Anda di halaman 1dari 16

1

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN April 2019
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MULTIPLE GIANT BULLA & EFUSI PLEURA

Oleh:
Gian C. Kalalembang C014182006
Puja Muhammad Iqbal C014182007
Fadilah Ramadhani C014182008
Muh. Rakib Yunus C014182009
Joestiatho L. Kilmanun UNPATTI

Pembimbing Residen
dr. Ariany Asnur

Dosen Pembimbing
dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K)., M.Med.Ed

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
2
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Gian C. Kalalembang C014182006


Puja Muhammad Iqbal C014182007
Fadilah Ramadhani C014182008
Muh. Rakib Yunus C014182009
Joestiatho L. Kilmanun UNPATTI

Judul Laporan Kasus: Multiple Giant Bulla & Efusi Pleura


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 17 April 2019

Pembimbing Residen Dosen Pembimbing

dr. Ariany Asnur dr. Sri Asriyani, Sp.Rad(K), M.Med.Ed

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Bachtiar Murtala, Sp.Rad (K)


3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
BAB 1 PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN ......................................................................... 4
B. ANAMNESIS ..................................................................................... 4
C. PEMERIKSAAN FISIS …………………………………................. 5
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ……………………………... 7
E. RADIOLOGI ……………………………………………….............. 8
F. DIAGNOSIS ………………………………………………............... 9
G. TERAPI …………………………………………………….............. 9
H. RESUME KLINIS ………………………………………………...... 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI ........................................................................................... 10
B. EPIDEMIOLOGI .............................................................................. 10
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI ........................................................... 14
D. ETIOLOGI ..........................................…............................................ 14
E. PATOMEKANISME ……………………………………………….. 15
F. RADIOLOGI ……………………………………………….............. 23
G. MANIFESTASI KLINIS .................................................................... 24
H. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS..............................…...……………. 27
I. PENATALAKSANAAN …………………………………................ 28
J. KOMPLIKASI ……………………………………………................ 28
K. PROGNOSIS ……………………………………………………….. 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
4
BAB I
PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Tanggal Lahir/Usia : 31 Desember 1968 / 50 tahun
No. Rekam Medik : 878532
Pendidikan : SMA/Sederajat
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Lipukasi
Ruang Perawatan : Infection Center RSWS, Lt. 2
Tanggal MRS : 29 Maret 2019

B. Anamnesis
 Keluhan utama : Sesak napas
 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IRD Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 1 minggu yang lalu dan
memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk ada lendir warna putih, batuk darah
tidak ada, nyeri dada kadang-kadang. Demam ada, keringat malam tidak ada, mual
muntah (-) nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu yang lalu. BAK dan BAB normal.
Riwayat merokok 20 tahun, 20 batang/hari. Riwayat DM sejak tahun 2017 dan berobat
teratur.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaaan Umum Sakit sedang/gizi cukup/GCS 15 (composmentis)
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah 170/100 mmHg
Nadi 110 kali/menit
Pernapasan 28 kali/menit
Suhu 38 oC
SpO2 92 % tanpa modlitas
Sistem Respirasi
Inspeksi Asimetris, Hemithoraks kanan tertinggal
Palpasi Vokal fremitus simetris
5
Perkusi Hipersonor pada hemithoraks kanan
Vesikuler, melemah pada hemithoraks kanan,
Auskultasi
rhonki +/-, wheezing -/-
Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis teraba
Perkusi Batas jantung normal
Auskultas 1/2 reguler
Sistem Gastrointestinal
Mulut Mukosa kering
Mual, Muntah Tidak
Ascites Ada
Sklera Ikterus Tidak
Neurosensori
Pedengaran Normal
Penglihatan Normal
Pupil Isokor
Eliminasi
Defekasi Via Anus
Urin Spontan
Palpebral Edema Tidak
Mata Cekung Tidak
Kulit Kelamin
Warna Kulit Normal
Turgor Kult Elastis
Risiko Dekubitus Tidak
Luka Tidak
Ekstremitas
Kesulitan Pergerakan Tidak
Keadaan Tonus Otot Baik
Edem Kaki/Tungkai Tidak

D. Pemeriksaan Laboratorium
6

 Hasil laboratorium (9/02/2017)


Tes Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi Rutin

WBC 25.6 4.0-10.0 103/mm3

RBC 4,38 4.0-6.0 106U/L

Hemoglobin 12.6 12.0-16.0 g/dl

Hematokrit 35.8 37.0-48.0 g/dl

Koagulasi

PLT 487 150-400 103/uL

Glukosa

GDS 185 140 mg/dl

Fungsi Ginjal

Ureum 16 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 0.75 L(< 1.3), P(<1.1) mg/dl

Fungsi Hati (01-04-2019)

LDH 625 210-425 U/L

Protein Total 6.2 6.6-8.7 gr/dl

Albumin 2.8 3.5-5.0 U/L

Immmunoserologi

Prokalsitonin 0.83 <0.05 ng/ml

Elektrolit 130 136-145 mmol/l

Natrium 3.6 3.5-5.1 mmol/l


7
Kalium 98 97-111 mmol/l

Klorida

E. Radiologi

Gambar 1. Foto Thorax PA (29 Maret 2019)

Foto thorax PA

Hasil Pemeriksaan :

 Tampak multiple cavitas berdinding tipis pada lapangan atas dan tengah paru kanan
 Tampak bercak infiltrat yang tersebar pada kedua lapang paru
 Cor: CTI dalam batas normal, aorta dilatasi
 Sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma kiri baik
 Tulang-tulang intak
8

 Jaringan lunak sekitar kesan baik

Kesan :
 Multiple bullae pulmo dextra
 Bronchopneumonia bilateral
 Efusi pleura dextra
 Dilatatio aortae

Gambar 2. Foto Thorax PA (4 April 2019)

Foto thorax AP

Hasil Pemeriksaan :

 Lesi hiperlusen avaskular berdinding tipis, multiple pada lapangan atas dan tengah
paru kanan
 Tidak tampak bercak infiltrat pada kedua lapang paru
 COR : ukuran kesan normal, aorta normal
9

 Sinus kanan tumpul, sinus kiri dan diafragma baik


 Tulang-tulang intak
 Jaringan lunak sekitar kesan baik

Kesan :
 Multiple bullae paru kanan
 Efusi pleura kanan
Usul
 MSCT Thorax

F. Diagnosis
Multiple bulla pulmo dextra disertai pneumothoraks dextra

G. Terapi

- Oksigen 3 liter/menit
- Infus Nacl 0,9% 21tetes/menit
- Combivent 1 ampul/8jam/inhalasi
- Pulmicort 1 ampul/12jam/inhalasi\
- Levofloxacin 750mg/24jam
- Ranitidin 50mg/12jam/intravena

H. Resume Klinis

Seorang pria 50 tahun dirujuk dari Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) Barru
keluhan sesak napas yang dialami sejak 1 minggu yang lalu dan memberat 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Ada batuk lendir warna putih, batuk darah tidak ada, nyeri dada kadang-
kadang. Demam ada, keringat malam tidak ada, mual muntah (-) nyeri perut kanan atas sejak
1 minggu yang lalu. BAK dan BAB normal. Riwayat merokok 20 tahun, 20 batang/hari.
Riwayat DM sejak tahun 2017 dan berobat teratur. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
asimetris pada pengembangan dada dengan daerah kanan tertinggal. Vokal fremitus simetris.
Perkusi pada hemithoraks kanan hipersonor. Pada auskultasi bunyi napas melemah dan bunyi
rhonki pada hemithoraks kanan.
10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Bulla adalah ruang yang berisi udara pada parenkim paru yang merupakan hasil dari
destruksi jaringan alveolar (waseem,muhammad). Sedangkan giant bulla didefinisikan
sebagai pembesaran satu atau lebih bulla yang mengisi lebih dari sepertiga lapangan paru
(purohit,gopal). Bullous lung disease berbeda dengan bullous emphysema. Burke (1937)
pertama kali mendeskripsikan bullous lung disease sebagai suatu sindroma klinis yang
karakteristik ditandai oleh adanya bullae di satu atau kedua apeks pulmo dengan struktur
parenkim pulmo yang normal. Sementara bullous emphysema adalah bullae yang terjadi pada
pasien PPOK, dimana telah terjadi abnormalitas parenkim pulmo yang difus (agarwal,ritesh)

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru
dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan
dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer.
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah
sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap
dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut.
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan
bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut
berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara
terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis.
Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang
dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.
11
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi
empat mekanisme dasar, yaitu:
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan
dari sel
4. Pengaturan ventilasi.
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafas
melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak
hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas
merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume
udara bertambah.
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume
intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih
tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6 mmHg dan paru-
paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi,
recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan
dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit
positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding
dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan
volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan
atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara
dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke dalam
pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari
daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh
pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan
dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.
12
C. Epidemiologi
Giant bullous lung disease adalah kelainan yang sebagian besar menyerangpria
perokok usia muda, walaupun dapat terjadi pada bukan perokok dengan
defisiensi alfa-1 antitripsin. Persentasi kejadiannya antara penderita PPOK
dengan non-PPOK adalah 80 % dibanding 20 % (gunarti, hesti)
D. Etiologi

Penyebab bullous lung disease berbeda antara anak-anak dan dewasa. Pada
dewasa, penyebab atau faktor resikonya dapat berupa kebiasaan merokok
(penyebab terbanyak), defisiensi alfa-1 antitripsin, serta penyalahgunaan obat
terlarang (gunarti, hesti)
Bullous lung disease dapat bersifat bawaan, namun paling sering merupakan penyakit
yang didapat baik akibat inflamasi, emfisema, trauma, maupun idiopatik. Kadang pula
disebabkan akibat parasite, Paragonims Kellicotti, dapat menyebabkan inflamasi yang
membentuk kista berisi udara. Bulla tersebut dapat berkembang pada keadaan abses
ataupun tumor pada paru. (Bright, Ronald)
E. Patomekanisme
Giant bullae berasal dari pembesaran satu atau lebih bullae yang mengisi
lebih dari sepertiga hemitoraks. Secara anatomis, bullae memiliki dinding luar
yang tipis dengan ketebalan bervariasi yang berisi sisa-sisa distensi pulmo yang
emfisematous. Klingman membagi bullae menjadi dua kelompok pada jaringan
pulmo yang normal (20% pasien) dan giant bullae pada jaringan pulmo yang
abnormal (80% pasien). (gunarti, hesti)
Giant bullae dapat dikatakan sebagai komplikasi dari emfisema. Emfisema
menyebabkan hilangnya elastisitas dinding alveoli. Pada perjalanannya, dinding
alveoli akan meregang menjadi lebih besar namun kurang efisien dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida selama proses pernafasan berlangsung.
Kesulitan dalam proses ekspirasi akan mengarah pada terperangkapnya udara di
dalam pulmo, yang dikenal sebagai hiperinflasi. Giant bullae adalah rongga besar
berisi udara yang terperangkap. Pada foto polos thorax, giant bullae tampak
sebagai lesi yang timbul di parenkim pulmo yang normal, yang dibatasi oleh
membran fibrous yang tipis dan irreguler. Pada keadaan infeksi, selain terisi
udara, giant bullae juga akan terisi cairan. Selain dapat menimbulkan obstruksi
pada jaringan pulmo yang berdekatan, sebuah giant bulla juga dapat
13
menimbulkan tekanan pada pulmo kontralateral sehingga menggangu fungsinya.
Dapat disimpulkan, bahwa bahkan jaringan pulmo yang tidak terpengaruh
langsung oleh giant bullae, akan menjadi kurang efektif. Sebagian besar giant
bullae membesar dalam waktu lama. Namun terdapat kasus dimana giant bullae
membesar dalam waktu singkat, sehingga secara cepat akan mempengaruhi
parenkim pulmo di sekitarnya. Selain dengan terapi yang bersifat invasif, bullae
dapat menghilang atau mengecil baik secara spontan atau setelah terjadi infeksi
atau perdarahan. (gunarti, hesti)
F. Radiologi
1. Foto Polos Thoraks
Foto polos thorax adalah metode yang paling praktis untuk mengidentifikasi
adanya bullae dan progresifitasnya. Namu kadang sulit membedakan bayangan
dinding bullae dari kavitas atau kista di parenkim pulmo. Foto polos yang dibuat
saat ekspirasi maksimal dapat membantu menunjukkan adanya bullae, dimana
udara yang terperangkap selama proses ekspirasi akan mempertegas dinding
bullae. Bullae berukuran besar dapat mendeviasi mediastinum ke arah
kontralateral dan bahkan mengkompresi pulmo di kontralateral. (gunarti, hesti)
Kriteria radiologi untuk kelainan tersebut adalah giant bullae di satu atau kedua
apeks pulmo, meliputi minimal sepertiga hemithorax dan mengkompresi parenkim
pulmo normal di sekitarnya (waseem, muhammad).

G. Manifestasi Klinis
Pasien dengan emfisema bullosa mungkin asimtomatik, pada kondisi ini
diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan foto polos thorax rutin. Dengan semakin
membesarnya ukuran bullae, akan menimbulkan keluhan berupa dispneu, nyeri
dada, serta kadang terjadi hemoptisis. Kadang dapat terjadi sesak nafas berat
akibat terjadinya pneumotoraks spontan atau peningkatan ukuran bullae secara
mendadak akibat air trapping. Meningkatnya frekuensi batuk disertai sputum
umumnya mengindikasikan terjadi infeksi pada bullae.
Temuan pada pemeriksaan fisik mencerminkan keadaan pulmo secara
keseluruhan atau efek bullae terhadap struktur di sekitarnya. Giant bullae
menyebabkan menurunnya suara nafas dan peningkatan resonansi pada
pemeriksaan perkusi.
14
Komplikasi giant bullae adalah pneumotoraks dan infeksi. Infeksi pada
bullae adalah kondisi yang seringkali menyertai giant bullae, umumnya sekunder
dari parenkim pulmo yang mengalami infeksi. Cairan yang terakumulasi di dalam
bullae biasanya steril, bersifat transudatif, dan dapat menetap selama beberapa
minggu sampai beberapa bulan. (Gunarti, hesti)
H. Diferensial Diagnosis
 Pneumotoraks
Pada pemeriksaan foto polos, adanya gambaran ‘deep sulcus sign’ dapat
menjadi petunjuk mengarah kepada pneumothorax. Pada pemeriksaan USG,
gambaran ‘comet tail’ merupakan karakteristik adanya bullae, yang tidak dapat
dijumpai pada kasus pneumotoraks. Pada pemeriksaan CT Scan, gambaran
‘double wall sign’ yang terbentuk dari udara yang membatasi dinding bullae yang
posisinya paralel dengan dinding toraks, merupakan gambaran khas bullae. (gunarti,
hesti)
I. Penatalaksanaan
Bullae yang asimptomatik umumnya diterapi secara konservatif disertai
observasi rutin terhadap perkembangan bullae melalui pemeriksaan foto polos
thorax. Bila terjadi infeksi pada bullae, diberikan antibiotik dan fisioterapi. (gunarti, hesti)

Bullae yang menimbulkan gejala akibat mass effect, perlu dilakukan tindakan
pembedahan berupa bulektomi. Indikasi pembedahan pada kasus giant bullae adalah pada
kondisi: (1) ukuran bula meningkat; (2) terjadi pneumotoraks; (3) terjadi insufisiensi
pulmonal; dan (4) terjadi infeksi di dalam bullae (waseem, muhammad)

J. Komplikasi
 Emfisema
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomi paru yang ditandai dengan
perubahan abnormal saluran udara (pelebaran rongga udara) yang terjadi karena
kerusakan dinding asinus yang terdapat di bagian distal bronkus terminal.
Emfisema yang terjadi merupakan emfisema kompensasi yang merupakan usaha
tubuh secara fisiologik untuk menggantikan jaringan paru yang tidak berfungsi.
(gunarti, hesti)
 Pneumotoraks
15
Pneumotoraks dapat terbentuk ketika terjadi rupture pada lesi bulla, udara pada bulla
akan keluar ke rongga dada yang akan menyebabkan penurunan kemampuan
komplians paru (bright, Ronald)

K. Prognosis
Angka mortalitas post operasi pada kasus giant bullae yang menyebabkan
kompresi jaringan paru normal di sekitarnya relatif rendah, berkisar antara 0-8%.
Morbiditas terutama berkaitan dengan kebocoran udara yang berkepanjangan dan
infeksi paru.

Pleura Hiperlusen
l Avaskuler
White
Line
16
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: BP FKUI; 1999.

2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.


3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. 2nd Edition. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2001.
4. Guyton AC, dan Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGG; 2007.
5. Pearce. Evelyn,.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta; 2009.
6. Worthington AC, West T. Australian Evidence Concerning The Information
Content of Economic Value Added. Australian Journal of Management; 2004.
7. McArdle WD. Exercise Physiology: Energy, Nutrition, and Human Performance.
4th Edition. USA: Williams and Wilkins; 2006: 19-41.
8. Syaifuddin H. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika; 2001.
9. Price S, Wilson L. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2005.
10. Herring W. Learning Radiology: Recognizing The Basic. 3rd ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016: 14-5, 58, 60-6,76-7.
11. Singh H & Pardesi D. Radiology for Undergraduates and General Practioners, 1 st
edition. 2012. Pg.43. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.)
12. Emedicine.medscape.com/article/424547-clinical#b3

13. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015: 49, 55.
14. Djojodibroto, RD. Respirologi (Respiratory Medicine. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007: 44.
15. Light, Richard. Pleural Disease. 5th Edition. Philadelphia; 2007.
16. Boka kamran, dkk. Empysema. Medicine.medscape; 2014.
17. Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York:
McGeaw-Hill; 2012: 1347, 2181.
18. Madhuri GB. Textbook of Physiotherapy for Cardio-Respiratory Cardiac Surgery
and Thoracic Surgery Conditions. New Delhi: Jaypee; 2008: 113.
19. Kasargod V & Awad NT. Clinical profile, etiology and management of
hydropneumothorax: An Indian experience. 2016; 33(3): 278-280

Anda mungkin juga menyukai