Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN DENGAN GANGGUAN KELAMIN


SIPILIS

Dengan Dosen Pengampu Anik Suwarni,.S.Kep,.Ns.,M.kep

KELOMPOK 4

Disusun Oleh :

1.Biyan Makhfudz A.
2. Diah Ardian R.
3. Nur Qolbiatun
4. Popy Astriani
5. Parlan
6. Supian

ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua,sehingga kami dari kelompok 1 bisa menyelesaikan tugas
kelompok mata kuliah KEPERAWATAN MATERNITAS dengan baik dan tepat
waktu.Terima kasih atas bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah KEPERAWATAN
MATERNITAS Anik Suwarsih S.kep., Ns., M.kes Tanpa bimbingan beliau kami tidak akan
bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk
membahas tentang ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN GANGGUAN
SIPILIS ,makalah ini mungkin kurang sempurna di mata pembaca,kami mengharapkan
masukan yang dapat membangun makalah kami terima kasih. Demikian makalah ini dibuat,
kiranya dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Penyakit sifilis atau yang dikenal dalam istilah indonesia disebut raja singa, penyakit
ini tidak dapat diabaikan karena merupakan penyakit yang berat. Hampir semua alat tubuh
dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
konginetal yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian
Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori,
Tetapi insiden di dunia Barat sekarang telah bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi masalah
kesehatan utama. Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia
Immunodeficiency Virus (HIV) positif di seluruh dunia, bersama dengan kedatangan
wisatawan kesehatan, ekonomi migran, pencari suaka, dan ketersediaan mudah murah
perjalanan.
Sama seperti sifilis tetapi menghilang sebagai sebuah entitas dalam memori kerja
besar sebagian dokter anestesi, maka tiba-tiba muncul kembali sebagai kondisi yang ada pada
wanita menyajikan operasi untuk SC. Gambar 1 menunjukkan perubahan kejadian sifilis di
Inggris selama 10 tahun terakhir. Tinjauan ulang ini dimaksudkan menginformasikan untuk
dokter anestesi merawat wanita dengansifilis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis
biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan
hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit
ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat
menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan
melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut
terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan
melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati
akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim
atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap
janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi
sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2 Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan
salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies
yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum
pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan
kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum
bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti
lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem
peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

2.3 Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil
yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan
sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika
cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak
diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di
luar alat kelamin.

2.4 Tanda dan gejala


Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-
4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi;
yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di
anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh
lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk
beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan
segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka
tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih
yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga
tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.
Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak
sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-
12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa
minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang
terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai
nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih.
Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita
mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang
menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius
(menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-
abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala
tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak
badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun
atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase
laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai
ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan
jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi
yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah
dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang
sangat dalam yang biasanya semakin memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta
atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung
atau kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3
jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis
paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung
kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla
spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi
yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk,
pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata
(papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan
anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam
mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu
dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis);
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan
sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika
otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka
mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam
berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah
tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala,
sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan
berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi,
khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang
progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk
yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur.
Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan
dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan
kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga
pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi
saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita
gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar
penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka
mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung.
Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi
pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang,
sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus
sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa
nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum.
Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan
kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit
disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak
nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus,
sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus
durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah
lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri,
tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis
stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di
bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang
spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa
bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis
stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases
karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada
kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di
seluruh tubuh.
c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter.
Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada
hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti
lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit,
kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis
(pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah
10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih
banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini.
Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum.
Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari
berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan
menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu
treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan
ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer.
TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil
sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik,
sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada
stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga
lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

2.6 Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
2. Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan
cacat.

2.7 Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam
kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin
berada di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau
pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi
jika pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan
cara lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis,
Treponema pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh
dikatakan tidak pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit
syphilis dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika
tidak (pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia
tidak akan punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan


Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya
dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin
terjadi minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat
bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi
perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat
spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

2.10 Penatalaksanaan dan Terapi


Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil
atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa
dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi
penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil
perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis
pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau
pengaruh buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis
pada ibu yang sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
Infeksi Primer-
Infeksi Sekunder-
Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15
hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4
kali/ hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti
pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg
sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin
sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer,
sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu
penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat
diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM
selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis
kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap
minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500
ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous
kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta
unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari
dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G
Benzethin 2,4 juta secara IM.

2.11 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis


1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan
pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIFILIS

Tuan S. berumur 37 tahun mengatakan nyeri pada daerah genitalia dari semenjak 2
bulan terakhir. Rasa nyeri bertambah parah setelah beraktivitas dan pada saat malam hari.
Tuan S juga mengeluhkan gejala-gejala flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta
kemerahan pada kaki dan tangan.
Tuan S. bekerja sebagai wiraswastawan dan sering bepergian ke luar kota dalam
jangka waktu yang lama, berpisah dengan anak dan istrinya. Tn. S kadang-kadang
memenuhi kebutuhan seksnya dengan pekerja seks komersial dan tidak suka
menggunakan kondom karena tidak nyaman. Tn. S juga masih tetap melakukan hubungan
seksual dengan istrinya apabila pulang.
Tn. S merasa cemas kalau dirinya mungkin mengidap penyakit sifilis dan
sebelumnya juga pernah menderita infeksi pada genitalia. Tn. S mengakui tidak teratur
minum obat karena lupa. Tn. S juga khawatir menularkan penyakitnya kepada istrinya,
serta merasa sangat bersalah.
Pemeriksaan tanda vital : TD = 120/90 mmHg, N = 88x/menit, RR = 22x/menit, suhu
= 38o C. Pada pemeriksaan genitalia, pada daerah genitalia keadaannya tidak bersih
terdapat luka kemerahan dan terdapat bintik bintik di daerah inguinal dan ditemukan
adanya ulkus kemerahan pada penis.

Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah
menyebar/menetap
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut
apakah membaik, memburuk, atau menetap
5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala,
mengeluh kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neorologis)
6) Tanyakan social ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya hidup dan
penyakit keluarga/individu sekitarnya
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks beresiko missal
berganti-ganti pasangan, oral/anal seks, homo seksual, melakukan dengan
PSK)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti
kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel
9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin tidak lancar, nyeri
saat berkemih
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya orang tua apakah
pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum,
gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta
keterlambatan tumbuh kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari dan
anus
c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi
Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2
drajat celcius) kulit teraba hangat
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap
melindungi area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Kerusaka integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda
elfloresensi
d. Gangguan citra tubuh b/d penyakit d/d respon non verbal terhadap perubahan
actual pada tubuh ( bentuk/ struktur dan fungsi perasaan negative terhadap tubuh)
e. Kurang pengetahuan b/d ketidakmampuan mengenal pemyakit d/d pengungkapan
secara verbal ketidaktahuan penyakit permintaan informasi
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d respon nyeri
g. Risiko tinggi cidera b/d disfungsi sensorik
h. Risiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal
3. Rencana Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu 1. Suhu diatas 37,2
keperawatan diharapkan suhu tubuh pasien drajat celcius
dalam rentang normal, dengan 2. Berikan menunjukkan proses
kriteria hasil: kompres infeksius
 Suhu tubuh normal (36,5-37,2 hangat 2. Membantu
drajat celcius) 3. Anjurkan mengurangi demam
 Akral teraba hangat, tidak pasien untuk 3. Untuk mengganti
kemerahan banyak cairan tubuh yang
 Turgor kulit elastic minum hilang

 Mukosa bibir lembab 4. Anjurkan 4. Memberikan rasa


pasien untuk nyaman dan pakaian
menggunakan tipis mudah
pakaian yang menyerap keringat
tipis dan dan tidak
mudah merangsang
menyerap peningkatan suhu
keringat tubuh
5. Kolaborasi 5. Pemberian cairan
dalam sangat penting bagi
pemberian pasien dengan suhu
cairan tubuh yang tinggi
intravena 6. Antipiretik untuk
6. Kolaborasi menurunkan panas
dengan tim tubuh pasien
medis dalam
pemberian
antipiretik
2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji TTV 1. TTV dapat
keperawatan diharapkan nyeri 2. Kaji keluhan menunjukkan
berkurang/ hilang dengan criteria lokasi, tingkat
hasil: intensitas, perkembangan
 Pasien tidak mengeluh nyeri frekuensi dan pasien
 Skala nyeri 0-4 waktu 2. Mengindikasikan
 Pasien tidak gelisah terjadinya kebutuhan untuk
nyeri intervensi dan tanda-
3. Dorong tanda perkembangan
ekspresi, atau resolusi
perasaan komplikasi
tentang nyeri 3. Pernyataan
4. Ajarkan memungkinkan
tehnik pengungkapan
relaksasi emosi dan
5. Jelaskan dan meningkatkan
bantu pasien mekanisme koping
dengan 4. Memfokuskan
tindakan kembali perhatian,
pereda nyeri meningkatkan
nonfarmakolo relaksasi dan
gi dan non meningkatkan rasa
infasif control yang dapat
6. Kolaborasi menurunkan
dengan dokter ketergantungan
pemberian farmakologis
analgesic 5. Pendekatan dengan
sesuai indikasi menggunakan
relaksasi dan
nonfarmakologi
lainnya telah
menunjukkan
keefektifan dalam
mengurangi nyeri
6. Analgetik memblok
lintasan nyeri
sehingga nyeri dapat
berkurang
3 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji 1. Menjadi data dasar
keperawatan diharapkan integritas kerusakan untuk memberikan
kulit membaik secara optimal, kulit yang informasi intervensi
dengan criteria hasil: terjadi pada perawatan luka apa
 Pertumbuhan jaringan klien yamg akan dipakai
meningkat 2. Catat ukuran dan jenis larutan apa
 Keadaan luka membaik atau warna, yang dipakai
 Luka menutup kedalaman 2. 2. Memberikan

 Mencapai penyembuhan luka luka dan informasi dasar

tepat waktu kondisi sekitar tentang kebutuhan


luka dan petunjuk tentang
3. Lakukan sirkulasi
perawatan 3. Perawatan luka
luka dengan dengan tehnik steril
tehnik steril dapat mengurangi
4. Bersihkan kontaminasi kuman
area perianal masuk kearea luka
dengan 4. Mencegah meserasi
membersihan dan menjaga
feses dengan perianal tetap
air mengalir kering, menjaga
5. Kolaborasi kebersihan kulit
dengan tim serta mencegah
medis dalam komplikasi
pemberian 5. Mengurangi tekanan
obat pada area yang sama
antibiotikatopi
kal
4 Setelah dilakukanasuhan 1. Kaji tingkat 1. Memberikan data
keperawatan diharapkan pengetahuan besar untuk
terpenuhinya pengetahuan pasien pasien mengetahui tingkat
tentang kodisi penyakit, dengan 2. Lakukan pemahaman psien
criteria hasil: komunikasi tentang penyakit.
 Mengungkapkan dua arah 2. Peningkatan koping
pengertian tentang untuk positif akibat adanya
proses penyakit menggali gangguan citra
pencegahan, informasi tubuh, klien mau
perawatan tindakan tentang menerima
yang dibutuhkan persepsi diri kondisinya dan mau
dengan kemungkinan dan bersosialisasikan
komplikasi manajemen 3. Memandirikan klien
 Mengenal perubahan koping pasien dan keluarga untuk
gaya hidup/tingkah 3. Lakukan hygine yang terjaga
laku untuk mencegah simulasi daapt meminimalkan
terjadinya komplikasi personal resiko infeksi dapat
hygine dan mempercepat proses
perawatan penyembuhan
luka pada area 4. Informasi
yang terjadi dibutuhkan untuk
efloforasi meningkatkan
terutama perawatan diri,
ulkus untuk menambah
4. Beri informasi kejelasan efektivitas
pasien/orang pengobatan dan
terdekat mencegah
tentang komplikasi
perawatan 5. Merubah persepsi
pasien di dan perilaku sex
rumah sakit yang beresiko
dan dirumah menularan penyakit
(hygine dan
pentingnya
pengomsusian
obat sesuai
dosis) serta
komplikasi
jika
pengobatan
tidak
dilakukan.
5. Beri informasi
tentang
bahaya
perilaku sex
beresiko dan
cara
penanggulang
an/
pencegahan
serta
komplikasi

4. Pelaksanaan Keperawatan
No Tanggal dan Waktu Tindakan Paraf
1 12 februari 2014 1. Memantau suhu pasien
09:00 WIB 2. Memberikan kompres
dingin
3. Memberikan minum 1500-
2000 cc
4. Memberikan cairan
intravena
5. Memberikan obat
antipiretik.
Paracetamol 500 mg
2. 12 februari 2014 1. Mengkaji TTV
10:00 WIB 2. Mengajarkan tehnik
relaksasi dengan
mengajarkan tehnik nafas
dalam
3. Member obat analgesic
asam mefenamat 500mg
3. 12 februari 2014 1. Mengkaji kerusakan kulit
11:00 WIB 2. Melakukan tindakan
perawatan luka
3. Memberikan obat
antibiotikoptikal amoxcilin
200mg
4 12 februari 2014 1. Memberikan Penkes
12:00 WIB tentang penyakit yang
dialami pasien

5. Evaluasi
Dx.I suhu tubuh normal (36-37 drajat celcius), kulit tidak panas, tidak kemerahan,
turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab
Dx II, pasien tidak mengeluh nyeri, skala nyeri 0-1, pasien tidak gelisah
Dx III pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, luka menutup,
pencapai penyembuhan luka tepat waktu
Dx IV mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pencegahan, perawatan
tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi. Mengenal perubahan
gaya hidup dari tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis
bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan
hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-
4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang
sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan
hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan
eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan
membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC


Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata
: Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai