Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DI RUMAH SAKIT”

Dosen Pengampu :

Dr. Tri Wijayanti, S.Farm, MPH., Apt

Disusun oleh :

Willy Derizqi Bagaskara Saputra

1920374183

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tugas dan
fungsi rumah sakit telah dijabarkan dalam undang-undang tersebut, tugas rumah sakit yaitu
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif. Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan kefarmasian di
rumah sakit harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau. Kegiatan pengelolaan obat terdiri dari
tahap seleksi, perencanaan dan pengadaan, distribusi, dan penggunaan obat. Tujuan pengelolaan
obat agar terjaminnya ketersediaan obat dengan mutu yang baik, kelancaran distribusi dan
keterjangkauan obat, serta ketersediaan jenis dan jumlah obat untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat.

Obat merupakan komponen yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan, baik di pusat
pelayanan kesehatan primer maupun ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Manajemen
obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). Instalasi farmasi rumah
sakit adalah satu-satunya bagian di rumah sakit yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan
obat, hal ini diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
Pada pengelolaan obat, proses perencanaan dan pengadaan sangat berpengaruh pada
ketersediaan obat maupun segi ekonomi rumah sakit. Terjaminnya item dan jumlah obat yang
mencukupi menjadi salah satu aspek terpenting dari rumah sakit untuk dapat memberikan
pelayanan yang terbaik.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Rumah Sakit?
2. Apa saja Landasan Hukum tentang Rumah Sakit?
3. Pengertian manajemen farmasi Rumah Sakit
4. Bagaimanan proses manajemen pengelolaan obat di Rumah Sakit ?

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui rumah sakit
2. Untuk mengetahui landasan hukum tentang rumah sakit
3. Untuk mengetahui manajemen Farmasi Rumah Sakit
4. Untuk mengetahui proses manajemen pengelolaan obat di Rumah Sakit
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016 pasal 1 tentang rumah sakit,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat (Undang-undang No.44 Tahun 2009).

2. Landasan Hukum Rumah Sakit


Apotek merupakan satu diantara sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam :
a) Undang-undang antara lain :
1. Undang-undang No. 36 Tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
3. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
b) Peraturan Pemerintah antara lain :
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
c) Peraturan Menteri Kesehatan antara lain :
1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 /MENKES/PER/X/2014 tentang Klasifikasi dan
perizinan Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 58/MENKES/PER/X/2014 tentang Standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit
3. Peraturan Menteri Kesehtan No 56 tahun 2014 tentang kasifikasi dan perizinan Rumah
Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No 12 Tahun 2012 tentang akreditasi Rumah Sakit
5. Peraturan Presiden antara lain :
1) Peraturan Presiden No 77 tahun 2015 tentang pedoman organisasi Rumah Sakit.
2) Peraturan Menteri Kesehatan No 4 Tahun 2018 kewajiban Rumah Sakit dan kewajiban
pasien
3) Peraturan Menteri Kesehatan No 24 tahun 2016 tentang persyaratan teknis bangunan
dan perasarana Rumah Sakit.
d) Keputusan Menteri Kesehatan antara lain :
1. Keputusan Menteri Kesehatan No. 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi
Rumah sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah sakit.

3. Pengertian
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilakukan oleh tenaga kefarmasian, yang salah
satunya adalah apoteker. Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan
Kepmenkes RI No.1197 tahun 2004, salah satu fungsi dari pelayanan kefarmasian yang dilakukan
di rumah sakit adalah pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

Manajemen obat dimulai dengan suatu tahap perencanaan yang merupakan dasar dari
pengelolaan obat untuk menentukan kebutuhan obat. Untuk itu diperlukan data-data yang akurat,
maka dalam proses pengolahannnya sebaiknya didukung oleh suatu sistem informasi manajemen
rumah sakit. Perencanaan ini disesuaikan dengan anggaran dan juga harus sesuai formularium
yang telah ditetapkan oleh organisasi yang disebut Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. Untuk
mewujudkan perencanaan tersebut adanya kegiatan pelaksanaan pada tahap ini dilakukan
pengadaan obat untuk memenuhi kebutuhan obat yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Kemudian dilakukan pengawasan untuk mengatur persediaan obat serta menjamin ketersediaan
obat. Tahapan ini berlangsung seperti siklus yang saling terkait. Siklus ini harus dijaga agar semua
tahap di dalamnya sama kuat dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang.
Apabila terjadi kesalahan pada suatu tahap akibatnya akan mengacaukan siklus secara keseluruhan
yang menimbulkan dampak seperti pemborosan, tidak tersedianya obat, tidak tersalurnya obat,
obat rusak, dan lain sebagainya.

1. Proses Manajemen Pengelolaan Obat di Rumah Sakit


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Semua sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung jawab
Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi (Permenkes, 2016).
Fungsi utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah melaksanakan pengelolaan obat. Pengelolaan
obat di instalasi farmasi meliputi tahap-tahap selection, procurement, distribution, dan use yang
saling terkait satu sama lain sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing dapat
berfungsi secara optimal.
1.1.Seleksi
Tahapan yang pertama yaitu menentukan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Pemilihan tersebut berdasarkan pada :
 Standar pengobatan atau formularium yang diterapkan
 Standar kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
 Pola penyakit
 Efektivitas keamanan
 Evidence Base Medication (EBM)
 Mutu dan harga
Seleksi atau pemilihan obat merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan
memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia
farmasi dan terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi
pembelian. Kriteria seleksi obat menurut DOEN:
o Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan pasien
o Memiliki rasio resiko manfaat yang paling menguntungkan
o Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
o Obat mudah diperoleh
1.2.Perencanaan

Berdasarkan Permenkes No. 58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan


untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode


yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.

Tahap-tahap Perencanaan

1) Tahap Pemilihan

Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai
dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan
dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :

a. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi
jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.
b. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan
kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam
jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang
prevalensinya tinggi.
c. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.
d. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih
baik dibandingkan obat tunggal.

2) Tahap Kompilasi Pemakaian


Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan
kesehatan, yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum.

3) Tahap Perhitungan Kebutuhan

Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu dilakukan perhitungan secara tepat.


Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dan atau
metode morbiditas.

3.1.Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Pengumpulan dan pengolahan data.
 Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
 Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
 Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa
trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk
perhitungan dengan metode konsumsi.
 Daftar obat
 Stok awal, sisa stok, stok pengaman
 Penerimaan, pengeluaran
 Hilang, kadaluarsa, rusak
 Kekosongan obat
 Pemakaian rata-rata obat pertahun
 Waktu tunggu
 Perkembangan pola kunjungan
Rumus perhitungan metode konsumsi :
A = (B + C + D) – E
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata-rata x 12 bulan
C = Stok pengaman 10 % – 20 %
D = Waktu tunggu 3 – 6 bulan
E = Sisa stok
3.2.Metode Morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor-
faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit, waktu tunggu, dan stok
pengaman. Langkah perhitungan :
1. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur penyakit.
2. Menyiapkan data populasi penduduk. Komposisi demografi dari populasi yang akan
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin.
3. Menyediakan data masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.
4. Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun
5. Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan
pedoman pengobatan yang ada.
6. Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang

3.3. Metode Kombinasi


Merupakan gabungan dari metode konsumsi dan metode epidemiologi. Dalam metode ini,
anggaran yang diperlukan disesuaikan dengan yang tersedia. Penyusunan perencanaan mengacu
pada :
1. DOEN, formularium, standar treatmen, kebijakan setempat
2. Data catatan medik / rekam medic
3. Anggaran
4. Penetapan prioritas
5. Pola penyakit
6. Sisa persediaan
7. Data penggunaan periode yang lalu
8. Rencana pengembangan
4) Tahap Proyeksi Kebutuhan
Proyeksi Kebutuhan Obat adalah perhitungan kebutuhan obat secara komprehensif dengan
mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih berjalan
dari berbagai sumber anggaran.
5) Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan
Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang
tersedia maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-
masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang.
Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam
perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :
a) Analisa ABC
Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan
adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relative sejumlah kecil item. Sebagai
contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%)
digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan
sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Oleh karena itu analisa ABC
mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya, yaitu :
Kelompok A : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Kelompok B : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 20%.
Kelompok C : Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-Langkah menentukan kelompok A, B dan C
 Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan
kuantum obat dengan harga obat
 Tentukan rankingnya mulai dari yang terbesar dananya sampai yang terkecil
 Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan
 Hitung kumulasi persennya
 Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%
 Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% s/d 90%
 Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi > 90% s/d 100%
b) Analisa VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah
dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan.
Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut
:
Kelompok V : Adalah kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
 Obat penyelamat (life saving drugs).
 Obat untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin, dll).
 Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
Kelompok E : Adalah kelompok obat yang bekerja kausal, yaitu obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit.
Kelompok N : Merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan
untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan untuk :


1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia. Obat – obatan
yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokan obat menurut
VEN.
2. Pada penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak
terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan lebih dahulu
kriteria penentuan VEN. Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan
kriteria perlu dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah.
Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain:
 Klinis
 Konsumsi
 Target kondisi
 Biaya
Langkah-langkah menentukan VEN, seperti :
Menyusun kriteria menentukan VEN
Menyediakan data pola penyakit
Merujuk pada pedoman pengobatan
2.3.Pengadaan

Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di rumah sakit dan untuk
unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok eksternal melalui pembelian dari
manufaktur, distributor, atau pedagang besar farmasi. Pengadaan bertujuan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin
dan tepat waktu, proses berjalan lancar, dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.

Metode Pelaksanaan Pengadaan

1. Pembelian

Dalam Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit disebutkan bahwa untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan
jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:

 Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi
kriteria umum dan kriteria mutu obat.
 Persyaratan pemasok.
 Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan bahan
Medis Habis Pakai.
 Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

Secara umum metode pembelian dapat dilakukan melalui cara berikut:

a. Secara Tender
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting
untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih
pemasok yang memenuhi syarat memasarkan suatu produk tertentu yang memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan apoteker. Dalam memilih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada beberapa
kriteria, yakni harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan, dapat
dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan. Akan tetapi, kriteria
yang paling utama harus selalu ditempatkan pada mutu obat dan reputasi pemanufaktur. Tender
terbagi menjadi:
 Tender terbuka

Tender terbuka berlaku untuk seluruh rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metoda ini lebih menguntungkan, tapi memerlukan
staf yang kuat, waktu yang lama dan perhatian penuh. Metode ini biasanya dilakukan oleh RS
negeri dengan dana dari APBN/APBD. Untuk melakukan tender terbuka ini perlu sebuah panitia
tersendiri dan penilaian yang mantap terhadap distributor (mutu produk dan harga). Keuntungan
dari metode tender terbuka ini adalah stabilitas harga terjamin dan harga lebih murah dan
persediaan/stock barang untuk jangka waktu tertentu terjaga (aman). Sedangkan kerugiannya
adalah proses lama (problem kekosongan obat), membutuhkan tempat penyimpanan yang luas,
dan resiko obat macet.

 Tender terbatas

Tender terbatas dikenal juga dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan
tertentu yang sudah terdaftar dan mempunyai riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan,
tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan tender terbuka.

b. Kontrak

Disebut juga pengadaan dengan negosiasi, dimana pembeli melakukan pendekatan pada
beberapa supplier (biasanya 3 atau lebih) untuk menentukan harga. Pembeli juga dapat melakukan
tawar-menawar dengan para supplier untuk memperoleh harga atau pelayanan tertentu. Metode ini
memiliki keuntungan yakni bisa dilakukannya negosiasi harga dan service delivery yang telah
ditetapkan. Kerugian dari metode kontrak ini adalah proses yang lama dalam bernegosiasi.

c. Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan

Pembelian langsung biasanya dilakukan untuk pembelian dalam jumlah kecil dan perlu
segera tersedia. Pengadaan obat dengan pembelian langsung sangat menguntungkan karena di
samping waktunya cepat, juga:

 Volume obat tidak begitu besar sehingga tidak menumpuk atau macet di gudang
 Harganya lebih murah karena langsung dari distributor atau sumbernya.
 Mendapatkan kualitas seperti yang diinginkan
 Bila ada kesalahan mudah mengurusnya.
 Dapat kredit
 Memperpendek lead time
 Sewaktu-waktu kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi distributor
Pengadaan perbekalan farmasi menggunakan metode pembelian langsung meliputi
pengadaan rutin dengan pembelian harian, atau menyesuaikan jika ada penawaran khusus,
dan pengadaan non rutin (insidental) berkaitan dengan pembelian obat yang tidak ada di
formularium tetapi diresepkan oleh dokter dilakukan ke apotek rekanan, PBF atau RS lain.
Pembelian barang-barang yang dibutuhkan dilakukan dengan membuat surat pesanan
langsung pada distributor utama dari produk yang dikehendaki.

2.4.Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara


menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian
serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah memelihara mutu
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab, menjaga ketersediaan
dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan
kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO (First
Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Penyusunan obat-obatan hendaklah berdasarkan
susunan alphabet. Pertimbangkan hal berikut ketika merancang sebuah fasilitas penyimpanan:

A. Pengaturan Tata Ruang

Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan


pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik. Faktor –
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang bangunan gudang adalah sebagai berikut:

1. Kemudahan bergerak Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata sebagai berikut:
 Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-sekat karena
akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi
dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
 Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi, ruang
gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U atau arus L.
2. Sirkulasi udara yang baik, salah satu faktor penting dalam merancang bangunan gudang
adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik
akan memaksimalkan umur hidup dari perbekalan farmasi sekaligus bermanfaat dalam
memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC,
namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah
menggunakan kipas angin, apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui
atap.
3. Rak dan Pallet, Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi. Keuntungan
penggunaan pallet, sirkulasi udara dari bawah dan perlingungan terhadap banjir,
peningkatan efisiensi penanganan stok dan dapat menampung perbekalan farmasi lebih
banyak pallet lebih murah dari pada rak.
4. Kondisi penyimpanan khusus, Vaksin memerlukan “Cold Chain” khusus dan harus
dilindungi daru kemungkinan terputusnya arus listrik. Narkotika dan bahan berbahaya
harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci. Bahan-bahan mudah terbakar
seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di
bangunan khusus terpisah dari gudang induk.
5. Pencegahan kebakaran, Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah
terbakar seperti dus, karton, dan lain lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada
tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran
agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau tidak.

B. Penyusunan Stok Perbekalan Farmasi

Perbekalan farmasi disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan
pengendalian stok maka dilakukan langkah – langkah berikut:
1. Gunakan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out) dalam
penyusunan perbekalan farmasi yaitu perbekalan farmasi yang masa kadaluwarsanya lebih
awal atau yang dietrima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya perbekalan
farmasi yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umumnya relatif
lebih tua dan masa kadaluwarsanya lebih awal.
2. Susun perbekalan farmasi dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur
3. Gunakan lemari khusus untuk penyimpanan narkotika
4. Simpan perbekalan farmasi yang dapat dipengaruhi oleh temperatur , udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai
5. Simpan perbekalan farmasi dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan perbekalan
farmasi dalam dengan perbekalan farmasi perbekalan farmasi untuk penggunaan luar
6. Cantumkan nama masing-masing perbekalan farmasi pada rak dengan rapi.
7. Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka biarkan perbekalan farmasi
tetap dalam boks masing-masing
8. Perbekalan farmasi yang mempunyai batas waktu penggunaan perlu dilakukan rotasi stok
agar perbekalan farmasi tersebut tidak selalu berada di belakang sehingga dapat
dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis
9. Item perbekalan farmasi yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun dari sumber
anggaran yang berbeda.

2.5.Distribusi
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit, untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk
pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit – unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah. Ada beberapa metoda yang digunakan oleh
IFRS dalam mendistribusikan perbekalan farmasi di lingkungannya, seperti :
1. IDD (Induvidual Dose Dispensing )/individual prescription
IDD adalah order atau resep yang dituliskan dokter untuk tiap pasien. Dalam sistem ini
perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep.
Keuntungan :
 Semua resep atau order dikaji langsung oleh apoteker yang kemudian memberikan
 keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung
 Memberikan kesempatan interaksi professional antara apoteker, dokter, perawat, dan
pasien.
 Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.
 Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien
Kelemahan :
Memerlukan waktu yang lama
Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan
2. Sistem floor stock lengkap
Yaitu suatu sitem distribusi dimana semua obat yang dibutuhkan pasien tersedia dalam
ruang penyimpanan obat di ruang tersebut, disiapkan oleh perawat dengan mengambil dosis atau
unit secara langsung dan diberikan kepada pasien di ruang tersebut.
Keuntungan:
 Pelayanan lebih cepat
 Menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS
 Mengurangi penyalinan order
Kelemahan:
Kesalahan perbekalan farmasi sangat meningkat karena order perbekalan farmasi
tidak dikaji oleh apoteker
Persedian perbekalan farmasi di unit pelayanan meningkat, dengan fasilitas
ruangan yang sangat terbatas.
Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan
perbekalan farmasi yang sesuai disetiap ruangan perawatan pasien.
Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani perbekalan farmasi.
Meningkatnya kerugian dan bahaya karena kerusakan perbekalan farmasi.
3. Sistem Distribusi Dosis Unit (UDD)
Yaitu resep dokter yang disiapkan yang terdiri atas beberapa jenis obat yang masing-
masingnya dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk satu
waktu tertentu.
Keuntungan:
 Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsi saja.
 Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS.
 Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi
 Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
 Meningkatkan pemberdayaan petugas professional dan nonprofessional yang lebih
efisien.
Kelemahan:
Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi
Meningkatnya biaya operasional.
4. Sistem Distribusi Kombinasi
Definisi sistem distribusi yang menerapkan sistem distribusi resep/order individual
sentralisasi, juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi
yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita,
setiap hari diperlukan dan biasanya adalah perbekalan farmasi yang harganya murah mencakup
perbekalan farmasi berupa resep atau perbekalan farmasi bebas.
BAB III
KESIMPULAN

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit dilakukan oleh tenaga kefarmasian, yang salah
satunya adalah apoteker. Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan
Kepmenkes RI No.1197 tahun 2004, salah satu fungsi dari pelayanan kefarmasian yang dilakukan
di rumah sakit adalah pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Nomor: 1333/Menkes/SK/XII/1999.


Standar Pelayanan Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Nomor: 1197/Menkes/SK/X/2004.


Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Republik Indonesia, 2016, Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Jakarta.

Siregar, Charles J. P. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai