Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Pada banyak daerah tropis dan subtropis penyakit DBD adalah endemik
yang muncul sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika kondisi optimal
untuk nyamuk berkembang biak. Biasanya sejumlah besar orang akan terinfeksi
dalam waktu yang singkat (CDC, 2014).
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun
sekarang dbd menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, di antaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia tenggara dan Pasifik Barat.
Angka tertinggi penderita DBD didapat di negara Amerika, Asia tenggara dan
Pasifik Barat, dan jumlah penderita telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008
dan lebih dari 2,3 juta kasus di tahun 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan sebanyak
2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus merupakan DBD berat
(WHO,2014).
Saat ini bukan hanya terjadi peningkatan jumlah kasus DBD, tetapi
penyebaran di luar daerah tropis dan subtropis, contohnya di Eropa, transmisi
lokal pertama kali di laporkan di Perancis dan Croasia pada tahun 2010. Pada
tahun 2012, terjadi lebih dari 2.000 kasus DBD pada lebih dari 10 negara di
Eropa. Setidaknya 500.000 penderita DBD memerlukan rawat inap setiap
tahunnya, dimana proporsi penderita sebagian besar adalah anak-anak dan 2,5%
diantaranya dilaporkan meninggal dunia (WHO, 2014).
1
Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut
dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa
dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau,
Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di
Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah
menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia ( Soedarmo,2015; Infodatin, 2016).
Diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011 pasien tinggal atau baru
kembali dari daerah endemik dengue, demam disertai 2 gejala dari: (1) mual atau
muntah (2) nyeri, (3) uji tourniquet positif , (4) Leukopenia, (5) terdapat warning
sign, (6) Dan telah dikonfirmasi DBD dari pemeriksaan laboratorium. Adapun
warning sign nya yaitu: nyeri abdomen, muntah yang teru-menerus, akumulasi
cairan klinis, perdarahan mukosa, letargi atau gelisah, pembesaran liver >2 cm,
lab:peningkatan HCT bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
(WHO (dalam Hadinegoro, 2012).
Pemeriksaan penunjang pada DBD petekie dan uji tourniquet tidak selalu
ditemukan pada pasien DBD. Uji torniquet bertujuan untuk menilai fragilitas
kapiler dan tidak patognomonik untuk diagnosis dengue.11 Di sisi lain,
pemeriksaan darah lengkap harus selalu dilakukan pada pasien dengue (Satari,
2012).
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hampir 70% pasien dengue
mengalami leukopeni (<5000/ul)yang akan kembali normal sewaktu memasuki
fase penyembuhan pada hari sakit ke-6 atau ke-7 (Satari, 2012).
2
Jumlah trombosit mulai menurun pada hari ke-3 dan mencapai titik
terendah pada hari sakit ke-5. Trombosit akan mulai meningkat pada fase
penyembuhan serta mencapai nilai normal pada hari ke-7 (Satari, 2012).
Pemeriksaan serial darah tepi yang menunjukkan perubahan hemostatik
dan kebocoran plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD.
Peningkatan nilai hematokrit 20% atau lebih disertai turunnya hitung trombosit
yang tampak sewaktu demam mulai turun atau mulainya pasien masuk ke dalam
fase kritis/syok mencerminkan kebocoran plasma yang bermakna dan
mengindikasikan perlunya penggantian volume cairan tubuh (Satari, 2012).
Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG seringkali dilakukan. Pada
infeksi primer, IgM akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai
puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian menurun serta menghilang setelah 60-90
hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di dalam darah. Pada infeksi
sekunder, IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus, sedangkan IgG dapat
terdeteksi lebih dini pada sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari ke-2.
Apabila ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi gejala tetap menunjukkan
kecurigaan DBD, dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5
hari bagi infeksi primer dan 2-3 hari bagi infeksi sekunder (Satari, 2012).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
1.2 EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Di indonesia DBD pertama kali
dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru
diperoleh 1970. Di Jakarta kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969.
Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung (1972), Yogyakarta
(1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di
Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali
(1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa
Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di
Indonesia ( Soedarmo,2015; Infodatin, 2016).
Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita di 34
provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah
tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yaknisebanyak 100.347
penderita DBD dan sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun 2014.
Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk
menjaga kebersihan lingkungan (Infodatin, 2016).
1.3 Etiologi
4
1.4
ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal
sebagai genus flavivirus, famili flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat jenis serotipe virus
dengue dapat ditemukan diberbagai daerah Indonesia (Soedarmo, 2015)
Vektor Dengue
Vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes, terutama nyamuk Aedes aegepty
dan nyamuk Aedes albopictus.
a. Aedes aegypti
Terdapat empat stadium nyamuk pada siklus hidupnya, yaitu bentuk telur, larva,
pupa, dan dewasa.
5
nyamuk betina umumnya meletakkan telurnya di beberapa tempat bertelur. Pada
lingkungan yang memiliki suhu hangat dan lembab perkembangan embrio telah
lengkap dalam waktu 48 jam dan dapat menetas jika tersiram air. Dalam keadaan
kering telur nyamuk dapat bertahan hidup sampai satu tahun lamanya, tetapi akan
segera mati jika didinginkan kurang dari 10⁰C. Tidak semua telur menetas dalam
waktu bersamaan, tergantung pada keadaan lingkungan dan iklim saat itu.
6
darah lebih dari satu orang korban. Sifat-sifat ini akan meningkatkan jumlah
kontak antara manusia dan penyakit arbovirus lainnya, karena meningkatkan
efisiensi penularan penyakit. Karena itu dapat terjadi infeksi Dengue dialami oleh
orang serumah dengan gejala awalnya terjadi kurangi dari 24 jam perbedaannya
antara satu penderita dengan penderita lainnya.
b. Aedes albopictus
Aedes albopictus yang dikenal sebagai Asian tiger mosquito, termasuk
subgenus Stegomyia seperti halnya Aedes aegypti.Spesies ini tersebar luas di Asia
baik di daerah tropis dan subtropis. Selama dua dekade yang lalu, spesies ini
menyebar ke Amerika Utara dan Amerika Selatan, Afrika, Eropa Selatan dan
7
pulau-pulau di Pasifik. Sebaran spesies ini lebih luas udara dingin, terutama di
belahan bumi bagian utara.
Seperti halnya nyamuk lainnya, terdapat empat stadium pada siklus hidup
Aedes albopictus, yaitu stadium telur, larva, pupa, dan dewasa.
8
Larva dan pupa.Larva yang kemudian menetas akan mencari makanan
berupa mikro organisme air, algae dan partikel-partikel tanaman dan
hidup. Di laboratorium, pada suhu 25⁰C dengan cukup makanan, larva
akan berubah menjadi pupa dalam waktu 5-10 hari. Dalam waktu dua hari
pupa kemudian akan berkembang menjadi nyamuk dewasa. Siklus hidup
akuatik nyamuk ini, dari telur sampai terbentuknya nyamuk dewasa
berlangsung sekitar 7-9 hari. Pada suhu rendah, perkembangan akan
menjadi lebih lambat, dan pada suhu dibawah 11⁰C perkembangan akan
terhenti. Nyamuk dewasa dapat hidup selama sekitar tiga minggu. Sebagai
nyamuk hutan, nyamuk ini berkembang biak di lubang-lubang pohon,
lubang batu karang, lipatan atau ketiak daun, potongan batang bambu dan
tempurung kelapa, tetapi jika nyamuk hidup di pinggiran urban larva
nyamuk dapat dijumpai di dalam bejana-bejana buatan manusia yang
berisi air hujan. Di taman-taman kota dan dikebun-kebun rumah didaerah
perkotaan, spesies ini bisa ditemukan di pot-pot bunga dan bejana buatan
lainnya.
Berbeda dari Aedes aegypti, beberapa galur nyamuk ini ada yang sudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan dingin di daerah Asia Utara dengan
telurnya yang tetap dapat hidup (diapause) pada musim dingin (winter). Aedes
albopictus merupakan vektor yang menjadi jembatan efisien yang
menghubungkan enzootik dan siklus manusia pada populasi penduduk yang hidup
9
di dekat kawasan hutan. Nyamuk ini juga lebih efisien sebagai sumber penularan
(reservior) virus Dengue dari pada Aedes aegypti yaitu dalam proses penularan
virus secara transovarial.
Sifat biologi Aedes albopictus.Nyamuk ini menyukai darah manusia, tetapi juga
darah darah kucing, anjing, tupai, dan hewan mamalia lainnya serta unggas.
Mereka menggigit mangsanya di semua tempat badan yang kulitnya terbuka.
Nyamuk ini mencari mangsa di dalam rumah maupun di luar rumah, tetapi lebih
banyak dijumpai di luar rumah.
Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam
ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah.Volume plasma lebih dari 20% pada kasus-kasus
berat, hal ini didukung penentuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi
pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.
Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan
bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator
kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan
hematocrit.Perubahan hemostatis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor
yaitu perubahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan koagulasi. Hampir
semua penderita DBD meengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan
trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan
koagulogram yang abnormal.
Patogenesis
10
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
Aedes aegypti atau Aedes albopictus.Organ sasaran dari virus adalah organ
hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru.Data dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai
peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan
difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di
dalam sel tersebut.Infeksi virus Dengue dimulai dengan menempelnya
virus genomnya masuk kedalam sel dengan bantuan organel-organel sel,
genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara
Maupun komponen structural virus.Setelah komponen structural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN
terjadi di sitoplasma sel.
Semua Flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein
yang menimbulkan cross reaction reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit dibedakan.
Kesulitan ini dapat terjadi di antara keempat serotype virus DEN. Infeksi
oleh satu serotype virus DEN menimbulkan imunitas protektif tehadap
serotype virus tersebut, tetapi tidak ada cross protective terhadap serotype
virus yang lain.
Imunopatologi
Secara in vitro antibody terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi
biologis, yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, Antibody Dependent
Cell mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent
Enchancement.
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid),
M (membrane), dan E (envelope), sedangkan virus intraseluler mempunyai
protein pre-membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitope penting karena:
1. Mampu membangkitkaan antibody spesifik untuk proses netralisasi,
2. Mempunyai aktivitas hemaglutinin
11
3. Berperan dalam proses absorpsi pada permukaan sel (reseptor binding)
4. Mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membrane dan
perakitan virion
Antibody memiliki aktivitas netralisasi dan mengenali protein E
yang berperan sebagai epitope yang memiliki serotype spesifik, serotype-
cross reaktif atau Flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini
memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibody monoclonal
terhadap S1 dari komplemen virus DEN dan antibody poliklonal yang
ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang
terinfeksi virus DEN.
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada
dua hal yang berbeda.
1. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotype
spesifik yang dapat mencegah infeksi virus.
2. Antibody non-netralising serotype memiliki peran cross-reaktif dan
dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD
dan DSS.
Teori imunopatologi
12
ini berkembang menjadi Teori Infeksi Sekunder sebagai akibat masuknya
virus “heterologous” yang berikutnya. Kalau seseorang mendapat infeksi
primer dengan satu jenis virus kemudian mendapat infeksi sekunder
dengan jenis virus lain, maka risiko besar akan terjadi risiko berat.
Teori mediator
13
1. Suatu kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang
terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan
mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami
yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator
yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai
activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator
pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur.
Sitokin diproduksi oleh banyak sel terutama makrofag mononuclear di
mana dalam keadaan normal sitokin tidak terbentuk sehingga tidak
dijumpai di dalam plasma.
2. Kejadian masa krisis pada DBD selam 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis
tidak ada gejala sisa. Kejadian tersebut menimbulkan pemikiran bahwa
yang dapat berperilaku seperti itu adalah mediator.
3. Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa
pada syok septik banyak berhubungan dengan mediator.
Peran limfosit
Teori apoptosis
14
Proses tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu kerusakan inti sel,
kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membrane
sel. Dan akibat apoptosis ini akan terjadi fragmentasi DNA sel, vakuolisasi
sitoplasma, blebbing dan pengikatan granulasi membrane plasma menjadi
DNA subseluler yang berisis badan-badan apoptotic.
Pada kasus DBD yang berat terdapat kerusakan hepar dan atau ditemukan
councilman bodies. Temuan ini sebagai petunjuk adanya proses apoptosis
pada sel hepar.
Respon imun
Respon imun hospes yaitu respon imun yang dipicu oleh adanya
antigen yang masuk dalam tubuh, kemudian antigen ditangkap oleh sel
makrofag yang bertindak sebagai sel yang memiliki petanda antigen
(antigene presenting cell atau APC).Antigen diproses oleh APC supaya
dikenal oleh sel limfosit T (T helper), dan selanjutnya T helper teraktivasi.
Sel T helper yang sudah teraktivasi akan mengaktivasi limfosit B sehingga
berpoliferasi menjadi sel memory dan juga berdiferensiasi menjadi sel
plasma yang akan menghasilkan antibodi, atau mengaktivasi subpopulasi
limfosit yang lain T sitotoksik.
Pada setiap tahap proses ini, limfosit T dan APC berhubungan satu
dengan yang lainnya baik secara kontak langsung maupun melalui sekresi
sitokin, dan mungkin juga secara bersamaan mengadakan interaksi dengan
sel-sel lain atau komponen-komponen seperti komplemen, kinin, atau
komponen dari system fibrinolitik.
15
Respon imun dapat dibagi menjadi respons imun alamiah yang
bersifat non spesifik dilaksanakan melalui 2 cara yang berbeda, yaitu
imunitas humoral di mana limfosit B mempunyai peran penting melalui
antibody yang dihasilkannya dan imunitas seluler yang semata-mata
diperankan oleh limfosit T.
16
Gambar 1. Prototipe respons imun
Pada infeksi virus Dengue, setelah melalui masa inkubasi akan terjadi
viremia, yaitu adanya virus di dalam darah. Viremia ini berjalan singkat mulai 2
hari sebelum panas dan mencapai puncaknya pada 1 atau 2 hari pertama panas
dan menghilang setelah 6 atau 7 hari bersamaan dengan timbulnya antibody.
Antibody yang pertama dibentuk adalah neutralizing antibody (NT) yaitu pada
sekitar hari kelima.Titer antibody ini naik sangat cepat, kemudian menurun secara
lambat untuk waktu yang lama dan biasanya seumur hidup.
17
naik setelah perjalanan penyakit, mencapai maksimum dalam waktu 1-2 bulan,
dan kemudian turun secara cepat dan menghilang setelah 1-2 tahun.
Beberapa teori terjadinya DBD dan DSS adalah teori yang mendukung
adanya virus di dalam makrofag yang mencetuskan teori Infection Enhancing
Antibody.
18
yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs.
Akibatnya endotel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga
terjadi syok.
4. Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan di permukaan virus
sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang
bersifat sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan
juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha.
5. Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotype lain atau virus lain) karena adanya non-neutralising antibody
maka partikel virus DEN dan molekul amtibodi IgG membentuk kompleks
virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc
gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan
(enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus antibody meliputi sel
makrofag yang beredar dan antibody tersebut akan bersifat akan teraktivasi
dan akan memproduksi IL-1, IL-6, dan TNF alpha dan juga platelet
activating factor (PAF). Karena antibody bersifat heterolog, maka virus
tidak dapat dineutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag.
6. TNF alpha yang baik yang berasal dari makrofag yang terangsang INF
gama maupun dari makrofag yang teraktivasi antigen antibody kompleks,
akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, merembesnya
cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas, dimana
hal tersebut akan mengakibatkan syok.
7. Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang
C5a anafilatoksin yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek.
Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan
kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan.
8. Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat
pernah terinfeksi virus DEN, di mana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak
maka dalam tubuh anak tersebut telah terjadi non-neutralizing antibodies
19
akibat adanya infeksi yang persisten, sehingga infeksi baru pertama kali
sudah terjadi proses enhancing yang akan memacu majrofag sehingga
mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1, IL-6 dan
TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan
mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system
hemostatic yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.
MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit
biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri dibagian
tubuh , anoreksia, rasa menggigil, malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam
tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada
6-12 jam sebelum naik pertama kali,yaitu hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari
.ruam bersifat makropapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di
dada, tubuh, serta abdomen, menyebar ke anggota gerak pada muka.
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai
kenaikkan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata,punggung, otot,
sendi dan disertai rasa menggigil.
Kelainan darah tepi demam dengue ialah leukopenia selama pra- demam dan
demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan
limfositosis pada periode puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri
selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya
penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali
dalam waktu 1 minggu( Soedarmo,2015).
Gejala demam dengue yaitu demam tinggi mendadak, ditambah gejala penyerta 2
atau lebih yaitu nyeri kepala, nyeri retro orbita, nyeri otot dan tulang. Meski
jarang dapat disertai manifestasi perdarahan leukopenia.Uji HI>1280 atau IgM/
IgG positif.Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi
pleura, asites, hipoproteinemia)(WHO,2009)
20
DIAGNOSIS
Anamnesis
Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi,selama 2-7 hari. Disertai
lesu, tidak mau makan,dan muntah. Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala,
nyeri otot dan nyeri perut. Diare kadang-kadang dapat ditemukan. Perdarahan
paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan.( Pudjadi,2009)
Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, Facial flush, muntah, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di
bawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada Demam
Dengue daripada DBD. Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih
sering ditemukan pada DBD. (Pudjadi,2009)
Perbedaan antara Demam Dengue dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia
dan syok. Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam. Fase kritis sekitar hari ke-3
hingga ke-5 perjalanan penyakit.Pada saat ini suhu turun, yang dapat merupakan
awal penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD berat tanda awal syok.
Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena ataupun
hematuria.(Pudjadi,2009)
Tanda-tanda syok
21
Apabila syok tidak dapat segera diatasi, akan terjadi komplikasi berupa asidosis
metabolik dan perdarahan hebat.( Pudjadi,2009)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan fase
konvalesens.
Infeksi primer, serum akut <1:20 serum konvalensens naik 4x atau lebih
namun tidak melebihi 1:1280
Infeksi sekunder, serum akut <1:20 konvalansens 1:2560 atau serum akut
1:20 konvalansens naik 4x atau lebih
Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive secondary
infection): serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat lebih besar atau
sama .
Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan klinis ragu-ragu
,namun perlu diingatkan bahwa terdapat kelainan radiologis pada perembesan
plasma 20-40%, (2) pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
22
Kelainan radiologi , dilatasi pembuluh darah paru terutama paru terutama daerah
hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radiopak dibandingkan kiri, kubah diafragma
kanan lebih tinggi dari pada kanan, dan efusi pleura.
USG: efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica –felea dan vesica
urinaria.
Derajat I
Demam dengan gejala tidak jelas, manifestasi perdarahan hanya dalam
bentuk tourniquet positif dan atau mudah memar.
Derajat II
Manifestasi derajat I ditambah perdarahan spontan, biasanya berupa
perdarahan kulit atau perdarahan pada jaringan lainnya.
Derajat III
Kegagalan sirkulasi berupa nadi tekanan sempit dan lemah, atau hipotensi,
dengan gejala kulit dingin dan lembab dan penderita gelisah.
Derajat IV
Terjadi gejala awal syok berupa tekanan darah rendah dan nadi tidak dapat
diukur.
KOMPLIKASI
Diagnosis Banding
23
Berbagai virus (termasuk chikungunya), bakteria dan parasit yang
memperlihatkan sindrom serupa. (Soedarmo,2015)
PENATALAKSANAAN
Pasien Demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat . Pada fase demam
pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam obat antipiretik atau kompres
hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi< 39° C,
dianjurkan pemberian parasetamol.Asetosal/ asam salisilat tidak dianjurkan
(kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, asidosis.
Pada pasien dewasa, analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang diperlukan
untuk mengurangi rasa nyeri kepala, nyeri otot atau nyeri sendi. Dianjurkan
pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah sirop, susu selain air putih ,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor
suhu,jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali. Pada
pasien Demam dengue, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus di observasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun.(Soedarmo,2015).
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
24
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock) (WHO,2009)
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secara nasal.
Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
25
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit( WHO,2009)
26
Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat I dan II
27
Penatalaksanaan Kasus DBD Derajat III & IV
28
29
BAB III
KESIMPULAN
Demam dengue adalah suatu infeksi arbovirus (arthopod- borne virus) akut,
ditularkan oleh nyamuk spesies.Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
demam akut yang dapat menyebabkan kematian .Penyakit DBD merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitaannya
cenderung meningkat dan penyebarannya semakin luas.
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,
demam, muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
30
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa
laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock)
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
31
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
32
33