Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium Separasi Termal & Difusi 2

Semester V 2018/2019

LAPORAN PRATIKUM
“EKSTRAKSI CAIR CAIR”

Pembimbing : Jeanne Dewi Damayanti, S.T., M.Sc


Tgl. Pratikum : 07 dan 17 Oktober 2018
Nama :1. Masyithah Rachmat (331 16 060)
2. Nur Hikma (331 16 008)
3. Jihan Nur Shalzabila (331 16 014)
4. Raodathul Adawiyah (331 16 006)
5. Ahmad Mujahid (331 16 003)
Kelompok :2
Kelas :3B
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2018
I. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Menentukan Koefisien Distribusi (K).


2. Menjelaskan Pengaruh Penambahan Asam Asetat terhadap Nilai K.
3. Menjelaskan Pengaruh Penambahan Asam Asetat terhadap Konsentrasi
Asam Asetat dalam Ekstrat dan Rafinat.
4. Menjelaskan Pengaruh Penambahan Asam Asetat terhadap Berat Jenis
Campuran.

II. ALAT DAN BAHAN

2.1 Alat
1) Corong Pisah 500 ml 4 buah
2) Buret 50 ml 1 buah
3) Klem dan Statif 2 buah
4) Pipet Ukur 25 ml 2 buah
5) Bola Isap 1 buah
6) Erlenmeyer 250 ml 8 buah
7) Gelas Kimia 500+250+100 ml 1+2+1 buah
8) Gelas Ukur 25 ml 1 buah
9) Pipet Tetes 1 buah
10) Piknometer 1 buah
11) Neraca Analitik 1 buah
2.2 Bahan
1) Trikloroetilen (C2HCl3)
2) Asam Asetat (CH3COOH)
3) Natrium Hidroksida 0,1 N (NaOH)
4) Indikator Phenolphtalein (C20H14O4)
5) Aquadest
III. DASAR TEORI

3.1 Pengertian

Salah satu cara untuk memisahkan larutan dua komponen adalah dengan
ekstraksi, yaitu dengan menambahkan komponen ke tiga (solvent) yang larut
dengan solut tetapi tidak larut dengan pelarut (diluent). Dengan penambahan
solvent ini sebagian solut ini akan berpindah dari fasa diluent ke fasa solvent
(disebut ekstrak) dan sebagian lagi tetap tinggal di dalam fasa diluent (disebut
rafinat) sesuai dengan hukum distribusi.

Adanya solut akan menaikkan kelarutan diluent di dalam solvent di


dalam diluent. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya
proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak sistem dari kondisi
setimbangnya.

Perbedaan konsentrasi solut di dalam suatu fasa dengan konsentrasi


pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan
(pelepasan) solut dari larutan yang ada. Jelasnya, proses ekstraksi dapat
terjadi pada salah satu arah dan istilah diluent ataupun solvent dapat diatur
sesuai dengan operasi yang berlangsung.

Contoh operasi ekstraksi yang biasa dilakukan adalah ekstraksi asam


asetat (didalam fasa cair). Bila suatu larutan asam asetat (dalam air)
dicampur dengan suatu larutan yang tidak larut (atau sedikit larut) dengan
air, maka komponen ketiga tersebut akan melarutkan sejumlah asam
(besarnya tergantung pada kandungan asam asetat dalam fasa air pada
kondisi setimbang). Maka bila pengadukan sudah cukup sehingga tercapai
kondisi setimbang, proporsi asam asetat di dalam fasa air akan berkurang
(berpindah ke fasa solvent).

Koefisien distribusi adalah ratio antara keasaman solvent terhadap


keasaman air pada keadaan setimbang. Harga ini adalah tidak konstan, tetapi
bervariasi dengan keasaman fasa air (contoh koefisien distribusi asam asetat
di dalam air dan isopropil eter berubah dari 0,19 ke 0,25 bila konsentrasi
asam di dalam air berubah dari 0,3 ke 2,8 mol/l (Smith, Elgin,
J.Phys,39,1935,p.1149) untuk beberapa sistem sudah ada data distribusinya,
tetapi sebagian lagi harus ditentukan dari percobaan.

Operasi Ekstraksi biasanya terdiri atas :

1. Ekstraksi cair-cair
2. Pemurnian solvent
3. Pemurnian rafinat dari solvent

3.2 Sifat-sifat solvent yang diinginkan

Sebelum melakukan operasi ekstraksi, sifat-sifat solvent berikut harus


diperhatikan.

1. Selektifitas (pemisahan relatif, ).

perbandingan dua komponen dalam fase ekstrak



perbandingan dua komponen dalam fase umpan masuk

Tenaga pemisahan dari sistim cair-cair ditentukan oleh besarnya


simpangan (deviasi) dari satu (analog dengan keasirian pada destilasi). Bila
 = 1, berarti dua komponen tidak dapat dipisahkan.

2. Recorvebility (sifat mampu dimurnikan).

Setelah operasi ekstraksi, solvent harus diambil lagi baik dari fasa
ekstrak maupun rafinat. Karena pemurnian ini sering dilakukan dengan
destilasi, maka keasirian relatif antara solvent dengan non solvent harus
lebih besar atau lebih kecil dari satu. Untuk solvent yang lebih mudah
menguap, dipilih kalor penguapannya rendah.
3. Koefisien distribusi.

Untuk solut sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar


sehingga dapat digunakan ratio solvent yang kecil pada umpan.

4. Kelarutan solvent.

Kelarutan solvent yang rendah di dalam fasa rafinat akan memberikan


keasirian relatif yang tinggi di dalam rafinat, sehingga bila rafinat tidak
dimurnikan lagi kehilangan solvent akan cukup rendah. Kelarutan yang
rendah pada umpan masuk biasanya akan memberikan harga pemisahan
relatif yang tinggi sehingga menekan biaya pemurnian solut.

5. Rapat massa.

Beda rapat massa antara fasa solvent dan fasa diluent di dalam keadaan
setimbang mempengaruhi laju alir countercurrent dan laju pendispersian.
Untuk ini dipilih beda rapat massa yang cukup besar.

6. Tegangan alir muka (interfacial tension).

Tegangan antar muka yang besar akan menyebabkan pendispersian


yang cepat dan biasanya membutuhkan pengadukan mekanis untuk
memperoleh butiran kecil. Tegangan permukaan yang rendah
memungkinkan butiran pecah pada intensitas pengadukan yang rendah tetapi
pendispersian berjalan lambat.

7. Sifat racun.

Sebaiknya digunakan solvent yang tidak beracun (uapnya dan juga


cairan yang berkontak dengan kulit) untuk menghindari gangguan pada
waktu perbaikan atau kerusakan alat. Biasanya sifat racun pada solvent
rendah bila kelarutan air tinggi.

Di dalam paket percobaan ekstraksi cair-cair ini dilakukan beberapa


sub paket percobaan, mulai dari penentuan koefisien distribusi, hidrolika dan
perhitungan neraca massa di dalam kolom, sampai pemurnian hasil
(distilasi).

Bila pemisahan dengan distilasi tidak efektif atau sangat sulit, maka
ekstraksi zat cair merupakan alternatif utama yang perlu diperhatikan.
Campuran dari zat yang titik didihnya berdekatan atau zat yang tidak dapat
menahankan suhu distilasi biarpun dalam vakum sekalipun, biasanya
dipisahkan dari ketakmurniannya dengan cara ekstraksi, yang menggunakan
perbedaan kimia sebagai pengganti perbedaan tekanan uap. Contohnya,
penisilin dikumpulkan dari cairan fermentasi dengan cara ekstraksi dengan
menggunakan pelarut seperti butil asetat sesudah pH-nya diturunkan untuk
mendapatkan koefisien partisi yang lebih memuaskan. Pelarut itu lalu diberi
larutan fosfatberdapar (buffer) untuk mengekstraksi penisilin dari pelarut
dan memberikan larutan air yang lebih murni. Penisilin lalu dipulihkan dari
larutan ini dengan cara mengeringkan. Ekstraksi juga dilakukan untuk
memulihkan asam asetat dari larutan air encer; distilasi juga mungkin dalam
hal ini, tetapi dengan ekstraksi, banyaknya air yang harus didistilasi akan
jauh berkurang.

Suatu pemanfaatan utama dari ekstraksi ialah dalam memisahkan


hasil-hasil minyak bumi yang mempunyai struktur kimia yang berlainan
tetapi jangkau didihnya hampir sama. Fraksi minyak pelumas (titik
didih>300°C) diolah dengan pelarut polar bertitik didih rendah seperti fenol,
furfural, atau metil pirolidona untuk mengekstraksi senyawa-senyawa
aromatik dan menyisahkan minyak yang mengandung terutama parafin dan
naftena. Senyawa aromatik itu mempunyai karakteristik viskositas-suhu
yang kuran baik, tetapi tidak dapat dipisahkan dengan distilasi karena
jangkau didihnya bertumpang tindih. Dalam proses lain yang serupa,
aromatik diekstraksi dari reformat katalitik dengan menggunakan pelarut
polar yang titik didihnya tinggi, dan ekstraknya kemudian didistilasi untuk
mendapatkan benzena, toluena, dan ksilena murni untuk dijadikan bahan
kimia antara. Pelarut yang sangat baik untuk ini ialah senyawa siklik
C4H8SO2 (sulfolane), yang mempunyai selektivitas tinggi terhadap aromatik
dan volatilitasnya rendah (titik didih 290 oC).

Bila baik distilasi maupun ekstraksi dapat dipakai, pilihan biasanya


jatuh pada distilasi, walaupun ini memerlukan pemanasan dan pendinginan.
Dalam ekstraksi, pelarut harus dipulihkan untuk digunakan kembali
(biasanya dengan distilasi), dan gabungan kedua operasi ini lebih rumit dan
biasanya lebih mahal daripada distilasi biasa tanpa ekstraksi. Akan tetapi,
ekstraksi mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam memilih kondisi
operasi karena jenis dan jumlah pelarutnya dapat diubah-ubah, demikian
pula suhu operasi. Dalam hal ini, ekstraksi lebih menyerupai absorpsi gas
daripada distilasi biasa.

Ekstraksi dapat digunakan untuk memisahkan lebih dari dua


komponen; dan dalam beberapa penerapan tertentu, digunakan campuran
pelarut, bukan satu pelarut saja.

3.3 Ektraksi Cair – Cair

Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute


dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling
campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase
solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasadengan
konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya
pelarutan (pelepasan) solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving
force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapatditentukan
dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang.

Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solute

Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven


Dalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi. Yang cair
dicampur berulangkali dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk
(sebaiknya dengan saluran keluar di bagian bawah). Larutan ekstrak yang
dihasilkan setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan (pengaruh gaya
berat). Yang konstruksinya lebih menguntungkan bagi proses pencampuran
dan pernisahan adalah tangki yang bagian bawalmya runcing (yang
dilengkapi dengan perkakas pengaduk, penyalur bawah, maupun kaca Intip
yang tersebar pada seluruh ketinggiannya). Alat tak kontinu yang sederhana
seperti itu digunakan misalnya untuk mengolah bahan dalam jurnlah kecil,
atau bila hanya sekali-sekali dilakukan ekstraksi. Untuk Pemisahan yang
dapat dipercaya antara fasa berat dan fasa ringan, sedikit-sedikitnya
diperlukan sebuah kaca intip pada saluran keluar di bagian bawah tangki
ekstraksi. Selain itu penurunan lapisan antar fasa seringkali dikontrol secara
elektronik (dengan perantara alat ukur konduktivitas),secara optik (dengan
bantuan detektor cahaya 289 hatas) atau secara mckanik (dengan pelampung
atau benda apung). Peralatan ini mudah digabungkan dengan komponen
pemblokir dan perlengkapan alarm, yang akan menghentikan aliran keluar
dan/atau memberikan alarm, segera setelah lapisan tersebut melampaui
kedudukan tertentu.Agar fasa ringan (yang kebanyakan terdiri atas pelarut
organik) tidak masuk ke dalam saluran pembuangan air,pencegahan yang
lebih baik dapat dilakukan dengan memasang bak penampung (bak
penyangga) dibelakang ekstraktor. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen
bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut.
Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk
memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk
minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses ini pun digunakan untuk
membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair.

Ekstraksi cair-cair digunakan, bila pemisahan campuran dengan


cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan
aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis.
Seperti halnya pada proses ekstraksi padat-cair, ekstraksi caircair selalu
terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan
ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna
mungkin.

Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak


meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi
dan pelarut tidak. saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).
Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi
yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas
mungkin di antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan
distribusikan menjaditetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas
pengaduk). Tentu saja pendistribusian initidak boleh terlalu jauh, karena
akan menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagiatau sukar
sekali dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar.
Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang
batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat
mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan
yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi
sebuah fasa homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup
besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain. Kecepatan pembentukan fasa
homogen yang diikuti dengan menentukan output sebuah ekstraktor cair-
cair. Kuantitas pemisahan persatuan waktu dalam hal ini semakin besar jika
permukaan lapisan antar fasa di dalam alat semakin luas. Sama haInya
seperti pada ekstraksi padat-cair,alat ekstraksi tak kontinu dan kontinu yang
akan dibahas berikut ini seringkali merupakan bagian dari suatu instalasi
lengkap. Instalasi tersebut biasanya terdiri atas ekstraktor yang sebenarnya
(dengan zone-zone pencampuran dan pemisahan) dan sebuah peralatan
yangdihubungkan di belakangnya (misalnya alat penguap, kolom rektifikasi)
untuk mengisolasi ekstrak atau memekatkan larutan ekstrak dan mengambil
kembali pelarut.

Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses


pemisahan antara lain :

1. Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan distilasi


meskipun pada kondisi vakum.

2. Titik didih komponen-komponen dalam campuran berdekatan.

3. Kemudahan menguap (volatility) komponen-komponen hampir sama.

Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang


digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani,
2004; 2005):

1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.

2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.


3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.

4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.

5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.

6. Tidak merusak alat secara korosi.

7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.

3.4 Masalah-Masalah dalam Ekstraksi Pelarut


Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi
pelarut yaitu: terbentuknya emulsi; analit terikat kuat pada partikulat; analit
terserap oleh partikulat yang mungkin ada; analit terikat pada senyawa yang
mempunyai berat molekul tinggi; dan adanya kelarutan analit secara
bersama-sama dalam kedua fase.
Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai.Oleh
karena itu jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery
yang diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara,
yaitu :
1. Penambahan garam ke dalam fase air
2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan
3. Penyaringan melalui glass-wool
4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring
5. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda
6. Sentrifugasi
IV. PROSEDUR KERJA

4.1 Menentukan Koefisien Distribusi


1. Membuat larutan 50 ml Trikloroetilen dan variasi volume 1ml, 2ml,
3ml, 4 ml, 5 ml Asam Asetat ke dalam corong pisah
2. Menambahkan 50 ml Aquadest ke dalam larutan tersebut
3. Menutup corong pisah dan mengocok selama ± 5 menit
4. Mendiamkan beberapa menit sampai larutan terpisah menjadi dua
lapisan
5. Mengambil 10 ml masing-masing dari lapisan atas (ekstrak) dan lapisan
bawah (rafinat) kemudian masing masing dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer
6. Menitrasi lapisan atas dan lapisan bawah dengan larutan NaOH 0.1 N
7. Mengulangi percobaan tersebut dengan konsentrasi Asam Asetat yang
bervariasi

4.2 Menentukan Berat Jenis Sampel


1. Menimbang kosong piknometer
2. Mengisi piknometer dengan air hingga penuh kemudian ditimbang
3. Mengambil beberapa mililiter masing-masing dari lapisan atas dan
lapisan bawah kemudian dimasukkan ke dalam piknometer
4. Menimbang piknometer dan mencatat hasil penimbangan
V. DATA PENGAMATAN

 Suhu aquadest = 30℃


 Berat pikno kosong = 27,6531 g
 Berat pikno dan aquadest = 53,8889 g

Volume Berat Piknometer +


Volume Volume Volume NaOH
Asam Sampel
No. TCE air
Asetat Ekstrak Rafinat Ekstrak Rafinat
(mL) (mL)
(mL) (mL) (mL) (g) (g)
1 50 50 5 206,7 16,5 54,1861 62,7336
2 50 50 4 165 12,5 54,2356 62,7067
3 50 50 3 137,4 10,6 54,1105 62,7744
4 50 50 2 111 4,7 54,0963 62,7788
5 50 50 1 51,3 1,6 54,0111 62,8418

VI. PERHITUNGAN

6.1 PerhitunganVolume Piknometer


 Massa pikno kosong = 27,6531 g
 Massa pikno + aquadest = 53,8889 g
 Beratjenis air pada suhu 30°C = 0.9968 g/mL
(𝐵. 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠)−(𝐵. 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
 Volume piknometer = 𝐵𝑗 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑢ℎ𝑢 30℃

53,8889 g − 27,6531 g
= 0.9968 𝑔/𝑚𝑙
26,2358 g
= 0.9968 𝑔/𝑚𝑙

= 26,3200 ml
6.2 Perhitungan Berat Jenis

No. Volume Asam BeratPikno BeratPikno +


Asetat (mL) + Rafinat (g) Ekstrak (g)
1 5 62.6410 54.2220
2 4 62.7204 54.0000
3 3 62.7620 54.1400
4 2 62.7941 54.0804
5 1 62.8380 54.0372

Berat jenis untuk ekstrak dan rafinat pada volume asam asetat 5 mL

(𝐵. 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)−(𝐵.𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)


Berat Jenis Ekstrak =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

54,1861 g − 27,6531 g
=
26,3200 𝑔/𝑚𝑙

26,2358 g
=
26,3200 𝑚𝑙

= 1,0081 g/ml

(𝐵. 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡)−(𝐵.𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)


Berat Jenis Rafinat = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

62,7336g − 27,6531 g
= 26,3200 𝑔/𝑚𝑙

35,0805 g
= 26,3200 𝑚𝑙

= 1,3371 g/ml
Dengan menggunakan perhitungan yang sama diatas maka diperoleh
nilai berat jenis untuk ekstrak dan rafinat pada variasi yang lain

No. Volume Asam Berat Jenis Ekstrak Berat Jenis


Asetat (mL) (g/mL) Rafinat (g/mL)
1 5 1,0081 1,3371
2 4 1,01 1,3361
3 3 1,0052 1,3387
4 2 1,0047 1,3388
5 1 1,0014 1,3412

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dilakukan pembuatan


kurva hubungan antara volume Asam Asetat VS berat jenis Rafinat dan
estrak sebagai berikut :

Volume Asam Asetat Glasial Vs Berat


Jenis
1.6
1.4
Berat Jenis (g/ml)

1.2
1
0.8
BjBj
Destilat
Ekstrak
0.6
0.4 BjBj
Rafinat
Rafinat

0.2
0
0 1 2 3 4 5 6
Vol. Asam Asetat Glasial (ml)

Ket : Garis Biru = Ekstrak


Garis Merah = Rafinat
6.3 Menghitung Konsentrasi Ekstrak, Rafinat dan Koefisien Distribusi

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

 Konsentrasi NaOH = 0,1 N


 Volume Sampel = 10 mL
No Volume NaOH Volume NaOH Rafinat
Ekstrak (mL) (mL)
1 206,7 16,5
2 165 12,5
3 137,4 10,6
4 111 4,7
5 51,3 1,6

Perhitungan konsentrasi untuk ekstrak dan rafinat no 1


Volume NaOH ekstrak x Konsentrasi NaOH
Konsentrasi Ekstrak =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

206,7 ml x 0.1 N
=
10 𝑚𝑙

= 2,607 N

Volume NaOH rafinat x Konsentrasi NaOH


Konsentrasi Rafinat =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

165 ml x 0.1 N
=
10 𝑚𝑙

= 0,165 N
Setelah menghitung Konsentrasi ekstrak (Y) dan rafinat (X) diperoleh,
dilakukan perhitungan koefisien distribusi :
Y
Koefisien Distribusi pada =
X

2,607
=
0,165
= 12,5272
Dengan melakukan perhitungan yang sama seperti diatas, maka diperoleh
konsentrasi ekstrak, rafinat dan koefisien distribusi untuk variasi yang
lain :
No Volume Asam Konsentrasi Konsentrasi Koefisien
Asetat (mL) Asam Asetat Asam Asetat Distribusi
Ekstrat (Y) Rafinat (X) (Y/X)
1 5 2,067 N 0,165 N 12,5272
2 4 1,65 N 0,125 N 13,2
3 3 1,374 N 0,106 N 12,9622
4 2 1,11 N 0,047 N 23,6170
5 1 0,513 N 0,016 N 32,0625

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dilakukan pembuatan


kurva hubungan Volume Asam Asetat VS Konsentrasi dan Volume
Asam Asetat Vs Koefisien Distribusi

Volume Asam Asetat Vs Konsentrasi


35
Konsentrasi Asam Asetat (N)

30

25

20
Kons. Ekstrak
15
Kons. Rafinat
10 Koef. Distribusi
5

0
0 2 4 6
Volume Asam Asetat (ml)
VII. PEMBAHASAN

Nama : Masyithah Rachmat


Nim : 331 16 060

Praktikum ini bertujuan untuk menghitung dan mengetahui


pengaruh penambahan konsentrasi asam asetat terhadap koefisien
distribusi (K), konsentrasi asam asetat dalam ekstrak dan rafinat serta berat
jenis ekstrak dan rafinat. Dimana ekstraksi adalah salah satu cara atau
metode pemisahan larutan dua komponen cair dengan menambahkan
komponen ketiga yang dapat larut dengan solut tetapi tidak larut dengan
pelarut (diluen). Dalam hal ini adalah larutan antara Tricloroetilen (TCE)
dengan asam asetat glasial (CH3COOH) dan air sebagai pelarut (solvent)
yang akan memisahkan antara TCE dan asam asetat glacial.
Pada praktikum ini dilakukan variasi penambahan asam asetat pada
sampel yang terdiri atas campuran TCE (Tricloroetilen) dan air dengan
rasio 50 : 50. Dari hasil praktikum diperoleh data sebagai berikut :

Volume Asam Asetat Vs Konsentrasi


35
Konsentrasi Asam Asetat (N)

30
25
20
Kons. Ekstrak
15
Kons. Rafinat
10
Koef. Distribusi
5
0
0 2 4 6
Volume Asam Asetat (ml)

Dari grafik tersebut terlihat bahwa harga K mengalami penurunan


seiring dengan meningkatnya penambahan asam asetat. Faktor K sangat
bergantung pada konsentrasi asam asetat yang terapat dalam ektrak dan
rafinat. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat dalam rafinat maka harga
K semakin kecil, sebaliknya jika konsentrasi asam asetat dalam ekstrak
meningkat, harga K semakin besar.

Dari data hasil perhitungan, konsentrasi asam asetat dalam ektrak


mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan asam asetat dalam
rafinat. Secara teoritis, ekstrak merupakan bagian dimana konsentrasi
asam asetat dan air lebih banyak dari bagian yang lainnya. Oleh karena itu
lapisan bawah dapat disebut sebagai ekstak atau fasa air dan lapisan atas
sebagai rafinat atau fasa organik.

Volume Asam Asetat Glasial Vs Berat Jenis

1.6
1.4
Berat Jenis (g/ml)

1.2
1
0.8
0.6 BjBjDestilat
Ekstrak

0.4 BjBjRafinat
Rafinat
0.2
0
0 2 4 6
Vol. Asam Asetat Glasial (ml)

Dari grafik tersebut terlihat bahwa massa jenis ektrak 1,0 g/ml
dimana harga tersebut hampir sama dengan massa jenis air, yakni 0,9968
g/ml. Hal tersebut dikarenakan ekstrak memiliki kandungan air yang lebih
banyak dibandingkan dengan rafinat yang sebagian besar mangandung
TCE. Penambahan asam asetat juga menyebabkan peningkatan massa jenis
pada ekstrak. Hal tersebut dikarenakan massa jenis kandungan asam asetat
pada ekstrak mempengaruhi massa jenis air, sehingga massa jenis air
cenderung bertambah seiring dengan bertambahnya volume asam asetat.
7. PEMBAHASAN

Andi Nur Wahdaniar (331 16 061)

Pada percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien


distribusi pada larutan TCE dan Asam Asetat glacial dengan menggunakan
pelarut aitr. Sebagaimana kita ketahui ekstraksi adalah salah satu cara atau
metode pemisahan larutan dua komponen cair dengan menambahkan
komponen ke-tiga yang dapat larut dengan solut tetapi tidak larut dengan
pelarut (diluen). Dalam hal ini adalah larutan antara Tricloroetilen (TCE)
dengan asam asetat glasial (CH3COOH) dan air sebagai pelarut (solvent)
yang akan memisahkan antara TCE dan asam asetat glacial. Metode
pemisahan ektraksi cair-cair tidak dapat digunakan apabila pemisahan
campuran dilakukan dengan cara destilasi hal ini dikarenkan kepekaannya
terhadap panas atau tidak ekonomis.
Dalam praktikum ini, percobaan yang dilakukan yaitu disipisahkan
antara campuran TCE dan asam asetat glasial dengan alat sederhana yaitu
corong pisah, dimana pada percobaan ini, akan membentuk 2 lapisan yaitu
ekstrak dan rafinat, dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa berat jenis
rafinat jauh lebih besar dibandingkan berat jenis ekstrak, sehingga diketahui
bahwa Rafinat berada Lapisan Bawah yang banyak mengandung TCE, dan
lapisan atas yaitu ekstrak yang banyak memgandung Asam Asetat glacial
dan Air, hal ini dikarenakan Asam Asetat glacial mudah larut dalam air,
akan tetapi sulit larut dalam TCE.
Pada praktikum ini dapat diketahui bahwa penambahan Asam
Asetat glacial akan mempengaruhi konsentrasi larutan dan koefisien
distribusi. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa semakin tinggi
penambahan Asam Asetat maka konsentrasi larutan juga semakin tinggi,
Namun hal ini berbanding terbalik dengan koefisien disttribusi. Dimana
Koefisien Distribusi akan semakin kecil seiring dengan banyaknya Asam
Asetat yang ditambahkan. Sehingga diketahui bahwa semakin tinggi Asam
Asetat yang ditambahkan maka semakin besar pula tingkat eror yang
dilakukan, begitu pun sebaliknya, semakin rendah Asam Asetat glacial
yang ditambahkan maka semakin tinggi koefisien distribusi yang
diperoleh. Hal ini berbanding terbalik dengan teori, yang seharusnya
Penambahan Asam Asetat Glasial berbanding lurus dengan koefisien
distribusi, sehingga dapat diketahui bahwa tingkat kesalahan praktikan
pada job ini masih tinggi.
8. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapatdisimpulkan bahwa :
1. Air merupakan pelarut yang relatif baik untuk mengekstrak campuran
Asam Asetat Glasial dan TCE
2. Semakin banyak Asam Asetat Glasial yang digunakan maka koefisien
distribusi semakin tinggi atau Asam Asetat Glasial dan Koefisien
Distribusi berbanding lurus

9. DAFTAR PUSTAKA
Zulmanwardi. 2007. Petunjuk Praktikum Satuan Operasi 2. Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang: Makassar

Anda mungkin juga menyukai