Jurnal Quasi Eksperimen-1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.

php/jipi

Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016, 252 - 261

Pembelajaran Fisika dengan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil


Belajar Kognitif dan Keterampilan Proses Sains

Yuliana Subekti 1 *, A. Ariswan 2


12
Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta. Jalan
Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta, 55281, Indonesia
* Korespondensi Penulis. Email: sihkusuma@gmail.com, Telp: +62274-550836

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar aspek kognitif
dan keterampilan proses sains ditinjau dari kemampuan awal fisika siswa dengan model pembelajaran
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMA Negeri 9 Yogyakarta pada semester
genap tahun ajaran 2014/2015 yaitu 192 siswa. Sampel dipilih sebanyak dua kelas dengan mengguna-
kan teknik cluster randomized sampling yaitu 64 siswa. Aspek keterampilan proses sains yang diteliti
yaitu pengamatan, pelaksanaan penelitian, pengkomunikasian, peramalan dan penyimpulan. Teknik
analisis data yang digunakan adalah uji MANCOVA dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan hasil belajar fisika aspek kognitif dan
keterampilan proses sains ditinjau dari kemampuan awal fisika pada siswa kelas X di SMA Negeri 9
Yogyakarta dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen.
Kata Kunci: model pembelajaran inkuiri terbimbing, metode eksperimen, keterampilan proses sains,
hasil belajar aspek kognitif.

The Physics Learning with Experimental Methods to Increase Cognitive Aspects of


Learning Outcomes and Science Process Skills
Abstract
This study aims to investigate whether there is an increase of the cognitive aspects of learning
outcomes and science process skills in terms of the first physics ablility with guided inquiry learning
model through the experimental method. This type of research is quasi experimental research. The
study population was all students of class X in SMA N 9 Yogyakarta in the second semester of
2014/2015 academic year as many as 192 students. The samples were as many as two classes using
cluster randomized sampling technique were 64 students. The aspects of the science process skills
were constructing observations, conducting research, communicating, predicting and making
inferences. The data were analyzed using MANCOVA with the significance level of 0.05. The results of
the study show that there is a significant increase of the cognitive aspect of physics learning outcomes
and science process skills in terms of the firts physics ability of the class X students in SMA N 9
Yogyakarta with guided inquiry learning model through the experimental methods.
Keywords: guided inquiry learning model, experimental method, science process skills, cognitive
aspects of learning outcomes

How to Cite: Subekti, Y., & Ariswan, A. (2016). Pembelajaran fisika dengan metode eksperimen untuk
meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2(2), 252-
261. doi:http://dx.doi.org/10.21831/jipi.v2i2.6278

Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21831/jipi.v2i2.6278

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 253
Yuliana Subekti, A. Ariswan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003


PENDAHULUAN
tentang Sistem Pendidikan Nasional juga
Undang-undang Sistem Pendidikan Na- menyebutkan bahwa pendidikan nasional harus
sional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bah- mampu menjamin pemerataan kesempatan pen-
wa tujuan pendidikan nasional adalah mencer- didikan, peningkatan mutu dan relevansi serta
daskan kehidupan bangsa dan mengembangkan efisiensi manajemen pendidikan. Peningkatan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, memiliki daya saing dalam menghadapi tan-
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tangan global.
tanggungjawab kemasyarakatan dan Pada kenyataannya mutu pendidikan di
kebangsaan. Indonesia masih tergolong rendah khususnya
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada pembelajaran sains. Hal ini dapat dilihat
di Indonesia salah satu caranya adalah dengan dari Trends in International Mathematics and
melaksanakan proses belajar dan pembelajaran Science Study (TIMSS) tahun 2007 dalam
yang efektif sehingga hasil belajar dapat dicapai Martin et.al (2008, p.452) literasi sains khusus-
dengan optimal. Belajar merupakan salah satu nya fisika, Indonesia berada di urutan ke 36 dari
faktor yang berperan untuk memberikan penga- 49 negara dengan pencapaian skor 432, dan
ruh dalam proses pembentukan pribadi dan peri- masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu
laku seorang individu. Sebagian perkembangan 500. Bahkan menurut Kompas yang terbit pada
individu berlangsung melalui kegiatan belajar tanggal 5 Desember 2013, literasi sains dalam
secara komprehensif dan berkelanjutan. Setelah OECD tahun 2012 Indonesia berada pada urutan
melakukan pembelajaran siswa akan mendapat- 64 dari 65 negara yang berpartisipasi.
kan hasil belajar. Hasil belajar sains khususnya fisika yang
Dalam menilai hasil belajar harus dalam rendah semakin jelas terlihat ketika mencermati
tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan hasil ulangan, ujian akhir semester bahkan hasil
ranah psikomotorik. Ranah kognitif terdiri dari ujian akhir sekolah. Hampir dalam setiap ujian
enam jenis perilaku yaitu pengetahuan, pema- akhir sekolah, mata pelajaran fisika cenderung
haman, penerapan, analisis, sintesis dan eva- menempati posisi nilai terendah jika dibanding-
luasi. Ranah afektif terdiri dari lima perilaku kan dengan nilai mata pelajaran yang juga diuji-
yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan kan. Penelitian yang dilakukan oleh Asminah
penentuan sikap, organisasi serta pembentukan (2010, p.3) menunjukkan bahwa nilai fisika rata-
pola hidup. Ranah psikomotorik terdiri dari rata yang diperoleh siswa pada ujian akhir
tujuh jenis perilaku yaitu persepsi, kesiapan, semester genap di salah satu SMA di Surakarta
gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, adalah 63,5. Ini memperlihatkan bahwa pembel-
gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan ajaran fisika dikatakan kurang berhasil karena
dan kreativitas (Bloom et al, 1956, p.7). belum mencapai kriteria ketuntasan minimal
Pada kenyataannya, dalam menilai hasil yang ditentukan sekolah yaitu 65. Dalam hasil
belajar sering ditafsirkan hanya dengan penilai- penelitiannya juga disebutkan bahwa masih
an ranah kognitif saja. Penilaian yang terfokus banyak siswa yang tidak tuntas dengan nilai
pada produk (kognitif) mengakibatkan peserta dibawah KKM sehingga harus mengikuti
didik mengabaikan sikap dan proses imliah ka- remidiasi.
rena untuk mengerjakan soal peserta didik Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia,
cukup dengan menghafal rumus-rumus saja. khususnya pembelajaran sains salah satu penye-
Instrumen penilaian dengan tes formal, banyak babnya adalah pembelajaran sains tidak diajar-
digunakan selama ini dan cukup efektif diguna- kan sesuai dengan karakteristik sains itu sendiri.
kan pada penilaian aspek kognitif. Namun tes ini Asminah (2010, p.3) menyatakan salah satu
dianggap belum mampu mengukur kemampuan faktor kurang berhasilnya pembelajaran adalah
yang sebenarnya karena baru pada aspek produk guru dalam memilih metode pembelajaran tidak
saja dan belum mencakup aspek-aspek lain sesuai dengan mata pelajaran fisika, guru kurang
seperti aspek keterampilan proses sains. Hal ini mengaktifkan siswa sehingga siswa hanya seba-
disebabkan tes hanya sering memperkuat ke- gai pendengar saja sehingga berakibat kreati-
mampuan menghafal daripada memahami vitas siswa terabaikan.
(Brandsford et al, 1999, p.24).

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 254
Yuliana Subekti, A. Ariswan

Fisika dikelompokkan sebagai pengetahu- tetapi banyak siswa yang belum dapat meng-
an fisis. Oleh karena fisika adalah pengetahuan hubungkan materi yang diajarkan dengan kehi-
fisis, maka sangat jelas bahwa untuk mempel- dupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan pembel-
ajari fisika dan membentuk pengetahuan tentang ajaran IPA yang diselenggarakan kurang sesuai
fisika, diperlukan kontak langsung dengan hal dengan karakteristik dan hakikat IPA sehingga
yang ingin diketahui. Inilah sebabnya dalam mengakibatkan materi IPA fisika menurut siswa
fisika terdapat metode eksperimen dan inkuiri, terlalu banyak rumus yang harus dihafalkan,
dimana siswa dapat mengamati, mengukur, kurang bisa menangkap hubungan materi yang
mengumpulkan data, menganalisa data, dan diajarkan dengan kehidupan sehari-hari dan
menyimpulkan sangat cocok dalam mempelajari materi fisika kurang bermakna bagi siswa
fisika (Suparno, 2007, p.12). (Prakosa, 2011, p.4).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disim- Dalam pembelajaran suhu dan kalor ku-
pulkan bahwa fisika adalah pengetahuan yang rang berhasil bila tidak ditunjang dengan
mempelajari kejadian-kejadian yang bersifat kegiatan eksperimen. Prakosa (2011, p.7) juga
fisis yang mencakup proses, produk dan sikap menyatakan bahwa fisika merupakan bagian dari
ilmiah yang bersifat siklik, saling berhubungan, sains, sehingga apa yang ditekankan dalam pem-
dan menerangkan bagaimana gejala-gejala alam belajaran sains juga berlaku pada pembelajaran
tersebut terukur melalui pengamatan dan pene- fisika. Dengan demikian pembelajaran fisika
litian. Produk dalam hal ini merupakan kum- seyogyanya juga diarahkan pada pembelajaran
pulan pengetahuan yang dapat berupa fakta, penemuan (inquiry). Oleh sebab itu, dibutuhkan
konsep, prinsip, hukum, dan teori. Proses meru- suatu model pembelajaran yang dapat menun-
pakan langkah-langkah yang harus ditempuh jang kegiatan eksperimen yang salah satunya
untuk memperoleh pengetahuan misalnya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing
mengamati, menafsirkan pengamatan, mengkla- dengan metode eksperimen.
rifikasi, meramalkan, menerapkan konsep, me- Setelah melakukan observasi di SMA
rencanakan percobaan, berkomunikasi dan Negeri 9 Yogyakarta dan memperhatikan hasil
menyimpulkan. Sikap ilmiah terbentuk saat penelitian yang dilakukan sebelumnya dapat
melakukan proses, misalnya objektif dan jujur dikatakan bahwa pembelajaran fisika yang digu-
pada saat mengumpulkan dan menganalisa data nakan di SMA masih menggunakan model
(Mariana & Praginda, 2009, pp.23-24). pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan
Pembelajaran sains khususnya fisika ha- dengan pembelajaran yang masih berpusat pada
rus diajarkan sesuai dengan karakteristik fisika guru dan masih dominannya pembelajaran de-
melalui pengukuran langsung, penggunaan ngan menggunakan metode ceramah. Oleh
metode eksperimen, demonstrasi dan penjabaran karena itu, pengembangan aspek keterampilan
rumus. Mata pelajaran fisika di SMA dikem- proses sains terutama melalui percobaan/ ekspe-
bangkan untuk mendidik siswa agar mampu rimen belum maksimal. Kadang siswa meng-
mengembangkan observasi dan eksperimentasi ikuti pembelajaran fisika dengan melakukan
serta berpikir taat asas. Berpikir taat asas dikem- eksperimen namun masih berpusat pada guru
bangkan dari kemampuan matematis yang dimi- sehingga kurang maksimal. Soal-soal yang
liki lewat pelajaran matematika. Kemampuan dikembangkan dalam mengukur kemampuan
observasi dan eksperimentasi ditekankan pada fisika juga masih berkisar pada kemampuan
melatih kemampuan berpikir eksperimental. menghafal konsep dan rumus. Oleh sebab itu,
Kemampuan berpikir eksperimental mencakup sebaiknya siswa diberikan pembelajaran fisika
tata laksana eksperimen dan mengenal peralatan dengan pembelajaran proses dimana melibatkan
laboratorium. siswa secara aktif dalam pembelajaran dengan
Materi fisika untuk SMA kelas X salah melakukan pengamatan dalam memperoleh
satunya adalah suhu dan kalor dengan standar pengetahuan/konsep pembelajaran sehingga
kompetensi 4. yaitu menerapkan konsep kalor pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermak-
dan prinsip konservasi energi pada berbagai na diharapkan mampu bertahan lama di ingat-
perubahan energi. Karakteristik materi suhu dan an/memori siswa karena siswa menemukan
kalor merupakan materi pelajaran yang bisa pengetahuannya melalui metode ilmiah sehingga
diamati oleh siswa secara langsung. Pada materi hasil belajar siswa diharapkan juga dapat terjadi
suhu dan kalor banyak berkaitan dengan kehi- peningkatan. Metode ilmiah adalah metode yang
dupan sehari-hari sehingga materi suhu dan sangat jelas untuk menunjukkan proses abstraksi
kalor penting untuk dipahami oleh siswa. Akan

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 255
Yuliana Subekti, A. Ariswan

terhadap kejadian konkrit,dan metode ini tepat Model pembelajaran ini juga merupakan salah
untuk mempelajari fisika (Suparno, 2007, p.12). satu model pembelajaran yang cocok untuk
Berdasarkan latar belakang masalah di membantu siswa dalam mempelajari suatu
atas, maka tujuan penelitian ini dilakukan adalah konsep makroskopik maupun mikroskopik
untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan (Villagonzalo, 2014, p.2). Model pembelajaran
hasil belajar aspek kognitif dan keterampilan inkuiri terbagi menjadi dua jenis berdasarkan
proses sains ditinjau dari kemampuan awal fisi- besarnya intervensi guru terhadap siswa atau
ka pada siswa kelas X di SMA Negeri 9 Yogya- besarnya bimbingan yang diberikan oleh guru
karta dengan menggunakan model pembelajaran kepada siswanya yang salah satunya adalah
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen. model pembelajaran inkuiri terbimbing.
Menurut Joyce dan Weil (2003, p.7) mo- Model pembelajaran inkuiri terbimbing
del pembelajaran merupakan suatu perencanaan adalah model pembelajaran inkuiri dengan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedo- bimbingan dari guru (Kuhlthau et al, 2007, p.1).
man dalam merancang pembelajaran di kelas Misalnya dalam penyampaian pelajaran dengan
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk penelaahan sesuatu yang bersifat pencarian
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. secara kritis, analitis, dan argumentative secara
Model pembelajaran dapat diartikan pula ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai kerangka konseptual yang digunakan tertentu menuju suatu kesimpulan. Guru mem-
sebagai pedoman dalam melakukan suatu ke- berikan bimbingan atau petunjuk yang jelas
giatan untuk mendukung proses belajar meng- kepada siswa. Langkah-langkah yang dimaksud
ajar. Terdapat beberapa model pembelajaran, sa- adalah orientasi, perumusan masalah, perumus-
lah satunya adalah model pembelajaran inkuiri. an hipotesis, siswa mencari informasi, data,
Inkuiri merupakan suatu proses pemapar- fakta yang diperlukan, menguji hipotesis, dan
an informasi, memperlihatkan hasil, observasi menarik kesimpulan jawaban (Mulyasa, 2011,
yang cermat, analisis dan bahkan inkuiri juga p.109).
dapat menolak teori yang bertentangan dengan Jadi dapat dikatakan bahwa model pem-
hasil pengalaman yang dialami secara langsung belajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model
dari observasi (Tavalin, 2002, p.13). Inkuiri juga pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaan-
didefinisikan sebagai proses untuk mendiagnosa nya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk
masalah, mengkritisi percobaan, suatu alternatif cukup luas kepada siswa. Sebagian perencana-
dalam membedakan, investigasi perencanaan, annya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan
meneliti dugaan, mencari informasi, membang- problem atau masalah. Guru memberikan arahan
un model, berdebat dengan teman sebaya dan dan merumuskan masalah sedangkan siswa me-
membentuk argumen yang koheren (Vlassi dan lakukan kegiatan untuk menyelidikinya (Ozdilek
Karaliota, 2013, p.1). Inkuiri sebagai cara untuk dan Bulunuz, 2009, p.26).
mempelajari masalah ilmiah dalam konteks Model pembelajaran inkuiri terbimbing
kehidupan nyata (McBride et al, 2004, p.1). biasanya digunakan terutama bagi siswa yang
Model pembelajaran inkuiri tidak hanya belum berpengalaman belajar dengan pendekat-
mengembangkan kemampuan intelektual tetapi an inkuiri, misalnya dalam transisi dari penga-
seluruh potensi yang ada, termasuk berpikir kri- laman belajar dengan menggunakan metode
tis dan mampu memecahkan masalah (Dimyati ceramah (Jack, 2013, p.11). Pada tahap-tahap
dan Mudjiono, 1999, p.173). Model pembelajar- awal pengajaran diberikan bimbingan lebih
an ini secara umum menekankan suatu per- banyak seperti pernyataan dan pertanyaan
tanyaan dan gagasan yang mendorong siswa un- pengarah yang selain dikemukakan langsung
tuk lebih belajar dan kreatif dalam menyam- oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan
paikan pengetahuan mereka (Kuhlthau et al, yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa
2007, p.2). Model pembelajaran inkuiri mem- (LKS). Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu
bimbing siswa dalam menggunakan pendekatan menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan
analitis yang mencakup semua tahapan dalam yang harus dilakukan untuk memecahkan per-
proses penyelidikan. Selain itu dalam model masalahan yang disodorkan oleh guru. Oleh
pembelajaran inkuiri terdapat konten dan ins- sebab itu lembar kerja siswa (LKS) dibuat untuk
truksi yang terstruktur yang dapat digunakan membimbing siswa dalam melakukan eksperi-
untuk menguraikan keterampilan dan strategi men dan menarik kesimpulan. Pertanyaan yang
yang dibutuhkan dalam setiap tahapan proses terdapat dalam LKS disebut sebagai pertanyaan
penyelidikan (Alberta Education, 2004, p.8). inkuiri terbimbing (guided inquiry questions)

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 256
Yuliana Subekti, A. Ariswan

yaitu seperangkat pertanyaan yang menuntut siswa dalam menganalisis pola-pola penemuan
siswa untuk fokus pada kata kunci dalam materi siswa yang berupa kesimpulan.
pembelajaran. Pertanyaan ini membantu siswa Model pembelajaran inkuiri terbimbing
mengumpulkan informasi dan membangun melalui metode eksperimen diharapkan dapat
argumen berdasarkan bukti (Lee et al, 2006, meningkatkan hasil belajar aspek kognitif dan
p.157). keterampilan proses sains yang dimiliki oleh
Salah satu model pembelajaran yang siswa. Menurut Bloom hasil belajar dalam ranah
cocok untuk mempelajari fisika adalah model kognitif ada enam tingkatan yaitu mengenal,
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
eksperimen. Metode eksperimen ialah suatu cara evaluasi (Anderson dan Krathwohl, 2001, pp.66-
penyajian mata pelajaran dimana siswa secara 83). Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai
aktif mengalami dan membuktikan sendiri apa siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada
yang sedang dipelajarinya. Melalui metode ini mata pelajaran fisika secara efektif di sekolah.
siswa secara total dilibatkan dalam melakukan Hasil belajar dapat berupa penguasaan materi
sendiri, membuktikan dan menarik kesimpulan dan simbol lain yang berkaitan dengan mata
sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses pelajaran fisika yang diberikan dalam bentuk tes
tertentu (Djamarah dan Zain, 2010, p.84). Me- tertulis atau penugasan lainnya oleh guru.
tode eksperimen melatih siswa untuk merekam Untuk mengetahui tingkat pencapaian
semua data fakta yang diperoleh melalui hasil tujuan belajar fisika dilakukan pengukuran de-
pengamatan dan bukan data opini hasil rekayasa ngan cara evaluasi. Evaluasi merupakan peng-
pemikiran. Sewaktu menyusun suatu kesimpul- ungkapan dan pengukuran hasil belajar itu pada
an, siswa didorong untuk menarik kesimpulan dasarnya adalah proses penyusunan deskripsi
berdasarkan data hasil pengamatan menurut siswa baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
pandangan siswa, mereka perlu dilatih untuk Akan tetapi kebanyakan pelaksanaan evaluasi
tidak hanya asal menjawab, asal menyimpulkan, cenderung bersifat kuantitatif. Hal ini dikarena-
dan asal mencatat saja. Kumar et al (2009, p.5) kan menggunakan simbol dan angka atau skor
menyatakan pembelajaran dengan metode untuk menentukan kualitas keseluruhan kinerja
eksperimen akan lebih efektif jika ada ruang dan akademik siswa dianggap nisbi (Syah, 1995,
waktu bagi guru dan siswa untuk merencanakan p.142).
eksperimen, mendiskusikan ide-ide, kritis mere- Dalam penelitian yang dilakukan, hasil
kam dan menganalisa pengamatan. Metode eks- belajar aspek kognitif yang dimaksud adalah
perimen juga sering disebut sebagai percobaan tingkat pengenalan/ingatan, pemahaman, pene-
yaitu cara penyajian pelajaran, dimana siswa rapan, analisis, sintesis dan evaluasi, namun
melakukan percobaan dengan mengalami sendiri tidak semua jenjang kognitif diteliti. Hasil
suatu yang dipelajari. belajar aspek kognitif yang diteliti hanya tingkat
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat pengenalan yaitu dapat mengingat kembali
disimpulkan model pembelajaran inkuiri terbim- konsep suhu dan kalor yang dimiliki siswa untuk
bing melalui metode eksperimen yang diguna- menyelesaikan soal/masalah yang diberikan oleh
kan dalam penelitian adalah model pembelajaran guru, pemahaman yaitu dapat menghubungkan
inkuiri terbimbing yang menggunakan metode antara pengetahuan tentang suhu dan kalor yang
eksperimen dalam pembelajaran yang dilakukan. dimiliki siswa dengan soal/masalah yang diberi-
Dalam pembelajaran guru menyajikan masalah kan oleh guru dan penerapan yaitu dapat me-
yang berkaitan dengan pokok bahasan suhu dan milih suatu konsep yang berkaitan dengan
kalor; guru membimbing siswa dalam mengum- pokok bahasan suhu dan kalor untuk diterapkan
pulkan informasi tentang masalah yang disaji- secara benar dalam soal/masalah yang diberikan
kan; guru membimbing siswa dalam melakukan oleh guru. Hasil belajar aspek kognitif diukur
eksperimen yang berkaitan dengan pokok menggunakan soal pretest dan posttes. Jadi soal
bahasan suhu dan kalor seperti dalam menyusun pretest dan posttest yang digunakan dikem-
hipotesis, mendesain/melakukan eksperimen bangkan berdasarkan kisi-kisi hasil belajar aspek
yaitu dalam menentukan variabel bebas, variabel kognitif yang berkaitan dengan pokok bahasan
terkontrol dan variabel terikat dari eksperimen suhu dan kalor dalam jenjang kognitif penge-
yang berkaitan dengan pokok bahasan suhu dan nalan, pemahaman dan penerapan.
kalor tersebut, melakukan pengukuran, dan Selain hasil belajar aspek kognitif, model
menarik kesimpulan; guru membimbing siswa pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode
dalam merumuskan penjelasan dan membantu

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 257
Yuliana Subekti, A. Ariswan

eksperimen juga diharapkan dapat meningkat- kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas
kan keterampilan proses sains. yang menggunakan model pembelajaran inkuiri
Mengembangkan keterampilan proses terbimbing melalui metode eksperimen dalam
sangat penting untuk membangun pemahaman pembelajaran fisika sedangkan kelas kontrol me-
tentang dunia dan pembelajaran sains, misalnya: rupakan kelas yang menggunakan model pem-
ide-ide dan konsep-konsep yang menjelaskan belajaran konvensional melalui metode ceramah.
bagaimana alam dan buatan manusia bekerja Pretest dan posttest dalam penelitian ini digu-
(Rankin, 2006, p.19). Siswa dapat belajar sains nakan untuk mengukur kemampuan awal fisika
dengan baik ketika metode pengajaran memung- dan kemampuan akhir fisika siswa. Keteram-
kinkan mereka untuk terlibat secara aktif dalam pilan proses sains diukur dengan menggunakan
kegiatan kelas. Mereka harus berpartisipasi aktif lembar observasi.
dalam melakukan eksperimen, melakukan de- Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
monstrasi, diskusi kelas dan pengalaman belajar Maret sampai Mei tahun 2015 di SMA Negeri 9
lain yang relevan (Chebii et al, 2012, p.1291). Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini ada-
Dalam penelitian ini, keterampilan proses lah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 9 Yog-
sains yang dimaksud adalah kemampuan dalam yakarta semester genap tahun ajaran 2014/2015
kemampuan mengamati, menghitung, meng- sebanyak 192 siswa. Teknik pengambilan sam-
ukur, mengklasifikasikan, menemukan hubung- pel dilakukan secara cluster randomized sam-
an, membuat prediksi, melakukan penelitian, pling yaitu sampel dipilih secara acak karena
mengumpulkan dan menganalisis data, meng- populasi berasal dari varians yang homogen.
interpretasikan data serta mengkomunikasikan Homogen diartikan siswa memiliki kemiripan
hasil penelitian, namun tidak semua aspek kete- pengetahuan awal fisika. Sampel yang terpilih
rampilan proses sains diobservasi. Keterampilan adalah siswa kelas X5 dan X6. Adapun dalam
proses sains yang diteliti hanya kemampuan menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
mengamati yaitu menggunakan semua indera menggunakan sistem acak atau random. Dari
yang sesuai untuk memperoleh informasi dari hasil sistem acak tersebut diperoleh 32 siswa
eksperimen yang dilakukan berkaitan dengan kelas X5 sebagai kelas eksperimen yang meng-
pokok bahasan suhu dan kalor; membuat pre- gunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing
diksi yaitu dapat membuat hipotesis dari masa- melalui metode eksperimen dan 32 siswa kelas
lah yang berkaitan dengan pokok bahasan suhu X6 sebagai kelas kontrol yang menggunakan
dan kalor yang disajikan; melakukan penelitian/ model pembelajaran konvesional melalui
eksperimen seperti melaksanakan eksperimen metode ceramah.
yang berkaitan dengan pokok bahasan suhu dan Variabel bebas dalam penelitian ini ada-
kalor sesuai dengan variabel bebas, variabel ter- lah model pembelajaran inkuiri terbimbing me-
kontrol dan variabel terikat yang telah ditentu- lalui metode eksperimen dan model pembel-
kan serta dapat menguji hipotesis yang telah ajaran konvesional melalui metode ceramah.
dibuat, kemampuan mengukur yaitu dapat mem- Variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil
bandingkan hasil pengukuran dengan unit stan- belajar aspek kognitif dan keterampilan proses
dar pengukuran yang telah ada, dan kemampuan sains. Variabel terkontrol dalam penelitian ini
menyimpulkan yaitu dapat menyimpulkan/me- adalah materi pembelajaran, guru yang mengajar
mutuskan hasil yang diperoleh dari eksperimen dan lama waktu pembelajaran yang sama antara
sesuai dengan pokok bahasan suhu dan kalor kelas eksperimen dan kelas kontrol.
yang dipelajari. Keterampilan proses sains di- Desain penelitian yang digunakan dalam
ukur dengan menggunakan lembar observasi penelitian ini adalah
keterampilan proses sains. Lembar observasi Perlakuan Posttest
keterampilan proses sains dikembangkan berda- Kelompok Pretest (variabel (variabel
sarkan kisi-kisi lembar observasi keterampilan bebas) terikat)
proses sains sesuai dengan indikator kemam- Eksperimen Y1 Xeksperimen Y2
puan mengamati, membuat prediksi, melakukan Kontrol Y1 Xceramah Y2
Keterangan:
eksperimen, mengukur dan menyimpulkan.
Xeksperimen = pembelajaran fisika dengan menggunakan
METODE model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui
metode eksperimen
Penelitian ini menggunakan model peneli- Xceramah = pembelajaran fisika dengan menggunakan
tian quasi eksperimen. Penelitian dilakukan pada model inkuiri terbimbing melalui metode ceramah
dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas Y1 = tes kemampuan awal fisika

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 258
Yuliana Subekti, A. Ariswan

Y2 = tes kemampuan akhir fisika Distribusi frekuensi keterampilan proses


Data yang diperoleh dalam penelitian ini sains untuk kelas eksperimen berdasarkan peng-
adalah data hasil belajar aspek kognitif dan hasil kategorian nilai dapat dilihat pada Tabel 1.
observasi keterampilan proses sains. Instrumen
dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar Tabel 1. Distribusi Frekuensi Keterampilan
aspek kognitif siswa berupa soal pretest-posttest Proses Sains Kelas Eksperimen
dan lembar observasi keterampilan proses sains. Frekuensi
No. Kategori Jawaban Norma
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada F %
penelitian ini menggunakan tes dan non tes. 1. Sangat Baik 81 – 100 14 43,8
Teknik tes digunakan untuk mengukur hasil bel- 2. Baik 66 – 80 16 50,0
ajar aspek kognitif siswa. Tes hasil belajar aspek 3. Cukup 51 – 65 2 6,2
kognitif berupa soal uraian sebanyak sembilan 4. Kurang ≤ 50 0 0,0
Jumlah 32 100,0
butir soal. Peningkatan hasil belajar aspek
kognitif dapat dilihat dan diukur dengan soal Distribusi frekuensi keterampilan proses
pretest dan posttest yang sama. Teknik nontes sains untuk kelas eksperimen berdasarkan peng-
digunakan untuk mengetahui hasil observasi kategorian nilai dapat dilihat pada Tabel 2.
keterampilan proses sains siswa selama pembel- Tabel 2. Distribusi Frekuensi Keterampilan
ajaran fisika. Observasi dilakukan sebanyak Proses Sains Kelas Kontrol
enam kali, baik pada kelas eksperimen maupun
Frekuensi
kelas kontrol Data keterampilan proses sains No. Kategori Jawaban Norma
F %
diperoleh dari hasil observasi dengan lima as- 1. Sangat Baik 81 – 100 0 0,0
pek, yaitu: pengamatan, pelaksanaan penelitian, 2. Baik 66 – 80 0 0,0
pengkomunikasian, peramalan, dan penyimpul- 3. Cukup 51 – 65 17 53,1
an. Sebelum diberikan perlakuan, dilakukan 4. Kurang ≤ 50 15 46,9
pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol Jumlah 32 100,0
untuk mengetahui kemampuan awal fisika Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat disim-
siswa. pulkan bahwa keterampilan proses sains pada
Data hasil penelitian dianalisis secara kelas eksperimen berada pada kategori baik
statistik menggunakan multiple analysis of cova- sedangkan pada kelas kontrol pada kategori
riance (MANCOVA) yang dilakukan dengan cukup baik.
bantuan software SPSS 16. Pada uji hipotesis,
Kemampuan Awal Fisika
taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%
atau 0,05. Keputusan uji hipotesis ditentukan Data kemampuan awal fisika diambil
dengan kriteria: jika p<0,05 maka hipotesis nol dengan teknik tes yang berbentuk uraian dengan
(H0) ditolak yang berarti ada peningkatan hasil sembilan soal. Data selanjutnya dikonversi ke
belajar aspek kognitif dan keterampilan proses dalam nilai dengan skala 100, sehingga diper-
sains ditinjau dari kemampuan awal fisika oleh rentangan nilai antara 0 sampai dengan
apabila dilakukan pembelajaran dengan model 100. Distribusi frekuensi kemampuan awal fisi-
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode ka untuk kelas eksperimen berdasarkan pengka-
eksperimen. tegorian nilai pada Tabel 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal
Fisika Kelas Eksperimen
Deskripsi Data Penelitian
Frekuensi
Keterampilan Proses Sains No. Kategori Jawaban Norma
f %
Data keterampilan proses sains diperoleh 1. Sangat Baik 81 – 100 0 0,0
dari hasil observasi dengan lima aspek keteram- 2. Baik 66 – 80 0 0,0
pilan proses sains yaitu: pengamatan, pelaksa- 3. Cukup 51 – 65 0 0,0
naan penelitian, pengkomunikasian, peramalan, 4. Kurang ≤ 50 32 100,0
dan penyimpulan. Observasi dilakukan sebanyak Jumlah 32 100,0
enam kali, baik pada kelompok eksperimen Distribusi frekuensi kemampuan awal
maupun kelompok kontrol, keduanya dilakukan fisika untuk kelas kontrol berdasarkan peng-
observasi terhadap masing-masing siswa. kategorian nilai pada Tabel 4.

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 259
Yuliana Subekti, A. Ariswan

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Awal posttest atau nilai normalisasi gain (N-gain).
Fisika Kelas Kontrol Perolehan nilai rata-rata pretest dan posttest
serta besar N-Gain untuk kelas eksperimen dan
Frekuensi
No. Kategori Jawaban Norma kelas kontrol pada tabel 7.
f %
1. Sangat Baik 81 – 100 0 0,0 Tabel 7. Nilai Rata-rata Pretest dan Posttest
2. Baik 66 – 80 0 0,0 serta N-Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol
3. Cukup 51 – 65 0 0,0
4. Kurang ≤ 50 32 100,0 Rata-rata Rata-rata
N-
Jumlah 32 100,0 Kelas Nilai Nilai
Gain
Pretest Posttest
Berdasarkan data pada Tabel 3 dan 4 Eksperimen 22,19 74,44 0,68
dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal Kontrol 22,16 56,78 0,45
fisika pada kelas eksperimen dan kontrol berada Perbandingan nilai rata-rata pretest untuk
pada kategori kurang baik. kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
Kemampuan Akhir Fisika pada Gambar 1.
Seperti halnya pada data kemampuan
awal fisika, data kemampuan akhir fisika diam- Kontrol
bil dengan tes yang sama, yang berbentuk uraian 50,0%
dengan 9 soal, dengan skala nilai antara 0
sampai dengan 100. Distribusi frekuensi ke-
mampuan akhir fisika untuk kelas eksperimen
berdasarkan pengaktegorian nilai pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan
Akhir Fisika untuk Kelas Eksperimen
Eksperimen
Frekuensi 50,0%
No. Kategori Jawaban Norma
F % Gambar 1. Perbandingan Nilai Rata-rata Pretest
1. Sangat Baik 81 – 100 12 37,5
Kelas Eksperimen dan Kontrol
2. Baik 66 – 80 11 34,4
3. Cukup 51 – 65 8 25,0 Perbandingan nilai rata-rata posttest untuk
4. Kurang ≤ 50 1 3,1 kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada
Jumlah 32 100,0 Gambar 2.
Distribusi frekuensi kemampuan akhir
fisika untuk kelas kontrol berdasarkan peng-
aktegorian nilai pada Tabel 6. Kontrol
43,3%
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kemampuan
Akhir Fisika untuk Kelas Kontrol
Frekuensi
No Kategori Jawaban Norma
F %
1. Sangat Baik 81 – 100 0 0,0
2. Baik 66 – 80 9 28,1
Eksperimen
3. Cukup 51 – 65 14 43,8 56,7%
4. Kurang ≤ 50 9 28,1
Jumlah 32 100,0 Gambar 2. Perbandingan Nilai Rata-rata Posttest
Berdasarkan data pada Tabel 5 dan 6 Kelas Eksperimen dan Kontrol
dapat disimpulkan bahwa kemampuan akhir fisi-
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa per-
ka pada kelas eksperimen berada pada kategori
bandingan nilai rata-rata pretest untuk kelas
sangat baik sedangkan pada kelas kontrol berada
eksperimen dan kelas kontrol adalah sama besar
kategori cukup baik.
yaitu 50%. Namun rata-rata nilai posttest yang
Penguasaan Konsep Siswa dihasilkan oleh kelas eksperimen lebih tinggi
Untuk mendapatkan gambaran sejauh dibandingkan kelas kontrol, seperti yang ditun-
mana penguasaan konsep siswa setelah meng- jukkan pada Gambar 2. Presentase nilai rata-rata
ikuti pembelajaran dapat dilihat dari peningkat- posttest untuk kelas eksperimen adalah 56,7%
an perolehan rata-rata skor pretest terhadap skor sedangkan untuk kelas kontrol adalah 43,3%.

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 260
Yuliana Subekti, A. Ariswan

Secara umum siswa mengalami pening- kemampuan awal fisika pada siswa kelas X di
katan penguasaan konsep setelah mengikuti SMA Negeri 9 Yogyakarta dengan model pem-
pembelajaran. Besar peningkatan penguasaan belajaran inkuiri terbimbing melalui metode
konsep ini dapat dilihat dari nilai normalisasi eksperimen” ditolak, dan hipotesis asli/alternatif
gain (N-gain) yang diperoleh. (N-gain) meru- (Ha) yang menyatakan ”Terdapat peningkatan
pakan peningkatan hasil belajar siswa yang hasil belajar fisika aspek kognitif dan keteram-
diperoleh skor ideal dari skor posttest dikurangi pilan proses sains ditinjau dari kemampuan awal
skor pretest dibagi skor maksimum dikurangi fisika pada siswa kelas X di SMA Negeri 9
skor pretest. Tingkat perolehan gain ternormal- Yogyakarta dengan model pembelajaran inkuiri
isasi dari kedua kelas dikategorikan dalam terbimbing melalui metode eksperimen”
kategori sedang. Dari tabel dapat dilihat nilai N- diterima.
gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,68 dan
SIMPULAN
untuk kelas kontrol sebesar 0,45. Jadi dapat
disimpulkan peningkatan penguasaan konsep Berdasarkan hasil analisis data dan pem-
untuk kelas eksperimen lebih besar daripada bahasan, dapat diambil kesimpulan yaitu terda-
peningkatan penguasaan konsep kelas kontrol. pat peningkatan yang signifikan hasil belajar
fisika aspek kognitif dan keterampilan proses
Hasil Multiple Analysis of Covariance
sains ditinjau dari kemampuan awal fisika pada
(MANCOVA) dalam Penelitian
siswa kelas X di SMA Negeri 9 Yogyakarta
Berdasarkan uji statistik (MANCOVA) dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing
yang dilakukan dapat dideskripsikan bahwa ter- melalui metode eksperimen.
dapat perbedaan yang signifikan kemampuan Pembelajaran dengan model pembelajaran
akhir fisika antara kelompok eksperimen dengan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen
kelompok kontrol setelah diberi perlakuan beru- sebaiknya diterapkan di sekolah untuk mendu-
pa pembelajaran dengan model pembelajaran kung peningkatan hasil belajar aspek kognitif
inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan keterampilan proses sains pada siswa dalam
ditinjau dari kemampuan awal fisika, yang mempelajari materi pelajaran fisika khususnya
dibuktikan dengan F= 47,539 dengan p= 0,000; pada pokok bahasan suhu dan kalor.
terbukti p<0,05. Terdapat juga perbedaan yang
DAFTAR PUSTAKA
signifikan keterampilan proses sains antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol Alberta Education. (2004). Focus on inquiry.
setelah diberi perlakuan berupa pembelajaran Canada: Alberta Education.
dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2001). A
melalui metode eksperimen ditinjau dari ke- taxonomy for learning, teaching and
mampuan awal fisika, yang dibuktikan dengan assessing. New York: Addison Wesley
F= 189,135 dengan p= 0,000; terbukti p<0,05. Longman, Inc.
Kemampuan awal fisika dalam penelitian berla- Asminah, D. R. (2010). Pembelajaran fisika
ku sebagai variabel kovarian, terbukti mendu- dengan metode inkuiri terbimbing dan
kung peningkatan kemampuan fisika, yang inkuiri training ditinjau dari kemampuan
dibuktikan dengan F=58,702 dan p=0,000 awal dan aktifitas siswa. Tesis, tidak
(p<0,05). Kemampuan awal fisika juga terbukti dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret
mendukung peningkatan keterampilan proses Surakarta.
sains, yang dibuktikan dengan F=18,230 dan
p=0,000 (p<0,05). Bloom, B. S., Engelhart, M. D., & Furst, E. J., et
Dari hasil analisis tersebut, terbukti bah- al. (1956). Taxonomy of educational
wa terdapat pengaruh positif yang signifikan objectives. New York: David McKay
model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui Company, Inc.
metode eksperimen terhadap peningkatan hasil Bransford, J. D., Brown, A. L., & Cocking, R.
belajar fisika aspek kognitif dan keterampilan R. (1999). How people learn: brain, mind,
proses sains ditinjau dari kemampuan awal fisi- experience and school. Washington D.C:
ka pada siswa kelas X di SMA Negeri 9 Yogya- National Academy Press.
karta. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis Chebii, R., Wachanga, S., & Kiboss, J. (2012).
nihil (Ho) yang menyatakan: “Tidak terdapat Effects of science process skills mastery
peningkatan hasil belajar fisika aspek kognitif learning approach on students’ acquisition
dan keterampilan proses sains ditinjau dari of selected chemistry practical skills in

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820
Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2 (2), 2016 - 261
Yuliana Subekti, A. Ariswan

school. Creative Education, 3(1), 1291- Mulyasa, E. (2011). Menjadi guru professional:
1296. menciptakan pembelajaran yang kreaktif
Dimyati & Mudjiono. (1999). Belajar dan dan menyenangkan. Bandung: PT Remaja
pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Rosda Karya.
Djamarah, S. B., & Zain, A. (2010). Strategi Ozdilek, Z., & Bulunuz, N. (2009). The effect of
belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. a guided inquiry method on pre-service
teachers’ science teaching self-efficacy
Jack, G. U. (2013). Concept mapping and
beliefs. Journal of Turkish Science
guided inquiry as effective techniques for
Education, 6(1), 24-42.
teaching difficult concepts in chemistry:
effect on students’ academic achievement. Prakosa, Ibnu. (2011). Pembelajaran inkuiri
Journal of Education and Practice, 4(1), terbimbing menggunakan metode
9-15. demonstrasi dan metode eksperimen
ditinjau dari keingintahuan dan perhatian
Joyce & Weil. (2003). Model of teaching (3rd
siswa. Tesis, tidak dipublikasikan.
ed). New Delhi: Prentice Hall of India
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Private Limited.
Rankin, L. (2006). Assessing process skills: A
Kuhlthau,C. C., Maniotes, L. K., & Caspari, A.
professional development curriculum
K. (2007). Guided inquiry: Learning in
from the institute for inquiry. San
the 21st century school. USA: Libraries
Francisco: Exploraturium.
Unlimited, Inc.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang RI
Kumar, A., Singh, S., & Chakrabarty, J., et al.
nomor 20, tahun 2003, tentang standar
(2006). Teaching of science. New Delhi:
nasional pendidikan.
National Council of Educational Research
and Training. Suparno, P. (2007). Metodologi pembelajaran
fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata
Lee, W. J., Puspitasari, K. A., & Kim, H. Y., et
Dharma
al. (2006). The effects of guided inquiry
questions on students’ critical thinking Syah, M. (1995). Psikologi pendidikan dengan
skills and satisfaction in online pendekatan baru. Bandung: PT. Remaja
argumentation. Journal of Florida, 1(1), Rasdakarya.
156-162. Tavalin, F. (2002). A Guide to inquiry-based
Mariana, I. M. A., & Praginda, W. (2009). study groups. USA: United States
Hakikat IPA dan pendidikan IPA. Department of Education.
Bandung: PPPPTK IPA. Vlassi, M., & Karaliota, A. (2013). The
Martin, M. O., Mullis, I. V. S., & Foy, P. comparison between guided inquiry and
(2008). TIMSS 2007 international science traditional teaching method. A case study
report findings from IEA’s trends in for the teaching of the structure of matter
international mathematics and science to 8th grade Greek students. Procedia -
study at the fourth and eighth grades. Social and Behavioral Sciences, Greece,
Boston: International Association for the 93(4), 494-497.
Evaluation of Educational Achievement Villagonzalo, E. C. (2014). Process oriented
(IEA). guided inquiry learning: an effective
McBride, J. W., Bhatty, M. I., & Hannan, M. A., approach in enhancing students’ academic
et al. (2004). Using an inquiry approach performance. DLSU Research Congress
to teach science to secondary school ,2 (1), 1-6.
science teachers. Journal Physics
Education, 5(2), 1-6.

Copyright © 2016, Jurnal Inovasi Pendidikan IPA


Print ISSN: 2406-9205, Online ISSN: 2477-4820

Anda mungkin juga menyukai