2.1.1. Pengertian Terapi Tawa Terapi tertawa merupakan metode terapi dengan menggunakan humor dan tawa dalam rangka membantu individu menyelesaikan masalah mereka, baik dalam bentuk gangguan fisik maupun gangguan mental (Zajonc, 2010). Terapi tawa (laughter therapy) merupakan suatu sesi latihan tawa berupa gabungan antara beberapa latihan yoga (pernafasan, peregangan, latihan tawa dengan stimulus, dan pengolahan sikap bermain anak- anak) (Kataria, Setyowati, 2011 dalam Yani, 2014). Jadi, terapi tertawa adalah sebuah metode penyembuhan yang diperoleh pada diri individu itu sendiri dengan cara tertawa untuk membantu menyelesaikan masalah pada dirinya baik masalah fisik dan psikologis tanpa menggunakan obat-obatan, sehingga bisa meningkatkan kegembiraan dan meningkatkan status kesehatan. 2.1.2. Tujuan Terapi Tawa Terapi tertawa bertujuan untuk mencapai kegembiraan di dalam hati yang dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, atau senyuman yang menghiasi wajah, perasaan hati yang lepas dan bergembira, dada yang lapang, peredaran darah yang lancar sehingga dapat mencegah penyakit dan memelihara kesehatan (Andol, 2009). Tertawa 1 menit ternyata sebanding dengan bersepeda selama 15 menit. Hal ini membuat tekanan darah menurun terjadi peningkatan oksigen pada darah yang akan mempercepat penyembuhan tertawa juga melatih otot dada, pernafasan, wajah, kaki, dan punggung. Selain fisik, tertawa juga berpegaruh terhadap kesehatan mental. Tertawa terbukti memperbaiki suasana hati dalam konteks sosial. Tertawa akan merilekskan otot-otot yang tegang. Tertawa juga melebarkan pembuluh darah sehingga memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh. Jadi, tertawa merupakan meditasi dinamis atau teknik relaksasi yang dinamis dalam waktu singkat yang mampu mengurangi stres dan kecemasan seseorang (Anonim, 2016). 2.1.3. Jenis-jenis Terapi Tawa Menurut Dumbre, 2012 jenis-jenis terapi tertawa ada 4 yaitu : 1. Humour therapy Terapi humor terdiri dari penggunaan bahan-bahan lucu seperti buku, pertunjukan, film, atau cerita untuk mendorong diskusi spontan dari pasien yang memiliki pengalaman lucunya sendiri. Terapi ini dapat diberikan secara individu maupun kelompok. Proses terapi ini biasanya difasilitasi oleh seorang profesional. Hal ini juga dapat digunakan dalam percakapan antara profesional medis dan pasien. 2. Laughter therapy Dalam terapi ini, dokter atau profesional akan mengkaji secara spesifik pemicu tawa pada klien yang dapat membuat klien itu sendiri tertawa. Ini kemudian akan digunakan untuk membangun sebuah profil humor dan klien akan diajarkan latihan dasar yang dapat membantu mengajarkan individu pentingnya hubungan dan dukungan sosial sambil memberikan mereka dengan tawa sebagai alat untuk membantu mereka mengatasi stres. 3. Laughter meditation Meditasi tawa memiliki kesamaan dengan meditasi tradisional, Namun pada terapi ini tertawa ini memfokuskan seseorang untuk lebih berkonsentrasi saat terapi dilakukan. Pada meditasi tawa terdapat tiga tahapan yang harus dilalui yaitu peregangan, tertawa sengaja dan periode meditasi diam. Terapi ini kadang-kadang dilakukan secara berkelompok. 4. Laughter yoga Terapi ini adalah terapi yang menggabungkan latihan pernapasan, yoga san teknik peregangan bersama dengan tawa! &oga tawa memiliki format terstruktur yang meliputi beberapa latihan tertawa untuk jangka waktu 30-45 menit difasilitasi oleh instruktur yang sudah terlatih. Terapi ini dapat digunakan sebagai terapi komplementer atau terapi pencegahan. 2.1.4. Manfaat Terapi Tawa Tertawa juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental kita. Dengan tertawa dapat mengurangi atau hormon yang dilepaskan oleh tubuh ketika kita mengalami stres (Muhammad, 2011). Menurut Ayu (2011) ada beberapa manfaat terapi tawa yaitu: 1. Anti stres, tawa adalah penangkal stres yang paling baik, murah dan mudah dilakukan. Tawa adalah salah satu cara terbaik untuk mengendurkan otot-otot tubuh. 2. Memperlebar pembuluh darah dan mengirim lebih banyak darah hingga ke ujung-ujung dan kesemua otot seluruh tubuh. 3. Memperkuat sistem kekebalan tubuh, sistem kekebalan memainkan peranan yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari infeksi, alergi, dan kanker. 4. Tawa mencegah tekanan darah tinggi, dalam hal ini tertawa bisa membantu mengontrol tekanan darah dengan mengurangi pelepasan hormon-hormon yang berhubungan dengan stres dan dengan memberikan relaksasi. 5. Tawa jadi obat ampuh stres, stres dan tekanan kehidupan modern berdampak buruk terhadap pikiran dan tubuh manusia. Tertawa bisa membuat seseorang tenang dan terhibur sehingga ia bisa melepaskan dirinya dari depresi. 2.1.5. Teknik Terapi Tawa 1. Persiapan Latihan ini dilakukan di ruangan dimana terdapat cukup udara segar yang masuk dan dengan keadaan tenang, bebas dari gangguan untuk memudahkan berkonsentrasi dan mengikuti latihan (Setyodi & Kushariyadi, 2011). 2. Persiapan alat Identifikasi kondisi umum responden yaitu dapat memahami dan diajak berkomunikasi, kooperatif, tidak mempunyai riwayat yang seperti dijelaskan pada kontraindikasi. Jelaskan secara umum prosedur yang akan dilakukan. 3. Cara kerja a. Satu sesi tawa memakan durasi waktu 30 menit. b. Tepuk tangan selama 1-2 ... 1-2-3 sambil mengucapkan H0- ho....Ha..Ha...Ha... c. Lakukan pernafasan dalam dengan tarikan nafas melalui hidung dan dihembuskan pelan-pelan. d. Gerakkan engsel bahu ke depan dan ke arah belakang, kemudian menganggukkan kepala ke bawah hingga dagu hampir menyentuh dada, lalu mendongakkan kepala ke atas belakang, lalu menoleh ke kiri dan ke kanan secara perlahan. Putar pinggang ke arah kanan kemudian dalam beberapa saat, kemudian memutar ke arah kiri dan ditahan beberapa saat, lalu kemabali ke posisi semula (5 kali). e. Tawa bersemangat : angkat kedua tangan di udara dan kepala agak mendongak kebelakang. Rasakan seolah tawa langsung keluar dari hati. f. Tawa penghargaan : bentuk sebuah lingkaran kecil dengan telunjuk dan ibu jari membuat gerakan-gerakan yang berkesan sedang memberikan penghargaan kepada, atau memuji, anggota kelompok sambil tertawa. g. Tawa satu meter : gerakkan satu tangan di sepanjang bentangan lengan tangan yang lain (seperti merentangkan busur atau melepaskan anak panah). Gerakkan tangan dalam tiga gerakan cepat sambil mendasarkan Aee..Aee..Ae... dan kemudian para peserta tertawa sambil merentangkan kedua lengan dan sedikit mendongakkan kepala serta tertawa diperut (4 kali). h. Tawa milk shake (sebuah variasi) : berpura-pura memegang dua gelas susu atau kopi dan sesuai aba-aba koordinator tuangkan susu dari satu gelas ke gelas lain sambil mendaras Aee.. dan tuangkan kembali ke dalam gelas pertama sambil mendaras Aee... setelah itu semua orang tertawa sambil berpura-pura minum susu (4 kali). i. Tawa hening tanpa suara : bukalah mulut lebar lebar dan tertawalah tanpa mengeluarkan suara sambil saling menatap dan membuat gerakan-gerakan lucu. j. Tawa bersenandung dengan mulut tertutup : keluarkan suara senandung hmmm... saat bersenandung teruslah bergerak dalam kelompok dan berjabat tangan dengan orang yang berbeda. k. Tawa mengayun : berdirilah dengan lingkaran dan bergerak ke tengah sambil mendaras Aee..Ooo....Uuuu... l. Tawa singa : julurkan lidah sepenuhnya dengan mata terbuka lebar dan tangan teracung seperti cakar singa dan tertawa dari perut. m. Tawa ponsel : berpura-puralah memegang sebuah HP dan coba untuk tertawa sambil membuat berbagai gerakan kepala dan tangan serta berkeliling dan berjabat tangan dengan orang yang berbeda. n. Tawa bantahan : anggota dibagi menjadi dua bagian yang bersaing dengan dibatasi jarak. Tiap kelompok saling berpandangan dan tertawa sambil menunding jari ke beberapa anggota kelompok seolah sedang berbantahan. o. Tawa memaafkan/minta maaf : lakukan langsung setelah tawa bantahan pegang kedua cuping telinga dan tertawa sambil menggelengkan kepala (ala india) atau angkat kedua telapak tangan kemudian tertawa seolah minta maaf. p. Tawa bertahap : dimulai dengan tersenyum, perlahan ditambahakn tawa kecil dan intensitas tawa semakin ditingkatkan. Lalu para anggota secara bertahap melakukan tawa bersemangat kemudian perlahan-lahan melirihkan tawa dan berhenti. q. Tawa dari hati ke hati : mendekat dan berpegangan tanganlah serta tertawa. Peserta bisa saling berjabat tangan atau memeluk apapun yang terasa nyaman. 4. Tahap terminasi/evaluasi a. Evaluasi hasil subjektif dan objektif b. Beri reinforcement positif pada klien c. Mengakhiri pertemuan dengan baik. d. Dokumentasi : respon klien dengan verbal dan non verbal. 2.1.6. Kontra Indikasi Terapi Tawa 1. Penderita penyakit wasir Berbahaya karena otot disekitar pinggul dan perut mendapat tekanan lebih berat, dikhawatirkan memperparah penyakit wasir. 2. Penderita penyakit hernia Dapat memperparah penyakit hernia karena membutuhkan kerja keras otot dan kemungkinan isi perut akan menonjol disekitar saluran groin. 3. Baru selesai operasi Berbahaya karenan jahitan operasinya akan terlepas, apalagi yang melakukan operasi besar atau perut. 4. Menderita penyakit jantung Memacu detak jantung bekerja lebih cepat, sehingga dikhawatirkan berakibat fatal 5. Penderita sesak nafas Berbahaya karena akan mengganggu pernafasan. 2.2 Konsep Lansia 2.2.1. Pengertian Lansia Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun ( Kushariyadi, 2010). 2.2.2. Batasan-batasan Pada Lansia Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008). 1. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas” 2. Menurut WHO: a. Usia pertengahan : 45-59 tahun b. Lanjut usia : 60 – 74 tahun c. Lanjut usia tua : 75- 90 tahun d. Usia sangat tua : diatas 90 tahun (Kushariyadi, 2010). 2.2.3. Perubahan Fisik Pada Lansia Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan fisik,intlektual, dan keagamaan. 1. Perubahan fisik a. Sel, saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati beekurang. b. Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran akan terjadi gangguan pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga kemampuan membau juga berkurang. c. Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunya selara makan , seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi air liur(Saliva) dan gerak peristaltic usus juga menurun. d. Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun. e. Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon mengerut. f. Sistem Kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa darah yang menurun , ukuran jantung secara kesuruhan menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung menurun , katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia kerana hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat. 2. Perubahan intelektual Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah (2012), akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan , karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun. 3. Perubahan keagamaan Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan kehidupan dunia. 2.2.4. Proses menua Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami. Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Bandiyah, 2009:13). Menjadi Tua (MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler, pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013:6). Menurut WHO dan Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6). 2.2.5. Lansia Dan Akhir Kehidupannya Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia. Usia tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Masa usia lanjut atau menjadi tua dialami oleh semua orang tanpa terkecuali. Pada masa ini, seseorang akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Kemunduran ini sejalan dengan waktu, sedikit demi sedikit, sehingga tidak dapat lagi melakukan tugasnya sehari-hari. Pada masa perkembangan lansia, tubuh mulai melemah dan fisik mengalami penurunan secara alamiah. Perubahan-perubahan fisik tersebut membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organism secara umum. Kemunduran intelektualiatas juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Pada perkembangan emosional, munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, tidak siap menerima kenyataan seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, dan kematian pasangan adalah sebagian kecil kejadian atau perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia. Orang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan mengekspresikan kehangatan dan perasaan secara spontan terhadap orang lain. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku emosional mereka. Kondisi ini membuat lansia memiliki status kelompok minoritas (Hurlock, 1996). Secara umum, lansia dalam menjalani kehidupannya di masa ini dapat disikapi dengan dua sikap. Pertama, ia menerima masa tuanya dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam. Kedua, ia cenderung menolak datangnya masa tua. Sikap kedua ini menggambarkan ia tidak mau menerima realitas yang ada. Dan, sebagian besar, lansia kurang siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga mereka kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara lansia, keluarga, family caregivers, professional yang menangani agar mereka dapat melewati masa usia lanjutnya dengan bahagia. 2.3 Konsep Hipertensi 2.3.1. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri. Keadaan tersebut mengakibatkan jantung bekerja lebih keras untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Hal ini dapat mengganggu aliran darah, merusak pembuluh darah, bahkan menyebabkan penyakit degeneratif, hingga kematian. Seseorang dikatakan hipertensi jika pemeriksaan tekanan darah menunjukkan hasil di atas 140/90 mmHg atau lebih dalam keadaan istirahat, dengan dua kali pemeriksaan dan selang waktu lima menit. Dalam hal ini 140 menunjukkan tekanan sistolik dan 90 menunjukkan tekanan diastolik (Indah, 2017). Hipertensi disebut sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam karena penyakit ini tidak memiliki gejala yang spesifik, dapat menyerang siapa saja, kapan saja, serta dapat menimbulkan penyakit degeneratif, hingga kematian. Hipertensi biasanya tidak disadari oleh masyarakat karena gejalanya yang belum jelas dan menyerupai keluhan kesehatan pada umumnya. Penderita baru mengetahui bahwa dirinya terserang hipertensi setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah, atau setelah timbul penyakit lain. Dalam hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa kejadian hipertensi dalam masyarakat akan mengalami peningkatan. Untuk itu, deteksi dini penting dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan darah rutin dirumah atau pelayanan kesehatan primer (Indah, 2017). 2.3.2. Faktor Resiko Hipertensi Black & M Joyce (2014) membagi faktor risiko hipertensi menjadi dua, yaitu: 1. Fakor-faktor yang tidak dapat dirubah a. Riwayat keluarga Pada individu yang mempunyai riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin berinteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang menyebabkan hipertensi dari waktu ke waktu. b. Usia Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun, dan mengalami peningkatan 50-60% pada klien yang berusia >60 tahun. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada usia >50 tahun, dengan hampir 24% dari semua orang terkena pada usia 80 tahun. c. Jenis kelamin Risiko antara laki-laki dan perempuan hampir sama pada usia 55-74 tahun. 2. Faktor yang dapat dirubah a. Diabetes Diabetes mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pembuluh darah besar. b. Stress Kondisi stress memicu aktivasi dari hipotalamus yang mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem saraf simpatis dan korteks adrenal. Aktivasi dari sistem saraf simpatis memicu peningkatan aktivasi berbagai organ dan otot polos salah satunya meningkatkan kecepatan detak jantung serta pelepasan epineprine dan norepineprine ke aliran darah oleh medula adrenal (Sherwood, 2010). Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan berdampak pada perubahan tekanan darah yaitu peningkatan tekanan darah secara intermiten atau tidak menentu (Black & M Joyce, 2014) c. Obesitas Meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang dan perut dihubungkan dengan pengembangan hipertensi. Obesitas dengan kelebihan paling banyak di pantat, pinggul, dan paha mempunyai risiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan hipertensi. d. Penyalahgunaan obat Merokok, konsumsi alkohol, dan obat terlarang merupakan faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok dan obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung 2.3.3. Klasifikasi Hipertensi Hipertensi diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer disebut juga sebagai hipertensi idiopatik karena hipertensi ini memiliki penyebab yang belum diketahui. Penyebab yang belum jelas atau belum diketahui tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi yang paling banyak terjadi, yaitu sekitar 90% dari kejadian hipertensi, sementara itu hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu (Prawesti, 2013). Hipertensi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya yaitu hipertensi diastolik, hipertensi sistolik dan hipertensi campuran. Hipertensi diastolik merupakan hipertensi yang biasa ditemukan pada anak-anak atau dewasa muda. Sebaliknya hipertensi sistolik adalah peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peningkatan tekanan diastolik. Sementara itu, hipertensi campuran adalah peningkatan tekanan darah pada diastol dan sistol (Indah, 2017). 2.3.4. Tanda dan gejala Hipertensi Hipertensi tidak memiliki gejala spesifik. Secara fisik, penderita hipertensi juga tidak menunjukkan kelainan apapun. Gejala hipertensi cenderung menyerupai gejala atau keluhan kesehatan pada umumnya sehingga sebagian orang tidak menyadari bahwa dirinya terkena hipertensi. Gejala umum yang terjadi pada penderita hipertensi antara lain jantung berdebar, penglihatan kabur, sakit kepala disertai rasa berat pada tengkuk, kadang disertai dengan mual dan muntah, telinga berdenging, gelisah, rasa sakit didada, mudah lelah, muka memerah, serta mimisan. Hipertensi berat biasanya juga disertai dengan komplikasi dengan beberapa gejala antara lain gangguan penglihatan, gangguan syaraf, gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak). Gangguan serebral ini dapat mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak, kelumpuhan, gangguan kesadaran, bahkan koma. Kumpulan gejala tersebut tergantung pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama hipertensi tersebut tidak terkontrol dan tidak mendapatkan penanganan. Selain itu, gejala-gejala tersebut juga menunjukkan adanya komplikasi akibat hipertensi yang mengarah pada penyakit lain, seperti jantung, stroke, penyakit ginjal, dan gangguan penglihatan (Indah, 2017) 2.3.5. Komplikasi Hipertensi Menurut Harvard Health Publications (2009) hipertensi yang tidak teratasi, dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya seperti: 1. Payah jantung Payah jantung merupakan kondisi jantung tidak lagi mampu memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kerusakan ini dapat terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung. 2. Stroke Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah yang lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat pada kematian. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan transiskemik (TIA) yang bermanifestasi sebagai peralis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. 3. Kerusakan ginjal Dengan adanya peningkatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah akan mempengaruhi kapiler glomerolus pada ginjal mengeras sehingga fungsinya sebagai penyaring darah menjadi terganggu. Selain itu dapat berdampak kebocoran pada glomerolus yang menyebabkan urin bercampur protein (proteinuria). 4. Kerusakan penglihatan Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah mata, sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buta. 2.3.6. Penatalaksanaan Hipertensi 1. Secara farmakologi a. Diuretik : digunakan untuk membantu ginjal mengeluarkan cairan garam yang berlebih dari dalam tubuh melalui urine. b. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor : digunakan untuk mencegah produksi hormon angiotensin II dalam tubuh. c. Beta Bloker : digunakan untuk memperlambat detak jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa lebih sedikit dan tekanan darah berkurang. d. Calsium Chanel Blocker (CCB) : digunakan untuk memperlambat laju kalsium yang melalui otot jantung dan yang masuk ke dinding pembuluh darah. e. Vasodilator : digunakan untuk menimbulkan relaksasi otot pembuluh darah sehingga tidak terjadi penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah pun berkurang (Indah, 2017). 2. Secara non farmakologi a. Diit rendah garam Pembatasan konsumsi sangat dianjurkan, maksimal 2 gram garam dapur untuk diit setiap hari. Pemberian diit rendah garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada hipertensi. Syarat diit ini adalah cukup kalori, protein, mineral dan vitamin, jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam, air atau hipertensi dan bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit. b. Menghindari kegemukan (Obesitas) Hindarkan kegemukan (Obesitas) dengan menjaga berat badan normal atau tidak berlebihan. Pembatasan kalori seringkali dapat menurunkan tekanan darah dan sebaiknya dianjurkan bagi semua pasien yang mengalami hipertensi karena kegemukan. c. Membatasi konsumsi lemak Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara langsung memperparah hipertensi. d. Olahraga teratur Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan endapan kolesterol pada pembuluh darah. Olahraga yang dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik). Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. e. Makan buah dan sayuran segar Buah dan sayuran segar banyak mengandung vitamin dan mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah. f. Tidak merokok dan tidak minum alkohol Merokok dan minum alkohol diketahui dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga menghindari alkohol dan merokok berarti menghindari kemungkinan mendapat hipertensi.