19 (2017) pp
© (2017) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
ABSTRACT
This research is an experimental research to determine the effect of spore protein Myxobolus koi on
grass carp (Cyprinus carpio) in rearing pond. The sample used is grass carp (Cyprinus carpio) 90 fish
(10-15 cm). Spore protein used in this research is Myxobolus koi spore protein, that has been found by
predecessor researchers and has been tested in laboratory as immunostimulan. The exposure was done
orally, mixed in the feed, with a dose of 2 μg / gram dose of protein, feeded 1 time before being reared
for 30 days. Parameters measured were: (1) leucocytes description (differentiated leucocytes of carp,
(2) Parasitic infestation in carp and (3) Survival Rate / SR of carp were reared on pond for 30 days.
The collected data is analyzed descriptively.
The results showed that there was alteration of leukocytes description (differential leukocytes) in carp
(Cyprinus carpio) as an indicator of the immune response. A leukocyte differential examination
showed that exposure to the Myxobolus koi spore protein, The highest total lymphocytes occurred in
carp exposed to Myxobolus koi spores protein and reared from pond in Mojokerto, were 77.6%,
Monocytes of 16.3%, Heterophyll 14.4%, Eosinophils 7.6% and Basofil 0.4%. The highest
infestation of Myxobolus koi occurred in fish that was not exposed to spore protein was 53.33%
after 30 days of reared at pond, while parasitic infestation in fish exposed to spore protein was only
16.66%. Survival rate of carp indicated that the highest occurred in carp that exposed with spore
protein and reared from pond in Mojokerto, equal to 90%.
Myxobolus koi spore protein exposure given orally can makes alteration of leukocytes description
(differential leukocytes), Decreased parasite infestation and increased survival of carp fish reared for
30 days, with the result that Myxobolus koi spore protein can be developed as an immunostimulant
material.
dilakukan oleh Leff, et al. (1994), Maki dan 1.2 Rumusan Masalah
Dickerson (2003) dan Lin, et al. (1996) pada Berdasarkan latar belakang yang
Channel Catfish dan berhasil menekan sudah diuraikan di atas maka rumusan masalah
infestasi parasit. dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
jumlah spesies sebanyak 1200 (Lom & penyakit parasiter pada ikan yang disebabkan
Dykova, 1992). oleh sporozoa, antara lain dari spesies
Myxobolus koi. Umumnya organisme
Myxobolus koi merupakan spesies penyebab ini dikenali dengan morfologi
yang paling banyak dari genus Myxosporea sporanya, jumlah dan lokasi filamen polar.
dan terdapat lebih dari 450 spesies yang telah Spesies-spesies lain yang juga dapat
teridentifikasi. Sebagian besar dari spesies- menyebabkan penyakit ini adalah :
spesies tersebut memiliki sifat patogen yang Thelohanellus sp., Myxosoma sp., Henneguya
baik pada ikan yang hidup bebas maupun ikan sp. dan Maxidium sp
budidaya. Golongan Cyprinidae diketahui
merupakan hospes untuk lebih dari 40 spesies 2.3. Siklus hidup
Myxobolus, dimana Myxobolus cyprinii dan
Myxobolus koi merupakan spesies patogen Lom and Dykova (2006) dan Darnas
yang sering menyerang ikan golongan (1985), mengatakan bahwa cara penyebaran
Cyprinidae, termasuk di dalamnya ikan mas dari myxosporea sebenarnya belum dapat
(Kent, et al., 1996). diketahui dengan pasti, namun ada keterangan
yang menjelaskan bahwa beberapa Myxobolus
Myxobolus yang ditemukan pada ikan memiliki siklus hidup secara langsung tanpa
mas, merupakan parasit yang dikenal sebagai inang antara. Selanjutnya dikatakan bahwa
agen penyebab penyakit whirling disease ( El siklus hidup diawali dari ikan yang terinfeksi
– Matbouli & Hoffmann, 1998). Infeksi berat Myxobolus koi ditemukan adanya nodul atau
oleh parasit Myxobolus cerebralis dapat bisul yang terdapat pada insang ataupun pada
menyebabkan terjadinya deformitas tulang permukaan tubuh. Setelah nodul matang,
tengkorak ikan dan columna vertebralis dan nodul tersebut akan pecah dan spora yang
juga kerusakan pada organ auditori yang terdapat di dalam nodul menyebar di perairan
menimbulkan gejaa whirling (Hoffman, yang kemudian termakan oleh ikan.
1992). Selanjutnya spora yang termakan oleh ikan
akan masuk ke dalam saluran pencernaan.
Umumya jumlah spora Myxobolus koi Kemudian kapsul polar melebur dan akan
berjumlah 15.000 dalam satu nodul ukuran berbentuk seperti filamen polar dan akan
kecil, nodul berukuran milimeter dengan bergelantungan di dinding usus. Selanjutnya
bentuk oval atau buat telur, ikan yang akan menembus dinding usus ikan, kemudian
terserang Myxobolus koi akan terdapat nodul masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke
di bagian insang dan tubuh (Lom & Dykova, seluruh organ ikan. Filamen polar tersebut
1992). akan mengalami perkembangan secara
sporogony dan menjadi sporoblast dan
Bentuk spora Myxobolus dari masing membentuk nodul baru pada insang (Titis dkk,
– masing spesies yang ada mempunyai ukuran 2009).
dan bentuk yangn berbeda-beda. Spora
Myxobolus koi berbentuk seperti buah pear Siklus hidup pada Gambar 2.2.
berukuran ± 14 - 15 x 7 - 8 µm sedangkan menunjukkan adanya inang antara yaitu cacing
kista berdiameter 0.1 – 7 mm (Yuasa et al., Oligochaeta (e). Gambar tersebut dapat
2003). dijelaskan bahwa nodul yang berisi spora yang
terdapat pada permukaan tubuh (epidermis)
Myxobolus koi juga menginfeksi ikan mengalami perkembangan jumlah spora (a, b
mas pada ukuran kecil (stadium muda). Organ dan c) dan kematangan nodul. Setelah matang
yang terinfeksi adalah insang, dimana parasit nodul akan pecah dan mencemari perairan (d).
ini membentuk kista (cyste) pads lembar- Selanjutnya spora akan termakan oleh cacing
lembar insang ikan, sehingga akan Oligochaeta dan di dalam tubuh cacing ini
mengganggu proses penyerapan zat asam . spora mengalami perkembangan menjadi
akan mengakibatkan ikan akan mengalami spora triactinomyxon (aktinospora) dan akan
kekurangan zat asam karena sulit bernafas. termakan oleh ikan kemudian membentuk
Kematian yang diakibatkan oleh infeksi dari nodul kembali (El-Matbouli et al., 1998).
parasit ini cukup tinggi yaitu bisa mencapai
90% (Ruliyandi, 2008). Selanjutnya dikatakan Menurut Darnas (1985), daur hidup
bahwa Myxosporeasis adalah merupakan myxobolus diawali dengan spora termakan
oleh ikan dan masuk ke dalam saluran dapat menutup sempurna (Kementrian
pencernaan ikan. Cairan dalam saluran Perikanan dan Kelautan, 2010). Secara umum,
pencernaan ikan dapat membantu spora infeksi berat pada insang akan menyebabkan
melepaskan filamen polar untuk menempel penurunan berat badan, ikan berenang di dekat
pada sel setelah bagian internal spora pematang kolam, warna kulit pucat dan ikan
(sporoplasma) berubah bentuk menjadi kesulitan untuk bernafas yang dapat berakibat
amoeboid dan melakukan penetrasi ke dalam pada kematian (Sugianti dkk, 2005).
sel usus atau dalam sel darah untuk menuju
organ target. Pada kondisi ini parasit disebut Myxobolus yang menyerang ikan air
thropozoit kemudian membelah (shizogony) tawar pernah dilaporkan di Indonesia
dan bercampur (sporogony) sehingga menyebabkan masalah serius dalam budidaya
menghasilkan massa spora. ikan koi (Cyprinus carpio), dengan tingkat
mortalitas 60 - 90% pada benih ikan koi.
Lebih lanjut Anshary (2008) Myxobolus yang menghasilkan nodul pada
menyatakan bahwa ikan terinfestasi filamen insang ikan koi telah diidentifikasi
Myxobolus setelah memakan spora. Di dalam sebagai jenis Myxobolus koi (Kudo, 1977).
usus terjadi stimulasi polar kapsul menjadi Parasit ini telah masuk ke Indonesia melalui
terbuka dan mengeluarkan polar filamen yang ikan koi impor dan menyebabkan kerugian
melekat pada epitelium usus, selanjutnya valve yang cukup besar pada budidaya ikan koi
menjadi terbuka dan amoebula keluar. (Rukyani, 1990). Menurut Badan Karantina
Amoebula mengikuti aliran darah dan darah Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
membawa ke organ target. Amoebula yang Perikanan (2011), myxobolusis pada ikan koi
telah mencapai organ target akan tumbuh dikategorikan pada HPIK (hama dan penyakit
menjadi zigot dan inti sel mengalami ikan karantina) golongan I karena belum dapat
pembelahan beberapa kali untuk membentuk disucihamakan dan/atau dihilangkan dari
sporogonik plasmodium. media pembawanya karena teknologi
perlakuaan belum dikuasai.
2.4 Myxobolusis pada Ikan
Titis (2009) melaporkan bahwa
Myxobolusis merupakan penyakit serangan Myxobolus menyebabkan kematian
parasiter pada ikan yang disebabkan oleh sekitar 50% dari ikan yang terinfeksi. Menurut
Myxobolus. Parasit yang menyerang insang ini Wijanarko (2011), di Desa Tlogo Kemacatan
diklasifikasikan ke dalam kelompok khusus Kanigoro Kabupaten Blitar sering ditemukan
dari myxosporea. Beberapa spesies parasit serangan parasit Myxobolus pada benih ikan
dapat menginfeksi satu ikan, membentuk tiga Mas. Warga setempat sering menamakan
koloni yang berbeda di jaringan insang dengan “tumor ikan”. Devi (2011) juga
(Eszterbauer et al., 2001). Myxobolus melaporkan jumlah nodul pada ikan mas yang
merupakan salah satu genus dari Myxosporea, terserang Myxobolusis di Kabupaten Blitar
yang bersifat parasit dan menyerang kulit dan Jawa Timur, dari 200 ikan yang positif
insang ikan air tawar maupun ikan air laut. terinfeksi Myxobolus 19% merupakan infeksi
Beberapa spesies myxosporea telah dilaporkan berat, 55,5% infeksi sedang dan 25,5%
namun sejauh ini hanya beberapa yang merupakan infeksi ringan dari total sampel.
menimbulkan infeksi serius. Gejala infeksi Lebih lanjut, Firmansyah (2012) melaporkan
yang biasa terlihat seperti adanya cyste di prevalensi dan jumlah nodul ikan koi yang
antara jaringan insang dan integument yang terserang myxobolusis dari tiga Desa di
terdiri dari perkembangan stadia parasit, Kabupaten Blitar yakni Desa Penataran, Desa
termasuk karakteristik dari spora (Robert, Nglegok dan Desa Kemloko, diperoleh
1989). prevalensi tertinggi di Desa Kemloko yakni
sebanyak 19,46% ikan yang terinfeksi
Myxobolusis umumnya menginfeksi Myxobolus dari 550 sampel ikan dimana
jaringan ikat tapis insang, tulang kartilago, otot 27,10% merupakan infeksi sedang dan 11,21%
atau daging dan beberapa organ dalam ikan merupakan infeksi berat dari total ikan yang
terutama pada benih. Pada insang akan terlihat terserang myxobolusis.
bisul atau nodul putih seperti tumor berbentuk
bulat lonjong menyerupai butiran padi. Pada
infeksi berat, tutup insang (operculum) tidak
(2003) sudah berhasil mengekstrasi protein homeostasi. Respons imunitas hewan akuatik
membran theront Ichthyophthyrius multifiliis terdiri dari respons non spesifik dan spesifik.
serotype G5 dan mengidentifikasi SDS-PAGE Respons imunitas pada ikan dibentuk oleh
12% serta Western Blotting yang dilajutkan jaringan limfoid. Jaringan limfoid ikan
pemurnian dengan Kromatografi menyatu dengan jaringan mieloid yang disebut
Imunoafinitas. Hasil penelitian ini sebagai jaringan limfomieloid. Pada ikan
menunjukkan bahwa telah ditemukan protein teleost jaringan limfomieloidnya adalah limfa,
membran imunogenik dengan berat molekul timus dan ginjal depan (Van Muiswinkel,
55 kDa dan 35 kDa. 2008).
Berbeda dengan udang, pada ikan
Yusuf (2015) telah berhasil terdapat populasi sel B dan sel T. Sel ini
mengisolasi whole protein spora Myxobolus sangat berperan dalam respons imunitas baik
koi menggunakan SDS-PAGE , yang seluler maupun humoral. Respons dan faktor
ditemukan adanya protein digambarkan dalam humoral antara lain antibodi, transferin,
bentuk pita-pita pada gel SDS-PAGE dan interferon, protein C-reaktif; respons dan
ditemukan 6 pita (band) protein yaitu dengan faktor seluler seperti sel makrofag, sel killer,
berat molekul 68.1 kDa, 38.5 kDa, 25.6 kDa, neutrofil dan hipersensitivitas. Selain itu barier
23 kDa, 21.7 kDa dan 18.9 kDa. Hasil analisis mekanik dan kimiawi permukaan seperti kulit,
SDS-PAGE dapat dilihat pada Gambar 2.3. sisik dan mukus pada permukaan tubuh dan
Selanjutnya dikatakan bahwa protein tersebut insang juga merupakan alat pertahanan tubuh
sudah diuji coba secara laboratoris dapat ikan yang bersifat non spesifik (Randelli et al.,
meningkatkan respon imun dan 2008).
kelulushidupan ikan koi dari 19% hingga 78% Respons humoral merupakan respons
dan dapat dikembangkan sebagai bahan vaksin yang bersifat spesifik dilakukan oleh suatu
sub unit. substansi yang dikenal sebagai antibodi atau
imunoglobulin, sedangkan respons seluler ikan
bersifat non spesifik dilakukan oleh "cell
mediated imunity" (Alejo and Tafalla, 2011).
Komunikator dan amplikator dalam fungsi dan
mekanisme pertahanan
humoral dan seluler ikan dilakukan oleh
limfokin, interleukin, interferon dan sitokin
(Sommerset et al., 2005).
trombosit dan plasma darah memiliki peran dalam darah akan lebih banyak dari kondisi
penting sebagai pertahanan pertama terhadap normal. Hal ini disebabkan sel leukosit banyak
serangan penyakit yang masuk ke dalam tubuh terdapat di jaringan haemopoeitik ginjal dan
ikan. Gambaran darah dapat digunakan untuk akan dilepaskan dalam darah sebagai respon
mengetahui kondisi kesehatan ikan. non spesifik untuk mempertahankan tubuh dari
Penyimpangan fisiologis ikan akan serangan penyakit.
menyebabkan komponen-komponen darah juga
mengalami perubahan (Kurniawan, 2010). Sulmartiwi dan Suprapto (2011)
mengatakan bahwa leukosit terbagi menjadi
2.7.1. Eritrosit (sel darah merah) dua macam berdasarkan adanya granul dalam
sitoplasma yakni, tipe granulosit (eosinofil,
Eritrosit berwarna merah kekuningan basofil dan neurofil) dan agranulosit (monosit
dengan jumlah berkisar antara 20 ribu sampai 3 dan limfosit). Eosinofil, neutrofil, dan monosit
juta tiap ccnya. Jumlah sel ini tergantung merupakan sel darah putih yang berfungsi
aktivitas ikan dan suhu tubuhnya. Eritrosit sebagai fagositosis. Eosinofil merupakan
memiliki fungsi untuk mengangkut fagosit lemah, sedangkan neutrofil dan
hemoglobin yang berperan membawa oksigen monosit merupakan fagosit kuat. Limfosit
dari insang ke jaringan, eritrosit mengandung tidak bersifat fagositik tetapi memegang
asam karbonat dalam jumlah besar yang peranan dalam pembentukan antibodi.
berfungsi mengkatalis reaksi antara CO2 dan Kekurangan limfosit menyebabkan
air, dengan demikian darah darah dapat menurunnya konsentrasi antibodi dan
bereaksi dengan karbondioksida dan meningkatnya serangan penyakit. Persentase
mentranspornya dari jaringan ke insang jumlah monosit berkisar antara 3-5%, limfosit
(Sulmartiwi dan Suprapto, 2011). berkisar antara 76-97,5%, granulosit berkisar
antara 2-10%, eosinofil granulosit berkisar
Diameter eritrosit ikan antara 7-36µ. antara 0-1% dan basofil granulosit berkisar
Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval, antara 0-0,5% (Svobodova and vykusova,
sedangkan pada sel yang belum matang 2008).
berbentuk bulat (Triastuti dkk., 2010). Inti sel
eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma dan METODE PENELITIAN
akan terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan
giemsa (Kurniawan, 2010). Irianto (2005) 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
menyebutkan bahwa pada ikan teleostei, Penelitian ini telah dilaksanakan pada
jumlah normal eritrosit adalah 1,05x106 – bulan April 2017. Semua tahapan penelitian
3,0x106 sel/mm3, sedangkan dalam persentase mulai aplikasi pemaparan protein spora
jumlah terendah eritrosit 96,5% dan tertinggi Myxobolus koi, pemeriksaan gambaran darah,
98%. Angka et al., (1985) dalam dan kelulushidupan dilakukan di
Dopongtunung (2008) menyatakan bahwa Laboratorium Basah Fakultas Perikanan dan
ukuran eritrosit ikan lele berkisar antara Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
10x11µm – 12x13µm, dengan diameter inti Pengamatan differensial leukosit ikan dan
berkisar antara 4-5 µm. Jumlah eritrosit ikan infestasi parasit dilakukan di Laboratorium
lele adalah 3,18x106 sel/ml. Kering Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga Surabaya.
2.7.2. Leukosit (sel darah putih)
4.2. Rancangan Penelitian :
Leukosit memiliki peranan utama
dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit juga Penelitian ini merupakan penelitian
berperan dalam detoksifikasi protein sebelum eksperimen laboratorik, untuk menganalisis
dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh respon imun (Gambaran Darah), infeksi parasit
(Sulmartiwi dan Suprapto, 2011). Fujaya dan kelulushidupan ikan mas yang dipapar
(2004) menyatakan bahwa ikan memiliki dengan protein spora Myxobolus koi.
leukosit (sel darah putih) yang lebih banyak Penelitian eksperimental adalah penelitian
dari manusia yaitu berkisar antara 137.000- yang dilakukan dengan mengadakan
198.000 sel/mm3. Roberts (1989) menyatakan manipulasi terhadap obyek penelitian dan
bahwa pada kondisi ikan terinfeksi penyakit adanya kontrol. Penelitian eksperimental
menyebabkan jumlah leukosit yang ada di bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya
hubungan sebab akibat serta berapa besar parasit, warna cerah, pergerakan
hubungan sebab akibat tersebut dengan cara lincah, organ tubuh lengkap dan tidak
memberikan perlakuan-perlakuan tertentu dan rusak.
menyediakan kontrol untuk perbandingan 3) Ikan mas terinfeksi Myxobolus koi
(Steel and Torrie, 1992) adalah ikan mas yang ditemukan
nodul berisi spora dan sulit bernafas.
Ikan mas diuji dengan menggunakan 3 4) Infestasi parasit adalah banyaknya
akuarium dengan kapasitas 20 lt air. Padat parasit (jumlah) yang menyerang ikan
tebar ikan adalah 20 ekor/akuarium dengan mas.
ukuran ikan 7-10 cm. Pemaparan protein spora 5) Tingkat kelulushidupan (SR)
Myxobolus koi dilakukan secara oral yaitu merupakan persentase jumlah ikan koi
disuntikkan langsung melalui mulut ikan. Ikan yang hidup selama pemeliharaan
yang digunakan untuk perlakuan adalah ikan terhadap jumlah keseluruhan ikan
sehat yang telah direndam dahulu dalam yang dipelihara.
Methylene blue 3-5 g/m3 air selama 5 menit
untuk membersihkan organisme yang 4.5. Materi Penelitian
menempel pada tubuh ikan.Adapun perlakuan 4.5.1. Peralatan Penelitian
pemaparan protein spora selama pemeliharaan Peralatan yang digunakan dalam
adalah sebagai berikut : penelitian ini adalah : nampan bedah,
mikroskop cahaya, pinset, cawan petri, pipet,
K1 = Ikan mas sebanyak 30 ekor dipapar tabung reaksi, object glass, cover glass,
dengan larutan PBS, tanpa dipapar Beaker glass, 20 buah akuarium dengan
protein spora Myxobolus koi dan kapasitas 15 liter, selang dan batu aerasi.
dipelihara pada media air bukan air Peralatan untuk menganalisis leukosit (respon
kolam pembesaran (air PDAM). imun) adalah : Staining Jare, Spuit 1 ml,
K2 = Ikan mas sebanyak 30 ekor dipapar Mikroskoskop perbesaran 1000X dan
protein spora Myxobolus koi dengan Haemositometer. Peralatan untuk mengukur
dosis 2 µg protein/gram dan parameter kualitas air meliputi : Thermometer
dipelihara pada media air dari kolam untuk mengukur suhu air, Refraktometer untuk
pembesaran mengukur salinitas, pH meter untuk mengukur
pH, DO-meter untuk mengukur oksigen
K3 = Ikan mas sebanyak 30 ekor dipapar terlarut dan tes kit untuk mengukur NH3 dan
dengan larutan PBS, tanpa dipapar alkalinitas.
protein spora Myxobolus koi dan
dipelihara pada media air dari kolam 4.5.2. Bahan Penelitian
pembesaran Ikan mas yang digunakan dalam
penelitian adalah ikan mas sehat (tidak
4.3. Variabel Penelitian terinfeksi Myxobolus) dengan ukuran 10 Cm.
Variabel dalam penelitian ini Jumlah sampel ikan mas sehat sebanya 80
digolongkan menjadi variabel bebas, variabel ekor. Protein spora Myxobolus koi sebagai
tergantung dan variabel kendali. Variabel bahan pengembangan imunostimulan. Protein
bebas yaitu dosis protein Myxobolus koi. ini merupakan protein hasil isolasi dan
Variabel tergantung yaitu respon imun karakterisasi dengan SDS-PAGE dan sudah
(differensial leukosit), infestasi parasit dan diuji tantang secara laboratories oleh Yusuf
kelulushidupan (survival rate) ikan mas. (2015). Bahan yang digunakan untuk
Variabel kendali yaitu umur dan ukuran ikan pemeriksaan differential leukosit adalah anti
mas, ukuran akuarium dan kualitas air dan koagulan (EDTA), Metanol, Giemsa 20% dan
pakan. minyak emersi. Air yang digunakan untuk
pemeliharaan ikan mas yang dipapar protein
4.4. Definisi Operasional spora adalah air kolam pembesaran ikan mas
1) Myxobolusis adalah salah satu jenis di kecamatan Dlanggu Mojokerto.
penyakit pada ikan koi yang
disebabkan oleh Myxobolus koi. 4.6. Metode Penelitian
2) Ikan mas sehat adalah ikan mas yang Metode penelitian yang digunakan
memiliki ciri-ciri tubuh bersih dari dalam penelitian ini adalah eksperimental
laboratorik untuk menganalisis respons imun darah putih menurut Ariaty (1991) adalah
ikan mas yang dipapar dengan protein spora berbentuk lonjong sampai bulat. Guyton and
Myxobolus koi. Penelitian eksperimental Hall (1999) melaporkan bahwa leukosit terdiri
adalah penelitian yang dilakukan dengan dari agranulosit (limfosit dan monosit) dan
mengadakan manipulasi terhadap obyek granulosit (heterofil, eosinofil dan basofil).
penelitian dan adanya kontrol. Penelitian
eksperimental bertujuan untuk menyelidiki ada Jenis dan jumlah leukosit dihitung
tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa dengan metode Daisley (1973). Darah diambil
besar hubungan sebab akibat tersebut dengan dari vena caudal dengan menggunakan spuit 1
cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu ml sebanyak ± 1ml. Pada saat pengambilan
dan menyediakan kontrol untuk perbandingan darah, ikan diletakkan dengan kepala di
(Steel and Torrie, 1992). sebelah kiri. Jarum suntik (syringe) yang
sebelumnya sudah diberi dengan EDTA
4.7. Pelaksanaan Penelitian (sebagai antikoagulan). Darah dibuat preparat
4.7.1. Penyediaan Protein Spora ulas dengan cara menempatkan setetes darah
Myxobolus koi segar pada gelas objek pertama, gelas objek
Bahan pengembangan dari protein kedua diletakan dengan suduk 45o terhadap
spora Myxobolus koi menggunakan bahan gelas objek pertama, kemudian ditarik sampai
yang sudah dilahsilkan Yusuf (2015) dan menyentuh darah, darah dibiarkan menyebar
Woro (2015). Bahan spora ini sudah diuji sepanjang tepi gelas objek kedua, lalu gelas
tantang secara laboratoris. Hasil penelitian objek kedua didorong sepanjang permukaan
secara laboratoris menunjukkan hasil bahwa gelas objek pertama sehingga membentuk
spora Myxobolus koi dapat dikembangkan lapisan darah tipis dan merata (Maswan,
sebagai vaksin sub unit. 2009). Preparat dikeringkan di suhu ruang
kemudian difiksasi dengan metanol absolute
4.7.2 Pemeriksaan Infeksi Parasit selama 3 menit dan dikeringkan di suhu ruang
kembali sebelum diwarnai dengan pewarna
Pengamatan parasit pada insang Giemsa 10% selama 15 menit, lalu preparat
dilakukan secara natif dengan metode Jhonson dicuci kembali dengan akuades untuk
(1986), yaitu dengan melakukan pengerokan mengurangi kelebihan warna dan dikeringkan
pada seluruh permukaan tubuh udang. Hasil di suhu ruang. Preparat diamati di bawah
kerokan ditaruh di atas gelas obyek, diberi air mikroskop dengan perbesaran 1000x dan
dan diperika dengan mikroskop dengan dihitung setiap jenis leukosit hingga jumlah
pembesaran 100X. Infestasi parasit dihitung 100 sel (Tambur et al., 2006).
dengan persentasi udang yang positif terhadap
jumlah udang yang diperiksa. Kemudian 4.7.4 Penentuan kelulushidupan (SR)
pemeriksaan parasit saluran pencernaan
dilakukan dengan cara mengeluarkan seluruh Penentuan tingkat kelulushidupan
isi saluran pencernaan, ditampung dalam (survival rate) dilakukan sebagai parameter
petridisk dan diperiksa secara natif dengan penunjang untuk menganalisis respons imun
pembesaran 100X. ikan mas pada masing - masing perlakuan.
Tingkat kelulushidupan dinyatakan berupa
persentase jumlah ikan koi yang hidup sampai
dengan hari ke-14 pasca perlakuan percobaan
4.7.3 Analisis Gambaran Darah terhadap jumlah keseluruhan ikan yang
(Differensial leukosit) dipelihara. Kelulushidupan ikan dihitung
Pengamatan gambaran darah ikan mas dengan menggunakan rumus:
dilakukan untuk menganalisis respons imun
ikan mas yang dipapar dengan protein spora
Nt
SR = x100 %
M. koi. Parameter gambaran darah yang No
diamati adalah hitung jenis (differensial)
leukosit. Leukosit memiliki jumlah yang lebih Keterangan :
sedikit dibandingkan dengan sel darah merah,
SR = Kelulushidupan ikan
yaitu berkisar antara 20.000/mm3 sampai
150.000/mm3 (Levine, 1994). Bentuk sel
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir turut pada perlakuan K1, K2 dan K3 , yaitu
pengamatan (ekor) 6,8, 7.6 dan 9,8%.
No = Jumlah ikan yang hidup pada awal uji 5.1.2 Hasil Pemeriksaan Infestasi Parasit
tantang (ekor) Periksaan infestasi parasit ini hanya
ditujukan untuk pemeriksaan terhadap
4.8. Pengumpulan dan Analisis Data Myxobolus koi. Hasil pemeriksaan dapat
Data yang terkumpul dianalisis secara dilihat pada Tabel 5.2. yang menunjukkan
diskrptif yaitu dengan tabel dan gambar serta bahwa semua ikan mas, baik yang dipapar
dilakukan penjelasan terhadap data tersebut maupun tidak dipapar protein spora Myxobolus
(Steel and Torrie, 1992). koi terinfestasi Myxobolus koi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian Tabel 5.2. menunjukkan bahwa
5.1.1 Analisis Gambaran Darah Ikan Mas persentasi kan mas yang terinfestasi parasit
Hasil analisis gambaran darah tertinggi sebesar 53,33% terjadi pada ikan
(Differensial leukosit) ikan mas yang dipapar yang tidak dipapar protein spora Myxobolus
dengan protein spora Myxobolus koi dapat koi dan dipelihara pada media air yang diambil
dilihat pada Tabel 5.1. dari kolam mas yang tidak dipapar protein
yang dipelihara pada media air yang sudah
disterilkan yaitu 30,00% , sedangkan yang
Tabel 5.1. Hasil Analisis Differensial Leukosit pada ikan koi. terrendah (16,66%) terjadi pada ikan yang
PERLAKUAN
JENIS LEUKOSIT (%) dipapar dengan protein dan dipelihara dengan
LIMFOSIT MONOSIT HETEROFIL EOSINOFIL BASOFIL
K1
air media yang diambil dari kolam
57,8 12,8 3,4 6,8 0,9
K2
pemeliharaan ikan di Desa Delanggu,
77,6 16,3 14,4 7,6 0,4
K3 61,5 11,6 6,7 9,2 0,2
Mojokerto.
NORMAL 76-97,5% 3 – 5% 2-10% 0-1% 0-0,5%
Tabel 5.2. Hasil Pemeriksaan Infestasi Myxobolus koi
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa Pada Ikan Mas Setelah 30 Hari Pemeliharaan
Jumlah Ikan Infestasi Myxobolus koi pada Ikan
persentase dari masing-masing komponen Yang Mas(Ekor / %)
Perlakuan
leukosit berada dalam kondisi normal dan Diperiksa
(Ekor) Positif Negatif
beberapa juga berada pada kondisi di bawah
normal. Dilihat dari gambaran limfosit K1 30 9 (30,00) 21(70,00)
menunjukkan limfosit tertinggi terjadi pada
ikan mas yang dipapar dengan protein spora K2 30 5 (16,66) 25 (83,33)
Myxobolus koi dan dipelihara pada media air
dari kolam pemeliharaan ikan dari Mojokerto K3 30 16 (53,33) 14 (46,66)
Tabel 5.3. Hasil Penentuan Tingkat Kelulushidupan Ikan Mas salah satu komponen darah yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh spesifik yang akan
menetralisir dan memusnahkan patogen
Tabel 5.3. menunjukan bahwa melalui proses fagositosis. Tabel 5.1
kelulushidupan ikan mas yang tertinggi terjadi menunjukkan bahwa persentase limfosit
pada ikan mas yag dipapar dengan protein tertinggi pada perlakuan K2 (ikan mas dipapar
spora Myxobolus koi yaitu sebesar 90%. dengan protein spora Myxoboluskoi) yaitu
Kemudian diikuti pada ikan mas yang tidak sebesar 77,6%.Hal ini lebih tinggi jika
dipapar protein spora yaitu 73,33%. Persentase dibandingkan dengan persentase pada
kelulushidupan ikan mas terrendah ditemukan perlakuan K1 dan K2 yang sama-sama tidak
pada ikan mas tidak dipapar protein spora dan dipapar protein spora, yaitu sebesar 57,8 dan
dipelihara pada media air dari kolam perairan 61,5%. Dilihat dari besarnya persentase
limfosit dari ke tiga perlakuan, maka
Jumlah Ikan Jumlah Ikan Mas yang Tingkat persentase limfosit ikan mas yang dipapar
Perlakuan Mas yang Hidup setelah 30 hari Kelulushidupan protein spora meningkat hingga melebihi batas
dipelihara Pemeliharaan (%)
kisaran normal .
Peningkatan jumlah limfosit pada ikan
K1 30 22 73,33
mas ini kemungkinan disebabkan karena
K2 30 27 90,00 adanya infeksi dari penyakit yang dalam hal
ini adalah Myxobolus koi dan kemungkan juga
K3 30 16 53,33 oleh patogen lain. Infeksi dengan spora M. koi
merupakan tanggapan sistem pertahanan tubuh
budidauya, yaitu sebesar 53,33%$. ikan atas masuknya patogen. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bastiawan dkk (2001),
5.1.4. Kualitas air media pemeliharaan limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi
Hasil pemeriksaan kualitas air untuk kekebalan tubuh dari gangguan
disajikan pada Tabel 5.4. penyakit. Pada dasarnya sel limfosit terdiri
dari dua populasi yaitu sel B dan sel T. Sel B
Tabel 5.4. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Selama Pemeliharaan 30 Hari mempunyai kemampuan untuk
N0 Perlakuan Paramater bertransformasi menjadi sel plasma yaitu sel
Suhu pH DO NH3 NO2 NO3 yang memproduksi antibodi. Sel T sangat
(°C) (ppm) (ppm) berperan dalam kekebalan berperantara sel (sel
T sitotoksik) dan mengontrol respons imun
1. K1 28 8,00 5 0 0 0 (sel T supresor) (Kresno 2001). Setelah terjadi
2 K2 28 7,6 5 0,05 0,02 0 pengikatan antigen dengan reseptor antigen sel
3. K3 28 7,6 5 0,05 0,02 0 limfosit, maka sel limfosit akan membelah dan
berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel
Tabel 5.4. menunjukkan bahwa selama memori (Tizard 1988).
penelitian kualitas air dalam keadaan yang Dilihat dari gambara monosit, maka
optimal untuk pertumnuhan ikan mas, persentase monosit pada semua perlakuan (K1,
sehingga tidak mempengaruhi perlakuan K2 dan K3) berada diatas normal, yang
penelitian terendah terjadi pada perlakuan K3 yaitu
11,6%. Monosit ini akan memfagositosis spora
5.2 Pembahasan M. koi yang masuk dalam tubuh ikan mas. Hal
ini sesuai dengan pendapat bahwa monosit
Gambaran Darah Putih (Differensial bersama dengan makrofag akan memfagosit
leukosit) merupakan indikator ada tidaknya agen penyebab penyakit yang masuk dalam
respon imun dari ikan mas sebagai perlakuan, tubuh. Bastiawan dkk (2001) menjelaskan,
yang memiliki sistem pertahanan tubuh untuk monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap
melawan berbagai macam penyakit. Apabila benda-benda asing yang berperan sebagai agen
terjadi perubahan jumlah dan jenis leukosit penyakit.
dapat dijadikan tanda bahwa adanya infeksi Jumlah heterofil yang tertinggi juga
penyakit atau faktor lain. Leukosit yang terjadi pada ikan mas pada perlakuan K2 yaitu
digolongkan dalam limfosit, monosit, 14,4% dan melebihi kisaran normal. Akan
heterofil, eosinofil dan basofil merupakan tetapi heterofil ini terun pada perlakuan K3
dan K1. Hal ini disebabkan adanya kenaikan protein spora yang masuk ke dalam tubuh ikan
pada limfosit dan monosit sehingga heterofil mampu menstimulasi aktivitas sel imun pada
menurun. Selain itu heterofil tidak terlalu ikan dan juga dapat digunakan sebagai bahan
berperan dalam merespon infeksi yang pengembangan imunostimulan yang dapat
diakibatkan oleh parasit. Heterofil lebih meningkatkan aktivitas sel-sel pertahanan
banyak berperan pada infeksi yang diakibatkan tubuh ikan terhadap Myxobolus koi. Ketika
oleh bakteri. protein spora masuk ke dalam tubuh ikan,
Jumlah eosinofil menunjukkan maka akan dipresentasikan oleh MHC,
persentase tertinggi pada perlakuan K3 yaitu kemudian ditangkap oleh reseptor pada sel T
sebesar 9,2% lebih tinggi jika dibandinghkan helper (2), dan sel T helper (2) akan
dengan perlakuan K1 sebesar 6,8% Hal ini mensekresikan sitokin yaitu IL-2, IL- 4, dan
disebabkan kemungkinan terjadinya infeksi IL-6 sehingga meningkatkan jumlah limfosit
Myxobolus koi yang dapat meningkatkan dalam darah yang bertujuan untuk diferensiasi
jumlah eosinofil pada darah ikan. Hal ini dan proliferasi sel B, diferensiasi sel B
sesuai dengan pendapat Tizard (1988) yang menghasilkan sel plasma dan sel memori yang
menyatakan bahwa eosinofil merupakan salah dapat mengikat protein spora dan
satu sel pertahanan tubuh yang dominan di memudahkan proses fagositosis dan
dalam darah dan akan meningkat tajam akanmenyebabkan menurunnya infestasi
jumlahnya bila terjadi infeksi penyakit parasit Myxobolus koi.
parasiter. Tabel 5.1. juga menunjukkan bahwa
Hasil penelitian terhadap persentase kelulushidupan tertinggi terjadi pada ikan mas
basofil menunjukkan persentase yang pada perlakuan K2 yaitu yang dipapar protein
terendah terjadi pada perlakuan K3 (0,2%) dan spora, yaitu sebesar 90%, sedang yang
diikuti dengan K2 dan K1, yaitu 0,4 dan 0,9%, terendah terjadi pada ikan mas perlakuan K3
yang semuanya menunjukkan persentase yang yaitu 53,33%. Tingginya tingkat
sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat kjelulushidupan ini disebabkan karena protein
dari Affandi dan Tang (2002) menyatakan spora Myxobolus koi sebagai kandidat
bahwa persentase basofil di dalam darah ikan imunostimulan dapat dapat memberikan
berkisar antara 0.17-0.194 %. proteksi atau perlindungan yang tinggi ikan
Hasil pemeriksaan terhadap infeksi mas, disamping karena adanya penurunan
parasit Myxobolus koi menunjukkan bahwa infestasi parasit seperti telah dijelakan di atas.
infestasi tertinggi terjadi pada ikan mas yang Berdasarkan hasil pengukuran kualitas
tidak dipapar protein spora dan dipelihara pada air suhu, pH dan oksigen terlarut pada media
media air dari kolam pemeliharaan di pemeliharaan seperti yang tertera pada Tabel
Mojokerta (K3) yaitu sebanyak 16 ekor 5.4 menunjukkan bahwa kualitas air media
(53,33%). Hal ini disebabkan karena ikan mas pemeliharaan masih dalam kondisi normal,
pada perlakuan K# tidak dipapar protein spora sehingga dapat mendukung kelulushidupan
dan media air yang digunakan kemungkinan ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Amri dan
sudah terdapat Myxobolus koi dari asalnya., Khoiruman (2002) bahwa ikan koi dapat hidup
yang pada saat digunakan parasit masih berada pada kisaran suhu 8 - 30 °C. Kadar ammonia
pada stadia aktinospora. Menurut Lom and (NH3) sebelum dan sesudah perlakuan
Dicova (1996) menyatakan bahwa stadia menunjukkan perbedaan dimana ammonia
infektif dari Myxobolus koi adalah stadia sebelum perlakuan sebesar 0,05 ppm.
aktinospora yang berada di perairan. KESIMPULAN DAN SARAN
Kemudian adanya infestasi parasit Myxobolus
koi pada ikan mas yang tidak dipapar protein 6.1 Kesimpulan
dan dipelihara pada air yang sudah disterilkan Kesimpulan yang dapat diambil dari
(perlakuan K1), ini kemungkinan disebabkan penelitian ini adalah sebagai berikut :
ikan yang digunakan sudah terinfestasi sejak 1) Gambaran darah (differensial
diambil dari tempat pengambilan dan belum leukosit) ikan mas yang dipapar
terlihat adanya gejala klinis, sehingga protein spora Myxobolus koi dan
dimasukkan dalam kelompok ikan yang sehat. dipelihara pada media air dari
Infestasi terendah terjadi pada kelompok ikan kolam pemeliharaan dari
mas yang dipapar dengan protein spora yaitu Mojokerto terjadi peningkatan
hanya 5 ekor (30%), hal ini disebabkan karen lymposit yang cenderung tinggi,