RESUSITASI NEONATUS
Disusun oleh:
BANDUNG
2019
RESUSITASI NEONATUS
Selain faktor-faktor risiko yang tercantum pada tabel di atas, hal-hal yang wajib
ditanyakan pada tiap kelahiran meliputi ekspektasi usia kehamilan, jernih atau tidaknya cairan
amnion, dan berapa banyak bayi yang diekspektasikan akan lahir.
B. Resusitasi Dewasa vs Neonatus
Dewasa: Umumnya, resusitasi pada dewasa dilakukan karena gagalnya jantung untuk
memompa darah secara efektif. Oleh karena itu, resusitasi pada dewasa lebih dititikberatkan
pada kompresi dada untuk mempertahankan sirkulasi.
Neonatus: Sementara, BBL umumnya memiliki jantung yang sehat. Resusitasi dilakukan
karena ada masalah pada respirasi. Sebelum kelahiran, respirasi dimediasi oleh plasenta yang
berfungsi dalam penukaran oksigen dan karbon dioksida. Apabila proses ini terganggu, akan
terjadi penurunan aktivitas fetus dan deselerasi irama jantung. Apabila fetus lahir pada fase
awal, stimulasi taktil mungkin cukup untuk menginisiasi nafas spontan, namun apabila fetus
lahir pada fase akhir, stimulasi mungkin tidak cukup dan membutuhkan bantuan ventilasi
untuk pemulihan. Kasus parah membutuhkan kompresi dada dan epinefrin.
C. Transisi dari Sirkulasi Fetus ke Neonatus
1
Sebelum kelahiran, paru-paru fetus tidak berperan dalam proses pertukaran gas. Semua
oksigen yang dibutuhkan oleh fetus tersedia dari difusi yang terjadi melalui plasenta. Darah kaya
oksigen dari plasenta akan menuju jantung kanan dan langsung diteruskan ke jantung kiri melalui
bukaan pada dinding atrium (foramen ovale). Darah yang mengalir ke pulmonary artery juga
langsung disalurkan ke aorta melalui ductus arteriosus.
Saat bayi lahir, terjadi 3 perubahan fisiologis pada sirkulasi. (1) Paru-paru menggantikan
fungsi plasenta untuk pertukaran gas. (2) Cairan pada alveoli diserap dan digantikan oleh udara.
(3) Pembuluh darah paru-paru dilatasi sementara ductus arteriosus perlahan konstriksi.
Normalnya, proses ini berlangsung cepat yaitu beberapa menit setelah kelahiran. Namun,
pada beberapa kasus, transisi ini tidak selesai dalam hitungan jam atau bahkan harian.
D. Manfaat Resusitasi
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asfiksia. Apabila tindakan
resusitasi yang benar tidak dilakukan pada bayi dengan asfiksia berat, akan terdapat risiko
meninggal atau mengalami gangguan sistem saraf pusat seperti cerebral palsy.
E. Tahap Persiapan
Persiapan resusitasi terdiri dari edukasi dan persetujuan keluarga pasien, pembentukan
dan pengarahan tim resusitasi, persiapan alat resusitasi, dan persiapan transportasi dan ruang
perawatan BBL.
Persiapan Alat Resusitasi BBL
Oksimeter
2
Tambahan ETT 2,5 - 3,5 Surfaktan <27 minggu Suhu ruangan
- 2,5: BBL <1000 gr 24-260 C
- 3,0: BBL 1000-2000
Matras pemanas
gr
- 3,5: BBL >2000 gr Plastik 2 Buah
Inkubator
Laringoskop (miller) transport 370 C
+ blade ukuran 1, 0,
atau 00
- 1: BCB
- 0/00: Bayi Preterm
3
G. Tahap Resusitasi
4
H. Alur Resusitasi
Untuk menentukan apakah bayi membutuhkan resusitasi atau tidak dapat dinilai dengan
mudah dan cepat. Penilaiannya meliputi 3 karakteristik yaitu:
1. Apakah bayi lahir aterm?
Jika semua pertanyaan diatas jawabannya adalah “iya”, maka bayi tidak memerlukan
resusitasi dan tidak perlu dipisahkan dari ibunya. Bayi harus dikeringkan, diletakkan saling
bersentuhan dengan ibunya dan ditutupi dengan kain linen untuk menjaga temperature.
Jika ada dari pertanyaan diatas yang jawabannya adalah “tidak”, maka bayi memerlukan
1. Langkah awal
2. Ventilasi
3. Kompresi dada
kepala pada sniffing position untuk membuka jalan nafas, membersihkan jalan nafas, dan
memberikan rangsangan.
I. Menghangatkan
Termoregulasi merupakan aspek penting dari langkah awal resusitasi. Hal ini
dapat dilakukan dengan meletakkan neonatus di bawah radiant warmer. Bayi yang
lahir dibawah 32 minggu memiliki resiko tinggi untuk terjadi hipotermi. Untuk itu,
bayi perlu dibungkus dengan plastic, selain diletakkan di bawah radiant warmer.
5
II. Memposisikan kepala dan membersihkan jalan nafas
telentang dengan sedikit ekstensi pada leher sehingga mencapai sniffing position.
Kemudian jalan nafas harus dibersihkan. Jika tidak ada mekonium, jalan nafas dapat
dibersihkan dengan hanya menyeka hidung dan mulut dengan handuk, atau dapat
dilakukan suction jika diperlukan. Sebaiknya suction dilakukan pada mulut terlebih
dahulu sebelum hidung, hal ini untuk memastikan tidak terdapat sesuatu di dalam
position. Jika usaha nafas bayi belum adekuat, dapat diberikan rangsang taktil dengan
memberikan tepukan secara lembut atau menyentil telapak kaki, atau dapat juga
6
Setelah langkah awal hal yang selanjutnya harus dilakukan adalah re-evaluasi
usaha nafas bayi, Laju Denyut Jantung (LDJ), dan tonus otot.
- Jika bayi megap-megap atau LDJ kurang dari 100x/menit segera lakukan
- Sedangkan jika bayi dapat bernapas spontan, namun ada tanda-tanda distress
- Jika ada sianosis sentral tanpa ada distres napas maka diberikan suplementasi
oksigen.
Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dilakukan selama 30 detik dengan frekuensi 20-
30x/30 detik, dengan fase ekspirasi lebih lama daripada fase inspirasi. Selalu mulai
resusitasi dengan FiO2 21%. Setelah 30 detik ventilasi dilakukan penilaian awal VTP
yaitu LDJ dan target SpO2 (target saturasi oksigen setelah lahir dapat dilihat pada
algoritma).
7
- Jika LDJ naik, dada mengembang (VTP efektif) lanjutkan VTP 15 detik lagi.
- Jika LDJ tidak naik, dada mengembang lanjutkan VTP 15 detik lagi.
- Jika LDJ tidak naik, dada tidak mengembang lakukan evaluasi ventilasi MR SOPA/
SRI BTA
laring
Setelah tindak lanjut penilaian awal dilakukan maka dilakukan penilaian kedua
- Jika LDJ >100x/menit dan target saturasi tercapai tanpa alat, maka lanjutkan ke
resusitasi
- Jika LDJ <60x/menit maka lakukan VTP (oksigen 100%) + kompresi dada (3
kompresi : 1 napas) dan pertimbangkan intubasi apabila VTP tidak efektif atau
telah dilakukan selama 2 menit. Observasi LDJ dan pernafasan dilakukan setiap 30
detik.
8
CPAP diberikan dengan Tekanan Positif Akhir Ekspirasi (TPAE) 7-8 cmH2O
- Jika LDJ >100x/menit dan target saturasi tercapai tanpa alat, maka lanjutkan ke
resusitasi
- Jika Gagal CPAP, naikkan TPAE menjadi 8 cmH20 dan FiO2 >40% dan
pertimbangkan intubasi.
d. Kompresi Dada
pemberian VTP dengan FiO2 100% dengan ventilasi adekuat. Koordinasi VTP dan
Kompresi dada dilakukan pada sternum 1/3 bawah. Terdapat 2 teknik kompresi yaitu:
1. Menggunakan 2 ibu jari yang diletakkan pada sternum (sejajar dengan 1 jari dibawah
putting susu) dengan jari-jari lainnya melingkari dada (the two thumb-encircling
hands technique).
2. Teknik dengan dua jari tangan kanan (the two finger technique) yang diletakkan di
e. Epinefrin
dan kompresi dada minimal selama 30 detik atau terdapat asistol. Dosis Epinefrin yang
I. APGAR Score
Nilai APGAR merupakan metode untuk menilai asfiksia pada BBL. APGAR biasanya
dinilai pada menit pertama, kelima, dan kesepuluh sejak bayi lahir. Nilai ini diperlukan untuk
9
Apabila skor APGAR ≥7, maka bayi tergolong tidak asfiksia dan tidak membutuhkan
resusitasi lebih lanjut. Dikatakan asfiksia berat apabila skor APGAR ≤3. Sementara, skor 4-6
tergolong asfiksia ringan-sedang.
J. Stabilisasi Paska Resusitasi
- Sugar: Diperiksa 30-60 menit setelah bayi lahir. Memastikan gula darah pada batas normal
yaitu di antara 60-110 mg/dl. Bayi yang memiliki risiko tinggi terjadi hipoglikemi di
antaranya adalah asfiksia, BBLR, prematur, bayi BMK, hipotermia, dan bayi dengan ibu
pengidap DM. Apabila terjadi hipoglikemia, dapat diberikan D10 sebanyak 2 cc/kgBB
secara bolus. Evaluasi dilakukan 15-30 menit setelah pemberian. Apabila setelah 2 kali
pemberian kadar gula masih tetap, dosis dapat dinaikkan hingga 100-120 ml/kg/hari atau
tingkatkan konsentrasi menjadi D12.5/D15.
- Temperatur: Mempertahankan suhu pada batas normal yaitu 36.5-37.5oC. Bayi dapat
kehilangan panas melalui proses konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. Pencegahan
hipotermi dapat dilakukan dengan memberikan bayi selimut hangat, menggunakan topi dan
pakaian, dan meletakkan bayi di dada ibu. Bayi yang sakit tidak menggunakan pakaian dan
hanya diletakkan pada radiant warmer untuk memudahkan observasi dan tindakan.
- Airway: Menjaga airway bayi tidak terobstruksi oleh ludah dan lendir yang menghalangi
jalan nafas. Evaluasi airway dilakukan dengan melihat laju nafas dan usaha nafas
o Laju nafas: Normal apabila di antara 40-60 kali per menit
o Usaha nafas: Distres nafas dapat dinilai menggunakan Down Score. Hal yang dinilai
meliputi frekuensi nafas, sianosis, retraksi, jalur udara masuk, dan rintihan. Skor 0-4
membutuhkan oksigen per nasal. Skor 4-7 membutuhkan oksigen via nasal CPAP. Skor
>7 membutuhkan intubasi.
10
- Blood Pressure: Mempertahankan sirkulasi dengan memberikan cairan dan elektrolit yang
cukup untuk mencegah terjadinya syok. Bayi dengan syok cenderung memperlihatkan tanda
seperti pulsasi perifer lemah, sianosis atau pucat, takikardia atau bradikardia, dan perfusi
perifer yang buruk (CRT lama, kulit dingin dan tampak mottled). Tata laksana syok diawali
dengan identifikasi penyebab syok, pemberian bantuan ventilasi, serta pemberian cairan
fisiologis 10 cc/kgBB.
- Laboratory Studies: Pemantauan elektrolit. Pada bayi dengan sepsis, dilakukan juga kultur
darah dan pemeriksaan darah lengkap
- Emotional Support: Memperlihatkan bayi baru lahir kepada orangtua. Hal ini dilakukan
karena ibu yang bayinya dirawat umumnya akan mengalami krisis emosi dalam menghadapi
situasi yang tidak mereka persiapkan ini.
11
Referensi
1. Kattwinkel J, American Academy of Pediatrics, American Heart Association. Textbook of
Neonatal Resuscitation, 2018 Feb 12.
2. Gomella TL, Cunningham MD. Neonatology 7th Edition. McGraw-Hill Prof Med/Tech; 2013 Jul
21.
3. Wyllie J, Bruinenberg J, Roehr CC, Rüdiger M, Trevisanuto D, Urlesberger B. European
Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015: Section 7. Resuscitation and support of
transition of babies at birth. Resuscitation. 2015 Oct 1;95:249-63.
12