PENDAHULUAN
Wanita 31 tahun
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
DD:
Nefrolitiasis
UTO
ISK
Pemeriksaan Penunjang:
Urinalisis
Radiologi
Diagnosis
Tatalaksana
1.5 Hipotesis
Wanita 31 tahun menderita urolitiasis.
PEMBAHASAN
2.3 Nyeri
Batu sakuran kemih seringkali meyebabkan nyeri karena
turunnya batu ke ureter yang sempit. Batu saluran kemih pada kaliks
dapat menyebabkan obstruksi, sehingga memberikan gejala kolik
ginjal, sedangkan batu saluran kemih non obstruktif hanya
memberikan gejala nyeri periodik.25
Nyeri yang menjalar ke paha yang dirasakan pasien dapat
disebabkan oleh adanya batu pada ureter bagian distal. Batu ureter
distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung menyebar ke paha atau
testis pada pria atau labia majora pada wanita akibat rasa sakit yang
merujuk pada saraf ilioinguinal atau genitofemoralis. Nyeri ini dikenal
dengan sebutan kolik renal. Kolik renal biasanya dimulai dari daerah
punggung lateral di atas sudut costovertebral dan kadang-kadang
subcostal. Nyeri menjalar ke bagian inferior dan anterior menuju
pangkal paha. Rasa sakit yang dihasilkan oleh kolik renal terutama
disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan spasm akibat obstruksi
ureter akut.7
b. Etiologi9
1. Idiopatik.
2. Gangguan saluran kemih: fomisis, striktur meatus, hipertrofi
prostat, refluks vesiko-ureteral, ureterokele, konstriksi
hubungan ureteropelvik.
3. Gangguan metabolisme: hiperparatiroidisme, hiperurisemia,
hiperkalsiuria. Hiperkalsemia (kalsium serum tinggi) dan
hiperkalsiuria (kalsium urin tinggi) dapat disebabkan oleh:
a) Hiperparatiroidisme
b) Asidosis tubular renal
c) Malignasi
d) Penyakit granulamatosa (sarkoidosis, tuberculosis),
yang menyebabkan peningkatan produksi vitamin D
oleh jaringan granulamatosa.
e) Masukan vitamin D yang berlebihan.
f) Masukan susu dan alkali.
g) Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitemia,
mieloma multipel), yang menyebabkan proliferasi
abnormal sel darah merah dari sumsum tulang.
4. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya
membuat urease (Proteus mirabilis).
5. Dehidrasi: kurang minum, suhu lingkungan tinggi.
6. Benda asing: fragmen kateter, telur sistosoma.
7. Jaringan mati (nekrosis papil).
8. Multifaktor: anak di negara berkembang, penderita
multitrauma.
c. Faktor resiko10
Terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. 10,11,12
1. Faktor Intrinsik10,11,12
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam
individu sendiri. Termasuk faktor intrinsik adalah umur,
jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.
a) Heriditer/ Keturunan10,11,12
Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan
BSK antara lain Dent’s disease dan Sindroma Barter.
Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25
dehidroksi vitamin D sehingga penyerapan kalsium di
usus meningkat, akibat hiperkalsiuria, proteinuria,
glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya
mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.
Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi
poliuria, berat jenis air kemih rendah hiperkalsiuria dan
nefrokalsinosis.
b) Umur10,11,12
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60
tahun.
c) Jenis kelamin10,11,12
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan
wanita. Pada laki-laki lebih sering terjadi dibanding
wanita 3:1. Khusus di Indonesia angka kejadian BSK
yang sesuangguhnya belum diketahui, tetapi
diperkirakan paling tidak terdapat 170.000 kasus baru
per tahun.
Serum testosteron menghasilkan peningkatan
produksi oksalat endogen oleh hati. Rendahnya serum
testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan
rendahnya kejadian batu saluran kemih pada wanita dan
anak-anak.
2. Faktor Ekstrinsik10,11,12
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari
lingkungan luar individu seperti geografi, iklim, serta gaya
hidup seseorang.
a) Geografi10,11,12
Prevalensi BSK tinggi pada mereka yang tinggal
di daerah pegunungan, bukit atau daerah tropis.
b) Faktor Iklim dan cuaca10,11,12
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh secara
langsung namun ditemukan tingginya batu saluran
kemih pada lingkungan bersuhu tinggi. Temperatur
yang tinggi akan meningkatkan keringat dan
meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air
kemih yang meningkat akan meningkatkan
pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang
mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko
terhadap BSK.
c) Jumlah air yang diminum10,11,12
Air sangat penting dalam proses pembentukan
BSK. Apabila seseorang kekurangan air minum maka
dapat terjadi supersaturasi bahan pembentuk BSK. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya BSK. Pada penderita
dehidrasi kronik pH air kemih cenderung turun, berat
jenis air kemih naik, saturasi asam urat naik dan
menyebabkan penempelan kristal asam urat.
d) Diet/Pola makan10,11,12
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab
terbesar terjadinya batu saluran kemih. Diet berbagai
makanan dan minuman mempengaruhi tinggi
rendahnya jumlah air kemih dan substansi
pembentukan batu yang berefek signifikan dalam
terjadinya BSK. Bila dikonsumsi berlebihan maka
kadar kalsium dalam air kemih akan naik, pH air kemih
turun, dan kadar sitrat air kemih juga turun. Diet yang
dimodifikasi terbukti dapat mengubah komposisi air
kemih dan risiko pembentukan batu.
e) Jenis pekerjaan10,11,12
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada pegawai
administrasi dan orang orang yang banyak duduk dalam
melakukan pekerjaannya karena mengganggu proses
metabolisme tubuh.
f) Stres10,11,12
g) Olah raga10,11,12
Telah terbukti BSK jarang terjadi pada orang
yang bekerja secara fisik dibanding orang yang bekerja
di kantor dengan banyak duduk.
h) Kegemukan (Obesitas)10,11,12
Pada orang yang gemuk pH air kemih turun,
kadar asam urat, oksalat dan kalsium naik.
i) Kebiasaan menahan buang air kemih10,11,12
Kebiasaan menahan buang air kemih akan
menimbulkan stasis air kemih yang dapat berakibat
timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang
disebabkan kuman pemecah urea sangat mudah
menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu dengan
adanya stasis air kemih maka dapat terjadi
pengendapan Kristal.
j) Tinggi rendahnya pH air kemih10,11,12
Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan
batu adalah pH air kemih ( pH 5,2 pada batu kalsium
oksalat).
d. Klasifikasi urolitiasis:13
Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan
saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis
kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium,
amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat dan sistin:13
1. Batu kalsium oksalat13
Kalsium oksalat adalah yang paling banyak
menyebabkan batu saluran kemih (70-75%), batu terdiri
dari kalsium oksalat, laki-laki 2 kali lebih sering daripada
wanita. Angka kejadian tertinggi usia 30-50 tahun. Batu
kalsium oksalat terjadi karena proses multifaktor,
kongenital dan gangguan metabolik sering sebagai faktor
penyebab. Dua bentuk yang berbeda yaitu: 13
a) Whewellite (Ca Ox Monohidrate), berbentuk padat,
warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat
yang tinggi pada air kemih.
b) Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite
(Ca Ox Dihidrat): batu berwarna kuning, mudah hancur
daripada whewellite, namun tipe ini memiliki angka
residif yang tinggi.
Batu kalsium oksalat dapat dianalisis melalui darah
dan air kemih. Sering terjadi gangguan metabolisme
kalsium seperti hiperkalsiuria dan hiperkalsemia atau
keduanya (normal>2,5mmol/l). Gangguan metabolisme urat
merupakan tanda pembentukan batu kalsium oksalat,
sehingga perlu diperhatikan bila kadar asam urat >6,4
mg/100 ml. Peningkatan ekskresi asam oksalat terjadi pada
20-50% pasien dengan batu oksalat. Tingginya ekskresi
oksalat berhubungan dengan pembentukan batu rekuren.
Sitrat dan magnesium merupakan unsur penting yang dapat
menghambat terjadinya kristalisasi. Ekskresi yang rendah
dari sitrat akan meningkatkan risiko pembentukan batu
kalsium oksalat. 13
2. Batu asam urat13
Lebih dari 15% batu saluran kemih dengan
komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia 60 tahun.
Pada pasien berusia lebih muda biasanya juga menderita
kegemukan. Laki-laki lebih sering daripada wanita. Batu
asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Diet menjadi
risiko penting terjadinya batu tersebut. Diet dengan tinggi
protein dan purin serta minuman beralkohol meningkatkan
ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi
rendah.13
Sebanyak 20-40% pasien pada Gout akan
membentuk batu, oleh karena itu tingginya asam urat yang
berakibat hiperurikosuria. Batu asam urat ini adalah tipe
batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak
90% akan berhasil dengan terapi kemolisis. Analisis darah
dan air kemih pada batu asam urat:asam urat >380 µmol/dl
(6,4 mg/100 ml), pH air kemih ≤ 5,832. 13
3. Batu kalsium fosfat13
Dua macam batu kalsium fosfat terjadi tergantung
suasana pH air kemih. Karbonat apatite (dahllite) terbentuk
pada pH>6,8 dengan konsentrasi kalsium yang tinggi dan
sitrat rendah. Seperti pada batu kalsium oksalat, batu
kalsium fosfat juga merupakan batu campuran. Terjadi pada
suasana air kemih yang alkali atau terinfeksi. Terjadi
bersama dengan CaOx atau struvit. Brushite (kalsium
hydrogen fosfat) terbentuk pada pH air kemih 6,5-6,8
dengan konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi.13
Batu ini mempunyai sifat keras dan sulit dipecah
dengan lithotripsy, cepat terbentuk dengan angka
kekambuhan yang tinggi. Sebanyak 1,5% monomineral,
0,5% campuran bersama dengan CaOx. Analisa darah dan
air kemih menunjukkan hiperkalsemia(>2-2,5 mmol/l).
Penyebab terbentuknya batu kalsium oksalat renal tubular
asidosis dan infeksi saluran kemih. Kalsium dalam air
kemih>2,5 mmol/liter dan pH air kemih>6,8) 32.13
4. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)13
Disebabkan karena infeksi saluran kemih oleh
bakteri yang memproduksi urease (proteus, providentia,
klebsiella dan psedomonas). Frekuensi 4-6%, batu struvit
lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi
ammonium dan pH air kemih>7. Pada kondisi tersebut
kelarutan fosfat menurun yang berakibat terjadinya batu
struvit dan kristalisasi karbon apatite, sehingga batu struvit
sering terjadi bersamaan dengan batu karbonat apatite. Pada
batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting
untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari
fosfat. Di samping pengobatan terhadap infeksinya,
membuat suasana air kemih menjadi asam dengan
methionine sangat penting untuk mencegah kekambuhan.
Analisis darah dan air kemih didapatkan pH air kemih >7,
juga didapatkan infeksi pada saluran kemih dan kadar
ammonium dan fosfat air kemih yang meningkat.13
5. Batu Cystine13
Batu Cystine terjadi pada saat kehamilan,
disebabkan karena gangguan ginjal. Frekuensi kejadian 1-
2%. Reabsorbsi asam amino, cystine, arginin, lysin dan
ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi,
walaupun manifestasi paling banyak terjadi pada dekade
dua. Disebabkan faktor keturunan dengan xliikromosom
autosomal resesif, terjadi gangguan transport amino cystine,
lysin, arginin dan ornithine. Memerlukan pengobatan
seumur hidup. Diet mungkin menyebabkan pembentukan
batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan
protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi cystine
dalam air kemih. Penting apabila produksi air kemih
melebihi 3 liter/hari. Alkalinisasi air kemih dengan
meningkatkan pH 7,5-8 akan sangat bermanfaat untuk
menurunkan ekskresi cystine dengan tiopron dan asam
askorbat.13
e. Patogenesis urolitiasis:14
Sekitar 75% batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat atau
kalsium oksalat campur kalsium fosfat. Sebanyak 15 % lainnya
terdiri atas magnesium fosfat, dan 10% batu asam urat atau
sistin. Pada semua kasus, terdapat matriks organik mukoprotein
yang membentuk sekitar 2,5% dari berat keseluruhan batu. 14
Penyebab terbentuknya batu sering tidak diketahui,
terutama pada kasus batu yang mengandung kalsium. Yang
mungkin berperan adalah bergabungnya faktor predisposisi,
penyebab terpenting adalah meningkatnya konsentrasi
konstituen batu di dalam urin, sehingga kelarutan konstituen
tersebut di dalam urin terlampaui (supersaturasi). 50% pasien
yang mengalami batu kalsium memperlihatkan hiperkalsiuria
yang tidak berkaitan dengan hiperkalesemia. Sebagian besar
kelompok ini menyerap kalsium dari usus dalam jumlah
berlebihan ( hiperlasiuria absorptif). Pada 5 %-10% pasien
terdapat hiperkalesemia ( akibat hiperparatiroidisme, intoksikasi
vitamin D, atau sarkoidosis) sehingga terjadi hiperkalsiuria.
Pada 20% sub kelompok ini terjadi eksresi berlebihan asam urat
melalui urin yang mempermudah terbentuknya batu kalsium,
urat diperkirakan membentuk nidus bagi pengendapan kalsium.
Pada 5% terjadi hiperkalsiuria atau hipersitrauria, dan pada
sisanya tidak diketahui ada kelainan metabolik. 14
Penyebab batu ginjal tipe lain relatif lebih dipahami.
Batu magnesium amonium fosfat (struvit) hampir selalu terjadi
pada pasien dengan urin alkalis menetap akibat UTI. Secra
khusus, bakteri pemecah urea sepeti Proteus vulgaris dan
stafilokokus, mempermudah pasien mengalami urolitiasis.
Selain itu bakteri mungkin berfungsi sebagai nidus untuk
terbentuknya segala jenis batu. Pada avitaminosis A, skuama
yang terlepas dari epitel metaplastik sistem penyalur kemih
berfungsi sebagai nidus.14
Gout dan penyakit yang berkaitan dengan percepatan
pergantian sel seperti leukimia, menyebabkan tingginya kadar
asam urat dalam urin dan kemungkinan terbentuknya batu asam
urat. Namun sekitar separuh pasien dengan batu asam urat tidak
mengalami hiperuresemia atau peningkatan urat dalam urin.
Tetapi memperlihatkan kecenderungan mengeluarkan urin yang
terus menerus asam dan memudahkan terbentuknya batu. Batu
sistin hampir sellau berkaitan dengan kelainan genetis granpor
asam amino tertentu termasuk sistin diginjal. Berbeda dengan
batu magnesium amonium fosfa, baik batu sistin maupun asam
urat lebih besar kemungkinannyaterbentuk apabila urin relatif
lebih asam.14
Urolitiasis juga dapat terjadi akibat tidak adanya
pengaruh yang secraa normal menghambat penegendapan
mineral. Inhibitor pembentukan kristal dalam urin antara lain
pirofosfat, mukopolisakarida, difosfonat dan suatu glikoprotein
yang disebut nefrokalsin. 14
f. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis batu saluran kemih antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Batu saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan
nyeri karena turunnya batu ke ureter yang sempit.
2) Hematuria. Pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria
(air kemih berwarna seperti air teh) terutama pada obstruksi
ureter.
3) Infeksi. Batu saluran kemih jenis apapun seringkali
berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan
stasis di proksimal dari sumbatan. Keadaan yang cukup berat
terjadi apabila terjadi pus yang berlanjut menjadi fistula
renokutan.
4) Demam. Adanya demam yang berhubungan dengan BSK
merupakan kasus darurat karena dapat menyebabkan
urosepsis.
5) Mual dan muntah. Obstruksi saluran kemih bagian atas
seringkali menyebabkan mual dan muntah, dapat juga
disebabkan oleh uremia sekunder.25
g. Komplikasi urolitiasis:15
1) Obstruksi
2) Infeksi sekunder
3) Iritasi yang berkepanjangan → keganasan
Akibat obstruksi di ginjal dan ureter dapat terjadi
hidronefritis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa
pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal
yang terkena. Bila pada kedua ginjal terkena maka akan
timbul uremia karena gagal ginjal.
h. Evaluasi laboratorium16
1) Urinalisis16
Dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap. Yang
dimaksud dengan pemeriksaan urin rutin adalah
pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dankimia urin yang
meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan
yangdimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah
pemeriksaan urin rutinyang dilengkapi dengan pemeriksaan
benda keton, bilirubin, urobilinogen,darah samar dan nitrit.
Dilakukan pada semua penderita urologi. Untuk
pemeriksaan, sampel urin perlu dikumpul. Urin yang diguna
adalah urin 24 jam.- Cara pengambilan urin 24 jam adalah:
Pada hari 1, buang air kecil setelah bangun di pagi hari.
Kemudian pegumpulan urin dilakukan ke dalam wadah
khusus selama 24 jam. Wadah disimpan ke dalam lemari es
atau tempat yang dingin selama periodekoleksi. Wadah
diberi label dengan nama, tanggal, dan
waktu pengambilan.16
Cara pengambilan urin: 16
a) pria: arus tengah (midstream)
b) perempuan: Midstream urin dengan kateter
c) neonatus dan bayi: spp (supra pubic
puncture/aspiration)
Penilaian urin: 16
a) Makroskopik : warna, kekeruhan, Berat jernih, pH
b) Mikroskopik : sel, silinder (cast), kristal, bakteria, ragi,
parasit
c) Kimiawi : urine dipsticks (darah, protein, glukosa,
keton, urobilinogen & bilirubin, leukosit).
2) Pemeriksaan Darah16
a) Darah lengkap: Hemoglobin, leukosit, Laju endap
darah (LED)
b) Faal ginjal : BUN dan kreatinin serum. Bertujuan untuk
mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal dan
untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan
foto IVP.
c) Kadar elektrolit. Untuk mencari faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih (antara lainkadar :
kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam darah
maupun urine).
i. Tatalaksana urolitiasis17
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran
kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan
penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/
terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena
sesuatu indikasi sosial.17
1) Medikamentosa17
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang
ukurannya kurang dari 5 mm, karena batu dapat diharapkan
keluar spontan.Terapi yang bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong
batu keluar dari saluran kemih.17
2) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)17
Alat ESWL adalah pemecah batu yang
diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980.
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,
atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasiv dan tanpa
pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak
jarang pecahan ini meniimbulkan kolik dan hematuria.17
3) Endourologi17
Tindakan endourologi adalah tindakan invasiv
minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang
terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya
dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung
kedalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra
atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan enersi laser. Beberapa tindakan endourologi itu
adalah 1)PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy), 2)
Litotripsi, 3) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi, 4)
Ekstraksi Dormia.17
4) Bedah Laparoskopi17
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu
saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak
dipakai untuk mengambil batu ureter. 17
5) Bedah Terbuka17
Di klinik yang belum mempunyai fasilitas
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan
batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi
atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang
pasien menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan
ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi
nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang
menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.17
2.8 Hubungan sering minum minuman berenergi dengan kasus pada pemicu
dapat dilihat dari hasil sebuah penelitian berikut:21
Untuk mengetahui adanya hubungan antara mengonsumsi
suplemen energi dengan kejadian CKD (chronic kidney disease) di RSU
PKU Muhammidayah Yogyakarta dilakukan analisis stratifikasi dengan
membagi variabel jumlah, lama dan jenis aktivitas mengonsumsi
minuman suplemen.21
Dari hasil analisis stratifikasi diketahui bahwa terdapat hubungan
antara jumlah minuman suplemen yang dikonsumsi dengan kejadian
CKD (chronic kidney disease) di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. 21
Responden yang mengonsumsi minuman suplemen kurang dari 7
bungkus/botol per minggu memiliki peluang untuk mengalami kejadian
CKD 2x dari bukan pengkonsumsi minuman suplemen (OR=2,85;
CI=1,20–6,7; p<0,05). Responden yang mengonsumsi minuman
suplemen antara 7-14 bungkus peluang untuk mengalami kejadian CKD
sebesar 41x dari responden bukan pengkonsumsi minuman suplemen.
Sedangkan responden yang mengonsumsi minuman suplemen lebih dari
14 bungkus/botol per minggu peluang mengalami kejadian CKD
sebesar 88x dari responden bukan pengkonsumsi minuman suplemen.21
Dari hasil analisis kovariat (stratifikasi) juga diketahui bahwa
responden yang mengonsumsi minuman suplemen kurang dari 1
bungkus/botol per hari memiliki peluang untuk mengalami kejadian
CKD 2x dari bukan pengkonsumsi minuman suplemen (OR=2,85;
CI=1,20–6,7; p<0,05). 21
Responden yang mengonsumsi minuman suplemen 1
bungkus/botol per hari peluang untuk mengalami kejadian CKD sebesar
34x dari responden bukan pengkonsumsi minuman suplemen.
Responden yang mengonsumsi minuman suplemen 2 bungkus/botol atau
lebih per hari peluang mengalami kejadian CKD sebesar 102x dari
responden bukan pengkonsumsi minuman suplemen. Dari hasil analisis
stratifikasi diketahui bahwa terdapat hubungan antara jenis aktivitas
mengonsumsi minuman suplemen dengan kejadian CKD di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.21
Responden yang dulu mengonsumsi minuman suplemen
memiliki peluang untuk mengalami kejadian CKD 31x dari bukan
pengkonsumsi minuman suplemen sedangkan yang saat ini masih
mengonsumsi minuman suplemen peluang untuk mengalami kejadian
CKD sebesar 2x dari responden bukan pengkonsumsi minuman
suplemen.21
Dari hasil analisis stratifikasi diketahui bahwa terdapat hubungan
antara lama mengonsumsi minuman suplemen dengan kejadian CKD di
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Responden yang mengonsumsi
minuman suplemen kurang dari 1 tahun memiliki peluang untuk
mengalami kejadian CKD 5x dari bukan pengkonsumsi minuman
suplemen. Responden yang telah mengonsumsi minuman suplemen
selama 1-5 tahun peluang untuk mengalami kejadian CKD sebesar 9x
dari responden bukan pengkonsumsi minuman suplemen. Responden
yang telah mengonsumsi minuman suplemen lebih dari 5 tahun peluang
untuk mengalami kejadian CKD sebesar 17x dari responden bukan
pengkonsumsi minuman suplemen.21
2.9 Hubungan kandungan air tanah/sumur dengan kasus pada pemicu:
Pada air tanah, akan terdapat lumpur yang tertahan, demikian
pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih
banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena
seringkali air tanah mengandung banyak mineral seperti Fe, Mn, Ca dan
Mg. Biasanya terbentuk batu struvit yang terdiri dari magnesium
ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat ataupun batu kalsium
oksalat karena banyaknya kandungan kalsium pada air tanah.22
2.10 Hubungan kurang aktivitas dan kurang minum dengan kasus pada
pemicu:23
a. Berdasarkan hasil penelitian, seseorang yang memiliki kebiasaan
minum kurang (<1.5 liter/hari) memiliki risiko terjadinya sedimen
kalsium oksalat sebesar 4.3 kali dibandingkan subjek yang minum
1.5 liter/hari. Minum air = 1.5 liter/hari merupakan salah satu
pencegahan supersaturasi garam garam yang tidak larut di dalam
urin dan sebagai bagian dari fungsi transportasi zat-zat di dalam
tubuh. Meningkatnya intake cairan akan mengakibatkan
bertambahnya volume urin sehingga menyebabkan tingkat saturasi
(kejenuhan) kalsium oksalat menurun dan mengurangi
kemungkinan pembentukan kristal. Intake cairan yang sedikit
menurunkan jumlah urin sehingga mengakibatkan peningkatan
reaktan (kalsium dan oksalat) dan pengurangan aliran urin.23
b. Kurang aktivitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
urolitiasis.23
KESIMPULAN
1. Stoler, M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, JP. The Primary Stone
Event: A New Hypotesis Involving a Vasculer Etiology. J.Urol.2004.
171(5):1920-1924.
2. Kim, SC; Coe, FL; Tinmouth W et al. Stone Formatioan Proortion to
Papier Surface Coverage by Randall’s Plaque. J. Urol. 2005, 173(1):
117.
3. Drach, george W. Urinary lithiasis, in Chambell’s Urologu, 5th ed.WB.
Saunders Co. Philadelphia. 1996: 1094-1172.
4. Maragela M, Vitale C, Petrulo M. Et al. Renal Stone:from Metabolic to
Physicochemical Abnormalisies. How useful are Inhibitor. J. Nephrol.
2000;14(Suppl 3):S51-S60.
5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscaizo J.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York:
McGraw-Hill Medical; 2012
6. Junaidi, Purnawan, dkk kapita selecta kedokteran, edisi kedua, FKUI.
1982.
7. Salam MA. Principles and practice of urology: a comprehensive text.
Volume 1 & 2. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2014. p. 554
8. Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC; 2002.
9. Soeparman & Waspadji. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi
3, FKUI, Jakarta; 1996.
10. Rivers K, Shetty S dan Menon M. When and How to Evaluation of
Patien with Nephrolitiasis, in the Urologic klinik of North America, Vol
27, 2, 2000, 2:203-212.
11. Menon M, Resnick, Martin I. Urinary Lithiasis: Etiologi and
Endourologi, in: Chambell’s Urology, 8th ed, Vol 14, W.B. Saunder
Company, Philadelphia, 2002: 3230-3292.
12. Sya’bani , M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi ketiga. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta.2001:377-385.
13. Hesse, Alrecht; Goran tiselius, Hans: Jahnen, Andre: Urinary Stone
Diagnosis, Treatment and Prevention of Recurrence: 2nd edition; 2002.
14. Vinay kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins.Buku Ajar Patologi
Ed.7. Jakarta; EGC. 2007 P.602
15. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke 3. Jakarta: CV. Sagung
Seto; 2007
16. Stoller ML. Urinary Stone Disease. In: Tanagho EA, McAninch JW.
Smith’sGeneral Urology . 17th ed. Lange McGraw Hill; 2008.
17. Sutrisno, Totok C. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka
Cipta; 2004.
18. W.Sudoyo Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata K
Marcellus, Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th Ed. Jilid 2 :
Jakarta; 2009
19. Boyle, M., Castillo, V.D. Monster on the loose. Fortune. 2006; 154:
116-122
20. Hidayati, Titiek; Haripurnomo Kushadiwijaya; Suhardi. Hubungan
Antara Hipertensi, Merokok Dan Minuman Suplemen Energi Dan
Kejadian Penyakit Ginjal Kronik. Berita Kedokteran Masyarakat Vol.
24, No. 2, Juni 2008.
21. Surdadi Purwanto.Buletin Geologi Tata Lingkungan. Vol.3 No.2.
September 2003.
22. Sutrisno, Totok C. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka
Cipta; 2004.
23. Izhar MD, Haripurnomo K, Darmoatmodjo S. Hubungan antara
kesadahan air minum, kadar kalsium dan sedimen kalsium oksalat urin
pada anak usia sekolah dasar. Berita Kedokteran Masyarakat. Desember
2007; 23(4)
24. Monico CG, dan Dawn SM. Genetic determinants of urolithiasis. NCBI;
2011: 8(3): 151-162.
25. Marshall SR, Rao N, Eftinger B and Tafekli A, Medical Management of
Urolitiasis, in Stone Disease. Public Health, 2003, p138-142.
26. Goodman & Gilman. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : EGC,
2010.