Hasil pembelajaran:
1. Penanganan awal Asma Bronchial .
2. Edukasi pasien mengenai Asma Bronchial.
1. Subyektif:
sesak dialami 1 jam SMRS. Batuk (+) lendir (+), Nyeri dada (-). Pasien 6 bulan yang
lalu pernah mendapat terapi nebulasi dengan keluhan yang sama. Serangan dialami
kurang dari 1 kali selama seminggu dan serangan malam dialami kurang dari dua
kali selama 1 bulan. Serangan dapat timbul pasien terpapar terlalu lama dengan debu
dan atau ketika anak sedang sakit batuk.
BAB : kesan biasa
BAK : kesan normal
2. Obyektif:
a. Status Generalis :
Sakit Sedang/Gizi Cukup/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 25 kg
b. Status Vitalis :
- N= 120 x/menit
- P= 32 x/menit (Thoracoabdominal)
- S= 38 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getah bening (-),
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas(-)
- P= Nyeri tekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonor ki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler,bunyi tambahan (-),weezing(+), ronkhi (-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relative
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularissinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya
- Auskultasi : peristaltik (-) kesan menurun.
- Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa,
- Perkusi : Nyeri ketok (-), tympani (+)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)
1. Assesment:
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis diagnosis pasien ini adalah asma
bronkial.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang perempuan berumur 8
tahun masuk rumah sakit dengan sesak napas yang dialami sejak 1 jam SMRS. Sesak
dirasakan lebih sering muncul ketika sedang sakit batuk dan atau terpapar debu dalam
jangka waktu yang lama. Pasien mengalami frekunsi serangan <1x/bulan. Pasien pernah
mendapatkan terapi nebulasi 6 bulan SMRS dengan keluhan yang sama.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri dari
reaksi asma tipe cepat dan rekasi asma tipe lambat. Reaksi asma tipe cepat terjadi akibat
terikatnya alergen pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel
mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin,
protease, dda newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi fase
lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi yang melibatkan aktivasi eosinofil sel
T CD4+, neutrofil dan makrofag.1,2
Proses penyembuhan akan melibatkan pergantian sel jaringan yang rusak dengan
sel parenkim jenis yang sama dan jaringan penyambung atau skar. Hal ini menyebabkan
perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks yang disebut dengan
airway remodelling.
Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi pasien bernapas
pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Tanda
klinisnya berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan yang sangat berat
terdapat gejala tambahan seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi,
dan penggunaan otot bantu napas. Sedangkan pada serangan ringan, mengi hanya dapat
terdengar pada ekspirasi paksa.
Penatalaksanaan
karena asma adalah penyakit yang didasari oleh proses inflamasi. Kortikosteroid
inhalasi dapat mengurangi gejala asma, menekan rekativitas bronkus dan mungkin dapat
mencegah remodelling saluran napas karena proses inflamasi kronis. Pengobatan dini
golongan kortikosteroid inhalasi dapat memperbaiki fungsi paru, mengurangi
pemakaian agonis beta dan perawatan inap di rumah sakit. Dosis kortikosteroid inhalasi
bervariasi tergantung derajat beratnya asma. Dosis steroid dapat diturunkan sampai
dosis minimal yang dapat menurunkan gejala asma. Penghentian kortikosteroid inhalasi
dapat dicoba pada pasien yang menggunakan dosis steroid inhalasi kurang dari 200-400
mg setara budesonid, setelah pasien memakai obat pada dosis tersebut beberapa bulan
dan gejala penyakit minimal serta fungsi paru normal. Pada asma intermitten tidak perlu
diberikan pengobatan pencegah (controller). Pemakaian kortikosteroid sistemik pada
asma akut memegang peranan yang sangat penting. Pada serangan asma akut umumnya
prednison atau prednisolon oral diberikan 1-2 mg/kg BB dalam dosis terbagi selama 3-
5 hari Besarnya dosis, lama pengobatan dan penurunan dosis tergantung kepada
beratnya serangan dan riwayat respon penderita. Pemakaian dosis tunggal pagi hari
dapat mengurangi supresi aksis Hipotalamus Pituitari Adrenal. Pemakaian prednisolon
lebih disukai dibanding prednison karena prednison untuk menjadi prednisolon harus
diubah dahulu di hati. Setelah itu dilanjutkan dengan tappering off.10,11,12
Terapi utama di ruang gawat darurat terdiri dari oksigen, agonis beta 2 hirup, dan
kortikosteroid sistemik. Oksigen diberikan bila terjadi hipoksemia yang nyata dan pada
pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13
pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13
1.Oksigen
Dianjurkan untuk penderita sampai saturasi oksigen mencapat >90%. Pemantauan
saturasi oksigen diperlukan sampai terdapat respon yang nyata terhadap bronkodilator.
3.Antikolinergik
Pemberian ipratropium bromida 250-500 mg pada cairan yang telah mengandung agonis
beta 2 dapat menambah bronkodilatasi terutama pada penderita dengan obstruksi yang
berat. Diberikan setiap 4-6 jam
4.Kortikosteroid sistemik
Terutama diberikan pada penderita yang tidak respon dengan beta 2 agonis. Dosis oral
40-60 mg perharai, dosis parenteral berkisar 4 kali 40 mg metilprednisolon sampai 4
kali 125 mg perhari. Terapi parenteral berlangsung selama 2-3 hari, selanjutnya
dilanjutkan dengan terapi oral. Dan tidak perlu taperring off jika pemberian kurang dari
1 minggu
5.Epinefrin
Baru dapat diberikan jika agonis beta 2 hirup baik suntikan tidak tersedia. Dengan dosis
0,3 cc subkutan dapat diberikansetiap 20 menit sampai 3 kali
6.Obat-obat lain
Dapat diberikan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder
Penilaian ulang dilakukan setlah pemberianterapi awal selesai (60-90 menit) setelah
terapi awal dimulai.2 Respon terapi awal di ruang gawat darurat menentukan apakah
penderita dirawat atau tidak. Kebutuhan merawat penderita diambil berdasrkan lama
dan beratnya serangan asma, beratnya obstruksi saluran napas, riwayat berat dan
perjalan serangan sebelumnyam obat-obat yang dipakai sekarang, fasilitas perawatan,
dukungan keluarga, situasi rumah serata adanya gangguan psikiatrik.
Diagnosis:
Asma Brochiale
Penatalaksanaan:
Oksigen 3-4 liter/menit, Inhalasi ventolin + NaCl 0.9% 2.5ml
Peserta Pendamping