Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

OLEH:

NURHUDAYA FAUZIAH.L

70300116015

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny “K” DENGAN DIAGNOSA

PENYAKIT GGK (GAGAL GINJAL KRONIK)

OLEH:

NURHUDAYA FAUZIAH.L

70300116015

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulusfiltration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadiuremia atau
azotemia (Smeltzer, 2009)
B. Klasifikasi

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Herdinana, 2012

C. Etiologi
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renali
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. (Arif
Mutaqin, 2011)
Walaubagaimanapun, penyebab utama GGK adalah diabetes dan tekanan
darah yang tinggi. Diabetes terjadi apabila kadar gula darah melebihi paras
normal, menyebabkan kerusakan organ-organ vital tubuh seperti jantung dan
ginjal, serta pembuluh darah, syaraf dan mata. Tekanan darah yang tinggi atau
hipertensi, terjadi apabila tekanan darah pada pembuluh darah meningkat dan
jika tidak dikawal, hipertensi bisa menjadi punca utama kepada serangan
jantung, strok dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga bisa
menyebabkan hipertensi (NKF, 2010).
D. Patofisiologi
Proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk akhir
metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam
darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat, sehingga
menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat
dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, sehingga menyebabkan
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus
atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan
dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin
dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,
yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletihan. Eritropoetin yang
tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena status pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin
sendiri adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi
sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. (Smeltzer, 2009)
E. Manefestasi Klinis
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,
muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
F. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop. (Sudoyo, 2010)
F. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
d. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
7. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks/ jari) kalsifikasi metatastik
8. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
c. Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5). (Smeltzer, 2009)
G. Komplikasi
1. Penyakit tulang. Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3,
hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya turut
menyebabkan penyakit tulang renal.
2. Penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas
tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis.
3. Anemia. Kadar eritropoetin dalam sirkulasi rendah. Eritropoetin rekombinan
parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki toleransi terhadap
aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.
4. Disfungsi seksual. Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi.
Hiperprolaktinemia ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah pasien,
menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin. (Smeltzer, 2009)
H. Penatalaksanaan
1. Manfaat obat dalam terapi penyakit ginjal kronik
a. Diuretik
Diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran urine) membantu
pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat
membantu menurunkan tekanan darah.
b. Obat antihipertensi
Sebagian besar penderita penyakit ginjal kronik mengalami tekanan darah
tinggi. Oleh karena itu, diperlukan obat antihipertensi untuk
mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal dan dengan
demikian, akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan
oleh tingginya tekanan darah.
c. Eritropoietin (Epo)
Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormone eritropoietin (Epo).
Hormone ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel
darah merah. Penyakit ginjal kronik menyebabkan produksi hormon Epo
mengalami penurunan sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, Epo
perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh penyakit
ginjal kronik. Epo biasanya diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali/minggu.
d. Zat besi
Zat besi (ferrous sulphate) sering kali bermanfaat untuk membantu
mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien dengan
penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam bentuk tablet atau
injeksi.
e. Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penyakit ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah,
sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi
ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu
kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG


nya, yaitu:
a. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.

Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73mイ, mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).


2) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2. Modifikasi gaya hidup
a) Diet
Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbeda-beda, tergantung
stadium penyakit ginjal kronik yang dialami. Secara umum, penderita
penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet rendah garam (sodium) yang
bermanfaat membantu mengendalikan tekanan darah dan mencegah
tertimbunnya kelebihan cairan tubuh, dan diet rendah fosfat (800-1000
mg/hari).
b) Olahraga
Olahraga bermanfaat membantu mengendalikan kadar gula darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan tekanan darah, dan
mengurangi kelebihan berat badan. Selain dari segi fisik, olahraga juga
berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional.
c) Menjaga berat badan dalam batas normal
Mengurangi kelebihan berat badan dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan kadar kolesterol/lemak darah. Sebagai pedoman, indeks massa
tubuh (body mass index) normal yang dianjurkan : 18,5 sampai dengan 24,9
kg/m2.
d) Berhenti merokok
Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh darah
sehingga kolesterol mudah tersangkut dan membentuk timbunan plak pada
dinding pembuluh darah. Endapan kolesterol menyebabkan dinding
pembuluh darah menebal dan mengeras sehingga rongga pembuluh darah
mengalami penyempitan. Keadaan ini menyebabkan berkurangnya aliran
darah yang menuju ginjal dan meningkatnya tekanan darah. Oleh karena itu,
individu dengan penyakit ginjal kronik yang memiliki kebiasaan merokok,
sangat di anjurkan untuk sedapat mungkin berhenti merokok.
3. Non farmakologis
a. Pengaturan asupan protein :
1) Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
2) Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari
3) Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB ideal/hari
b. Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
e. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
f. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
h. Kalsium : 1400-1600 mg/hari
i. Besi : 10-18 mg/hari
j. Magnesium : 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD : 5 mg
l. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada CAPD air
disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di
antara waktu HD<5% BB kering. (Arif Muttaqin, 2011)
I. Prognosis
Perjalanan klinis umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu:
1. Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat
pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan
mengadakan tes GFR yang teliti.
2. Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadar protein
dalam makanan. Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala
nokturia dan poliuria ( akibat gangguan kemampuan pemekatan). Gejala-gejala
ini timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba.
3. Stadium ketiga adalah stadium akhir gagal ginjal progresif yang disebut
penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila
sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron
yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan
kreatinin mungkin sebesar 5-10ml per mennit atau kurang. Pada keadaan ini,
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan.
(Mahdiana,2010)
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

B. Pengkajian
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal
ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, status perkawainan,
alamat, sumber informasi, no.rekam medic
b. Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
c. Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
2. Pemeriksaan
a. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia / gelisah atau samnolen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi ; nyeri dada
(angina).
Tanda : Hipertensi; Distensi Vena Jugularis, nadi kuat, edema jaringan
umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Distrimia jantung. Nadi
lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang
pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial ( Respon terhadap
akumulasi sisa). Pucat : kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan
perdarahan.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan
sebagainya. Peresaan tak berdaya, tidak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak , ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat
berawan. Oliguria dapat menjadi anuria.
e. Makanan Cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi
gusi, perdarahan gusi lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
f. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
“kaki gelisah”, kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas / kesemutan
dan kelemahan. Khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadarn, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda Chovostek dan
Trousseau positif kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejanng. Rambut tipis,
kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri / Kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk
saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhati – hati / distraksi, gelisah.
h. Pernafasan.
Gejala : Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal : batuk dengan
tanda sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman
(pernafasan kusmaul).Batuk produktif dengan sputum merah muda –
encer (edema paru).
i. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal. Ada / berulang infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuhlebih
rendah dari normal (efek GGK/ depresi respon imun). Petekie, area
ekomosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi
metastik) pada kulit.Jaringan lunak, sendi : Keterbatasan gerak sendi.
j. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amionorea, infertilitas.
k. Interaksi Sosial.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tk mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
l. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpanjar pada toksin , contoh obat, racun lingkungan
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
C. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Defisit nutrisi
3. Gangguan mobilitas fisik
4. Ganggguan intergritas kulit
5. Resiko ketidakseimbangan cairan
D. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola napas
kembali efektif
Kriteria hasil : Menunjukan pola napas efekitf dengan frekuensi dan kedalam
dalam rentang yang normal
Intervensi :
Observasi
a. Monitor pola napas (Frekuensi, kedalaman dan irama napas)
R/ : Untuk mengetahui perkembangan status kesehatan pasien
b. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing dan
ronkhi)
R/: mengetahui adanya bunyi napas yang abnormal
Terapeutik
c. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
R: untuk menjaga jalan napas pasien
d. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler dan fowler
R/: Posisi semi fowlerdan fowler untuk mengurangi sesak
Edukasi
e. Ajarkan teknik batuk efektif
R/: Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas
Kolaborasi
f. Kolaborasi pemberian tambahan oksigen
R/: Memaksimalkan bernapas dengan meningkatkan masukan oksigen
2. Gangguan mobilitas fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan mobilitas atau fungsi optimal
Kriteri hasil : Menunjukkan peningkatan kekuatan dan bebas dari
komplikasi(kontraktor) dekubitus
Intervensi :
Obeservasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
R/: untuk membantu menentukan intervensi selanjutnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
R/: Mengidentifikasi kelemahan dan kemampuan fisik pasien
Terapeutik
c. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (misalnya : tongkat, kruk)
R/: Mempermudah pasien melakukan aktifitas dan mengurangi resiko cedera
d. Libatkan kelurga dalam melakukam ambulasi
R/: Untuk membantu klien dalam meningkatkan ambulasi
e. Bantu pasien dalam rentang gerak aktif atau pasif
R/: Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu
dalam menentukan tegangan otot
Edukasi
f. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan ( misalnya : berjalan
ditempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi.
R/: untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dan mempertahankan toleransi
terhadap aktivitas
Kolaborasi
g. Berikan obat sesuai indikasi
R/: untuk mengurangi kelelahan dan meningktakan energi
2. Defisit nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nutrisi kurang dapat teratasi
Kriteria hasil : Mempertahankan nutrisi yang adekuat, mengkomsusmsi
protein yang mengadung nilai biologis yang tinggi, mengkomsumsi makanan
tinggi kalori dalam batasan diet, peningkatan nafsu makan
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
R/: menyediakan data untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
R/: pola diet dahulu dengan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu
c. Identifikasi makanan yang disukai
R/: untuk membantu proses dalam pemenuhan nutrisi
d. Monitor berat badan
R/: untuk memantau status cairan dan nutrisi
Terapeutik
e. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
R/: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Edukasi
f. Ajarakan diet yang diprogramkan
R/: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, kadar
kreatinin dengan penyakit renal
Kolaborasi
g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
R/: membantu dalam proses penyembuhan
3. Gangguan intergritas kulit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
intergritas kulit tidak terjadi
Kriteri hasil : intergritas kulit yang baik bisa dipertahanakan, menunjukan
adanya perbaikan kulit, mampu melindungi kulit dan mempertahankam
kelembapaan kulit dan perawatan alami, sensasi dan warna kulit normal
Intervensi :
Observasi
a. Identifikasi penyebab gangguan intergritas kulit
R/: untuk mengetahu intervensi apa yang dilakukan selanjutnya
Terapeutik
b. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
R/ : menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi bururk untuk
menurunkan iskemia
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap kering
R/: agar tidak terjadi iritasi dan resiko kerusakan kulit
Edukasi
d. Anjurkan menggunkan pelembab (misalnya : lotion, serum)
R/: penggunaan lotion dapat menjaga kelembapan kulit
Kolaborasi
e. Kolaborasi pemberian salep atau krim untuk mengatasi rasa gatal (Lanolin,
aquaphor)
R/: Menurunkan rasa gatal
4. Ketidakseimbangann cairan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kelebihan volume cairan
teratasi
Kriteria hasil : mempertahankan pembatasan diet dan cairan, mempertahanakan
turgor kulit normal tanpa edema, menunjukan tanda-tanda vital normal,
Intervensi:
Observasi
a. Monitor status hidrasi
R/: Perubahan status hidrasi, membrane mukosa, turgor kulit
menggambarkan berat ringannya kekurangan caiaran
b. Monitor berat badan
R/: Mengetahui kondisi umum fisik pasien
c. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
R/: untuk mengidentifikasi akumualasi elektrolit
Terapeutik
d. Cacat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
R/: memberikan informasi status keseimbangan cairan dan menetapkan
kebutuhan cairan pengganti
e. Batasi pemasukan caiaran
R/: Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluran urin dan
respon
f. Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
R/: Memberikan pedoman untuk menggantikan caiaran
Kolaborasi
g. Kolaborasi pemberian diuretic jika perlu
R: Untuk menentukan efek dari pengobatan dan observasi terhadap efek
samping yang mungkin timbul
DAFTAR PUSTAKA

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Penyakit Ginjal Kronis : Panduan Praktis
Untuk Pengertian dan Menejemen. AS: Oxford University Press
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G bare (2009) Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah edisi 8. Jakarta : EGC

National Kidney Foundation, (2010). About Chronic Kidney Disease: A Guide for Patients
and Their Families. In New York: National Kidney Foundation, Inc., p.8.

Mahdiana, Ratna. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta : Tora Book.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jogjakarta. Mediaction

Aisara,Sitifa. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang


Menjalani Hemodialisa di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas

Kadir, Akmarawati. 2016. Hubungan Patofisologi Hipertensi Dan Hipertensi Renal.


Jurnal Ilmiah Kedokteran.
Penyimpangan KDM

Glomerulonefritis Nertropati analgesik Hipertensi

Akumulasi kompleks Merusak netropati. Peningkatan tekanan darah


antigen antibody yang Netropati analgesic dan regangan yang
mengendap di merupakan kerusakan berlangsung kronis pada
membarane glomeluru nefron akibat penggunaan arteriol kecil dan
analgesic. glomeruli
Penggunaan obat untuk
wTerjadi inflamasi menghilangkan rasa nyeri
dan menekan radang Pembuluh darah
dengan mekanisme kerja mengalami sclerosis. Lesi-
Penebalan membrane menekan sintesis lesi sklorotik pada arteri
yang berlangsung prostaglandin kecil, arteriol dan
progresif glomeruli menyebabkan
terjadinya nefrosklerosis
Vasokontristik renal
Invasi jaringan fibrosa
oleh jaringan Lesi bermulah dari adanya
glomelurus kebocoran plasma melalui
Menurunkan aliran
darah ke ginjal membrane intima
pembuluh-pembuluh darah
LFG menurun

Potensi menilbulkan
iskemia glomerular Terbentuknya deposit
Glomelurus tidak dapat
fibrinoid diplasma media
menyaring cairan
pembuluh darah, yang
disertai penebalan
LFG menurun progresif pada dinding
pembuluh darah
Ginjal menjadi rusak

Pembuluh darah menjadi


vasokonstriksi dan terjadi
penyumbatan pembuluh
darah (arteri dan arteriol)

Kerusakan glomelurus dan


atrofi tubulus, sehingga
seluruh nefron rusak
Diabetes Melitus Gagal ginjal kronis

Tingginya kadar gula


dalam darah pada Gangguan reabsobsi hipernatremia Produksi urine
penderita DM membuat turun
ginjal harus bekerja
hiponatremia Retensi caiaran
dengan keras dalam proses
penyaringan darah Gangguan
eliminasi urine
Vol.vaskuler turun Vol.vaskuler
Kebocoran pada ginjal. meningkat
Awalnya, penderita akan hipotensi
menhalami kebocoran Permebilitas
albumin yang dikeluarkan kapiler meningkat
urine kemudian
berkembang Perfusi turun
oedema

Proses penyaringan Ketidakefektifan


ginjal menurun perfusi jaringan Stagnasi vena
perifer

Tubuh akan Infiltrasi


mendapatkan banyak
limbah karena Defisiensi energy
menurunya fungsi ginjal sel Keruskan jaringan
Kelebihan volume
kulit
cairan
Intoleransi
Proses hemodialisa
aktivitas
kontinyu
Oedema pulmonal

Tindakan invasive
berulang Retensi CO2 Ekspansi paru turun

Injury jaringan Asidosis dyspnea


repiratorik

Resiko infeksi Gangguan pertukaran Ketidakefektifan pola


gas napas

Informasi adekuat

Ketidakseimbangan
ansietas HCL meningkat Mual muntah nutrisi kurang dari
kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai