Anda di halaman 1dari 4

WAJAH BARU AGAMA DALAM MENANGGAPI ISU LINGKUNGAN

Sejarah peradaban dunia yang berkembang baik di timur maupun barat seakan
memberikan suatu pengertian tersendiri kepada kita bahwa manusia selalu
mengadakan usaha-usaha dalam hal meningkatkan taraf kehidupan mereka,
pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan semakin pesatnya laju pertumbuhan
dunia teknologi dan pengetahuan yang semakin hari seakan semakin membabi buta,
berkembang dan maju. Istilah yang tidak lagi asing terdengar di telinga kita saat
ialah “globalisasi”, yang mana hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari
majunya dunia IPTEK. Sayangnya, kemajuan peradaban manusia seperti sekarang
ini khususnya dalam bidang keilmuan-teknologi belum sepenuhnya mendapat
respon yang progresif sehingga banyak dari kita yang bukannya menjadi pengendali
dari majunya peradaban tersebut justru menjadi korban serangan dan laju pesatnya
kemajuan dunia IPTEK itu sendiri.

Kelompok yang paling berperan aktif dan bertanggung jawab dalam hal ini ialah
para sarjana dan kaum intelektual. Dimana perkembangan ilmu pengetahuan berada
di tangan mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa arah peradaban manusia serta
laju globalisasinya merupakan rancangan para kaum intelektual. Dalam hal ini,
agama(Islam) harus dapat merespon kembali arah globalisasi yang kian hari kian
pesat dan nampak simpang siur ini. Peran agama diperlukan untuk mengontrol laju
globalisasi tersebut agar lalu lintas globalisasi tetap berada di jalur yang semestinya
dan tidak menyebabkan benturan dengan aspek-aspek lainnya, seperti aspek
budaya.

Catatan sejarah membuktikan bahwa umat muslim pernah menginjak fase kejayaan
peradaban dengan banyaknya metodologi dan teknologi yang dilahirkan serta
dikembangkan oleh para intelektual muslim. Sehingga tidak menutup kemungkinan
bagi intelektual muslim saat ini untuk dapat memasuki fase tersebut kembali.
Bukankan kita diperingatkan oleh bapak bangsa agar tidak sekali-kali melupakan
sejarah? Belajar dari sejarah adalah belajar dari pengalaman, pengalaman itu bisa
berupa pengalaman seorang pribadi atau juga pengalaman suatu kelompok.
Sebagaimana pesan baginda Muhammad SAW, belajarlah dari orang-orang
terdahulu, ambil positifnya dan tinggalkan hal-hal yang tidak baik buatmu.

Intelektual muslim perlu menyikapi fenomena ini dengan kritis, sebagaimana


dipaparkan oleh Yusdani dalam tulisannya “Pengembangan Ilmu Masa Depan”,
terdapat beberapa langkah untuk mentransformasikan ilmu-ilmu serta pemikiran
klasik menjadi ilmu yang bersifat kemanusiaan, diantaranya yaitu, upaya
dekonstruksi, rekonstruksi, dan upaya pengintegrasian. Ketiga langkah tersebut
kiranya dapat menjadi kunci dalam melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan dan
pemikiran baru yang sesuai dengan kebutuhan umat manusia, mengingat laju
kehidupan manusia yang dinamis dan selalu mengalami perubahan, maka ilmu
pengetahuan pun seyogyanya perlu mengimbanginya, tak terkecuali ilmu-ilmu
serta pemikiran dalam Islam.

Perguruan Tinggi Islam kiranya saat ini memiliki andil penuh dalam mencetak
kader-kader intelektual muslim yang mampu merespon laju globalisasi yang sejalan
dengan pedoman Al-Quran dan menjadikan manusia sebagai tuan dari sebuah
peradaban bukan justru menjadi budak dan korban kekerasan peradaban tersebut.

Ajaran-ajaran profetik yang telah diwariskan sejak awal kemunculan Islam perlu
untuk direvitalisasi kembali dan dikembangkan sesuai kebutuhan umat manusia
saat ini, khususnya kebutuhan umat muslim sendiri. kebutuhan manusia yang
semakin kompleks, serangan barat terhadap Islam-baik dalam doktrin maupun
dunia intelektual adalah alasan kuat bagi umat Islam untuk mengadakan dan
menyemarakan gerakan tajdid, bukan hanya dalam konsepsi syariat tapi juga
pemikiran umat Islam itu sendiri. Sehinggan bentuk pengembangan dan pengajaran
dalam dunia intelektual Islam tidak hanya menggeser dari paradigma teosentris-
eskatologis menuju antroposenstrin-transformatif, tapi juga sejalan dan beriringan
antara keduanya. Diaman proyeksinya kedapan yaitu mewujudkan kader-kader
intelektual Muslim yang mampu “merawat tradisi, merespon modernisasi”(al
muhafadzatu ‘ala qadimi as shalih wal akhdzu bil jadiidi al ashlah).
Diskursus terkait pengembangan "fiqh bi'ah (Fiqh Lingkungan)” seperti banyak
digalakkan sekarang ini merupakan salah satu aksi nyata guna merespon persoalan
primordial di era globalisasi ini. bahkan, penulis pribadi mengatakan bahwa
persoalan lingkungan perlu dipahami oleh setiap kelompok sebagai wacana utama
dalam mengambil tindak langkah di setiap urusan kehidupan manusia, mulai dari
tahap pengajaran sampai kepada tahap penciptaan berbagai produk modern agar
terwujudnya pembangunan dunia secara menyeluruh yang berasaskan
"pembangunan berkelanjutan ramah lingkungan". Karena bagaimanapun tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa dunia tempat kita tinggal ini, seperti banyak dikatakan
oleh beberapa kelompok pemerhati lingkungan, sudah berada ditahap krisis. Dalam
artian, bahwa planet bumi ini sudah mengkhawatirkan kondisinya, dan mengancam
punahnya banyak spesies makhluk hidup didalamnya, bukan hanya kelompok
flaura dan fauna saja yang terancam punahnya, bahkan manusia sendiri pun jika
tidak segera ditangani akan memasuki fase kehidupan krisis lingkungan yang pada
akhirnya dapat mendatangkan banyak kerugian bagi manusia itu sendiri.

Guna merespon persoalan lingkungan, nantinya bukan hanya "fiqh bi'ah" saja yang
memegang kendali terhadap proses pergerakan-pembangunan yang ramah
lingkungan, tapi juga diperlukan instrumen-instrumen lain yang mendukung
jalannya penerapan "fiqh bi'ah", contohnya, dicanangkannya sistem-sistem
informasi "hijau" yang mampu memberikan kendali dalam aksi pengadaan
"peradaban hijau". Yaitu peradaban ramah lingkungan, suatu model kehidupan
umat manusia yang berbasis lingkungan, dimana seluruh aspek perkembangan ilmu
pengetahuan nantinya akan memperhatikan nilai-nilai ekologi. Semodern apapun
kehidupan kita, jika kita tidak peduli terhadap lingkungan, percayalah satu hal; kita
akan terusir dari rumah kita sendiri disebabkan semakin sulitnnya mencari
penghidupan di dunia yang kian hari kian tercemar oleh ulah tangan manusia yang
tidak bertanggung jawab.
Nama :Muhammad Chandra, Penjaga Perpustakaan Sukalrela “Tangga
Baca”, Pegiat Literasi.

Alamat :Jl. Kaliurang km. 14 Gg. Merpati RT/RW. 04/06 No. 14 Dsn. Tegal
Sari Kel. Umbul Martani Kec. Ngemplak Sleman

Instagram : @oiachan

Anda mungkin juga menyukai