kelembaban lingkungannya.Di waktu siang
setelah hujan, banyak ditemukan berkeliaran dimana-mana. Hal inilah yang
melatarbelakangi untuk dilakukannya praktikum kali ini.

1.2 Tujuan
Mengetahui bagaimana pola aktivitas harian hewan itu, sehubungan
dengan pola fluktuasi dari perubahan kondisi faktor-faktor lingkungan
dalam habitat yang ditempatinya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Suatu hewan menjalani setiap harinya dengan berbagai aktivitas yang
diperlukan bagi keberhasilan hidupnya. Hewan yang mobil akan bergerak
berkelana mencari makan, dan mencari tempat berlindung agar terhindar dari
kondisi lingkungan yang kurang baik baginya. Jarak edar adalah sebuah gerakan
periodik hewan dari tempat di mana ia telah tinggal ke daerah yang baru dan
kemudian melakukan perjalanan kembali ke habitat asli. Jarak edar pergerakan
binatang dipengaruhi oleh distribusi dan sumber daya seperti makanan atau
habitat pemeliharaan keturunannya, dan dengan struktur fisik bentang lahan.
Ruang lingkup jarak edar hewan bisa menjadi luas seperti migrasi. Migrasi hewan
umumnya menggunakan rute yang sama dari tahun ke tahun – dari generasi ke
generasi. Tanah lintas hewan bisa berupa gunung, sungai, dan padang tanahyang
luas. Burung, kelelawar, dan serangga terbang dalam jangkauan jarak yang
panjang, kadang-kadang melampaui seluruh benua atau lautan. hewan yang
berenang sering kali bermigrasi hampit meliputi jarak setengah dari seluruh dunia.
Gerakan berpindah hewan biasanya terkait dengan perubahan musim. Banyak
hewan bermigrasi ke daerah utara selama bulan-bulan dalam musim panas. karena
pada hari musim panas yang panjang di bagian paling utara dunia dapat menjamin
pemberian pasokan makanan yang baik. Seperti pada pendekatan ramalan cuaca
musim gugur dan dingin, banyak hewan bermigrasi ke selatan untuk mencari
cuaca yang hangat pada musim dingin dan tersedianya makanan (Browidjojo,
1989).

Kehidupan hewan sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan


kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan
keadaan daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi
suatu jenis hewan tanah disuatu daerah tergantung dari faktor lingkungan, yaitu
lingkungan abiotik dn lingkungan biotik. Dalam studi ekologi hewan, pengukuran
faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor
abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan ini.
Dengan dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan dapat
diketahui faktor besar yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan
kepadatan populasi hewan yang diteliti. (Wirahadikusumah, 2003)
Faktor yang berpengaruh dalam interaksi populasi adalah faktor biotik
lingkungan yang pada dasarnya bersifat acak tidak langsung terkait dengan
perubahan komunitas, terutama faktor iklim dan curah hujan. Banyak data
mengarahkan perubahan acak iklim itulah yang pertama-tama menentukan
kerapatan populasi. Perubahan yang cocok dapat meningkatkan kerapatan
populasi, sebaliknya populasi dapat mati kalau tidak cocok. Pada dasarnya
pengaruh yang baru diuraikan berlaku bagi kebanyakan organisme tetapi pengaruh
yang sebenarnya malah dapat memicu perubahan mendasar sampai kepada
variasai. Persaingan dalam komunitas dalam artian yang luas persaingan
ditunjukan pada interaksi antara dua organisme yang memperebutkan sesuatu
yang sama. Persaingan ini dapat terjadi antara individu yang sejenis ataupun
antara individu yang berbeda jenis. Persaingan yang terjadi antara individu yang
sejenis disebut dengan persaingan intraspesifik sedangkan persaingan yang terjadi
antara individu yang berbeda jenisnya disebut sebagai persaingan interspesifik
(Gembong, 2004).

Bekicot (Achatina fulica) merupakan hewan yang paling banyak ditemukan


diberbagai daerah di Indonesia, meskipun demikian hewan ini bukan spesies
pribumi Indonesia melainkan merupakan pendatang dari benua Afrika yang telah
menetap ± 50 tahun lamanya. Bekicot bersifat hermaprodit namun perkawinan
tidak dapat dilakukan oleh satu individu saja melainkan membutuhkan individu
lain pada proses kawinnya. Pada waktu kopulasi penis masing-masing individu
yang berwarna keputih-putihan dan lembab, akan masuk ke dalam lubang genital
individu pasangan kawinnya. Bekicot dikenal sebagai hewan nokturnal dan
herbivora, karena kebiasaan makannya itu, sehingga bekicot digolongkan dalam
sebagai kelompok hewan yang berpotensi sebagai hama bagi kebun sayuran dan
bunga-bungaan. Bekicot termasuk dalam golongan hewan lunak dan biasanya
disebut Molusca. Anggota bekicot ini sangat banyak hidup di bebagai alam (darat,
air tawar, air payau dan di laut) misalnya cumi-cumi, gurita dan kerang-kerangan.
Bekicot termasuk ke dalam kelas Gastropoda atau berkaki perut. Di Indonesia
dikenal ada dua jenis (spesies) bekicot yaitu Achatina fulica dan Achatina
fariegata. Secara garis besar tubuh bekicot terdiri atas dua bagian yaitu cangkang
bekicot, berfungsi sebagai alat untuk melindungi tubuhnya dari mangsanya.
Cangkang bekicot dewasa dapat mencapai 7,5 – 11,5 cm diukur dari ujung
cangkang sampai kedasar cangkang. Achatina fulica mempunyai cangkang
bergaris-garis semar, ramping dan runcing, sedangkan Achatina fariegata
memiliki cangkang bergaris tebal, lebih gemuk, dan membulat, dan badan
bekicot; yang sederhana terdiri atas kepala dan perut (Isnaeni, 2006).

Siput kebun (Achatina fulica) bersembunyi di bawah kayu tumbang atau


timbunan sampah pada siang hari, dan merayap keluar pada malam hari, karena
itu Achatina fulica (bekicot) termasuk ke dalam golongan hewan nocturnal.
Hewan nocturnal adalah hewan yang tidur pada siang hari dan aktif pada malam
hari yang merupakan kebalikan dari perilaku hewan diurnal. Hewan nocturnal
umumnya memiliki kemampuan pendengaran dan penciuman serta penglihatan
yang tajam (Burnie, 2005).

A. fulica merupakan salah satu hewan gastropoda. Kebanyakan gastropoda


memiliki satu cangkang spiral tunggal yang menjadi tempat persembunyian
hewan apabila terancam. Cangkang seringkali berbentuk kerucut namun
berbentuk pipih pada abalone dan limpet. Gastropoda benar-benar bergerak
selambat bekicot secara harfiah dengan gerakan kaki yang bergelombang atau
dengan silia, seringkali meninggalkan jejak lendir ketika lewat (Campbell, 2008).

Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Order : Pulmonata
Family : Achatinidae
Subfamily : Achatininae
Genus : Achatina
Species : Achatina fulica

Sehubungan dengan perilaku dan kebiasaan makannya serta potensi


berbiaknya yang tinggi, Achatina fulica digolongkan sebagai hewan yang
berpotensi hama (potential pest species), atau hewan hama ( misalnya di kebun-
kebun anggrek dan bunga lainnya) (Burnie, 2005).
3. METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di Lingkungan Laboratorium Ekologi Universitas
Riau pada Tanggal 16-17 Maret 2019

3.2 Alat dan Bahan


1. Achatina fulica (panjang cangkang ≥ 50 mm)
2. Meteran pendek (1 m)
3. Thermometer
4. Jam tangan/penunjuk waktu lain
5. Kamera digital
6. Laptop
7. Penggaris metal
8. Kertas milimeter
9. Pensil dan penghapus

3.3 Cara Kerja

1. Ditentukan lokasi yang akan dikunjungi sebagai tempat untuk melakukan


praktikum, praktikum dilakukan dilapangan yaitu di area kebun/padang
rumput.
2. Di dalam Lab, bekicot yang telah dikumpulkan ditandai untuk pengenalan
indiviual, cangkang bekicot yang diamati diberi tanda nomor-nomor yang
berbeda, dengan menggunakan cat bewarna putih, Penandaan dilakukan
pada waktu hewan-hewan inaktif, tengah hari. Perhatikan pengenlan
nomor (16-91;66-99, dsb).
3. Pada siang hari,1-2 jam sebelum pengamatan dimulai, hewan dikumpulkan
dan ditimbang, sesudah dibersihkan dari kotoran dan serasah atau tanah
yang menempel pada tubuhnya dengan lap atau kertas penyerap (“tissue”),
hingga ketelitian 0.1 g. Karena dalam rentang waktu 24 jam berat tubuh
dapat mengalami perubahan-perubahan, akibat masukan makanan,
keluaran feses, keluaran telur, maka pada akhir pengamatan tubuh hewan
ditimbang kembali seperti semula.
4. Panjang cangkang bekicot diukur dengan jangka sorong (kaliper), mulai
dari bagian pangkal tiang spiral cangkang hingga ke bagian apeks
cangkang, hingga ketelitian 1 mm. Dengan asumsi bahwa dalam rentang
waktu 24 jam tidak terjadi pertambahan panjang cangkang yang berarti (<
1mm), pengukuran panjang cangkang itu cukup dilakukan sekali saja.
Kalau waktu tidak mengijinkan, pengukuran dapat dilakukan pada akhir
pengamatan.
5. Setelah perlakuan-perlakuan itu sudah selesai, hewan-hewan itu
dikembalikan kehabitatnya semula, di beberapa lokasi yang ternaung.
6. Untuk praktikum ini hewan yang diamati berjumlah 50 ekor atau lebih.
Setiap pengamatan atau penelitian mengenai aktivitas atau perilaku,
pertama-tama sekali memelukan kriteria, yang akan digunakan sebagai
acuan dalam pengamatan. Salah satu langkah awal ialah kriteria untuk
menentukan hewan aktif dan inaktif (aktivitas ≈ 0). Kriteria yang dipakai
untuk bekicot dalm latihan ini adalah sebagai berikut:
1) Aktif (=A) : apabila bagian kepala bekicot terjulur keluar dari
cangkangnya. Hewan-hewan yang termasuk kategori ini dapat dipilah-
a. Berjalan-jalan (Ab) : bergerak berpindah-pindah tempat;
b. Berdiam diri di suatu tempat, tampa melakukan aktivitas khusus
(Ad);
c. Makan (Am), perhatikan adannya fragmen daun ataupun sarasah
yang menempel pada bagian mulut dan adanya gerakan-gerakan
(redula);
d. Melakukan defekasi (mengeluarkan tinja), baik sambil diam
ditempat (Adf) atau sambil berjalan (Abf);
e. Berkopulasi (Ak), perhatikan adanya sepasang penis yang
terentang diantara sisi bagian kepala dari kedua hewan yang
sedang kawin itu (catat nomornya);
f. Bertelur (Ao), posisi tubuh bekicot waktu mengeluarkan telur-
telurnya mirip Ad tetapi dengan bagian kepala yang terjulur masuk
kedalam serasah atau tanah, namun adakalanya tampak
menyerupai posisi Im atau I
Frekuensi terjadinya Ak mupun Ao sangat rendah diandingkan dengan
jenis aktivitas lainya (Ab, Ad, Am).

2) Inaktif (= I) : apabila bagian kepala hewan tersembunyi dalam cangkang.


Kategori ini dapat dipilah-pilah lagi atas:
a. Inaktif dengan seluruh bagian tubuh yang lunak dari hewan masuk
ke dalam cangkang (Is), dan
b. Inaktif dengan bagian kakinya masih tampak menjulur ke uar
cangkang (Ir).

7. Pengamatan kondisi lingkungan dilakukan secara umum pada lokasi-


lokasi yang diamati, faktor – faktor yang diamati berupa suhu udara,
kelembaban relatif udara dan intensitas cahaya serta suhu tanah dan
kelembaban tanah. Dicatat hasilnya

8. Pengukuran jarak edar dilakukan setiap 2 jam sekali selama 24 jam


pengamatan. Ditentukan titik awal terlebih dahulu kemudian setiap 2 jam
diukur jarak perjalanan bekicot tersebut, dicatat hasil yang diperoleh
Prilaku Keseharian Siput A

25 % Ir
41.67 %
Ab

16.67 % Ad

16.67 Is

Diagram 1. Diagram Prilaku Siput A

60
PENGARUH SUHU TERHADAP JARAK
50

Rocky 21
40
Siput A

30 Dragon 1
Jelly
20 Yoli
Catkat
10

0
08.00 (28.5 C) 10.00 (35.0 C) 12.00 (35.7 C) 14.00 (34.9 C) 16.00 (34.7 C)

Grafik 2.Pengaruh Suhu Terhadap Jarak Edar


70
PENGARUH BERAT TERHADAP JARAK EDAR
60

50

40

30
Jarak Edar Rata-Rata (cm)
20

10

0
14.83 16.41 23.76 22.56 16.14
Siput A Dragon Jelly Yoli Catkat
1

Grafik 3. Pengaruh Berat Terhadap Jarak Edar

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada 6 ekor Achatina fulica selama 24 jam
banyak hal yang terjadi diantaranya adalah aktivitas Achatina fulica, jarak edar
yang semakin luas dan berat badan Achatina fulica yang cenderung berubah. Pada
6 ekor Achatina fulica yang diletakkan pada daerah yang terbuka aktivitas
Achatina fulica semakin luas dan semakin aktif, kebanyakan Achatina fulica yang
bergerak berpindah tempat, mencari makan, dan mengeluarkan tinja. Umumnya
Achatina fulica mencari tempat-tempat lembap dan gelap. Oleh karenanya
Achatina fulica lebih aktif beraktifitas di malam hari, maka Achatina fulica
termasuk hewan nocturnal.

Ditinjau dari segi berat badan spesimen sebelum dan setelah diamati
cenderung terjadi penurunan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh suhu udara yang
tinggi sehingga spesimen menjadi malas untuk beraktivitas dan mencari makan

Dilihat dari tabel prilaku siput A sendiri kebanyakan bersikap inaktif


meskipun dengan bagian kaki yang masih menjulur keluar (Ir) 41.67% dan
bagian tubuh masuk kedalam cangkang sebesar (Is) 25%, prilaku ini dapat
menandai bahwa spesimen A.fulica sendiri merupakan hewan yang kurang aktif.

Dari pengaruh suhu sendiri dapat dilihat bahwa umumnya spesimen


cenderung aktif pada suhu rendah dan udara yang lembab. Hal ini menyebabkan
spesimen lebih aktif dimalam hari daripada siang hari yang mana suhunya lebih
tinggi, sehingga dapat dipastikan bahwa A.fulica merupakan hewa nocturnal.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Jarak edar dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan dimana suhu tinggi maka
semakin rendah kelembapannya dan semakin luas jarak edarnya.

2. Hewan bekicot menyukai daerah yang lembap dan gelap karena dalam kondisi
seperti itu, Achantina fulica lebih banyak beraktifitas.

3. Perilaku siput A cenderung inaktif dan berat badan dari semua spesimen
cenderung menurun

5.2 Saran
Untuk asisten sebaiknya senantiasa membimbing praktikannya dan juga
untuk praktikan sebaiknya senantiasa bekerja sama dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Browidjojo, M. Dj. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga : Jakarta

Burnie, D. 2005. Ekologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Campbell. 2008. Biologi Jilid 2 Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Sukarsono. 2012. Ekologi Hewan. Malang: UMM Press

Tjitrosoepomo, Gembong, dkk. 2004. Biologi II. Jakarta : Dedikbud

Wirahadikusumah, Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta


LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Pengaruh Berat Terhadap Jarak Edar

Jarak Edar
Berat Akhir
Bekicot Berat (gr) Rata-Rata
(gr)
(cm)
Rocky 21 21.56 18.30 35.25
Siput A 14.83 13.33 34.17
Dragon 1 16.41 15.60 39
Jelly 23.76 20.40 65.83
Yoli 22.56 20.94 31.67
Catkat 16.14 22.01 57.33

Lampiran 2. Tabel Pengaruh Suhu Terhadap Jarak Edar


Jarak Edar pada Waktu dan Suhu
Bekicot
16.00 (33.1 C) 18.00 (30.1 C) 20.00 (27.5 C) 22.00 (27.0 C) 00.00 (26.0 C) 02.00 (25.9 C) 04.00 (24.4 C) 06.00 (23.2 C)

Rocky 21 0 31.5 12 138 100 126 14 0

Siput A 0 38 21.9 70 162 8 104 70.5

Dragon 1 0 28.3 99 110 81 117 41 16.5

Jelly 0 227 174 195 9.5 123 54 0

Yoli 0 143 170.5 70.2 12 135.5 183 5

Catkat 0 81 40 13 0 225 157 101


Bekicot 08.00 (28.5 C) 10.00 (35.0 C) 12.00 (35.7 C) 14.00 (34.9 C) 16.00 (34.7 C) Jumlah Rata-Rata

Rocky 21 10 12 11 0 0 423 35.25


Siput A 10 0 18 0 0 410 34.17
Dragon 1 8 4 8 0 0 468 39
Jelly 0 9 8 0 0 790 65.83
Yoli 19 0 18 0 0 380 31.67
Catkat 11 0 53 7 0 688 57.33
Lampiran 3. Foto Pengamatan

Anda mungkin juga menyukai