Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara yang terletak di benua asia. Termasuk dalam
negara bagian asia tenggara bersama dengan Laos, Kamboja, Malaysia, Thailand,
Filipina, dan beberapa negara lainnya yang juga bagian dari negara asia tenggara.
Dikenal dengan negeri Megabioversitas dan mendapat julukan “Paru-Paru Dunia”
dengan banyaknya vegetasi dan hutan yang belum dijamah manusia. Indonesia juga
mendapat julukan sebagai “Zamrud Khatulistiwa” karena posisi indonesia yang
tepat berada di garis khatulistiwa bersama dengan beberapa negara lain seperti
Brazil, dan Kolombia.

Dengan luasnya lahan hutan indonesia ditambah dengan letaknya yang berada
di garis khatulistiwa membuat indonesia menjadi salah satu negara yang rawan akan
bencana. Selain bencana akibat letusan gunung berapi dan gempa bumi, beberapa
bencana yang sering melanda indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan, dan
cuaca ekstrem. Kedua bencana tersebut menjadi bencana yang paling jarang
dipublikasikan terkait mitigasi dan penanggulangannya ke pada masyarakat
indonesia sehingga menyebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan
masyarakat mengenai mitigasi dan penanggulangan kedua bencana tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui dan menulis


makalah dengan judul “Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan
dan Lahan dan Cuaca Ekstrem”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis dapat menyimpulkan


masalah yang akan diteliti yaitu :

1. Apa itu kebakaran hutan dan lahan?

1
2. Faktor apa yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi?
3. Apa itu mitigasi dan penanggulangan bencana?
4. Bagaimana mekanisme mitigasi dan penanggulangan bencana?
5. Bagaimana mekanisme mitigasi dan penanggulangan bencana kebakaran
hutan dan lahan?
6. Apa itu cuaca ekstrem?
7. Apa saja macam-macam cuaca ektrem di indonesia?
8. Faktor apa yang menyebabkan cuaca ekstrem dapat terjadi?
9. Bagaimana mitigasi dan penanggulangan cuaca ekstrem?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami kebakaran hutan dan lahan dan cuaca
ekstrem secara mendalam
2. Untuk mengetahui prosedur mitigasi dan penanggulangan kebakaran hutan
dan lahan dan cuaca ekstrem
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengetahuan Kebencanaan dan
Lingkungan

D. Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki manfaat yaitu :

1. Menambah dan memperluas wawasan berpikir dan pengetahuan baik bagi


penulis maupun pembaca.
2. Dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang kebencanaan terutama
mengenai kebakaran hutan dan lahan dan cuaca ekstrem.
3. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya mitigasi dan penanggulangan kebakaran
hutan dan lahan dan cuaca ekstrem

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu


keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan
hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya. Kebakaran
hutan merupakan salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat tekanan
terhadap sumber daya hutan. Menurut Zufrizal (2015) indonesia mengalami
deforestasi dengan jumlah penyusutan hutan mencapai 1,1 juta ha (2% per tahun)
dari luas total 130 juta ha akibat kebakaran hutan. Pada awal tahun 2019, kebakaran
lahan kembali terjadi di kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Kebakaran lahan
terjadi di kawasan semak belukar yang kondisinya berupa tanah gambut (detiknews,
2019). Hal ini menunjukkan bahwasanya wilayah indonesia sangat rentan terjadi
kebakaran hutan dan lahan.

Akibat dari kebakaran hutan dan lahan telah dirasakan diseluruh sektor tidak
hanya transportasi dan kesehatan akan tetapi terhadap pendidikan. Sekolah terpaksa
diliburkan akibat tebalnya kabut asap yang terbentuk akibat kebakaran hutan dan
lahan sehingga mengganggu proses belajar mengajar dan menyebabkan gangguan
pernapasan (ISPA). Gangguan tersebut tidak hanya dirasakan oleh masyarakat
indonesia bahwa negara-negara yang bertetangga dengan indonesia ikut terkena
dampak dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Menurut (Tribunnews, 2013)
tidak hanya di malaysia, kabut asap juga menyelimuti singapura yang berasal dari
pulau sumatera, indonesia. Pulau sumatera menjadi pulau dengan intensitas titik api
tertinggi setiap tahunnya. Dataran rendah dengan luas lahan gambut yang besar
menjadi alasan banyaknya titik api yang terbentuk di wilayah pulau sumatera.

3
B. Faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor
alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alam biasanya
terjadi antara lain akibat El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan
sehingga tanaman menjadi kering. Sebab utama dari kebakaran hutan dan lahan
adalah pembukaan lahan yang meliputi :

1. Pembakaran lahan yang tidak terkendali sehingga merembet ke masyarakat


maupun perusahaan. Namun, bila pembukaan lahan dilaksanakan dalam
skala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. Pembukaan lahan tersebut
sering dilaksanakan untuk usaha perkebunan, Hutan Tanaman Industri
(HTI), pertanian lahan kering, sonor dan mencari ikan. Pembukaan lahan
yang paling berbahaya adalah di daerah rawa/gambut.
2. Penggunaan lahan yang menjadikan lahan rawan kebakaran, misalnya
dilahan bekas (Hak Pengusahaan Hutan) HPH, dan di daerah yang beralang-
alang.
3. Konflik antara pihak pemerintah, perusahaan dan masyarakat karena status
sengketa lahan perusahaan-perusahaan kelapa sawit kemudian menyewa
tenaga kerja dari luar untuk bekerja dan membakar lahan masyarakat lokal
yang lahannya ingin diambil alih oleh perusahaan, untuk mengusir
masyarakat. Kebakaran mengurangi nilai lahan dengan membuat lahan
menjadi terdegradasim dan dengan demikian perusahaan akan lebih mudah
mengambil alih lahan dengan melakukan pembayaran ganti rugi yang
murah bagi penduduk asli.
4. Dalam beberapa kasus, penduduk lokal juga melakukan pembakaran untuk
memrotes pengambil-alihan lahan mereka oleh perusahaan kelapa sawit.
5. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah, sehingga terpaksa
memilih alternatif yang mudah, murah dan cepat untuk pembukaan lahan.
6. Kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar
peraturan pembukaan lahan.
7. Faktor alam seperti sambaran petir, lahar dari letusan gunung dan lain-lain.

4
Berdasarkan tipe bahan bakar dan sifat pembakarannya, kebakaran hutan dan
lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu :

1. Kebakaran bawah (ground fire) merupakan tipe kebakaran dimana api


membakar bahan organik dibawah permukaan. Oleh karena sedikit udara
dan bahan organik maka kebakaran ini tidak terlihat apinya namun asap.
Penyebaran api juga sangat lambat dan terjadi dalam waktu yang lama
(biasanya terjadi pada lahan gambut yang ketebalannya mencapai 10 meter).
2. Kebakaran permukaan (surface fire) merupakan tipe kebakaran dimana api
membakar bahan bakar permukaan yang berupa serasah, semak belukar,
anakan, pancang, dan limbah pembalakan. Sifat api permukaan cepat
merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam.
3. Kebakaran tajuk (crown fire) merupakan tipe kebakaran yang membakar
tajuk pohon (bagian atas pohon). Kebakaran ini akan parah jika terjadi di
tanaman yang daunnya mudah terbakar dan rapat.

C. Mitigasi dan Penanggulangan Bencana

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik


melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.

D. Mekanisme Mitigasi dan Penanggulangan Bencana

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tiga tahapan yaitu :

1. Tahap pra bencana

5
2. Saat tanggap darurat, dan
3. Pasca bencana

Mekanisme penanggulangan bencana tersebut mengacu pada UU. No. 24 Tahun


2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

1. Pada Pra Bencana

Pada tahap ini meliputi dua keadaan yaitu :

a) Situasi tidak terjadinya bencana, penyelenggaraan penanggulangan


bencana dalam situasi tersebut meliputi :
 Perencanaan penanggulangan bencana
 Pengurangan risiko bencana
 Pencegahan
 Pemaduan dan perencanaan pembangunan
 Persyaratan analisis risiko bencana
 Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
 Pendidikan dan pelatihan
 Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
b) Situasi terdapat potensi bencana
 Kesiapsiagaan
 Peringatan dini
 Mitigasi bencana
2. Saat Tanggap Darurat

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap ini meliputi :

a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan ,dan


sumber daya
b) Penentuan status keadaan darurat bencana
c) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana

6
d) Pemenuhan kebutuhan dasar
e) Perlindungan terhadap kelompok rentan
f) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

3. Pasca Bencana

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap ini meliputi :

a) Rehabilitasi
b) Rekontruksi

Pada tahap pra bencana upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan
mitigasi dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi digolongkan
menjadi dua bagian, yaitu :

1. Mitigasi pasif
 Penyusunan peraturan perundang-undangan
 Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah
 Pembuatan pedomen/standar/prosedur
 Pembuatan brosur/leaflet/poster
 Penelitian/pengkajian karakteristik bencana
 Pengkajian/analisis risiko bencana
 Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
 Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
 Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
 Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

2. Mitigasi aktif
 Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.

7
 Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, izin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana
 Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat
 Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman
 Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
 Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana
 Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan, dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti : tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.

Tidak cukup mitigasi, kesiapsiagaan juga turut diperhatikan. Kesiapsiagaan


dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi. Kegiatan yang dilakukan antara lain :

1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap pendukungnya


2) Pelatihan siaga/simulasi/gladi/teknis bagi setiap sektor penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum)
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumber daya/logistik
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan
6) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning)
7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8) Mobilisasi sumber daya (personil, dan prasarana/sarana peralatan)

8
E. Mekanisme Mitigasi dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan
Lahan

1. Pra Bencana
a) Saat tidak terjadi bencana
 Memberikan penyuluhan dan sosialisasi mengenai kebijakan
pembakaran lahan
 Membentuk pasukan pemadam kebakaran khusus tingkat
masyarakat di sekitar daerah rawan bencana kebakaran hutan
dan lahan
 Pembuatan waduk atau sumber air di sekitar daerah rawan
bencana kebakaran hutan dan lahan
 Membuat peraturan perundang-undangan tentang pembakaran
lahan
 Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya
penggunaan api
 Mengedukasi masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan
cara pembakaran
 Memberikan penyuluhan dan simulasi apabila terjadi kebakaran
hutan
b) Saat terdapat potensi bencana
 Mempersiapkan segala dokumen dan barang-barang penunjang
yang penting untuk di bawa jika api merambat ke rumah
masyarakat sekitar
 Sedia masker dan atau masker gas untuk menghindari asap jika
terjadi bencana
 Meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan juga pos-pos yang
telah dibentuk untuk lebih awas dan sigap bila bencana
kebakaran terjad

9
 Peringatan dini dapat berupa pengumuman dari pihak mengenai
kondisi cuaca dan lingkungan, maupun pengalaman masyarakat
berupa ciri suatu bencana akan terjadi yang diceritakan sebagai
dongeng
 Penempatan tanda-tanda peringatan di setiap daerah rawan
bencana kebakaran hutan dan lahan
 Evakuasi dini penduduk yang tinggal di sekitar daerah rawan
kebakaran hutan dan lahan
2. Saat Terjadi Bencana
 Memberi batas tanda bahaya agar masyarakat tidak mendekat
 Mengevakuasi masyarakat yang masih terjebak di sekitar daerah
kebakaran
 Mengidentifikasi luas lahan yang terbakar
 Mencegah agar api tidak menyebar luas
 Memanggil tim pemadam kebakaran (DAMKAR) untuk
membantu memadamkan api
 Pemadaman api dapat juga dilakukan menggunakan helikopter
untuk daerah yang sulit untuk dijangkau.
3. Pasca Bencana
 Membersihkan hutan dari sisa-sisa ranting yang hangus terbakar
 Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua
tingkat, serta melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang
harus dilakukan selama siaga
 Meningkatkan kordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat
melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui
PUDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK Kebakaran Hutan
dan Lahan
 Mengolah tanah bekas kebakaran agar menjadi gembur, dan
 Melakukan penanaman hutan kembali (Reboisasi/penghijauan)

10
F. Cuaca Ekstrem
Cuaca adalah seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi atau sebuah
planet lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena dalam
beberapa hari. Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lama dikenal sebagai
iklim. Cuaca terjadi karena suhu dan kelembaban yang berbeda antara satu
tempat dengan tempat lainnya. Perbedaan ini bisa terjadi karena sudut
pemanasan matahari yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya karena
perbedaan lintang bumi. Perbedaan yang tinggi antara suhu udara di daerah
tropis dan daerah kutub bisa menimbulkan jet stream. Sumbu bumi yang
miring disbanding orbit bumi terhadap matahari membuat perbedaan cuaca
sepanjang tahun untuk daerah sub tropis hingga kutub. Di permukaan bumi
suhu biasanya berkisar ±40°C. selama ribuan tahun perubahan orbit bumi juga
memengaruhi jumlah dan distribusi energy matahari yang diterima oleh bumi
dan mempengaruhi iklim jangka panjang. Cuaca di bumi juga dipengaruhi oleh
hal-hal lain yang terjadi di angkasa, diantaranya adanya angina matahari atau
disebut juga star’s corona. Ekstrem menurut KKBI adalah paling ujung (paling
tinggi, paling keras dsb), sangat teras dan teguh. Ada pula yang berpendapat
bahwa ekstrem adalah kegiatan atau aktivitas yang seru atau bisa disebut
‘berbahaya’. Cuaca ekstrem adalah fenomena meteorologi yang ekstrem dalam
sejarah (distribusi), khususnya fenomena cuaca yang mempunyai potensi
menimbulkan bencana, menghancurkan tatanan kehidupan social, atau yang
menimbulkan korban jiwa manusia. Pada umumnya cuaca ekstrem didasarkan
pada distribusi klimatologi, dimana kejadian ekstrem lebih kecil sama dengan
5% distribusi. Tipenya sangat bergantung pada lintang tempat, ketinggian,
topografi dan kondisi atmosfer.

G. Macam-Macam Cuaca Ekstrem di Indonesia

Indonesia sebagai negara tropis tidak lepas dari pengaruh cuaca. Selain kemarau
dan musim penghujan, indonesia juga tak luput dilanda cuaca ekstrem lainnya.
Beberapa di antara cuaca ekstrem yang sering melanda indonesia antara lain :

11
1. Hujan Es

Hujan es dalam ilmu meteorologi disebut juga dengan hail. Hail atau hujan es ini
adalah presipitasi yang terdiri atas bola-bola es. Salah satu pembentukan bola-bola es ini
adalah melalui kondensasi uap air lewat proses pendinginan di atmosfer pada sebuah
lapisan yang terdapat di atas level beku. Hujan es ini biasanya terjadi hanya sekitar
beberapa menit saja, kemudian setelah itu akan kembali normal seperti biasanya.

Penyebab terjadinya hujan es adalah adanya penguapan air laut yang kemudian
menjadi awan yang mengandung air dan kemudian air tersebut jatuh menjadi jatuhan-
jatuhan air yang disebut hujan. Pada kondisi ini uap air lewat dingin tertarik ke permukaan
benih-benih es. Kemudian karena terjadi pengembunan yang mendadak, maka terjadi
pembentukan es dengan ukuran yang sangat besar. Butiran es yang jatuh saat hujan es
merupakan kondensasi dari air hujan yang menggumpal di atas permukaan bumi yang
disebut dengan awan gelap.

Fenomena ini biasanya terjadi pada saat musim peralihan atau pada saat cuaca/hujan
di musim hujan yang hujannya masih banyak terjadi pada siang atau malam hari, karena
memang fenomenanya selalu terjadi setelah lepas pukul 13.00-17.00 namun demikian tidak
menutup kemungkinan dapat terjadi pada malam hari.

Fenomena ini sangat jarang terjadi di indonesia. Frekuensi kejadian fenomena ini
sangatlah kecil dibanding dengan frekuensi fenomena hujan lebat, dan kemarau ekstrem.
Fenomena ini dapat menjadi bahaya jika butiran es yang jatuh berukuran bola baseball atau
lebih besar. Selain dapat merusak benda dan bangunan, juga dapat berbahaya bagi
masyarakat yang berada di luar rumah saat fenomena ini terjadi.

2. Badai

Badai adalah cuaca ekstem yang disebut siklon tropis oleh meteorologi,
berasal dari samudera yang hangat. Badai bergerak di atas laut mengikuti arah
angina dengan kecepatan 20km/jam. Penyebab badai adalah tingginya suhu
permukaan laut. Perubahan di energy atmosfer mengakibatkan petir dan badai.
Badai tropis ini berpusar dan bergerak dengan cepat mengelilingi suatu pusat, yang
sumbernya berada di daerah tropis. Pada saat terjadi angina rebut ini, tekanan udara
sangat rendah disertai angina kencang dengan kecepatan 250km/jam.

12
Tropis (typhoon atau Tropical Cyclone) adalah pusaran angina kencang
dengan diameter 200km/jam dan berkecepatan >200 km/jam serta mempunyai
lintasan sejauh 1000 km. Badai tropis yang tumbuh dekat dengan perairan
Indonesia tidak mutlak selalu menimbulkan hujan lebat, dan angina tergantung dari
intensitas badai itu sendiri dan faktor sirkulasi udara di wilayah Indonesia.

Frekuensi tertinggi terjadinya badai di indonesia yaitu di sekitar perairan laut


pulau sulawesi dan pulau jawa. Badai menjadi momok menakutkan bagi para
nelayan saat melaut di perairan setempat.

3. Hujan Lebat

Hujan lebat di hitung berdasarkan jumlah hari hujan yang tercatat paling
banyak melebihi rata-rata hujan. Intensitas hujan terbesar dalam satu jam selama
dua puluh empat jam dan intensitas dalam satu hari selama periode satu bulan
melebihi rata-ratanya. Terjadi kecepatan angina >45km/jam dan suhu udara >35C
atau <15 C.

Hujan lebat dapat menimbulkan banyak kerugian pada masyarakat. Selain


mengakibatkan banjir sewaktu-waktu, merusak fasilitas umum seperti jembatan.
Hujan lebat juga dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor.

4. Kemarau ekstrem

Kemarau ekstrem merupakan suatu peristiwa kekeringan yang menyebabkan


langkanya air pada suatu daerah. Penyebab kekeringan di suatu daerah adalah
musim kemarau yang terlalu lama, minimnya peresapan air karena sedikitnya
pohon, penggunaan air secara berlebihan, kekurangan sumber air, jauhnya jarak
terhadap sumber air, hanya sedikit tampungan air yang tersedia dan secara terus-
menerus mengalami curah hujan dibawah rata-rata. Dampak dari kekeringan adalah
kurangnya sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dan minum, tanaman menjadi
mati, banyak binatang yang akan mati, kelaparan massal, lingkungan menjadi kotor,
timbul banyak bibit penyakit, munculnya binatang-binatang aneh. Kekeringan
dapat dikatakan sebuah bencana alam apabila mulai menyebabkan sumber
pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistemnya.

13
H. Faktor Penyebab Cuaca Ekstrem

Beberapa faktor yang menyebabkan cuaca ekstrem terjadi di indonesia antara


lain :

1. Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca adalah istilah yang digunakan untuk mengabarkan bumi,
seperti memiliki efek rumah kaca yang dimana panas matahari akan terperangkap
oleh atmosfer bumi. Hal itu disebabkan karena rusaknya lapisan ozon akibat polusi
udara. Sinar matahari yang seharusnya diserap dan dipantulkan kembali kemudian
menjadi diserap dan terperangkap di bumi. Kandungan senyawa dalam udara yang
menyebabkan terjadinya efek rumah kaca antara lain, karbondioksida, metana,
nitrogen, CFC dan HFC.

2. Siklon Tropis

Siklon tropis adalah sebuah sistem badai besar yang ditandai dengan tekanan
rendah dan banyak pusat badai yang menghasilkan angina kencang dan hujan lebat.
Siklon tropis pada panas dilepaskan ketika lembab udara meningkat, sehingga
kondensasi dari uap air yang terkandung dalam udara lembab. Sebuah siklon tropis
khas akan memiliki mata sekitar 30-65km (20-40 mi) biasanya terletak di pusat
geometris abadi.

3. Pemanasan Global

Pemanasan global adalah kondisi peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi


akibat konsentrasi gas rumah kaca yang berlebihan. Pemanasan global tidak dapat
dilepaskan dari fenomena pencemaran udara di dunia. Volume peningkatan
karbondioksida dan gas rumah kaca lainnya yang dikeluarkan oleh pembakaran
bahan bakar fosil, pembukaan lahan, pertanian dan aktivitas manusia lainnya.
Dampak dari pemanasan global adalah : mencairnya puncak es menyebabkan
permukaan laut di utara meningkat, membahayakan ekosistem laut, meningkat ya
permukaan air laut, perubahan iklim.

14
4. El-Nino dan La-Nina

El Nino merupakan suatu fenomena perubahan iklim yang secara global yang
diakibatkan karena memanasnya suhu di permukaan laut. Sedangkan La Nina
merupakan peristiwa alam yang dapat di katakana seperti kebalikan dari El Nino.
La Nina sendiri merupakan suatu kondisi dimana suhu permukaan air laut
mengalami penurunan. Berbeda halnya dengan El Nino, La Nino ini tidak bisa
dilihat secara fisik. Selain itu terjadinya La Nina ini periodenya tidak tetap.

I. Mitigasi dan Penanggulangan Cuaca Ekstrem

Tingginya frekuensi terjadinya terjadinya cuaca ekstrem terutama hujan lebat


dan kemarau ekstrem di indonesia memicu inisiatif masyarakat untuk melakukan
mitigasi dan penanggulangan. Adapun mitigasi ketika terjadi kemarau yaitu :

1. Pra Bencana
 Memanfaatkan sumber air yang ada secara efektif dan efisien
 Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang tersedia untuk
keperluan air baku untuk air bersih
 Menanam pohon sebanyak-banyaknya dilingkungan sekitar
 Membuat waduk disesuaikan dengan keadaan lingkungan
 Membuat dan memperbanyak resapan air dengan tidak menutup
seua permukaan dengan plester semen atau ubin keramik
 Memberikan perlindungan sumber air bersih yang tersedia
 Melakukan panen dan konservasi air
2. Saat Terjadi Bencana
 Membuat sumur pantek atau sumur bor untuk mendapatkan air
 Meyediakan air bersih dengan mobil tangki yang sudah disediakan
oleh dinas terkait
 Melakukan penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan
 Menyediakan pompa air

15
 Melakukan pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat
seperti gilir giring

Untuk hujan lebat, mitigasi yang dapat dilakukan antara lain yaitu :

1. Pra Bencana
 Pembuatan sumur resapan yang dapat membantu apabila hujan turun
terus menerus
 Perbaikan drainase agar air tidak meluap saat hujan lebat
 Sosialisasi dalam penataan pembangunan untuk tidak mengganggu
saluran air di sekitar
 Pengerukan sungai atau parit sebagai bentuk antisipasi ketika hujan
lebat turun
 Mendesain rumah untuk mengantisipasi masuknya air ke dalam
rumah jika air meluap
 Menambah karung pasir dipinggir sungai untuk menambah
kedalaman sungai sehingga ketika air melebihi bibir sungai tidak
meluap ke perumahan masyarakat
2. Saat Terjadi Bencana
 Mematikan aliran listrik di dalam rumah tau hubungi PLN untuk
mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana
 Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih
memungkinkan untuk disebrangi
 Hindari berjalan di dekat saluran air untuk mengindari terseret arus
banjir, serta segera amankan barang-barang berharga ketempat yang
lebih tinggi
 Jika air terus meninggi, segera hubungi instansi terkait
3. Pasca Bencana
 Membersihkan rumah, terutama lantai, lalu gunakan antiseptik
untuk membunuh kuman

16
 Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya
penyakit diare
 Waspadai kemungkinan binatang berbisa atau binatang penyebar
penyakit
 Selalu waspada apabila terjadi hujan lebat yang memungkinkan
untuk banjir.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mitigasi dan penanggulangan bencana sangat penting untuk dilakukan demi


mencegah dan mengurangi dampak risiko yang ditimbulkan. Kebakaran hutan dan
lahan dan cuaca ekstrem yang sering terjadi di indonesia sangat perlu untuk
dilakukan mitigasi dan penanggulangan bencana. Mitigasi dan penanggulangan
bencana yang dilakukan pada tahap pra bencana membantu untuk mengurangi
risiko kerugian ketika terjadi bencana sehingga saat bencana terjadi masyarakat
tidak mengalami kerugian yang besar dan mengurangi jumlah korban jiwa yang
dapat ditimbulkan oleh bencana. Pasca bencana merupakan tahap rehabilitasi dan
rekontruksi segala aspek dalam kemasyarakatan, sekaligus untuk mengevaluasi hal-
hal yang perlu dilakukan untuk mengahdapi kemungkinan bencana terjadi kembali.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan uraian penulis mengenai kebakaran hutan dan


lahan dan cuaca ekstrem, penulis menyarankan agar kita terus meningatkan
pemahaman dan kemampuan diri dalam mitigasi dan penanggulangan bencana
kebakaran hutan dan lahan dan cuaca ekstrem karena kontribusi masyarakat adalah
faktor utama dalam prosedur mitigasi dan penanggulangan bencana. Tanpa peran
masyarakat di dalamnya, maka banyak kemungkinan terburuk yang dapat ditimbul
salah satunya yaitu jumlah korban jiwa yang ditimbulkan. Sangat penting
keterlibatan komponen masyarakat dalam mitigasi dan penanggulangan suatu
bencana.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hunawan, D. 2016. Menyelesaikan kebakaran hutan dan lahan (KARHUTLA) di


indonesia melalui “jalan pantas” atau “jalan pintas”. Seminar Hukum
Nasional. 2(1) : 277-292.

Rasyid, F. 2014. Permasalahan dan dampak kebakaran hutan. Jurnal Lingkar


WidyaiswanaI. 1(4) : 47-59.

Supriyanto, Syarifudin, dan Ardi. 2018. Analisis kebijakan pencegahan dan


pengendalian kebakaran hutan dan lahan di provinsi jambi. Jurnal
Pembangunan Berkelanjutan. 1(1) : 2622-2302.

Glauber, A. J., S. Moyer, M. Adriani, dan I. Gunawan. 2016. Kerugian dari


kebakaran hutan. Laporan Pengetahuan Lanskap Berkelanjutan
Indonesia. The World Bank, Jakarta.

Akbar, A., Sumardi, R. Hadi, Purwanto, dan M. S. Sabarudin. 2011. Studi sumber
penyebab terjadinya kebakaran dan respon masyarakat dalam rangka
pengendalian kebakaran hutan gambut di areal mawas kalimantan tengah.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8(5) : 287-300.

Syaufina, L., dan D. A. F. Hafni. 2018. Variabilitas iklim dan kejadian kebakaran
hutan dan lahan gambut di kabupaten bengkalis, provinsi riau. Jurnal
Silvikultur Tropika. 9(1) : 60-68.

Suhendri, dan E. P. Purnomo. 2017. Penguatan kelembagaan dalam pencegahan


dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di kabupaten muaro jambi
provinsi jambi. Journal of Governance And Public Policy. 4(1) : 174-204.

Haris M. A., R. Kumalawati, dan D. Arisanty. 2017. Identifikasi faktor-faktor


kerentanan terhadap kebakaran hutan dan lahan di kecamatan cintapuri
darussalam kabupaten banjar. Jurnal Pendidikan Geografi. 4(4) : 23-31.

19
Direktorat Kesiapsiagaan Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana. 20017. Membangun Kesadaran,
Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana. ______,
Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai