Duduk Perkara
Duduk Perkara
Gugatan diawali dari terbitnya Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 sebagai
perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatanoleh
pemerintah pada tanggal 12 Juli 2017 lalu oleh Menko Polhukam Wiranto. Sejak itu, ada 7
gugatan ke MK terkait Perppu Ormas. Yaitu:
1. Pertama dengan nomor perkara 38/PUU-XV/2017 oleh Afriady Putra dengan kuasa
pemohon Virza Roy Hizzal.
2. Kedua nomor perkara 39/PUU-XV/2017 oleh mantan jubir HTI Ismail Yusanto
dengan kuasa pemohon Yusril Ihza Mahendra.
3. Ketiga dengan nomor perkara 41/PUU-XV/2017 oleh Aliansi Nusantata dengan kuasa
pemohon Yuherman..
5. Kelima nomor perkara 49/PUU-XV/2017 oleh Pusat Persatuan Islam (Persis) dengan
kuasa pemohon M Mahendradatta.
6. Keenam nomor perkara 50/PUU-XV/2017 oleh jubir FPI Munarman dan 4 ormas lain
dengan kuasa pemohon Kapitra Ampera.
7. Terakhir nomor perkara 52/PUU-XV/2017 oleh anggota ACTA Herdiansyah dan Ali
Hakim Lubis dengan kuasa pemohon Hisar Tambunan.
Hal ini mengacu kepada dasar konstitusional UUD 1945 pasal 22 ayat (1) yang
berbunyi: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.
“Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-UI/2009, ditafsirkan tiga
persyaratan keadaan yang harus dipenuhi dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, Undang-undang yang dibutuhkan tersebut
belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak
memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan”.
2.1. Unsur subjektifitas yang terkandung dalam Perppu No. 2 Tahun 2017 dirasa
telah mencederai kebebasan berserikat sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi: “kemerdekaan berserikat dan berumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang”.
2.2. Perppu No. 2 Tahun 2017 secara tidak langsung telah cacat demi hukum bila
kita melihat dari sudut hirarkinya seperti yang disebut dalam UU No 12 Tahun
2011 Pasal 7 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. yang
berbuni :
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
Secara jelas disitu bahwa Perppu tersebut tealah batal demi hukum dari segi
herarkinya saja.
3.1. Klaim pemerintah ini kami rasa kurang beralasan karena jika kita memebaca
UU No. 17 tahun 2013 pasal 60 kita dapat milihat dengan jelas bahwa sanksi
disitu telah diatur dengan jelas dan kami merasa kalau UU No 17 tahun 2013
lebih baik, dikarenakan dalam penjacutan seuatu ormas harus melalui
pertimbangan Mahkamah Agung terlebih dahulu.
3.2. Pada kasus HTI ini tanpa memalui persidangan dan secra begitusaja karena
perppu ini HTI dibubarkan dantelah menyalahi asas praduga tak bersalah yang
seharusnya diterapkan pada setiap orang atau perkumpulan orang sehingga
kami merasa jika perppu ini terlalu mengacu pada Subjektif pemerintah saja
4. Legal Standing Pemohon Tidak Terpenuhi.
Menurut UU MK, kata Yusril, pemohon yang mempunyai legal standing adalah
antara lain badan hukum publik atau privat. Pada waktu mengajukan permohonan, HTI masih
berstatus badan hukum. Namun, ketika perkara disidangkan, status badan hukum HTI telah
dicabut oleh pemerintah.
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/26/10340511/yusril-akan-minta-kejelasan-
legal-standing-hti-ke-hakim-mk
https://www.researchgate.net/publication/322202106_ANALISIS_KEBIJAKAN_PE
RPPU_ORMAS_KRITIK_TERHADAP_PERPPU_NOMOR_2_TAHUN_2017
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt581fe58c6c3ea/pengertian-legal-
standing-terkait-permohonan-ke-mahkamah-konstitusi
https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/07/26/120454/di-hari-sidang-
perdana-hti-persis-resmi-juga-gugat-perppu-ormas-ke-mk.html
http://setkab.go.id/inilah-perppu-no-22017-tentang-perubahan-uu-no-172013-tentang-
organisasi-kemasyarakatan/