Anda di halaman 1dari 9

Portofolio 1 (Kasus Anak)

No. ID dan Nama Peserta : / dr. Irfan arsyad


No. ID dan Nama Wahana:/ RSUD polewali mandar
Topik: Asma Bronchiale
Tanggal (kasus) :

Nama Pasien : An.F No. RM :


Tanggal Presentasi : Pendamping:
Tempat Presentasi: RSUD Polewali mandar
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Anak, 7 Tahun 9 Bulan, Sesak napas sejak 1 jam SMRS.
Tujuan:
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: An.F No.Registrasi:


Nama klinik RSUD Pokewali mandar
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis:
Sesak napas sejak 1 jam SMRS
Riwayat buang air besar kesan biasa
Riwayat buang air kecil lancar dan warna kuning.
2. Riwayat pengobatan: 6 bulan SMRS pasien pernah dibawa ke UGD dengan keluhan yang
sama dan mendapatkan nebulasi
3. Riwayat kesehatan/penyakit: (-)
4. Riwayat keluarga: riwayat penyakit ayah (-), ibu (-)
Lain-lain: penggunaan obat-obatan (-)
Daftar Pustaka:
1. Udoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, 2007.
2. Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Makassar: SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, 2013.
3. UUK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak
Edisi Ke-2. Jakarta: UUK Respirologi PP IDAI, 2016.

Hasil pembelajaran:
1. Penanganan awal Asma Bronchial .
2. Edukasi pasien mengenai Asma Bronchial.

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
 sesak dialami 1 jam SMRS. Batuk (+) lendir (+), Nyeri dada (-). Pasien 6 bulan yang
lalu pernah mendapat terapi nebulasi dengan keluhan yang sama. Serangan dialami
kurang dari 1 kali selama seminggu dan serangan malam dialami kurang dari dua
kali selama 1 bulan. Serangan dapat timbul pasien terpapar terlalu lama dengan debu
dan atau ketika anak sedang sakit batuk.
 BAB : kesan biasa
 BAK : kesan normal

2. Obyektif:
a. Status Generalis :
Sakit Sedang/Gizi Cukup/Compos Mentis/GCS (E4M6V5)
- BB : 25 kg
b. Status Vitalis :
- N= 120 x/menit
- P= 32 x/menit (Thoracoabdominal)
- S= 38 °C (axilla)
c. Kepala :
- Anemis (-/-),
- Ikterus (-/-),
- Sianosis (-),
d. Leher :
- Pembesaran kelenjar tiroid (-),
- Massa tumor (-),
- Nyeri tekan (-),
- Deviasi trachea (-),
- Pembesaran kelenjar getah bening (-),
e. Thorax :
- I= Simetris (ki=ka), mengikuti gerak napas, reguler, jejas(-)
- P= Nyeri tekan (-), massa tumor (-), krepitasi (-)
- P= Sonor ki=ka, batas paru hepar ICS V dextra anterior.
- A=Bunyi pernapasan vesikuler,bunyi tambahan (-),weezing(+), ronkhi (-).
f. Jantung :
- I= Ictus cordis tidak nampak
- P= Ictus cordis sulit teraba
- P= Batas jantung normal, pekak relative
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dextra,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dextra
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularissinistra.
- A= BJ I/II murni reguler.
g. Abdomen :
- Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya
- Auskultasi : peristaltik (-) kesan menurun.
- Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa,
- Perkusi : Nyeri ketok (-), tympani (+)
h. Ektremitas :
- Edema (-/-), deformitas (-/-), krepitasi (-/-) , fraktur (-/-)

1. Assesment:
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis diagnosis pasien ini adalah asma
bronkial.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang perempuan berumur 8
tahun masuk rumah sakit dengan sesak napas yang dialami sejak 1 jam SMRS. Sesak
dirasakan lebih sering muncul ketika sedang sakit batuk dan atau terpapar debu dalam
jangka waktu yang lama. Pasien mengalami frekunsi serangan <1x/bulan. Pasien pernah
mendapatkan terapi nebulasi 6 bulan SMRS dengan keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, tanpa tanda-tanda


sianosis dan suhu yang afebris. Tidak di temukan napas cuping hidung. Tonsil T1/T1
faring hiperemis. Pada pemeriksaan paru-paru didapatkan bunyi napas vesikuler dengan
wheezing di kedua lapang paru disertai retraksi suprasternal. Pemeriksaan jantung dalam
batas normal, abdomen tidak terdapat kelainan. Pada ekstremitas perfusi perifer dinilai
cukup. Oleh karena itu, didiagnosis asma bronkial.
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang
ditandai dengan peningkatan respon oleh berbagai pencetus pada traktus
trakeobronkial.1 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Mekanisme utama dari patofisiologi asma adalah berkurangnya diameter dari


saluran napas akibat dari: Bronkokonstriksi, Kongesti vaskular, Edema dinding
bronkial, Hipersekresi bronkus. Berbagai sel inflamasi berperan dalam proses inflamasi
asma terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada penderita asma.3

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri dari
reaksi asma tipe cepat dan rekasi asma tipe lambat. Reaksi asma tipe cepat terjadi akibat
terikatnya alergen pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel
mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin,
protease, dda newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. Reaksi fase
lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi yang melibatkan aktivasi eosinofil sel
T CD4+, neutrofil dan makrofag.1,2

Proses penyembuhan akan melibatkan pergantian sel jaringan yang rusak dengan
sel parenkim jenis yang sama dan jaringan penyambung atau skar. Hal ini menyebabkan
perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks yang disebut dengan
airway remodelling.

Diagnosis asma tergantung dari perpaduan riwayat penderita, pemeriksaan


jasmani dan pemeriksaan laboratorium. Asma ditandai dengan sesak, mengi atau batuk.
Serangan kerap terjadi di waktu malam atau pagi hari, berhubungan dengan produksi
kadar kortikosteroid yang periodik rendah. Pemicu yang relevan dapat berupa infeksi
virus, alergen lingkungan, bakan obat-obatan tertentu. Pada pemeriksaan jasmani
biasanya ditemukan mengi dan fase ekspirasi memanjang. Namun, pada penderita
asimtomatik, pemeriksaan jasmani dapat normal. 4

Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi pasien bernapas
pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Tanda
klinisnya berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan yang sangat berat
terdapat gejala tambahan seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi,
dan penggunaan otot bantu napas. Sedangkan pada serangan ringan, mengi hanya dapat
terdengar pada ekspirasi paksa.

Pemeriksaan laboratorium terpenting ialah pemeriksaan fungsi paru atau Peak


Expiratory Flow, sebelum dan sesudah terapi dengan bronkodilator. 5 Asma dianggap
sebagai penyakit saluran napas reversibel. Pemberian bronkodilator yang memberikan
perbaikan FEV1 ≥ 15% adalah diagnostik untuk asma. Pada penderita dengan faal paru
normal, mungkin diperlukan tes provokasi dengan metakolin/histamin. Pada asma
akibat latihan jasmani dilakukan uji dengan latihan jasmani sebagai pengganti
metakolin/histamin. Pemeriksaan laboratorium lainnya adalah pemeriksaan darah
lengkap, differential count untuk melihat jumlah eosinofil, dan tes terhadap aeroalergen.

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan


pola keterbatasan aliran udara. Harus dibedakan berat/ringannya asma dengan derajat
beratnya serangan asma akut. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan tatalaksana jangka panjang. Dan menentukan beratnya serangan asma
merupakan langkah pertama pengobatan. Menurut GINA6,2,3 (Global Initiative for
Asthma) klasifikasi beratnya asma dibedakan menjadi 4 golongan yaitu asma ringan
intermitten, asma persisten ringan, sedang dan berat.
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (sebelum
pengobatan)

Tabel 2. Klasifikasi berat serangan asma akut


Seperti telah disebutkan di atas bahwa serangan asma secara potensial dapat
mengancam nyawa. Oleh karena itu pengobatan dan penilaian keadaaan penderita
harus akurat dan tempat yang ideal adalah di rumah sakit. Meskipun pengelolaan
serangan asma sebaiknya dilakukan di rumah sakit, tetapi yang paling penting dalam
strategi pengobatan serangan asma adalah adanya pengobatan dini. 7 Terutama pada
para penderita asma yang memiliki faktor resiko yang memiliki resiko besar untuk
mengalami kematian.

Secara garis besar tujuan penatalaksanaan asma adalah sebagai berikut:3,6

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan farmakologis pada asma dibagi menjadi dua


golongan yaitu, obat pencegah (controller) dan pelega ( reliever). Obat pencegah
dipakai terus menerus meskipun tidak ada gejala. Obat pencegah utama adalah
kortikosteroid inhalasi karena asma adalah penyakit yang didasari oleh proses inflamasi.
Kortikosteroid inhalasi

karena asma adalah penyakit yang didasari oleh proses inflamasi. Kortikosteroid
inhalasi dapat mengurangi gejala asma, menekan rekativitas bronkus dan mungkin dapat
mencegah remodelling saluran napas karena proses inflamasi kronis. Pengobatan dini
golongan kortikosteroid inhalasi dapat memperbaiki fungsi paru, mengurangi
pemakaian agonis beta dan perawatan inap di rumah sakit. Dosis kortikosteroid inhalasi
bervariasi tergantung derajat beratnya asma. Dosis steroid dapat diturunkan sampai
dosis minimal yang dapat menurunkan gejala asma. Penghentian kortikosteroid inhalasi
dapat dicoba pada pasien yang menggunakan dosis steroid inhalasi kurang dari 200-400
mg setara budesonid, setelah pasien memakai obat pada dosis tersebut beberapa bulan
dan gejala penyakit minimal serta fungsi paru normal. Pada asma intermitten tidak perlu
diberikan pengobatan pencegah (controller). Pemakaian kortikosteroid sistemik pada
asma akut memegang peranan yang sangat penting. Pada serangan asma akut umumnya
prednison atau prednisolon oral diberikan 1-2 mg/kg BB dalam dosis terbagi selama 3-
5 hari Besarnya dosis, lama pengobatan dan penurunan dosis tergantung kepada
beratnya serangan dan riwayat respon penderita. Pemakaian dosis tunggal pagi hari
dapat mengurangi supresi aksis Hipotalamus Pituitari Adrenal. Pemakaian prednisolon
lebih disukai dibanding prednison karena prednison untuk menjadi prednisolon harus
diubah dahulu di hati. Setelah itu dilanjutkan dengan tappering off.10,11,12

Dalam penatalaksanaan asma tetap diperlukan suatu edukasi tentang bagaimana


menghindari faktor pencetus. Karena sebaik apapun obat antiasma yang diberikan tidak
akan memberikan hasil jika tidak ada kerjasama dengan pasien. Edukasi yang baik akan
menurunkan morbiditi dan mortaliti serta meningkat Quality of Life penderita. Mungkin
saja pasien berobat teratur namun tidak menggunakan obat sesuai dengan yang
dikehendaki karena pasien tidak mengetahui baik tujuan pengobatan maupun cara
menggunakan obat. Oleh karena itu penyuluhan kepada pasien harus dilakukan setiap
kali kunjungan ke dokter. Beberapa topik yang sebaiknya diketahui pasien antara lain:

• Mengenal asma dan dampaknya


• Mengenal pencetus asma dan cara menghindari
• Mengetahui cara pemakaian obat dengan benar
• Mengetahui cara memantau penyakitnya dan tahu kapan harus ke Rumah Sakit
Sewaktu pasien datang ke Gawat Darurat dengan serangan eksaserbasi asma akut maka
harus segera ditangani. Gejala yang terdapat adalah sesak napas, dada terasa berat dan
mengi. Gejala-gejala diatas juga ada terdapat pada penyebab lain seperti pneumotorak,
emboli paru, PPOK, udem paru, dan bronkiolitis. Sehingga perlu juga didapatkan suatu
tanda objektif yaitu evaluasi dari pengukuran ulang FEV1 pasien. Setelah itu dapat
diteliti lanjut dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah riwayat
asma sebelumnya.

Terapi utama di ruang gawat darurat terdiri dari oksigen, agonis beta 2 hirup, dan
kortikosteroid sistemik. Oksigen diberikan bila terjadi hipoksemia yang nyata dan pada
pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13

pasien yang mempunyai FEV1 kurang dari 50%. Obat untuk asma akut terdiri dari: 12,13
1.Oksigen
Dianjurkan untuk penderita sampai saturasi oksigen mencapat >90%. Pemantauan
saturasi oksigen diperlukan sampai terdapat respon yang nyata terhadap bronkodilator.

2.Agonis beta2 hirup


Dianjurkan untuk setiap penderita. Diberikan inhalasi setiap 20 menit sampai 3 kali.
Pemberian selanjutnya tergantung respon terapi awal. Umumnya diberikan secara
nebulizer.

3.Antikolinergik
Pemberian ipratropium bromida 250-500 mg pada cairan yang telah mengandung agonis
beta 2 dapat menambah bronkodilatasi terutama pada penderita dengan obstruksi yang
berat. Diberikan setiap 4-6 jam

4.Kortikosteroid sistemik
Terutama diberikan pada penderita yang tidak respon dengan beta 2 agonis. Dosis oral
40-60 mg perharai, dosis parenteral berkisar 4 kali 40 mg metilprednisolon sampai 4
kali 125 mg perhari. Terapi parenteral berlangsung selama 2-3 hari, selanjutnya
dilanjutkan dengan terapi oral. Dan tidak perlu taperring off jika pemberian kurang dari
1 minggu

5.Epinefrin
Baru dapat diberikan jika agonis beta 2 hirup baik suntikan tidak tersedia. Dengan dosis
0,3 cc subkutan dapat diberikansetiap 20 menit sampai 3 kali

6.Obat-obat lain
Dapat diberikan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder

Penilaian ulang dilakukan setlah pemberianterapi awal selesai (60-90 menit) setelah
terapi awal dimulai.2 Respon terapi awal di ruang gawat darurat menentukan apakah
penderita dirawat atau tidak. Kebutuhan merawat penderita diambil berdasrkan lama
dan beratnya serangan asma, beratnya obstruksi saluran napas, riwayat berat dan
perjalan serangan sebelumnyam obat-obat yang dipakai sekarang, fasilitas perawatan,
dukungan keluarga, situasi rumah serata adanya gangguan psikiatrik.

Diagnosis:
Asma Brochiale

Penatalaksanaan:
 Oksigen 3-4 liter/menit, Inhalasi ventolin + NaCl 0.9% 2.5ml
Peserta Pendamping

dr. A Irfan Arsyad

Anda mungkin juga menyukai