Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita,
ibu hamil. Berdasarkan data WHO tahun 2015, terdapat 211 juta kasus malaria yang
terjadi di seluruh dunia. Pada tahun 2017, jumlahnya meningkat menjadi 219 juta
kasus dan 435 ribu diantaranya menyebabkan kematian. Penyakit malaria terutama
ditemukan di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis, termasuk Indonesia.1
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi
malaria di Indonesia berdasarkan hasil pemeriksaan darah adalah 0,4%. Lima provinsi
dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (12%), Nusa Tenggara Timur
(2%), Papua Barat (8,4), Maluku (1,6 %).2
Sesuai dengan kesepakatan global pada sidang World Health Assembly ke 60
di Geneva tahun 2007 tentang eleminasi malaria bagi tiap negara dan komitmen
regional (Asia Pacific Malaria Elimination Network/APMEN) tahun 2014, eliminasi
malaria harus dicapai tahun 2030. Eliminasi malaria adalah membebaskan masyarakat
dari malaria. Untuk mencapai eliminasi malaria pemerintah Indonesia telah
melaksanakan berbagai strategi. Salah satu strategi dalam pencapaian eliminasi
malaria melalui early diagnosis and prompt treatment, yaitu penemuan dini kasus
malaria dan pengobatan yang tepat dan cepat sehingga penularan dapat dihentikan.3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan gejala demam, anemia dan hepatosplenomegali.
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
Plasmodium. Plasmodium yang terbawa melalui gigitan nyamuk akan hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia.4

2.2. Epidemiologi
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan utama dunia dan terjadi di lebih dari
100 negara. Daerah transmisi utama terdapat di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. P.
falciparum adalah spesies predominan di Afrika, Haiti, dan New Guinea. P. vivaks
predominan di Bangladesh, Amerika Tengah, India, Pakistan, dan Sri Lanka. P.vivaks
dan P.falciparum predominan di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Oceania. P.
ovale terutama tersebar di Afrika.5 Di Indonesia, Plasmodium yang banyak ditemukan
adalah P. falciparum (86,4%), sedangkan sisanya adalah P.vivaks (6,7%) dan
campuran antara P. falciparum dan vivaks (6,9%).

Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite Incidence
(API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk
dalam satu tahun. Selama tahun 2009–2017 cenderung menurun yaitu dari 1,8 per
1.000 penduduk pada tahun 2009 menjadi 0,99 per 1.000 penduduk pada tahun 2017.

Tiga provinsi dengan API tertinggi pada tahun 2017 adalah Papua (59,0), Papua Barat
(14,97) dan Nusa Tenggara Timur (5.76).
Pembagian daerah endemisitas malaria ditentukan berdasarkan API daerah
tersebut. Dikatakan endemisitas tinggi apabila API >5, endemisitas sedang bila API
1-5, endemisitas rendah bila API <1. Pada tahun 2017, daerah endemisitas tinggi
didominasi oleh Indonesia bagian Timur yaitu Papua, Papua Barat, NTT, Bengkulu,
Maluku, dan Maluku Utara. Sementara, daerah bebas malaria didominasi oleh
provinsi di pulau Jawa.4
Gambar 1. Peta Demografis Daerah Bebas Malaria di Indonesia tahun 2017

2.3. Etiologi
Malaria disebabkan oleh parasit genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina. Penularan malaria dapat terjadi secara alamiah maupun
non alamiah. Penularan alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
sedangkan penularan non-alamiah terjadi melalui transfusi darah, jarum suntik,
plasenta ibu dan juga tali pusat.6
Terdapat empat spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria pada
manusia, yaitu P.falciparum, P.vivaks, P.malariae dan P. ovale. Pada tahun 2004, P.
knowlesi, Plasmodium pada primata, diketahui dapat menyebabkan malaria pada
manusia. Infeksi P. knowlesi terjadi di Malaysia, Indonesia, Singapur dan Filipin.
Kelima spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang
berbeda P.falciparum menyebabkan malaria falciparum/tropika, P.vivaks
menyebabkan malaria vivaks/tertiana, P.malariae menyebabkan kuartana, P. ovale
menyebabkan malaria ovale dan P. malariae menyebabkan malaria malariae.
Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai
infeksi campuran/majemuk (mixed infection). Pada umumnya dua jenis Plasmodium
yang paling banyak dijumpai adalah campuran antara P. falciparum dan P. vivaks
atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus,
meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah
dengan angka penularan tinggi.6
2.4. Siklus hidup Plasmodium
Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 fase besar, yaitu siklus aseksual dan
siklus seksual. Siklus aseksual di dalam tubuh manusia dikenal sebagai skizogoni,
sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk disebut
sebagai sporogoni. Di dalam tubuh manusia terjadi 2 fase yaitu fase eksoeritrositik
yang terjadi di sel hati dan fase eritrositik yang terjadi di dalam sel darah merah.
Fase eksoeritrositik dimulai saat sporozoit aktif yang berada pada ludah
nyamuk masuk ke dalam tubuh manusia. Dalam hitungan menit, sporozoit masuk ke
dalam sel hati. Di dalam sel hati, sporozoit berkembang biak dan bermultiplikasi
secara aseksual menjadi skizon. Setelah 1-2 minggu, sel hati akan ruptur dan
melepaskan ribuan merozoit ke sirkulasi pembuluh darah. Sel hati yang berisi skizon
P. falciparum, P. malariae dan P.knowlesi ruptur satu kali dan tidak menetap di hati.
Sedangkan sporozoit P.ovale dan P.vivaks yang masuk ke dalam sel hati menjadi
skizon dan sebagian menjadi hipnozoit. Hipnozoit tetap dorman selama beberapa
waktu sebelum melepaskan merozoit dan menyebabkan infeksi relaps (kambuh).
Fase eritrositik dimulai saat merozoit yang keluar dari sel hati masuk ke dalam
sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit akan berkembang menjadi bentuk
cincin (ring form) yang kemudian tumbuh dan membesar menjadi tropozoit.
Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit.
Setelah proses pembelahan sel darah merah akan hancur; merozoit, pigmen dan sel
sisa akan keluar dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh retikulum
endoplasma. Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam sel
darah merah lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak
membentuk skizon tetapi berkembang menjadi mikro dan makro gametosit (stadium
seksual). Siklus tersebut disebut masa tunas instrinsik. Bila nyamuk yang tidak
terinfeksi, menghisap darah manusia yang terinfeksi maka mikro dan makro gametosit
akan ikut terhisap.
Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual. Dalam lambung
nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet
yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet, yang selanjutnya menembus
dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit.
Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam liur nyamuk. Siklus
tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.5,6
Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium

2.5. Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat sel darah yang mengandung parasit Plasmodium pecah.
Gejala yang paling mencolok adalah demam. Demam disebabkan oleh karena
pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit
darah ke dalam aliran darah serta keluarnya bermacam-macam antigen. Antigen ini
akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan
berbagai macam sitokin, antar lain TNF dan IL-6. TNF dan IL-6 akan dibawa aliran
darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.7
Pada P.vivaks dan P.ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam
sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam
sebelumnya. Skizon P.malariae matang setiap 72 jam sekali (setiap hari keempat).
Pada P.falciparum, demam terjadi setiap 24-48 jam.
Gambar 3. Grafik Suhu Malaria

Pembesaran limpa (splenomegali) disebabkan oleh terjadinya peningkatan


jumlah sel darah merah yang terinfeksi parasit Plasmodium, teraktivasinya sistem
retikuloendotelial untuk memfagositosis sel darah merah yang terinfeksi parasit dan
sisa sel darah merah akibat hemolisis.
Pembesaran hati (hepatomegali) biasa terjadi pada awal perjalanan penyakit
dan lebih sering terjadi daripada pembesaran limpa. Hati biasanya lunak dan terus
membersar sesuai dengan progresifitas penyakit, namun fungsinya jarang terganggu
dibandingkan dengan orang dewasa. Ikterus dapat dijumpai pada beberapa anak,
terutama berhubungan dengan hemolisis.
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya sel darah merah dan difagositosis
oleh sistem retikuloendotelial.6 Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis
Plasmodium dan status imunitas pejamu. P.vivaks dan P. ovale hanya menginfeksi sel
darah merah imatur yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah,
sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah matur yang jumlahnya hanya 1%
dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivaks, P.
ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. P. falciparum
menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi
akut dan kronis.7

2.6. Manifestasi Klinis


Anak-anak dan dewasa dengan malaria biasanya asimptomatik selama masa inkubasi.
Masa inkubasi malaria bervariasi bergantung dengan jenis Plasmodium penyebab
infeksi. P. falciparum memiliki masa inkubasi terpendek yaitu 9 – 14 hari sementara
P. malariae memiliki masa inkubasi terpanjang yaitu 18 – 40 hari. Masa inkubasi P.
vivaks adalah 12-17 hari dan P. ovale adalah 16- 18 hari. P. Knowlesi memiliki masa
inkubasi 10-12 hari. Gejala prodromal seperti sakit kepala, fatigue, anoreksia, mialgia,
demam ringan, nyeri dada, nyeri abdomen dan nyeri sendi dapat berlangsung selama
2-3 hari sebelum parasit terdeteksi di darah.
Gejala klasik malaria adalah demam paroksisimal. Demam paroksisimal
ditandai dengan demam tinggi, berkeringat, sakit kepala, mialgia, nyeri punggung,
mual, muntah, diare, pucat dan ikterik.5 Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga
stadium (trias malaria) yang berurutan yakni stadium dingin (cold stage), stadium
demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage).6
Stadium dingin berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. Stadium ini
diawali dengan gejala menggigil atau perasaan sangat dingin. Gigi gemeretak dan
pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang
tersedia. Nadi cepat dan lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan
pucat, serta pasien mungkin muntah dan pada anak dibawah umur lima tahun sering
terjadi kejang.
Pada stadium demam, pasien merasa kepanasan, muka merah, kulit kering dan
terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual muntah, nadi
menjadi kuat. Biasanya pasien merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat
sampai 41oC atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Setelah demam,
pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah, kemudian suhu badan
menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal.6

2.7. Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tepi dan apusan
darah tebal yang merupakan baku emas dalam mendiagnosis malaria. Apusan darah
tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau Field Stain, sedangkan apusan darah tipis
dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Pemeriksaan apusan darah tebal bertujuan
melihat jumlah eritrosit dalam darah, sementara pemeriksaan apusan darah tipis
bertujuan melihat perubahan bentuk eritrosit, jenis Plasmodium, dan persentase
eritrosit yang terinfeksi. 8
Hasil negatif pada pemeriksaan apusan darah tidak menyingkirkan malaria.
Pada sebagian besar pasien malaria yang simptomatik, parasit terdeteksi pada apusan
darah tebal dalam 48 jam.
- Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P.
Falciparum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang
jumlah parasitnya rendah atau dibawah batas ambang mikroskopis.
- Rapid Diagnostic Test / RDT
Pada unit gawat darurat, saat terjadi KLB, dan didaerah terpencil yang tidak tersedia
fasilitas laboratorium mikroskopis, Rapid Diagnostic Test/RDT digunakan.
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Jenis RDT dapat berupa dipstick ataupun
strip. Pemeriksaan ini memerlukan waktu sekitar 15 menit (maksimal 30 menit).
- Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan lain seperti pengukuran hemoblobin, hematokrit, perhitungan jumlah
leukosit dan trombosit, kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan
SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,
analisis gas darah) serta urinalisis dilakukan pada malaria dengan komplikasi.7

2.8. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Untuk anak dibawah
lima tahun diagnosis menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sehat (MTBS) namun
pada daerah endemis rendah dan sedang ditambah riwayat perjalanan ke daerah
endemis dan transfusi sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau
pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau RDT.
a. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
- Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
- Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
- Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
- Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
b. Pemeriksaan fisik
- Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat
- Sklera ikterik
- Splenomegali
- Hepatomegali
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dengan mikroskop serta RDT
merupakan diagnosis pasti dalam menegakan malaria9

2.9. Diagnosis Banding


Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada
hampir semua penyakit infeksi lain seperti :
- Demam tifoid
Demam lebih dari tujuh dari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
konstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, uji Widal positif bermakna.
- Demam dengue
Demam tinggi mendadak yang terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit
kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan
jumlah trombosit dan peningkatan hemoglobin dan hemotokrit, tes serologi IgM atau
IgG anti dengue positif

- Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Batuk, pilek, sakit menelan, sakit kepala, manifestasi kesukaran bernafas antara lain :
nafas cepat, sesak nafas, tarikan dinding dada ke dalam dan adanya stridor
- Leptospirosis ringan
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, injeksi konjungtiva
dan nyeri betis yang mencolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Test
(MAT) atau tes Leptodipstik positif.7

Gambar 4. Alur Penemuan Penderita Malaria

2.10. Tatalaksana
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian Artemisin-based
Combination Therapy (ACT) yaitu kombinasi derivate artemisin dengan golongan
aminokuinolon. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan
mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara
oral.9
1. Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
a. Lini pertama
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT
(Dihidroartemisinin-Piperakuin/DHP) ditambah primakuin. Dosis ACT untuk
malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria
falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25
mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25
mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. 9

Tabel 1. Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

b. Lini kedua untuk malaria falciparum


Kombinasi Kina + Doksisiklin/Tetrasiklin + Primakuin digunakan sebagai
pengobatan malaria falciparum lini kedua. Dosis Kina diberikan sesuai BB
(3x10 mg/kgBB/hari). Dosis doksisiklin 3,5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x
sehari (≥15 tahun) dan 2,2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun).
Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4x sehari. Tetrasiklin tidak
diberikan pada anak <8 tahun. Doksisiklin dan tetrasiklin tidak dapat
diberikan pada anak < 8 tahun, maka Klindamisin dapat digunakan sebagai
penggantinya. Dosis Klindamisin pada anak adalah 10mg/kgBB/kali
diberikan 2 x sehari. 9

Tabel 3. Pengobatan lini kedua untuk Malaria falciparum menurut berat badan

c. Lini kedua untuk malaria vivaks


Kombinasi Kina + Primakuin digunakan untuk pengobatan malaria vivaks
yang tidak respon terdapat pengobatan ACT.9

Tabel 4. Pengobatan lini kedua untuk Malaria vivaks menurut berat badan
2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. 9
a. Pengobatan malaria ovale
a. Lini pertama
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah
dengan Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan
untuk malaria vivaks. 9
b. Lini kedua
Pengobatan lini kedua untuk malaria ovale sama dengan malaria vivaks. 9

3. Pengobatan malaria malariae


Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.9
4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin
dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari. 9

Tabel 5. Infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale menurut berat badan dengan DHP dan
Primakuin

5. Pengobatan malaria pada ibu hamil


Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Perbedaannya obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada
ibu hamil tidak diberikan primakuin. 9
Tabel 6. Pengobatan malaria falciparum pada ibu hamil

Tabel 7. Pengobatan malaria vivaks pada ibu hamil

C. Pemantauan Pengobatan
- Rawat Jalan
Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke 3, 7, 14, 21
dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis. Apabila
terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi, penderita
segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut di atas. 9
- Rawat Inap
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan
pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan hasil mikroskopis
negatif. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak ditemukan parasit
aseksual dalam darah selama 3 hari berturut – turut. Setelah pasien dipulangkan harus
kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama mendapatkan obat anti malaria..9

2.11. Pencegahan
Pencegahan malaria terdiri dari ABCD, yaitu awareness, bite prevention,
chemoprophylaxis, dan diagnosis. Awareness (pengetahuan) yaitu mengetahui segala
hal yang beresiko untuk terkena malaria, habitat nyamuk, masa inkubasi, dan gejala
utama malaria.7,9,10
Bite prevention adalah menghindari gigitan nyamuk terutama menjelang senja
hingga fajar dengan cara membatasi aktivitas luar saat menjelang senja hingga fajar,
memakai pakaian yang sesuai seperti baju lengan panjang dan celana panjang,
menutup jendela dan pintu rapat – rapat atau menggunakan kelambu yang
menggunakan insektisida, dan menggunakan spray atau losion anti nyamuk yang
mengandung diethyltoluamide, serta membersihkan daerah yang bisa menjadi sarang
nyamuk dengan cara menutup rapat tempat penampungan air, menguras bak mandi
dan membuang atau mengganti genangan air secara rutin, dan mengubur kaleng bekas
atau wadah kosong ke dalam tanah. 7,9,10
Chemoprophylaxis bisa dengan diberikan doksisiklin 1-2 hari sebelum
berangkat ke daerah endemis dan diminum pada waktu yang sama setiap hari sampai
4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Dosis doksisiklin untuk dewasa 1 x
100 mg per hari, sedangkan untuk anak dengan usia lebih atau sama dengan 8 tahun
adalah 2 mg per kilogram berat badan per hari, dengan dosis maksimal 100 mg.
Untuk daerah dengan infeksi Plasmodium vivaks diberikan primakuin. Dosis
primakuin untuk dewasa adalah primakuin basa 1 x 30 mg per hari dan untuk anak
diberikan primakuin basa 0,5 mg per kilogram berat badan per hari, dengan dosis
maksimal 30 mg, yang diminum saat makan. Kemoprofilaksis yag digunakan sebagai
terapi anti relaps pada infeksi Plasmodium vivaks dan ovale adalah primakuin yang
diberikam untuk penderita yang terpapar lama. Primakuin diberikan selama 14 hari
setelah meninggalkan daerah endemis dengan dosis sama seperti dosis untuk daerah
dengan infeksi Plasmodium vivaks. 7,9,10
Diagnosis dengan cara segera menegakkan diagnosis dan memberikan terapi
untuk penderita yang mengalami gejala yang muncul 1 minggu setelah masuk ke
daerah rawan malaria sampai 3 bulan setelah meninggalkan daerah rawan tersebut.
7,9,10

2.12. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada malaria bergantung pada jenis Plasmodium yang
menginfeksi. P. Vivaks dianggap sebagai salah satu plasmodium yang tidak
menyebabkan malaria yang berat tapi di beberapa daerah di Indonesia ditemukan
malaria vivaks menjadi penyebab komplikasi bahkan kematian karena anemia berat
dan rupture ginjal. P. Malariae adalah jenis malaria yang ringan dan bersifat paling
kronis. Sindrom nefrotik adalah komplikasi dari P. Malariae yang jarang ditemukan.
P. falciparum adalah jenis plasmodium yang menyebabkan komplikasi serius.
Komplikasi yang paling serius adalah malaria berat.
WHO mendefinisikan malaria berat sebagai ditemukannya P. falciparum
stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan
hasil laboratorium:
1. Perubahan Kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernapasan
5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80
mmHg (pada anak: < 70 mmHg)
6. Jaundice (bilirubin > 3 mg/dL dan kepadatan parasit > 100.000)
7. Hemoglobinuria
8. Perdarahan spontan abnormal
9. Edema paru (Radiologi, saturasi oksigen <92%)
Gambaran laboratorium:
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg/dL)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L)
3. Anemia berat (Hb <5 gr/dL untuk endemis tinggi, <7 gr/dL untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa Hb <7 gr/dL atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit > 2% eritrosit atau 100.000 parasit/µL di daerah
endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.000 parasit/µL di daerah endemis
tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat > 5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 3 mg/dL)9

Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi pemberian obat


anti malaria, penanganan komplikasi, tindakan penunjang dan pengobatan
simtomatik.7
Artesunat intravena merupakan pilihan utama untuk pengobatan malaria berat.
Artesunat intravena diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgBB sebanyak tiga kali pada jam
ke 0, 12, dan 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgBB intravena setiap 24 jam sehari
sampai pasien mampu minum obat. Apabila pasien sudah dapat minum obat, maka
pengobatan dilanjutkan dengan regimen ACT selama 3 hari + primakuin.
Jika artesunat tidak tersedia maka artemeter dan Kina bisa menjadi pilihan
alternatif. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB intramuscular pada hari
pertama, diikuti dengan 1,6 mg/kgBB intramuscular satu kali sehari selama paling
sedikit 3 hari sampai pasien mampu minum obat. Sementara, Kina HCL 25% (per-
infus) dengan dosis 10 mg/kgBB (bila umur < 2 bulan maka diberikan 6 – 8
mg/kgBB) diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai pasien dapat minum
obat.9
- Malaria serebral
Malaria serebral adalah malaria falciparum yang disertai kejang dan koma, tanpa
penyebab lain dari koma. Gejala malaria serebral paling dini pada anak-anak
umumnya adalah demam (37,5oC – 41oC), selanjutnya tidak bisa makan atau minum,
sering mengalami rasa mual dan batuk, jarang diare. Riwayat gejala yang mendahului
koma dapat sangat singkat umumnya 1-2 hari. Anak-anak yang sering kehilangan
kesadaran setelah demam harus diperkirakan mengalami malaria serebral, terutama
jika koma menetap lebih dari setengah jam setelah kejang. Kejang biasanya terjadi
sebelum atau sesudah timbul koma. Dalamnya koma dapat dinilai sesuai dengan skala
koma Glasgow atau modifikasi khusus pada anak yaitu skala koma Blantyre. Pada
skala koma Blantyre disebut unrousable coma bila jumlah nilai < 3.

Tabel 8. Skala koma Blantyre

Penatalaksanaan malaria serebral sama seperti pada malaria berat umumnya yaitu:
- Berikan O2
- Pertahankan jalan napas
- Monitor tanda vital
- Pasang infus
- Teruskan pemberian artesunat intravena
- Berikan antikonvulsan bila kejang
- Pasang NGT, kateter urin
- Ubah posisi pasien tiap 2 jam untuk mencegah dekubitus
- Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
- Monitor gula darah secara berkala.6
2.13. Prognosis
Malaria falsiparum ringan atau sedang, malaria vivaks, atau malaria ovale memiliki
prognosis bonam, sedangkan malaria berat memiliki prognosis dubia ad malam.
Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan. 9,10
BAB 3
KESIMPULAN

Malaria merupakan penyakit infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan gejala demam rekuren, anemia dan hepatosplenomegali.
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
Plasmodium di dalamnya. Plasmodium yang terbawa melalui gigitan nyamuk akan
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.4
Penularan malaria dapat terjadi secara alamiah yaitu melalui gigitan nyamuk
Anopheles maupun non alamiah melalui transfusi darah, jarum suntik, plasenta ibu
dan juga tali pusat.6 Terdapat lima spesies Plasmodium yang dapat menyebabkan
malaria pada manusia, yaitu P.falciparum, P.vivax, P.malariae, P. Ovale, dan P.
Knowlesi. Kelima spesies tersebut mengakibatkan lima jenis malaria yang berbeda.9
Gejala klasik malaria adalah demam paroksisimal. Demam paroksisimal
ditandai dengan demam tinggi, berkeringat, sakit kepala, mialgia, nyeri punggung,
mual, muntah, diare, pucat dan ikterik.5 Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga
stadium (trias malaria) yang berurutan yakni stadium dingin (cold stage), stadium
demam (hot stage), dan stadium berkeringat (sweating stage).6
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria ditegakkan dengan pemeriksaan
apusan darah tebal dan tipis serta pemeriksaan RDT.9
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini adalah dengan pemberian ACT
yaitu kombinasi Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan
mencegah resistensi. Dosis dan pemberiannya bergantung dengan jenis malaria. 9
Upaya pencegahan malaria adalah dengan memiliki pengetahuan tentang
malaria, pencegahan gigitan nyamuk, kemoprofilaksis, serta menegakkan diagnosis
dan memberikan terapi dengan cepat dan tepat. 7,9,10
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. World Health Organization. [online] [cited 10 Maret 2019]. Available


from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/
2. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI. 2018.
3. Kemenkes RI. Panduan Pemeliharaan Eliminasi Malaria. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI.
2017.
4. Kemenkes. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2017.
5. John CC, Krause PJ. Malaria (Plasmodium). In: Kliegman RM, Stanton BF,
Geme JW, Schor FN, Behrman R, etc. Nelson textbook of paediatrics. 20th ed.
Philadelpia: WB Saunders. 2016.
6. Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoor SRS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
tropis. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008.
7. Kemenkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria. 2012.
8. Liwan AS. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Kompikasi pada
Anak. 2015.
9. Kemenkes RI. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2017.
10. Harijanto PN. Malaria. Dalam : Sudoyo K, Setiyohadi B, et al., ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006: 1732-1744.

Anda mungkin juga menyukai