Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL

“Kasus Yang Terjadi Pada Pembinaan Karakter Peserta Didik”

Disusun oleh:
TRIO MEI KRISTIN ZENDRATO
NIM. 17137028/2017

Dosen Pengampu :

Muhammad Hidayat, S.hum, S.Sos., MA.

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PADANG
NOVEMBER 2018
Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter
Saat ini publik tengah dihebohkan dengan beredarnya video kekerasan sejumlah siswa di
salah satu Sekolah Dasar Swasta di Kota Bukittinggi Sumatera Barat. Dalam video yang
diunggah di jejaring youtube tersebut- tampak seorang siswi berpakaian seragam SD dan
berjilbab- berdiri di pojok ruangan. Sementara beberapa siswa termasuk siswi lainnya- secara
bergantian melakukan pemukulan dan tendangan. Sang siswi yang menjadi obyek kekerasan
tersebut tampak tidak berdaya/pasrah dan menangis- menerima perlakuan kasar teman-
temannya itu. Tampak pula adegan tendangan salah seorang siswa yang dilakukan sambil
melompat bak aktor laga. Di sela-sela penyiksaan, ada juga siswa yang tertawa-tawa sambil
menghadap kamera dan terdengar pula ungkapan dalam bahasa minang yang meminta agar
aksi tersebut dihentikan.

Beredarnya video kekerasan tersebut sontak memunculkan respons negatif publik. Rata-rata
publik menyatakan kekesalan/keprihatinan terhadap aksi kekerasan yang terjadi dan juga
mempersoalkan peredaran tayangan tersebut di media sosial. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) meminta Bareskrim Polri dibantu Kementerian Komunikasi
dan Informatika menangkap pengunggah dan penyebar video kekerasan itu. Pihak KPAI
berpendapat bahwa video kekerasan tidak boleh di-upload di media publik, seperti youtube,
karena dapat ditiru oleh anak-anak (Kompas.com, Senin 13 oktober 2014). Sementara itu, ada
juga pihak yang mempertanyakan lemahnya kontrol pihak sekolah sehingga tindakan
kekerasan tersebut bisa terjadi di lingkungan sekolah. Mereka juga meminta agar pihak
sekolah diberi sanksi yang tegas atas kejadian ini oleh institusi yang bertanggung jawab
(baca: dinas pendidikan) setempat.
Analisa dari kasus :
Kasus diatas merupakan salah satu bentuk bullying yang terjadi di ranah pendidikan.
Kasus yang terjadi di Bukittinggi tersebut mencuat akibat ada pihak yang merekam dan
kemudian mengunggahnya ke media sosial. Menurut psikolog Andrew Mellor, bullying
adalah pengalaman yang terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain
dan ia takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak
berdaya untuk mencegahnya. Bullying tidak lepas dari adanya kesenjangan power/kekuatan
antara korban dan pelaku serta diikuti pola repetisi (pengulangan perilaku). Andrew Mellor
menjelaskan bahwa ada beberapa jenis bullying, yakni: (1) bullying fisik, yaitu jenis bullying
yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Perilaku yang termasuk, antara lain:
memukul, menendang, meludahi, mendorong, mencekik, melukai menggunakan benda,
memaksa korban melakukan aktivitas fisik tertentu, menjambak, merusak benda milik
korban, dan lain-lain. Bullying fisik adalah jenis yang paling tampak dan mudah untuk
diidentifikasi dibandingkan bullying jenis lainnya; (2) bullying verbal melibatkan bahasa
verbal yang bertujuan menyakiti hati seseorang. Perilaku yang termasuk, antara lain:
mengejek, memberi nama julukan yang tidak pantas, memfitnah, pernyataan seksual yang
melecehkan, meneror, dan lain-lain. Kasus bullying verbal termasuk jenis bullying yang
sering terjadi dalam keseharian namun seringkali tidak disadari; (3) bullying relasi sosial
adalah jenis bullying bertujuan menolak dan memutus relasi sosial korban dengan orang lain,
meliputi pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau
penghindaran. Contoh bullying sosial antara lain: menyebarkan rumor, mempermalukan
seseorang di depan umum, menghasut untuk menjauhi seseorang, menertawakan,
menghancurkan reputasi seseorang, menggunakan bahasa tubuh yang merendahkan,
mengakhiri hubungan tanpa alasan, dan lain-lain; (4) bullying elektronik merupakan
merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan melalui media elektronik seperti
komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS, dan lain-lain. Perilaku
yang termasuk antara lain menggunakan tulisan, gambar dan video yang bertujuan untuk
mengintimidasi, menakuti, dan menyakiti korban. Contoh cyber bullying yaitu bullying lewat
internet.
Berdasarkan kasus diatas, maka jenis bullying yang terjadi adalah bulling fisik.
Terhadap kasus ini, lebih memilih untuk mengedepankan aspek preventif, yakni melalui
media ‘pendidikan karakter’. Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang
sempat menjadi isu utama dalam dunia pendidikan dan sudah ditekankan dalam kurikulum
2013. Namun harus diakui, implementasinya di lapangan masih cukup lemah. Internalisasi
nilai-nilai karakter yang semestinya dimiliki oleh anak-anak bangsa masih bersifat parsial.
Karena itu dengan kejadian ini, mau tidak mau pemerintah harus lebih serius lagi menata
sistem pendidikan karakter di lingkungan pendidikan, agar kita dapat melakukan deteksi dini
dan pencegahan terhadap kasus tersebut di kemudian hari.
Pendidikan Karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah
untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik &
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pembentukan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 Undang-undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud
agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,
namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa
yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta
agama. Kurang bijak rasanya jika persoalan yang sangat penting ini- sepenuhnya diserahkan
kepada pihak sekolah dan juga pemerintah. Peran orang tua dalam institusi kecil bernama
keluarga- menurut hemat penulis adalah faktor kunci terhadap pendidikan karakter anak-anak
kita. Orang tua tidak boleh melepaskan begitu saja dari tanggung jawab berat ini.
Bagaimanapun, komunikasi dan pola didik orang tua akan sangat berpengaruh terhadap
kejiwaan dan masa depan anak. Karena itu, Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya
diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia
emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya.
Setelah mendapatkan nilai-nilai dasar tentang karakter dari lingkungan keluarga,
barulah kemudian masuk pada peran institusi pendidikan (baca: sekolah), terutama sejak play
group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting. Ia menjadi role
model bagi anak-anak dalam bersikap dan berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam fase
ini, metode belajar sambil bermain dengan suasana yang menyenangkan akan memberikan
dampak positif terhadap perkembangan emosi anak. Faktor kecerdasan emosi anak ini
haruslah menjadi titik tekan untuk dibangun secara intens dan serius- karena ia akan memiliki
korelasi dengan kesuksesan anak.
Disamping peran orang tua dan institusi pendidikan, faktor dukungan dari pemerintah
juga penting melalui kebijakan, regulasi, dan anggaran untuk menjadikan pendidikan karakter
ini sebagai salah satu program unggulan. Pendidikan karakter diyakini akan mampu
menumbuhkan semangat kebersamaan, disiplin, saling menghormati/menghargai, budaya
malu, tanggung jawab, dan nasionalisme. Nilai-nilai itulah yang saat ini kita perlukan sebagai
bangsa.
Pendidikan nasional dikembangkan dengan prinsip menghargai dan memberi ruang
perbedaan-perbedaan di masing-masing daerah dan lembaga pendidikan. Meski
demikian,segala perbedaan budaya lembaga pendidikan haruslah diikat oleh pembentukan
pola pikir, tindakan, dan karakter yang mencerminkan manusia Indonesia.
Sutamo (2008) berpendapat bahwa pendidikan multikultural menjadi elemen yang
penting dalam rangka mengembangkan karakter peserta didik. Hal demikian mengingat
bahwa keadaan masyarakat Indonesia yang terdiri berbagai kultur, ras, etnik dan agama.
Pendidikan multikultural bertujuan menyadarkan peserta didik bahwa kita hidup dalam
suasana kemajemukan, sehingga kemajemukan bukan merupakan sesuatu yang harus kita
tolak, tetapi justru sebaliknya, menjadi sesuatu yang harus diterima dan disyukuri. Bahkan
menurut Syamsul (2005) pendidikan multikultural bukan sekedar menumbuhkan
kesadaran pluralisme. Pendidikan multikultural harus mampu menumbuhkan tata nilai,
persahabatan di dalam perbedaan, mengembangkan sikap saling menghargai dan memahami,
serta mengerjakan keterbukaan dan dialog. Untuk mencapai tujuan yang demikian
perlu perubahan pola pikir dalam menyikapi kemajemukan.
Solusi dari kasus yang terjadi :
1. Pendidikan karakter di Indonesia harus segera dilaksanakan disemua jenjangpendidikan
dari tingkat PAUD sampai pendidikan tinggi yang diintegrasikan kedalam setiap mata
pelajaran/ mata kuliah. Pendidikan karakter bangsamenjadi tanggung jawab setiap guru
atau dosen dalam melaksanakan prosespembelajaran, baik kurikuler maupun ekstra
kurikuler dengan melaluiketeladanan baik dalam bersikap, berprilaku, maupun berbahasa.
Pendidikankarakter di tingkat PAUD dan pendidikan dasar memegang peranan
penting,karena merupakan pondasi dasar untuk penanaman keimanan, ketakwaankepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur/ akhlakul karimah.
2. Pendidikan karakter Indonesia harus dimulai dari pendidikan dalam keluarga,sekolah/
kampus/ pesantren, dan masyarakat. Pendidikan karakter dilingkungan dan masyarakat
sangat penting dan sangat membantu danmenentukan keberhasilan pendidikan karakter di
sekolah/ kampus
3. Pengembangan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya melalui pendidikan multikultural haltersebut didasarkan atas .
 Pertama, bahwa secara alami atau kodrati, manusia diciptakan Tuhan dalam
keanekaragaman kebudayaan, dan oleh karena itu pembangunan manusia harus
memperhatikan keanekaragaman budaya tersebut. Dalam konteks keindonesiaan
maka menjadi keniscayaan bahwa pembangunan manusia Indonesia harus
didasarkan atas multikulturalisme mengingat kenyataan negeri ini berdiri di atas
keanekaragaman budaya.
 Kedua, bahwa ditengarai terjadinya konflik sosial yang benuansa SARA (suku,
agama, dan ras) yang melanda negeri ini pada dasawarsa terakhir berkaitan erat
dengan masalah kebudayaan. Dari banyak studi menyebutkan salah satu penyebab
utama dari konflik ini adalah akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang
konsep kearifan budaya. Berbagai konflik sosial yang telah menimbulkan
keterpurukan di negeri ini disebabkan oleh kurangnya kemauan untuk menerima dan
menghargai perbedaan, ide dan pendapat orang lain, karya dan jerih payah orang
lain, melindungi yang lemah dan tak berdaya, menyayangi sesama, kurangnya
sesetiakawanan sosial, dan tumbuhnya sikap egois serta kurang perasaan atau
kepekaan sosial.
 Ketiga, bahwa pemahaman terhadap multikulturalisme merupakan tebutuhan bagi
manusia untuk menghadapi tantangan global di masa mendatang. Pendidikan
multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa
Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan
menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya. Bila kedua
tanggung jawab besar itu dapat dicapai, maka kemungkinan disintegrasi bangsa dan
munculnya konflik dapat dihindarkan.
Kesimpulan
Pembelajaran karakter multikultural dilakukan dengan pembentukan pola pikir, sikap,
tindakan, dan pembiasaan sehingga muncul kesadaran nasional keindonesiaan. Karakter
tersebut meliputi: kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan keberanian
sebagai bangsa, kesadaran kehormatan sebagai bangsa, kesadaran melawan penjajahan,
kesadaran berkorban demi bangsa, kesadaran nasionalisme bangsa lain, dan kesadaran
kedaerahan menuju kebangsaan. Terwujudnya karakter tersebut menjadi landasan kuat
sebagai ciri khas manusia Indonesia yang kuat. Kekuatan ini menjadi energi besar untuk
menjadi Indonesia sebagai bangsa besar di tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia.
Bangsa besar hanya dapat diwujudkan melalui karakter manusia yang kuat. Karakter
keindonesiaan melalui pendidikan multikulturalisme dan nilai karakter inilah salah satu
harapan menuju Indonesia besar di masa depan dengan keyakinan kolektif sebagai bangsa.
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku
budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan karakter yang
berladaskan multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat
Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam
konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat
yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia.
Melalui karakter dan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik
diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya sendiri.
Daftar Pustaka
1. http://www.jambiekspres.co.id/read/2017/02/12/18678/kasus-bullying-dan-
pendidikan-karakter
2. https://www.academia.edu/9601298/KONSEP_PEDIDIKAN_KARAKTER_DAN_M
ULTIKULTURAL_SUHARDI_SAHMIL_
3. https://eprints.uns.ac.id/2820/1/171-314-1-SM.pdf
4. https://www.researchgate.net/publication/307645278_Pendidikan_Multikultural-
Religius_untuk_Mewujudkan_Karakter_Peserta_Didik_yang_Humanis-Religius
5. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131576240/pengabdian/pend-multikultural-sebagai-
pembentuk-karakter-bangsa-2010.pdf

Anda mungkin juga menyukai