Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada
kejadian eklampsia. Gejala dan tanda klinis PE mencakup tekanan darah
tinggi, proteinuria, pembengkakan, sakit kepala, pandangan mata kabur, dan
peningkatan berat badan mendadak.2,3
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih
beragam di antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya
karena belum ada teori yang mampu menjelaskan pathogenesis penyakit ini
secara jelas namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di
daerah.4
Meskipun belum diketahui penyebab utama preeklampsia/eklampsia,
namun angka kejadian preeklampsia/eklampsia dan perdarahan ini dapat
diturunkan melalui berbagai cara, di antaranya upaya pencegahan,
pengamatan dini, dan terapi.5
Diagnosis dini dalam pemeriksaan antenatal rutin serta
penatalaksanaan yang cepat dan tepat penting untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PREEKLAMSIA
2.1.1 Defenisi
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut yang dapat
terjadi ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia
dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.(6)
Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan (setelah
kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
(>140/90 mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita yang tekanan
darahnya normal pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.(7)
Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai
oleh hipertensi, tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah,
disfungsi endotel difus, proteinuria, dan koagulopati. Pada 20% wanita
preeklampsia berat didapatkan sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver
Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan hemolisis, peningkatan
enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem koagulasi.
Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar
20% sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, yang
memperburuk prognosis baik ibu maupun bayi. Eklampsia merupakan jenis
preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang, terjadi pada 3% dari
seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia disebabkan oleh
edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi menyerupai
ensefalopati hipertensi. Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke dan
perdarahan serebri, merupakan penyebab kematian terbesar pada eklampsia.(7)
2.1.2 Epidemiologi
3
disebabkan oleh insufisiensi renal, penyakit endokrin, dan penyebab lain),
hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi transien.
Preeklampsia yang merupakan bagian dari kondisi hipertensi dalam
kehamilan adalah gangguan multiorgan pada kehamilan yang sangat
berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal.
Komplikasi kehamilan berupa preeklampsia di Amerika Serikat mencapai
angka 6-11%, dengan insidensi 23.6 kasus per 1000 persalinan, sementara
angka preeklampsia di negara berkembang dipastikan lebih tinggi daripada
angka di Amerika Serikat. Data terbaru menyatakan bahwa preeklampsia
menyebabkan 15.9% kematian ibu di Amerikat Serikat dan merupakan
penyebab utama angka mortalitas dan morbiditas perinatal.
2.1.3 Etiologi
Etiologi preeklampsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada
beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeclampsia
antara lain:
a) Nullipara
b) Multiparietas
c) Riwayat keluarga preeklampsia
d) Hipertensi kronis
e) Diabetes melitus
f) Penyakit ginjal
g) Riwayat preeklampsia onset dini pada kehamilan sebelumnya (<34
minggu)
h) Riwayat sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low
platelet)
i) Obesitas
j) Mola hidatidosa
Faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia antara lain
genetik, nutrisi, primigravida, tingkat pendidikan, dan keadaan sosial
4
ekonomi. Pada tahun 2006 kejadian PE di Indonesia berkisar 3-10%, dan
meningkat di tahun-tahun berikutnya.2
2.1.5 Patofisiologi
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam Iapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebur sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
5
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah
ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling
arteri spiralis".
6
pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah
suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin
dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka
dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "toxaemia".
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus,
dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,
selalu diimbangidengan produksi antioksidan.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukd bahwa kadar
oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan
antioksidan, misal vitamin E pada hipenensi dalam kehamilan menurun,
sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif
tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis
ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak
membran sel endotel. Membran sei endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar renran terhadap oksidan
radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai daii membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh strukrur sel endotel.
7
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya
"hasil konsepsi" yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat meiindungi trofoblas janin
dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping
untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan
gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G
juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya
reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune- Maldapation pada pre-
eklampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yarrg mempunyai
kecenderungan teriadi preekiampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper
Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskulartori genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang
lebih tinggi untuk menirnbulkan respons vasokonstriksi.
8
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.
9
menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat
dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga
menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di
Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan
membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus
yang mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukos 17
%.
10
menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi
debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan
"aktivitas leukosityang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh
Redman disebut sebagai"kekacauan adaptasi dari proses inflamasi
intravaskular pada kehamilan" yang biasanyaberlangsung normal dan
menyeluruh.
2.1.6 Klasifikasi
World Health Organization (WHO) membagi preeklampsia-eklampsia
menjadi preeklampsia ringan, preeklampsia berat, superimposed
preeklampsia pada hipertensi kronik, dan eklampsia. 3
Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.
1) Preeklamsia ringan6
Preeklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinnya vasospasme
pembuluh darah dan aktivasi endotel.
2) Preeklamsia berat6
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria
lebih dari 5g/24 jam.
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeclampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.4
American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)
(2013) mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan menjadi:
1) Preeklampsia dan eklampsia.
a. Eklampsia adalah timbulnya kejang grand-mal pada perempuan
dengan preeklampsia. Eklampsia dapat terjadi sebelum, selama, atau
setelah kehamilan.
11
b. Preeklampsia sekarang diklasifikasikan menjadi : Preeklampsia
tanpa tanda bahaya; serta Preeklampsia dengan tanda bahaya, apabila
ditemukan salah satu dari gejala/tanda berikut ini :
i. TD sistol ≥ 160 mmhg atau TD diastole ≥110 mmHg pada dua
pengukuran dengan selang 4 jam saat pasien berada dalam posisi
tirah baring;
ii. Trombositopenia <100.000/µL;
iii. Gangguan fungsi hati yang ditandai dengan meningkatnya
transaminase dua kali dari nilai normal, nyeri perut kanan atas
persisten berat atau nyeri epigastrium yang tidak membaikk
dengan pengobatan atau keduanya;
iv. Insufisiensi renal yang progresif (konsentrasi kreatinin serum
>1.1 mg/dL)
v. Edema paru
vi. Gangguan serbral dan pengelihatan
2) Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan
3) Hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia adalah
preeklampsia yang terjadi pada perempuan hamil yang hipertensi kronis
4) Hipertensi gestasional adalah peningkatan tekanan darah setelah usia
kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa adanya proteinuria atau kelainan
sistemik lainnya.
2.1.7 Diagnosis
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan
organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik
akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan
dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah
satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu: 4
12
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
2.1.8 Penatalaksanaan
a. PE Ringan
Rawat jalan
- Bed rest ( baring/tidur miring)
- Mmakan biasa
- Roborantia 1x1
- Tidak boleh diberikan diabetikum atau anti hipertensi
13
- Kontrol ulang 1x1 minggu
- Pemeriksaan laboratorium (darah rutin, asam urat, fungsi hati, fungsi
ginjal, urine lengkap)
Rawat inap, indikasinya:
- Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan gejala-gejala preeklapsia
- Kenaikan berat badan ibu ≥ 1 kg perminggu selama 2x berturut-turut
- Kalau setelah dirawat 1 minggu tidak jelas terjadi perbaikan, penderita
dimasukkan ke golongan PE berat atau bila dijumpai satu atau lebih
gejala PE berat.
Cara persalinan:
Sedapat mungkin dilakukan persalinan secara pervaginamdengan
persingkat kala II (EV/EF). SC dilakukan bila terdapat indikasi obstetri
- Penderita PE ringan yang mencapai normotensif selama perawatan,
persalinan ditunggu sampai 40 minggu leawat TTP dilakukan induksi
partus.
- Penderita PE ringan yang tekanan darahnya turun selama perawatan
tetapi belum mencapai normotensif terminasi kehamilan dilakukan
pada kehamilan 37 minggu.
b. PE Berat
1. Kehamilan > 37 minggu:
Perawatan ekspektatif
- Pemberian MgSO4 selama 1x24 jam dimulai dengan loading dose 4 gr
MgSO4 20 %/IV, dan diterukan dengan 6 gr MgSO4 40 %/IV dalam
infus 500 cc RL (1 gr/jam atau 28 ggt/i)
- Pemberian kortikosteroid dexametasone 6 gr/12 jam sebanyak 4x
- Pemberian obat antihipertensi misalnya nifedipine 10 mg oral diulangi
30 menit, dengan maksimal dosis 120 mg dalam 24 jam
- Monitoring gejala nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual muntah, nyeri
perut kuadran kanan atas/ nyeri epigastrium, kenaikan BB yang cepat
14
- Menimbang BB saat masuk dan selanjutnya setiap hari
- Mengukur proteiunuria sewaktu masuk dan selanjutnya setiap 2 hari
- Pemeriksaan laboratporium seperti darah rutin, RFT,LFT, LDH, HST
- Pemeriksaan USG: biometri janin dan volume air ketuban
- Penderita boleh dipulangkan bila telah bebas dari dari gejala PEB
selama 3 hari berturut-turut
Perawatan aktif:
Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberiam MgSO4 atau
setelah homodinamik stabil. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam
pasca persalinan.
- Indikasi ibu
Kegagalan pengobatan medisinalis:
1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medisinal; terjadi
kenaikan darah yang persisten.
2. Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medisinal tidak
terjadi perbaikan
Muncul tanda dan gejala impending eklampsia: PE berat
disertai gejala: nyeri kepela hebat, gangguan visus, muntah,
nyeri epigastrium, kenaikan TD ynag progresif
Dijumpai gangguan fungsi hati dan ginjal
Dicurigai terjadi solutio placenta
Inpartu, KPD, perdarahan
- Indikasi janin
Usia kehamilan ≥ 37 minggu
PJT berat berdasarkan USG
NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
Oligohidramnion
- Indikasi laboratorium: sindroma HELLP
15
Cara persalinan
16
2.1.9 KOMPLIKASI
17
2.2. KETUBAN PECAH DINI
2.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi
pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau
premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37
minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM).
2.2.2 Etiologi/ Faktor Resiko
Belum diketahui secara pasti
Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
Multipara
Malposisi
Disproporsi sefalo pelvic
Servik inkompeten
Artifisal (amniotomi)
Penyakit-penyakit seperti pyelonephritis, sistitis, servisitis dan vaginitis.
2.2.3 Klasifikasi
KPD Preterm
18
KPD pada Kehamilan Aterm
2.2.4 Diagnosis
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan spekulum
steril digunakan untuk menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps
bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan
pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara
visual.
• Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks
cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak
adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah
sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia
gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
• Pemeriksaan laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis
KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin
dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth
factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm,
kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang
19
rendah. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain
itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina
tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.
2.2.5 Penatalaksanaan
Prosedur penanganan KPD:
Penderita drawat di rumah sakit, istirahat mutlak dan bokong ditinggikan,
sedapat mungkin hindari periksa dalam.
Diberikan antibiotika profilaksis atau terapi sedini mungkin (inj. Ceftriaxone
1 gr/12 jam)
Monitoring djj, observasi tanda-tanda infeksi dan tanda-tanda mulainya
persalinan.
Usg untuk konfirmasi diagnostic
Jika ada tanda-tanda infeksi, terminasi kehamilan
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janin. Pada Ibu, komplikasi yang
dapat terjadi antara lain: Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi
intrauterin. Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun
korioamnionitis yang berujung pada sepsis. sedangkan Komplikasi yang terjadi
pada Janin yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal. Periode laten,
20
yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan secara
umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD
terjadi.
21
BAB III
LAPORAN KASUS
Umur : 27 tahun
Suku : Batak
Agama : Protestan
Pendidikan : SLTA
ANAMNESA (AUTOANAMNESA)
Ny. YS, 27 tahun, G1P0A0, Batak, Protestan, SLTA, Ibu Rumah Tangga.
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak ±2 hari sebelum masuk rumah sakit
dan memberat dalam satu hari ini. Nyeri dirasakan terus menerus. Pasien
22
mengatakan bahwa tekanan darahnya selalu tinggi selama kehamilan ini
yang diketahui ketika pemeriksaan di bidan pada ± 1 bulan yang lalu.
Keluhan nyeri ulu hati tidak dijumpai. Keluhan pandangan kabur tidak
dijumpai. Keluar air air dari kemaluan dijumpai 1,5 jam sebelum masuk
kerumah sakit, secara tiba-tiba. Dengan volume 2 kali ganti sarung, nyeri
perut disangkal, Kontraksi disangkal, lendir bercampur darah disangkal.
Riwayat menderita tekanan darah tinggi sebelum hamil tidak dijumpai.
Riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan dalam keluarga dijumpai.
BAK dan BAB dalam batas normal.
RPT :-
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 13 tahun
Lama : 5 hari
Siklus : 28 hari
Volume : ± 2 doek/hari
ANC : 6x ke bidan
23
RIWAYAT MENIKAH
RIWAYAT PERSALINAN
1. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 88 x/i
Pernafasan : 24 x/i
Suhu : 36,8 oC
Berat Badan : 70 kg
BMI : 33 %
VAS : 5-6
24
Isokor, ka=ki
Thorax
25
Leopold 3 : Bagian terbawah : kepala
HIS : (-)
a. Palpasi :
b. Menurut Jhonson Tousack : (TFU(cm) - 13) x 155 =
TFU : 31 cm
EBW : (TFU(cm) - 13) x 155 = (31-13) x 155 = 2790 gr
PEMERIKSAAN DALAM
Adekuasi Panggul:
26
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG TAS :
27
Janin tunggal, Presentasi kepala, Anak Hidup
Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate (+), 146 kali/ menit regular
MVP : 3,4 cm
28
LABORATORIUM :
31 Januari 2019
29
D-dimer 1.600,00 Ng/dl < 500
URIN RUTIN :
31 Januari 2019
30
Silinder Negatif Negatif
pH 6,0 4,6-8,0
31
04:20 – 04:25 Dilakukan anastesi spinal, ditunggu dan pasien diminta
mengangkat kaki. Pasien mengatakan kakinya kebas dan sulit
diangkat, kemudian operator memberikan rangsangan nyeri di
daerah kaki. Pasien sudah tidak merasakan nyeri. Dilakukan
pemasangan kateter urin. Kateter terpasang baik
04:26 – 04:32 Operator mencuci tangan degan cara fuerbringer dan memakai
alat pelindung diri seperti cap, masker, apron, sepatu boat, baju
steril dan sarung tangan steril.
04:33 – 04:37 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan
operasi dengan povidon iodine dan alkohol 70% lalu ditutup
dengan doek steril kecuali lapangan operasi
04:43 – 04:53 Di bawah spinal anatesi dilakukan insisi Pfannenstiel pada
kuadran bawah abdomen mulai dari kutis, subkutis, sampai
fascia sepanjang 10 cm.
04:53 – 04:58 Dengan menyisipkan pinset anatomi di bawahnya, fascia
digunting ke arah kiri dan ke kanan, otot disisihkan secara
tumpul.
04:58 – 04:01 Peritoneum visceralis dijepit dengan pinset anatomis, diangkat
lalu digunting ke atas dan ke bawah
05:01 – 05:08 Tampak uterus gravidarum sesuai kehamilan, dilakukan insisi
low concave di segmen bawah rahim (SBR) sampai
subendometrial. Endometrium ditembus dengan klem dan
dilebarkan secara tumpul sesuai arah sayatan.
05:08 – 05:10 Selaput ketuban dipecahkan, tampak air ketuban jernih, tampak
bagian kepala
05:10 – 05:18 Janin dilahirkan dengan cara melahirkan kepala, lahir bayi
perempuan dengan berat 2800 gram, panjang badan 47 cm,
Apgar score 9/10, anus (+). Tali pusat diklem dua sisi dengan
jarak ± 5 cm dari tali pusat bayi dan digunting diantaranya
32
05:18 – 05:28 Dilakukan penjepitan tepi luka dengan menggunakan4 oval
klem, dilakukan management aktif kala III dengan injeksi
oxytocin 10 IU secara IV. Kemudia plasenta dilahirkan dengan
metode peregangan tali pusat terkendali. Kesan : plasenta lahir
lengkap, kemudian diberikan injeksi metilergometrin 0,2 mg
secara IV. Cavum Uterus dibersihkan dengan kassa steril.
Kesan : bersih
05:28 – 05:43 Dilakukan penjahitan pada segmen bawah uterus secara
continous suture dengan vicryl 1.0 dimulai dengan jahitan
pertama ± 1 cm dari ujung luka. Dilakukan penjahitan
continous dengan menembus bagian myometrium sampai
endometrium. Kemudian diteruskan sampai ujung luka.
Evaluasi perdarahan dan kontraksi uterus. Kesan : perdarahan
terkontrol, kontraksi adekuat.
05.44 – 06:04 Dinding abdomen dijahit lapis deilapis sebagai berikut :
- Peritoneum dijahit secara continous suture dengan benang
plain catgut no.2.0
- Obat obat diaproksimasi secara simple suture dengan benang
plain catgut no.2.0
- fascia dijahit secara continuous suture dengan benang vicryl
no.1.0
- subkutis dijahit secara simple interrupted dengan
menyisipkan sedikit fascia menggunakan benang chromic
catgut no.2.0
- kutis dijahit secara subkutikular dengan benang catgut
no.2.0
06:04 – 06:09 Penjahitan selesai, luka pada dinding perut selesai dijahit dan
ditutup dengan supratule, kassa dan hypafix
06:10 – 06:15 Operasi selesai, keadaan umum ibu post operasi :
Sensorium : compos mentis
33
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 82 x/i
Pernafasan : 20 x/i
Suhu : 36.1oC
Kontraksi : (+)
Pernapasan 20 22 22 20 22 22 20
(Menit)
Bleeding + + - - - - -
Kontraksi + + + + + + +
Uterus
Urin Output 65 70 70 70 70 80 80
(cc)
TFU (cm) 2 jari 2 jari 2 jari 2 jari 2 jari 2 jari 2 jari
bawah bawah bawah bawah bawah bawah bawah
pusat pusat pusat pusat pusat pusat pusat
34
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Nifedipine tab 10 mg
Rencana Tindakan
35