Anda di halaman 1dari 16

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Terapi Tawa


2.1.1. Pengertian Terapi Tawa
Terapi tertawa merupakan metode terapi dengan menggunakan humor
dan tawa dalam rangka membantu individu menyelesaikan masalah
mereka, baik dalam bentuk gangguan fisik maupun gangguan mental
(Zajonc, 2010).
Terapi tawa (laughter therapy) merupakan suatu sesi latihan tawa
berupa gabungan antara beberapa latihan yoga (pernafasan, peregangan,
latihan tawa dengan stimulus, dan pengolahan sikap bermain anak-
anak) (Kataria, Setyowati, 2011 dalam Yani, 2014).
Jadi, terapi tertawa adalah sebuah metode penyembuhan yang diperoleh
pada diri individu itu sendiri dengan cara tertawa untuk membantu
menyelesaikan masalah pada dirinya baik masalah fisik dan psikologis
tanpa menggunakan obat-obatan, sehingga bisa meningkatkan
kegembiraan dan meningkatkan status kesehatan.
2.1.2. Tujuan Terapi Tawa
Terapi tertawa bertujuan untuk mencapai kegembiraan di dalam hati
yang dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, atau
senyuman yang menghiasi wajah, perasaan hati yang lepas dan
bergembira, dada yang lapang, peredaran darah yang lancar sehingga
dapat mencegah penyakit dan memelihara kesehatan (Andol, 2009).
Tertawa 1 menit ternyata sebanding dengan bersepeda selama 15 menit.
Hal ini membuat tekanan darah menurun terjadi peningkatan oksigen
pada darah yang akan mempercepat penyembuhan tertawa juga melatih
otot dada, pernafasan, wajah, kaki, dan punggung. Selain fisik, tertawa
juga berpegaruh terhadap kesehatan mental. Tertawa terbukti
memperbaiki suasana hati dalam konteks sosial. Tertawa akan
merilekskan otot-otot yang tegang. Tertawa juga melebarkan pembuluh
darah sehingga memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh. Jadi,
tertawa merupakan meditasi dinamis atau teknik relaksasi yang dinamis
dalam waktu singkat yang mampu mengurangi stres dan kecemasan
seseorang (Anonim, 2016).
2.1.3. Jenis-jenis Terapi Tawa
Menurut Dumbre, 2012 jenis-jenis terapi tertawa ada 4 yaitu :
1. Humour therapy
Terapi humor terdiri dari penggunaan bahan-bahan lucu seperti
buku, pertunjukan, film, atau cerita untuk mendorong diskusi
spontan dari pasien yang memiliki pengalaman lucunya sendiri.
Terapi ini dapat diberikan secara individu maupun kelompok.
Proses terapi ini biasanya difasilitasi oleh seorang profesional. Hal
ini juga dapat digunakan dalam percakapan antara profesional
medis dan pasien.
2. Laughter therapy
Dalam terapi ini, dokter atau profesional akan mengkaji secara
spesifik pemicu tawa pada klien yang dapat membuat klien itu
sendiri tertawa. Ini kemudian akan digunakan untuk membangun
sebuah profil humor dan klien akan diajarkan latihan dasar yang
dapat membantu mengajarkan individu pentingnya hubungan dan
dukungan sosial sambil memberikan mereka dengan tawa sebagai
alat untuk membantu mereka mengatasi stres.
3. Laughter meditation
Meditasi tawa memiliki kesamaan dengan meditasi tradisional,
Namun pada terapi ini tertawa ini memfokuskan seseorang untuk
lebih berkonsentrasi saat terapi dilakukan. Pada meditasi tawa
terdapat tiga tahapan yang harus dilalui yaitu peregangan, tertawa
sengaja dan periode meditasi diam. Terapi ini kadang-kadang
dilakukan secara berkelompok.
4. Laughter yoga
Terapi ini adalah terapi yang menggabungkan latihan pernapasan,
yoga san teknik peregangan bersama dengan tawa! &oga tawa
memiliki format terstruktur yang meliputi beberapa latihan tertawa
untuk jangka waktu 30-45 menit difasilitasi oleh instruktur yang
sudah terlatih. Terapi ini dapat digunakan sebagai terapi
komplementer atau terapi pencegahan.
2.1.4. Manfaat Terapi Tawa
Tertawa juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental kita.
Dengan tertawa dapat mengurangi atau hormon yang dilepaskan oleh
tubuh ketika kita mengalami stres (Muhammad, 2011). Menurut Ayu
(2011) ada beberapa manfaat terapi tawa yaitu:
1. Anti stres, tawa adalah penangkal stres yang paling baik, murah dan
mudah dilakukan. Tawa adalah salah satu cara terbaik untuk
mengendurkan otot-otot tubuh.
2. Memperlebar pembuluh darah dan mengirim lebih banyak darah
hingga ke ujung-ujung dan kesemua otot seluruh tubuh.
3. Memperkuat sistem kekebalan tubuh, sistem kekebalan memainkan
peranan yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh dan
menjauhkan diri dari infeksi, alergi, dan kanker.
4. Tawa mencegah tekanan darah tinggi, dalam hal ini tertawa bisa
membantu mengontrol tekanan darah dengan mengurangi pelepasan
hormon-hormon yang berhubungan dengan stres dan dengan
memberikan relaksasi.
5. Tawa jadi obat ampuh stres, stres dan tekanan kehidupan modern
berdampak buruk terhadap pikiran dan tubuh manusia. Tertawa bisa
membuat seseorang tenang dan terhibur sehingga ia bisa
melepaskan dirinya dari depresi.
2.1.5. Teknik Terapi Tawa
1. Persiapan
Latihan ini dilakukan di ruangan dimana terdapat cukup udara
segar yang masuk dan dengan keadaan tenang, bebas dari gangguan
untuk memudahkan berkonsentrasi dan mengikuti latihan (Setyodi
& Kushariyadi, 2011).
2. Persiapan alat
Identifikasi kondisi umum responden yaitu dapat memahami dan
diajak berkomunikasi, kooperatif, tidak mempunyai riwayat yang
seperti dijelaskan pada kontraindikasi. Jelaskan secara umum
prosedur yang akan dilakukan.
3. Cara kerja
a. Satu sesi tawa memakan durasi waktu 30 menit.
b. Tepuk tangan selama 1-2 ... 1-2-3 sambil mengucapkan H0-
ho....Ha..Ha...Ha...
c. Lakukan pernafasan dalam dengan tarikan nafas melalui hidung
dan dihembuskan pelan-pelan.
d. Gerakkan engsel bahu ke depan dan ke arah belakang,
kemudian menganggukkan kepala ke bawah hingga dagu
hampir menyentuh dada, lalu mendongakkan kepala ke atas
belakang, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan secara perlahan.
Putar pinggang ke arah kanan kemudian dalam beberapa saat,
kemudian memutar ke arah kiri dan ditahan beberapa saat, lalu
kemabali ke posisi semula (5 kali).
e. Tawa bersemangat : angkat kedua tangan di udara dan kepala
agak mendongak kebelakang. Rasakan seolah tawa langsung
keluar dari hati.
f. Tawa penghargaan : bentuk sebuah lingkaran kecil dengan
telunjuk dan ibu jari membuat gerakan-gerakan yang berkesan
sedang memberikan penghargaan kepada, atau memuji, anggota
kelompok sambil tertawa.
g. Tawa satu meter : gerakkan satu tangan di sepanjang bentangan
lengan tangan yang lain (seperti merentangkan busur atau
melepaskan anak panah). Gerakkan tangan dalam tiga gerakan
cepat sambil mendasarkan Aee..Aee..Ae... dan kemudian para
peserta tertawa sambil merentangkan kedua lengan dan sedikit
mendongakkan kepala serta tertawa diperut (4 kali).
h. Tawa milk shake (sebuah variasi) : berpura-pura memegang
dua gelas susu atau kopi dan sesuai aba-aba koordinator
tuangkan susu dari satu gelas ke gelas lain sambil mendaras
Aee.. dan tuangkan kembali ke dalam gelas pertama sambil
mendaras Aee... setelah itu semua orang tertawa sambil
berpura-pura minum susu (4 kali).
i. Tawa hening tanpa suara : bukalah mulut lebar lebar dan
tertawalah tanpa mengeluarkan suara sambil saling menatap
dan membuat gerakan-gerakan lucu.
j. Tawa bersenandung dengan mulut tertutup : keluarkan suara
senandung hmmm... saat bersenandung teruslah bergerak dalam
kelompok dan berjabat tangan dengan orang yang berbeda.
k. Tawa mengayun : berdirilah dengan lingkaran dan bergerak ke
tengah sambil mendaras Aee..Ooo....Uuuu...
l. Tawa singa : julurkan lidah sepenuhnya dengan mata terbuka
lebar dan tangan teracung seperti cakar singa dan tertawa dari
perut.
m. Tawa ponsel : berpura-puralah memegang sebuah HP dan coba
untuk tertawa sambil membuat berbagai gerakan kepala dan
tangan serta berkeliling dan berjabat tangan dengan orang yang
berbeda.
n. Tawa bantahan : anggota dibagi menjadi dua bagian yang
bersaing dengan dibatasi jarak. Tiap kelompok saling
berpandangan dan tertawa sambil menunding jari ke beberapa
anggota kelompok seolah sedang berbantahan.
o. Tawa memaafkan/minta maaf : lakukan langsung setelah tawa
bantahan pegang kedua cuping telinga dan tertawa sambil
menggelengkan kepala (ala india) atau angkat kedua telapak
tangan kemudian tertawa seolah minta maaf.
p. Tawa bertahap : dimulai dengan tersenyum, perlahan
ditambahakn tawa kecil dan intensitas tawa semakin
ditingkatkan. Lalu para anggota secara bertahap melakukan
tawa bersemangat kemudian perlahan-lahan melirihkan tawa
dan berhenti.
q. Tawa dari hati ke hati : mendekat dan berpegangan tanganlah
serta tertawa. Peserta bisa saling berjabat tangan atau memeluk
apapun yang terasa nyaman.
4. Tahap terminasi/evaluasi
a. Evaluasi hasil subjektif dan objektif
b. Beri reinforcement positif pada klien
c. Mengakhiri pertemuan dengan baik.
d. Dokumentasi : respon klien dengan verbal dan non verbal.
2.1.6. Kontra Indikasi Terapi Tawa
1. Penderita penyakit wasir
Berbahaya karena otot disekitar pinggul dan perut mendapat
tekanan lebih berat, dikhawatirkan memperparah penyakit wasir.
2. Penderita penyakit hernia
Dapat memperparah penyakit hernia karena membutuhkan kerja
keras otot dan kemungkinan isi perut akan menonjol disekitar
saluran groin.
3. Baru selesai operasi
Berbahaya karenan jahitan operasinya akan terlepas, apalagi yang
melakukan operasi besar atau perut.
4. Menderita penyakit jantung
Memacu detak jantung bekerja lebih cepat, sehingga dikhawatirkan
berakibat fatal
5. Penderita sesak nafas
Berbahaya karena akan mengganggu pernafasan.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1. Pengertian Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan
Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia
lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan
Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun ( Kushariyadi,
2010).
2.2.2. Batasan-batasan Pada Lansia
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008).
1. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1
ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun keatas”
2. Menurut WHO:
a. Usia pertengahan : 45-59 tahun
b. Lanjut usia : 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d. Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010).
2.2.3. Perubahan Fisik Pada Lansia
Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa perubahan
yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan
fisik,intlektual, dan keagamaan.
1. Perubahan fisik
a. Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran
lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu
dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati
beekurang.
b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia
akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca
indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan
pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada
telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan
pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang
pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap
nyeri menurun dan kelenjar keringat berkurang. Pada indra
pembau akan terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot
pernafasan, sehingga kemampuan membau juga berkurang.
c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya
selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi
air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga menurun.
d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.
e. Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek,
persendian kaku dan tendon mengerut.
f. Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami
pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara kesuruhan
menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung
menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku
akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat
pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah
diastolic tetap sama atau meningkat.
2. Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012),
akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)
yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan
masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang.
Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan , karena penurunan
kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga
kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun.
3. Perubahan keagamaan Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012),
pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan
keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia
yang akan meninggalkan kehidupan dunia.
2.2.4. Proses menua
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus
(berlanjut) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup (Bandiyah, 2009:13).
Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup
yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu
neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap
berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila,
2013:6).
Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa
umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu
penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari
dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6).
2.2.5. Lansia Dan Akhir Kehidupannya
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Masa usia lanjut atau menjadi tua dialami oleh semua orang tanpa
terkecuali. Pada masa ini, seseorang akan mengalami kemunduran fisik,
mental, dan sosial. Kemunduran ini sejalan dengan waktu, sedikit demi
sedikit, sehingga tidak dapat lagi melakukan tugasnya sehari-hari.
Pada masa perkembangan lansia, tubuh mulai melemah dan fisik
mengalami penurunan secara alamiah. Perubahan-perubahan fisik
tersebut membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika
harus berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, kemunduran
kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organism
secara umum. Kemunduran intelektualiatas juga cenderung
mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Pada perkembangan
emosional, munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, tidak siap
menerima kenyataan seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, dan
kematian pasangan adalah sebagian kecil kejadian atau perasaan yang
tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia. Orang berusia lanjut kurang
memiliki kemampuan mengekspresikan kehangatan dan perasaan secara
spontan terhadap orang lain. Semakin orang berusia lanjut menutup diri,
semakin pasif pula perilaku emosional mereka. Kondisi ini membuat
lansia memiliki status kelompok minoritas (Hurlock, 1996).
Secara umum, lansia dalam menjalani kehidupannya di masa ini
dapat disikapi dengan dua sikap. Pertama, ia menerima masa tuanya
dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam. Kedua, ia cenderung
menolak datangnya masa tua. Sikap kedua ini menggambarkan ia tidak
mau menerima realitas yang ada. Dan, sebagian besar, lansia kurang
siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga mereka
kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapi. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara lansia, keluarga,
family caregivers, professional yang menangani agar mereka dapat
melewati masa usia lanjutnya dengan bahagia.
2.3 Konsep Hipertensi
2.3.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri.
Keadaan tersebut mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk
mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Hal ini
dapat mengganggu aliran darah, merusak pembuluh darah, bahkan
menyebabkan penyakit degeneratif, hingga kematian. Seseorang
dikatakan hipertensi jika pemeriksaan tekanan darah menunjukkan hasil
di atas 140/90 mmHg atau lebih dalam keadaan istirahat, dengan dua
kali pemeriksaan dan selang waktu lima menit. Dalam hal ini 140
menunjukkan tekanan sistolik dan 90 menunjukkan tekanan diastolik
(Indah, 2017).
Hipertensi disebut sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam
karena penyakit ini tidak memiliki gejala yang spesifik, dapat
menyerang siapa saja, kapan saja, serta dapat menimbulkan penyakit
degeneratif, hingga kematian. Hipertensi biasanya tidak disadari oleh
masyarakat karena gejalanya yang belum jelas dan menyerupai keluhan
kesehatan pada umumnya. Penderita baru mengetahui bahwa dirinya
terserang hipertensi setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah, atau
setelah timbul penyakit lain. Dalam hal ini, tidak menutup
kemungkinan bahwa kejadian hipertensi dalam masyarakat akan
mengalami peningkatan. Untuk itu, deteksi dini penting dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah rutin dirumah atau
pelayanan kesehatan primer (Indah, 2017).
2.3.2. Faktor Resiko Hipertensi
Black & M Joyce (2014) membagi faktor risiko hipertensi menjadi dua,
yaitu:
1. Fakor-faktor yang tidak dapat dirubah
a. Riwayat keluarga
Pada individu yang mempunyai riwayat hipertensi keluarga,
beberapa gen mungkin berinteraksi dengan yang lainnya dan
juga lingkungan yang menyebabkan hipertensi dari waktu ke
waktu.
b. Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun, dan
mengalami peningkatan 50-60% pada klien yang berusia >60
tahun. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada usia
>50 tahun, dengan hampir 24% dari semua orang terkena pada
usia 80 tahun.
c. Jenis kelamin
Risiko antara laki-laki dan perempuan hampir sama pada usia
55-74 tahun.
2. Faktor yang dapat dirubah
a. Diabetes
Diabetes mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan
hipertensi karena kerusakan pembuluh darah besar.
b. Stress
Kondisi stress memicu aktivasi dari hipotalamus yang
mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem saraf
simpatis dan korteks adrenal. Aktivasi dari sistem saraf simpatis
memicu peningkatan aktivasi berbagai organ dan otot polos
salah satunya meningkatkan kecepatan detak jantung serta
pelepasan
epineprine dan norepineprine ke aliran darah oleh medula
adrenal (Sherwood, 2010). Stimulasi aktivitas saraf simpatis
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan berdampak pada perubahan tekanan
darah yaitu peningkatan tekanan darah secara intermiten atau
tidak menentu (Black & M Joyce, 2014)
c. Obesitas
Meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang dan
perut dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Obesitas
dengan kelebihan paling banyak di pantat, pinggul, dan paha
mempunyai risiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan
hipertensi.
d. Penyalahgunaan obat
Merokok, konsumsi alkohol, dan obat terlarang merupakan
faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok
dan obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan
darah secara langsung
2.3.3. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer disebut
juga sebagai hipertensi idiopatik karena hipertensi ini memiliki
penyebab yang belum diketahui. Penyebab yang belum jelas atau belum
diketahui tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang
kurang sehat. Hipertensi yang paling banyak terjadi, yaitu sekitar 90%
dari kejadian hipertensi, sementara itu hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit ginjal,
kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu (Prawesti, 2013).
Hipertensi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya yaitu
hipertensi diastolik, hipertensi sistolik dan hipertensi campuran.
Hipertensi diastolik merupakan hipertensi yang biasa ditemukan pada
anak-anak atau dewasa muda. Sebaliknya hipertensi sistolik adalah
peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peningkatan tekanan
diastolik. Sementara itu, hipertensi campuran adalah peningkatan
tekanan darah pada diastol dan sistol (Indah, 2017).
2.3.4. Tanda dan gejala Hipertensi
Hipertensi tidak memiliki gejala spesifik. Secara fisik, penderita
hipertensi juga tidak menunjukkan kelainan apapun. Gejala hipertensi
cenderung menyerupai gejala atau keluhan kesehatan pada umumnya
sehingga sebagian orang tidak menyadari bahwa dirinya terkena
hipertensi. Gejala umum yang terjadi pada penderita hipertensi antara
lain jantung berdebar, penglihatan kabur, sakit kepala disertai rasa berat
pada tengkuk, kadang disertai dengan mual dan muntah, telinga
berdenging, gelisah, rasa sakit didada, mudah lelah, muka memerah,
serta mimisan. Hipertensi berat biasanya juga disertai dengan
komplikasi dengan beberapa gejala antara lain gangguan penglihatan,
gangguan syaraf, gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan
serebral (otak). Gangguan serebral ini dapat mengakibatkan kejang dan
perdarahan pembuluh darah otak, kelumpuhan, gangguan kesadaran,
bahkan koma. Kumpulan gejala tersebut tergantung pada seberapa
tinggi tekanan darah dan seberapa lama hipertensi tersebut tidak
terkontrol dan tidak mendapatkan penanganan. Selain itu, gejala-gejala
tersebut juga menunjukkan adanya komplikasi akibat hipertensi yang
mengarah pada penyakit lain, seperti jantung, stroke, penyakit ginjal,
dan gangguan penglihatan (Indah, 2017)
2.3.5. Komplikasi Hipertensi
Menurut Harvard Health Publications (2009) hipertensi yang tidak
teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti:
1. Payah jantung
Payah jantung merupakan kondisi jantung tidak lagi mampu
memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kerusakan ini dapat
terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.
2. Stroke
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah yang lemah
menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka
terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat pada kematian.
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan transiskemik (TIA) yang bermanifestasi sebagai peralis
sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam
penglihatan.
3. Kerusakan ginjal
Dengan adanya peningkatan tekanan darah ke dinding pembuluh
darah akan mempengaruhi kapiler glomerolus pada ginjal mengeras
sehingga fungsinya sebagai penyaring darah menjadi terganggu.
Selain itu dapat berdampak kebocoran pada glomerolus yang
menyebabkan urin bercampur protein
(proteinuria).
4. Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah mata,
sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buta.
2.3.6. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Secara farmakologi
a. Diuretik : digunakan untuk membantu ginjal mengeluarkan
cairan garam yang berlebih dari dalam tubuh melalui urine.
b. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor : digunakan
untuk mencegah produksi hormon angiotensin II dalam tubuh.
c. Beta Bloker : digunakan untuk memperlambat detak jantung
dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran
darah yang terpompa lebih sedikit dan tekanan darah
berkurang.
d. Calsium Chanel Blocker (CCB) : digunakan untuk
memperlambat laju kalsium yang melalui otot jantung dan yang
masuk ke dinding pembuluh darah.
e. Vasodilator : digunakan untuk menimbulkan relaksasi otot
pembuluh darah sehingga tidak terjadi penyempitan pembuluh
darah dan tekanan darah pun berkurang (Indah, 2017).
2. Secara non farmakologi
a. Diit rendah garam
Pembatasan konsumsi sangat dianjurkan, maksimal 2 gram
garam dapur untuk diit setiap hari. Pemberian diit rendah garam
atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah
pada hipertensi. Syarat diit ini adalah cukup kalori, protein,
mineral dan vitamin, jumlah natrium yang diperbolehkan
disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam, air atau
hipertensi dan bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan
penyakit.
b. Menghindari kegemukan (Obesitas) Hindarkan kegemukan
(Obesitas) dengan menjaga berat badan normal atau tidak
berlebihan. Pembatasan kalori seringkali dapat menurunkan
tekanan darah dan sebaiknya dianjurkan bagi semua pasien
yang mengalami hipertensi karena kegemukan.
c. Membatasi konsumsi lemak Membatasi konsumsi lemak
dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar
kolesterol yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan
kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan
mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan
memperberat kerja jantung dan secara langsung memperparah
hipertensi.
d. Olahraga teratur Menurut penelitian, olahraga secara teratur
dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada
pembuluh darah. Olahraga yang dimaksud adalah latihan
menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik
atau dinamik). Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai
dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah.
e. Makan buah dan sayuran segar Buah dan sayuran segar banyak
mengandung vitamin dan mineral. Buah yang banyak
mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan
tekanan darah. f. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
Merokok dan minum alkohol diketahui dapat meningkatkan
tekanan darah, sehingga menghindari alkohol dan merokok
berarti menghindari kemungkinan mendapat hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai