1) Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan
Email : rahman_rambe@ymail.com
Abstrak
Pada pelaksanaan sebuah proyek konstruksi, khususnya yang menggunakan konstruksi beton, umumnya
menggunakan metode konvensional yaitu menggunakan bekisting dan penyangga dari kayu. Mengingat
kebutuhan ruangan yang kurang dan luas lahan bagunan yang terbatas, maka tidak ada pilihan lain harus
mengembangkan bangunan secara vertikal atau dengan kata lain menjadikan gedung menjadi bertingkat.
Pekerjaan peningkatan gedung (menambah level bangunan) bukanlah pekerjaan yang mudah, artinya dalam
merencanakan pekerjaan ini memerlukan kemampuan khusus. Untuk itu perlu ditinjau ulang apakah
perencanaan pelat lantai beton tersebut sudah optimal jika dibandingkan dengan metode amplop berdasarkan
SKSNI T15-1991-03, supaya gedung dan fasilitas yang direnovasi dapat berfungsi secara optimal. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perbandingan biaya pelaksanaan dan selisih biaya
antara pelaksanaan dilapangan dengan metode amplop berdasarkan SKSNI T15-1991-03. Adapun metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan karyatulis ilmiah ini adalah metode amplop berdasarkan SKSNI
T15-1991-03 serta standart pembebanan berdasakan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung 1987. Dari hasil analisa data diperoleh biaya pelaksanaan pelat lantai konvensional pada Proyek
Renovasi Gedung Ruang Kelas SD N 200113 Padangsidimpuan pelaksanaan dilapangan sebesar
Rp.406.741.648,83, sedangkan dengan metode amplop berdasarkan SKSNI T15-1991-03 sebesar
Rp.398.826.993,00. Dari perbandingan biaya pelaksanaan, maka pelat lantai dengan metode amplop
berdasarkan SKSNI T15-1991-03 memberikan biaya yang lebih murah dengan selisih biaya sebesar
Rp.7.914.655,83atau 1,95 %. Perbedaan bisa saja terjadi, untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kegagalan
kontruksi dilapangan mengingat peralatan yang digunakan masih sederhana (manual).
1. Pendahuluan
Sebagai hasrat fundamental dari setiap individu manusia selalu ingin mengalamai perubahan yang selalu
kurang puas dengan apa yang sudah ada, termasuk dengan ruangan dan fasilitas sekolah. Atas dasar
pertimbangan kebutuhan ruangan yang kurang dan luas lahan bagunan yang terbatas, maka tidak ada pilihan
lain harus mengembangkan bangunan secara vertikal atau dengan kata lain menjadikan gedung menjadi
bertingkat. Pekerjaan meningkat Gedung (menambah level bangunan) bukanlah pekerjaan yang mudah,
artinya dalam merencanakan pekerjaan ini memerlukan kemampuan khusus. Sehingga untuk pekerjaan
struktur beton bertulang perlu kecermatan dan pengetahuan yang cukup dalam menentukan kualitas beton
dan jumlah kebutuhan besi tulangan yang harus terpasangkan dalam sebuah struktur beton.
Banyak pekerja jasa konstruksi yang bisa mengerjakan pekerjaan beton tapi dari sisi kualiatas dan
jaminan keamanan sangatlah kecil, karena kalau salah dalam memasang besi tulangan ataupun salah dalam
menentukan kualitas beton, maka struktur yang terbangun bisa runtuh/hancur karena tidak mampu menahan
beban yang bekerja diatasnya. Begitu halnya dalam suatu pekerjaan perencanaan struktur beton khusunya
perencanaan tulangan pelat beton bertulang pada gedung bertingkat, juga memerlukan kecermatan yang
tinggi karena bagian ini adalah bagian yang pertama dalam perencanaan pembebanan merupakan bagian
yang pertama kali menerima beban guna dari fungsi bangunan yang direncanakan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan
bagaimana cara merencanakan penulangan pelat lantai sesuai dengan metode amplop berdasarkan SKSNI
T15-1991-03 berdasarkan studi kasus yang ditinjau. Dengan demikian kemampuan ataupun ketrampilan
dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan cepat sangat berpengaruh dalam meningkatkan efisiensi
waktu, tenaga, dam biaya.
1
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Umum
Pelat lantai merupakan suatu elemen struktur yang mempunyai ketebalan relatif kecil jika dibandingkan
dengan lebar dan panjangnya. Tujuan utama dari pelat lantai adalah memberikan kekuatan pada suatu
bangunan. Pelat lantai bangunan dipengaruhi oleh beban mati (dead load) berupa berat sendiri dan beban
hidup (live load) berupa beban sementara.
Di dalam konstruksi beton, pelat digunakan untuk mendapatkan bidang/permukaan yang rata. Pada
umumnya bidang/permukaan atas dan bawah suatu pelat adalah sejajar atau hampir sejajar. Tumpuan pelat
pada umumnya dapat berupa balok-balok beton bertulang, struktur baja, kolom-kolom dan dapat juga berupa
tumpuan langsung di atas tanah. Pelat dapat ditumpu pada tumpuan garis yang menerus, seperti halnya
dinding atau balok.
Pelat lantai adalah lantai yang tidak terletak langsung di atas tanah. Pelat didukung oleh balok-balok
yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Adapun kegunaan pelat lantai, yaitu:
a. Memisahkan ruang bawah dan ruang atas.
b. Untuk meletakkan kabel listrik dan lampu pada ruang bawah.
c. Meredam suara dari ruang atas atau ruang bawah.
d. Menambah kekakuan bangunan pada arah horizontal.
2
2.4 Syarat-Syarat Tumpuan
Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi
ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis
perhubungan di tempat tumpuan. Bila pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu dikatakan
'ditumpu bebas' sesuai dengan yang dijelaskan pada Gambar 2.1 yang menyatakan sebuah pelat tertumpu
oleh tembok bata. Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relative sangat kaku pada momen puntir, maka
pelat itu 'terjepit penuh' seperti pada Gambar 2.2 dimana pelat itu adalah monolit (menyatu) dengan pelat
yang tebal.
Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali, maka pelat itu 'terjepit sebagian'
(jepitan elastis seperti yang diberikan pada Gambar 2.3 yang menyatakan pelat terjepit sebagian pada balok
tepi. Selain mencegah atau memungkinkan terjadinya rotasi, tumpuan mungkin dapat atau tidak mengijinkan
lendutan.
Bila tidak mungkin terajadi lendutan pada tumpuan, yaitu bila tumpuan merupakan sebuah didinding
atau balok yang kaku, dinyatakan bahwa pelat itu 'tumpuan kaku'. Bila tumpuan dapat melendut, pelat itu
'tertumpu elastis'. Dalam beberapa hal, sebuah pelat mungkin tidak mempunyai tumpuan garis yang menerus,
seperti halnya dinding atau balok, tetapi ditumpu hanya pada kolom sepanjang tepinya. Dalam hal ini
tumpuan disebut tumpuan titik.
Panel adalah bagian segi empat dari suatu pelat lantai, khususnya satu bagian yang terletak diantara atau
dikelilingi oleh tumpuan. Selain jepitan penuh atupun sebagian, kerapkali ditemukan 'jepitan tak terduga'
pula. Misalnya bila balok tertanam sepanjang sisinya dalam tembok (Gambar 2.4), bergantung pada besar
beban diatas tembok maka pada bagian pelat yang ditanam dapat mnimbul momen jepit, walaupun secara
teoritis perencana menganggap pelat itu tertumpu bebas. Apakah sebenarnya momen ini akan timbul atau
tidak, dan bila timbul, berapa besarnya tidak dapat diperkirakan dengan teliti. Namun, secara umum pelat ini
akan direncanakan seakan-akan tertumpu bebas, dan selalu diberi tulangan tambahan tepi untuk memikul
momen tak terduga yang timbul pada tepi itu, dengan demikian akan diperoleh tingkat keamanan yang lebih
tinggi.
3
Pelat lantai pada Proyek Renovasi Gedung Ruang Kelas SD N 200113 Padangsidimpuan direncanakan
dari struktur beton bertulang yang dicor secara monolit (menyatu) dengan struktur utama bangunan.
Perhitungan perencanaan pelat lantai didasarkan atas besarnya beban beton per m2 yang dipikul oleh pelat
lantai itu sendiri, sesuai dengan fungsi pemakaian lantai tersebut. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam
perhitungan pelat lantai, yaitu:
a. Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang SKSNI T15-1991-03
b. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971
c. Peraturan Muatan Idonesia (PMI) 1970
d. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 1984
Tebal minimum yang diberikan pada tabel 1 dapat pula diterapkan untuk lantai-lantai keempat sisinya
didukung dinding atao balok-balok yang kaku. Bentang yang digunakan adalah bentang l yang paling
pendek. Keuntungan dari penentuan tebal pelat sebelumnya, untuk perhitungan pelat yang dibahas adalah
pemeriksaan sesudah tidak dibutuhkan.
Sedangkan pemeriksaan sesudahnya atau lendutan cukup rumit. Uraian kegiatan yang diperlukan untuk
menhitung pelat yang dinyatakan dalam diagram alir pada gambar 2.5. Setelah menentukan syarat-syarat
batas, bentang dan tebal pelat kemudian beban-beban dapat dihitung.
4
Dua besaran yang berperan penting pada analisis penampang beton bertulang adalah tinggi total (h) dan
tinggi efektif (d). Untuk sebuah pelat, hubungan antara h dan d secara umum ditentukan oleh:
Tinggi efektif d dalam arah-x, adalah:
dx = h – p – ½ Dx (2)
Tinggi efektif d dalam arah-y, adalah:
dy = h – p – dx – ½ Dy (3)
Dimana :
h = tebal pelat total
p = tebal penutup beton (selimut beton).
Dx = diameter tulangan utama dalam arah-x.
Dy = diameter tulangan utama dalam arah-y.
Salah satu faktor yang menentukan perbedaan antara d dan h, baik dalam pelat maupun dalam balok,
adalah penutup beton p. Sesuai dengan namanya penutup beton ini, digunakan untuk melindungi baja
tulangan. Lapisan pelindung yang digunakan sesuai dengan tebal penutup beton yang akan :
a. Menjamin penanaman tulangan dan lekatannya dengan beton.
b. Menghindari korosi pada tulangan yang mungkin dapat terjadi.
c. Meningkatkan perlindungan struktur terhadap kebakaran.
Penutup beton yang diberikan cukup memenuhi fungsi ini, tergantung pada :
a. Kepadatan dan kekedapan beton.
b. Ketelitian pelaksanaan pekerjaan.
c. Lingkungan di sekitar lingkungan tersebut.
Memang tebal penutup beton ditentukan oleh faktor-faktor tersebut, serta peranan untuk komponem
yang bersangkutan khususnya berkaiatan dengan keamanan konstruksi secara meneluruh. Alasan an terakhir
ini mengakibatkan penutup beton untuk kolom umumnya lebih tebal dari pada pelat. Tabel 2 memberikan
tebal minimum penutup beton yang diukur dari tulangan terluar.
Tabel 2. Tebal minimum penutup/selimut beton pada tulangan terluar dalam mm (Kusuma, 1993)
Yang tidak langsung berhubungan Yang langsung berhubungan
Bagian Konstruksi
dengan tanah dan cuaca dengan tanah dan cuaca
D-36 dan lebih kecil : 20 D-16 dan lebih kecil : 40
Lantai/dinding
>D-36 : 40 >D-16 : 50
D-16 dan lebih kecil : 40
Balok Seluruh diameter : 40
> D-16 : 50
D-16 dan lebih kecil : 40
Kolom Seluruh diameter : 40
>D-16 : 50
Untuk konstruksi beton yang dituang langsung dan selalu berhubungan dengan tanah berlaku tebal
penutup beton minimal yang umum sebesar 70 mm.
Dengan perkataan lain, disamping adanya persyaratan persentase tulangan minimum apakah terdapat
juga persentase "tulangan maksimum" dengan mempertahankan rasio tulangan yang lebih rendah dari ρmaks
akan menghasilkan struktur berkapasitas deformasi yang cukup. Pada tabel 4 diberikan harga-harga ρmaks
untuk seluruh kombinasi mutu beton dan mutu baja.
5
Tabel 4. Persentase tulangan maksimum ρmaks (Kusuma, 1993)
f 'c Mpa ( kg/cm2 )
fy Mpa (kg/cm2)
15 (150) 20 (200) 25 (250) 30 (300) 35 (350)
240 (2400) 0,0242 0,0323 0,0404 0,0484 0,0538
400 (4000) 0,0122 0,0163 0,0203 0,0244 0,0271
Untuk setia kombinasi f 'c dan fy yang dipilih, serta nilai-nilai urutan dari M u selanjutnya dapat
bd2
dihitung dengan harga-harga rasio tulangan ρ. Kemudian dapat ditabelkan agar yang memungkinkan
melakukan perhitungan perencanaan dengan cepat. Bila f 'c dan fy bersatuan Mpa (N/mm2), maka harga-
harga dari M u harus dalam Mpa (N/mm2) pula.
bd2
Untuk mencapai Mu harus dalam Nmm sedangkan b dan d dalam mm. andaikan besar momen-momen
dalam kNm kemudian b dan d dalam m (pada pelat per m b = 1,0 m), maka faktor M u harus dikalikan
bd2
3 2
dengan 10 . Oleh karena itu jumlah tulangan harus didapatkan dalam mm , maka As berlaku:
As = ρ · b · d · 106 (dengan b dan d dalam m) (5)
Dari segi ekonomis, sebaiknya peraturan praktis berikut diikuti untuk penulangan pelat:
a. Batasi ukuran batang yang berdiameter berbeda-beda.
b. Sedapat mungkin gunakan diameter berikut : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 19 dan 20 mm.
c. Gunakan batang sedikit mungkin, yaitu jarak tulangan semaksimum mungkin (sesuai dengan yang
diijinkan).
d. Sebaiknya pergunakan jarak batang dalam kelipatan 25 mm.
e. Perhitungkan panjang batang umum yang digunakan. Gunakanlah mutu baja yang umum, panjang
batang dipasaran adalah 6, 9 dan 12 m. dengan demikian potongan sebesar 3, 4 atau 4,50 m mudah
didapat dari batang awal, tanpa menghasilkan sisa potongan baja yang terbuang percuma.
f. Pertahankan bentuk batang sederhana mungkin, agar dapat menghidari pekerjaan pembengkokan
yang sukar.
Dalam memilih tulangan untuk pelat diperlukan tabel yang memberi hubungan antara jarak antar batang
dan luas penampang baja yang sesuai dengan mm2 per meter lebar pelat. Tabel 5a memberikan hubungan
antara jarak dan diameter yang dianjurkan. Luas penampang total untuk 1 sampai 10 batang diberikan pada
tabel 5b.
Tabel 5a. Diameter batang dalam mm2 per meter lebar pelat (Kusuma, 1993)
Jarak Pusat Kepusat Diameter dalam mm
dalam mm 6 8 10 12 14 16 19 20
50 565 1005 1571 2262 3079 4022 5671 6284
75 377 670 1047 1508 2053 2681 3780 4189
100 283 503 785 1131 1539 2011 2835 3142
125 226 402 628 905 1232 1608 2268 2513
150 188 335 524 754 1026 1340 1890 2094
175 162 287 449 646 880 1149 1620 1795
200 141 251 393 565 770 1005 1418 1571
225 126 223 349 503 684 894 1260 1396
250 113 201 314 452 616 804 1134 1257
6
Tabel 5b. Luas penampang batang total dalam mm2 (Kusuma, 1993)
Jumlah Batang
ϕ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
6 28 57 85 113 141 170 198 226 254 283
8 50 101 151 201 251 302 352 402 453 503
10 79 157 236 314 393 471 550 628 707 785
12 113 226 339 452 565 679 792 905 1018 1131
14 154 308 462 616 770 924 1078 1232 1385 1539
16 201 402 603 804 1005 1206 1407 1608 1810 2011
19 284 567 851 1134 1418 1701 1985 2268 2552 2835
20 314 628 942 1257 1571 1885 2199 2513 2827 3142
22 380 760 1140 1521 1901 2281 2661 3041 3421 3801
25 491 982 1473 1963 2454 2945 3436 3927 4418 4909
28 616 1232 1847 2463 3079 3695 4310 4926 5542 4158
32 804 1608 2413 3217 4021 4825 5630 6434 7238 8042
Pelat dua arah yang ditumpu pad keempat sisinya adalah struktur statis tak tentu. Seperti pelat satu arah
yang menerus pada lebih dari dua tumpuan, juga dapat digunakan tabel untuk mempermudah analisis
perencanaan pelat dua arah yaitu tabel 6.
Tabel ini menunjukkan momen lentur yang bekerja pada jalur selebar 1 meter masing-masing pada arah-
x dan pada arah-y:
Mlx = Momen lapangan maksimum per meter lebar arah-x
Mly = Momen lapangan maksimum per meter lebar arah-y
Mtx = Momen tumpuan maksimum per meter lebar arah-x
Mty = Momen tumpuan maksimum per meter lebar arah-y
Mtix = Momen jepit tak terduga per meter lebar arah-x
Mtiy = Momen jepit tak terduga per meter lebar arah-y
Tabel 6. Momen yang menentukan per meter lebar dalam jalur tengah pada pelat dua arah akubat beban
terbagi rata (Kusuma, 1993)
7
3. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode amplop
berdasarkan SKSNI T15-1991-03 serta standart pembebanan berdasakan Pedoman Perencanaan Pembebanan
untuk Rumah dan Gedung 1987. Selain metode penulisan ataupun peraturan pembebanan yang digunakan
masih banyak metode yang lain. Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
merencanakan pelat lantai beton konvensional karena pembagian bebannya dilakukan secara merata sesuai
dengan fungsi pelat lantai. Adapun bagan alir yang yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada
Gambar 2.5.
8
Tabel 8. Analisa Biaya Pekerjaan Pelat Konvensional Berdasarkan Metode Amplop SKSNI T15-1991-03
Jumlah Harga
No Jenis Pekerjaan Satuan Volume Harga Satuan (Rp)
(Rp)
Pekerjaan Pelat Konvensional Lantai II Berdasarkan Metode SKSNI T15-1991-03
1 Beton K. 225 m³ 55,02 1.245.686,99 68.537.698,19
2 Pembesian dengan Besi Beton kg 11.367,19 19.567,00 222.421.806,73
3 Bekisting Untuk Balok m² 73,28 378.834,00 27.760.955,52
4 Bekisting Untuk Lantai m² 162,84 491.934,00 80.106.532,56
Jumlah 398.826.993,00
4.2 Pembahasan
Adapun hasil pembahasan yang diperoleh setelah melakukan evaluasi data pada proyek Renovasi
Gedung Ruang Kelas SD N 200113Padangsidimpuan, yaitu: biaya pelaksanaan dilapangan sebesar
Rp.406.741.648,83, sedangkan metode amplop berdasarkan SKSNI T15-1991-03 sebesar Rp.398.826.993,00.
Dari hasil analisis data juga diperoleh perbandingan biaya pelaksanaan antara pelaksanaan dilapangan dan
berdasarkan metode SKSNI T15-1991-03, jika ditinjau dari segi biaya, pelaksanaan dilapangan yang lebih
mahal dari pada metode amplop berdasarkan SKSNI T15-1991-03 dengan selisih biaya yaitu sebesar
Rp.7.914.655,83atau 1,95 %. Perbedaan antara pelaksanaan dilapangan dengan berdasarkan metode SKSNI
T15-1991-03 itu bisa saja terjadi, karena untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kegagalan kontruksi
dilapangan mengingat peralatan yang digunakan masih sederhana (manual).
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Total biaya pelaksanaan dilapangan pelat lantai konvensional sebesar Rp. 406.741.648,83.
2. Total biaya dengan metode amplop berdasarkan SKSNI T15-1991-03 sebesar Rp.398.826.993,00.
3. Dengan membandingkan total biaya pelaksanaan, maka pelat lantai dengan metode amplop
berdasarkan SKSNI T15-1991-03 memberikan biaya yang lebih murah dengan selisih biaya sebesar
Rp.7.914.655,83atau 1,95 %.
4. Perbedaan bisa saja terjadi, untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kegagalan kontruksi dilapangan
mengingat peralatan yang digunakan masih sederhana (manual).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1971, Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan,
Bandung.
Anonim, 1987, Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Anomin, 1991, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung/SK SNI T-15-1991-03,
Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.
Dipohusodo, I,. 1999, Struktur Beton Bertulang, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kriswanto, D., 2015, Perencanaan Struktur Pelat Beton Bertulang Untuk Rumah Tinggal 3 Lantai, Tugas
Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Kusuma, Gideon dan Vis, W.C, 1993, Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang menurut SKSNI T15-
1991-03, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kusuma, Gideon dan Vis, W.C, 1993, Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang menurut SKSNI T15-
1991-03, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kusuma, I., K., 2006, Perbandingan Biaya Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Beton Dengan Metode
Konvensional dan Precast, Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Udayana.
Rambe, M. R., 2016, Perbandingan Biaya Pelaksanaan Pelat Beton Menggunakan Boundeck Dan Pelat
Konvensional Pembangunan Gedung Ruang Kelas Baru UGN, Jurnal Sipil, Terapan dan Science 1
(1), 60-65.
Widhiawati, I., A., R., dan Asmara, A., A., 2010, Analisa Biaya Peleksanaan Antara Pelat Konvensional Dan
Sistem Pelat Menggunakan Metal Deck, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Volume 14 (1).