DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Diharapkan makalah ini dapat berguna bagi institusi dalam bidang Manajemen
Patient Safety
Diharap makalah ini dapat berguna bagi masyarakat dan menambah wawasan
mengenai aspek keselamatan asuhan pada pasien perioperatif
Diharap bisa menjadi masukan bagi Rumah sakit untuk melakukan manajemen
patient safety sesuai prosedur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
freedom from accidental injury. Senada dengan hal ini Hughes (2008) menyatakan
Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak
sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan
pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan
pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak
diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial
cedera.
Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian
Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat
KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi
belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang
pembelajaran.
Dari beberapa definisi dari diatas dapat di simpulkan secara garis besar
keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem rumah sakit yang
membuat asuhan pasien lebih aman dengan pencegahan cidera terhadap pasien.
keselamatan pasien dirumah sakit. Standar keselamatan pasien dirumah sakit ini
akan menjadi acuan setiap asuhan yang akan diberikan kepada pasien. Menurut
semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions
dari WHO Patient Safety yang digunakan juga oleh komite Keselamatan Pasien
(merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
medication names).
b. Pastikan identifikasi pasien.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima / pengoperan pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi
nosokomial.
c. Dasar hukum patient safety
Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikut:
kepentingan lainnya.
rumah sakit.
komprehensif.
diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif
i. Pasal 43 UU No.44/2009
1) Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
peraturan menteri.
j. Permenkes RI no.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan
Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat
motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi tertentu,
tim, serta para professional dan anggota tanpa lisensi dari berbagai disiplin.
tempat kerja, dan lebih menghargai pencapaian individu. Dalam hal keselamatan
diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit harus dapat mengadakan pendidikan
keselamatan pasien.
3. Budaya
Jones (2007) berpendapat the organizational culture affects the outcomes of
quality for the organization. Budaya organisasi mempengaruhi hasil dari mutu
organisasi. Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Menurut
standardisasi, kesalahan, dan mengengurangi data tulis tangan, diantara fungsi lain.
5. Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan
efektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari
perawatan pada pasien yang bisa menentukan kualitas dan keselamatan pelayanan.
Proses Keperawatan
1) Pengkajian
Persiapan praoperasi
- Identitas pasien
Pada identitas pasien, hal-hal yang harus dicatat meliputi nama pasien, umur,
jenis kelamin, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, status, keluhan
penyakit dan siapa yang akan bertanggung jawab pada biaya pengoperasian
pasien nantinya.
Vital sign
Analisi darah
Endoskopi
Pemeriksaan feses dan urine
Status Cardiovaskuler
Biopsi jaringan
Fungsi ginjal dan hepar
Fungsi endoskrin
Fungsi imunologi
- Kondisi fisiologis pasien
Kondisi pasien juga menentukan apakah pasien layak untuk dioperasi atau
tidak. Pasien diharapkan mempunyai stamina yang baik dimana pasien
dianjurkan istirahat dan tidur yang cukup bertujuan agar pasien tidak
mengalami stress fisik dan selain itu tubuh pasien akan menjadi lebih rileks.
Status nutrisi
Hal- hal yang dapat dicatat pada status nutrisi yaitu :
- Intake
Pengukuran intake dapat diukur dengan mencatat berapa banyak cairan
(cc) yang masuk melalui oral maupun intravena.
- Output
Cairan yang dikeluarkan bisa melaui urine, keringat dan uap air pada
pernafasan
Personal hygiene
Sebelum melakukan pembedahan ada baiknya memperhatikan personal hygine
pasien yaitu dengan cara memandikan pasien dan membersihkan bagian tubuh
yang akan diopersi. Hal itu bertujuan agar kuman atau bakteri yang melekat
pada tubuh menjadi berkurang atau bahkan mati dan itu merupakan salah satu
cara menjaga kesterilan sehingga mengurangi resiko terinfeksi terhadap daerah
yang dioperasi.
Persiapan mental tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena
mental pasien yang tidak siap atau labih dapat mempengaruhi terhadap kondisi
fisiknya dimana tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
actual yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis dan psikologis. Adapun
penyebab kecemasan pasien menghadapi pembedahan yaitu:
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak – banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutp rapat
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan – lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
Lakukan latihan dua kali sehari praoperatif
Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan ansietas general. Karena akan mengalami pemasangan
alat bantu nafas selama dalam kondisi terantesi. Sehingga ketika sadar pasien akan
mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir
kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien stelah
operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih
melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk
Kemudian pasien naafs dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk menggunakan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka
pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap
incisi
Ulangi lagi sesuai kebutuhan
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk.
Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif
Kontrol dan medikasi nyeri
Kontrol kognitif
Informasi lain
d) Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter tidak
memungkinkan bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Adapun yang meliputi pemeriksaan penunjang antara lain :
- CT scan
- BNO-IVP
- Colon in loop
- EKG, ECHO
- Hemoglobin
- Angka leukosit
- Limfosit
- Jumlah trombosit
- Protein total (albumin dan globulin)
- Elektrolit (kalium, natrium, chlorida)
- BUN
- LED
- Ureum kreatinin
Biopsi
Tindakan operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan
penyakit pasien sebelum dioperasi
- Ahli bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang
apa yang akan diperlukan dalam pembedahan.
- Ahli bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif
yang ada.
- Menjelaskan kemungkinan resiko saat dan sesudah pembedahan
- Menjelaskan perubahan bentuk tubuh yang akan terjadi
- Menjelaskan pembedahan dapat menimbulkan kecacatan fisik
- Menjelaskan bahwa pembedahan juga dapat menimbulkan ketidakmampuan
dan pengangkatan bagian tubuh
- Menjelaskan komplikasi yang akan muncul akibat pembedahan
- Menjelaskan juga tentang apa yang akan diperkirakan terjadi pada periode
pascaoperatif awal dan lanjut
Adapun kriteria informed consent dikatakan sah apabila :
INTRAOPERATIF
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi
atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat
dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada
diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah
fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada
masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan
outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi. Untuk menghasilkan hasil terbaik
bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang
sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur
pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi :
1. Ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik
dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi.
2. Ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan
3. Perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan
(well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas
ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan.
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant).
Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan
eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran
perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan
pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variable yang
dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk
mengembangkan rencana perawatan pasien individual.
1. Identifikasi klien
2. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien perkebijakan bagian.
3. Telaah catatan pasien terhadap adanya:
Informed yang benar dengan tanda tangan pasien
Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan diagnostic
Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan
Ceklist praoperatif
4. Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera
Status fisiologis (tingkat sehat sakit, tingkat kesadaran)
Status psikososial (ekpresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah
komunikasi verbal, masalah mekanisme koping)
Status fisik (tempat operasi, kondisi kulit dan efektivitas persiapan,
pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi tidak bergerak)
2. Diagnosa Keperawatan
(1) Risiko aspirasi berhubungan dengan pemasangan OTT, penurunan refleks
muntah dan penurunan kesadaran akibat efek anaesthesia
(2) PK Anemia
(3) Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia akibat perdarahan
(4) Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin
(5) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan efek samping
medikasi
(6) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
(7) Risiko cedera akibat kondisi operatif berhubungan dengan efek anastesi,
lingkungan intraoperatif.
(8) Risiko jatuh berhubungan dengan pengaturan posisi intraoperatif
(9) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (terputusnya
kontinuitas jaringan) akibat luka operasi
(10) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret
POST OPERATIF
Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu setiap
30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik,
pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap 30
menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil.
Infus, kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan
Jagalah agar saluran pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan
kepalanya, kemudian bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila
perlu, suction sisa muntahan dari tenggorokan.
Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidak menyumbat saluran
pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada
dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit lututnya
agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.
Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu
untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang “tampaknya” tidak
berbahaya.
Proses Keperawatan
1) Pengkajian
Setelah laporan pemindahan dai ruang operasi ke unit perawatan pasca anastesia
(PACU), perawat unit melakukan pengkajian awal dan melanjutkan intervensi keperawatan
segera. Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang tingkat kenyamanan
dan mental pasien. Dengan mengatahui hal ini, maka perawat akan lebih gampang
menentukan tindakan yang akan diberikan kepada pasien sesuai kebutuhan pasien. Yang
perlu dikaji segera setelah pasien di operasi :
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan dan agen mekanis (terputusnya kontinuitas
jaringan) akibat luka operasi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (terputusnya
kontinuitas jaringan) akibat luka operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
4. Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi.
6. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan peningkatan efek relaksasi
khususnya pada gastrointestinal.
7. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi berlebihan pd pusat
pernafasan.
8. Mual berhubungan dengan peningkatan rangsangan pada nervus vagus/glosso
pharyngeal.
9. PK Hipotensi
10. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya gangguan
sirkulasi perifer.
Menghindari cedera: restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar benar
mendesak untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain harus diawasi
jangan sampai mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang dan peralatan
pemantau. Apabila kegelisahan disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan
analgesik dan sedatif.
Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat mentoleransi
diet yang biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan pulih kembali. Ambulasi
dini dan latihan di tempat tidur dapat membantu memperlancar kembalinya fungsi GI
tract. Cairan merupakan substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah
dan teh dapat diberikan sebagai asupan selanjutnya jika tidak terjadi mual dan muntah
(bukan es atau cairan hangat). Setelah itu makanan secara bertahap diberikan mulai dari
yang paling lunak sampai pada makanan padat biasa sesuai dengan toleransi pasien.
Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran dan
kompres hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk merangsang
eliminasi pasien. Masukan dan haluaran harus terus dicatat.
Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop digunakan untuk
mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising usus telah terdengar, diet pasien
secara bertahap dapat ditingkatkan.
Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik dari posisi satu
ke posisi lainnya setiap 2 jam.
Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem cerebro vaskuler dan neuromuskuler
pasien, tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, dan sifat pembedahan yang dilakukan.
Ambulasi dini dapat menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak
diperkenankan melebii toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan
kemajuan langkah diikuti dengan memobilisasi pasien : pasien diminta untuk bergerak
secara bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk dampai semua tanda pusing telah
hilang (dengan menaikkan bagian kepala temapt tidur), pasien dapat dibaringkan
dengan posisi benar-benar tegak dan dibalikkan sehingga kedua tungkai menjuntai di
atas tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk berdiri di sisi
tempat tidur.
Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring miring ke salah
satu sisi dengan lengan atas ke depan, posisi fowler-posisi paling umum tetapi juga
merupakan posisi yang paling sulit untuk dipertahankan.
Latihan di tempat tidur :
o Latihan nafas dalam untuk menyempurnakan ekspansi paru
o Latihan lengan melalui rentang gerak penuh, dengan perhatian khusus pada
abduksi dan rotasi eksternal bahu
o Latihan tangan dan jari
o Latihan kaki untuk mencegah foot drop dan deformitas dan untuk membantu
dalam mempertahankan sirkulasi yang baik
o Latihan fleksi dan mengangkat tungkai untuk menyiapkan pasien untuk
membantu aktivitas ambulasi
o Latihan kontraksi abdomen dan gluteal.
Mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial
o Dukungan psikologis selama fase post operatif
o Kunjungan keluarga dekat selama beberapa saat
o Eksplorasi kekhawatiran pasien tentang hasil pembedahan dan pikiran tentang
masa depannya
o Jawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan meyakinkan tanpa masuk ke dalam
suatu pembahasan yang mendetail
o Berada di dekat pasien untuk mendengarkan, mempertegas penjelasan dokter,
dan memperbaiki miskonsepsi yang ada
o Instruksikan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan
Intervensi Kolaboratif
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
Tanda dan gejala : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak adekuat, pernafasan
cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi, gelisah, respoN melambat, kulit dingin-
kusam-sianosis, denyut perifer menurun atau tidak teraba,haluaran urine kurang dari 30
ml/jam. Tindakan kolaboratif dan mandiri:
a. Penggantian cairan
b. Terapi komponen darah
c. Medikasi untuk memperbaiki atau mendukung fungsi jantung missal :
(antidisritmia)
d. Pemberian oksigen
e. Latihan tungkai untuk menstimulasi sirkulasi
Mempertahankan volume cairan adekuat
Selama fase intra operatif, kehilangan cairan yang berlebihan banyak terjadi bersamaan
dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya perspirasi, sekresi mukus dalam paru-
paru, dan kehilangan darah. Tindakan :
lukabedah, saluran kemih, aliran darah atau saluran pernafasan. Infeksi dapat
a. Penggunaan selang dan kateter, proses penyakit, atau oleh prosedur pembedahan
b. Efek ansethesia dan bedah mengurangi daya tahan tubuh terhadap infeksi
c. Pasien dapat terpajan pada agen infeksius selama hospitalisasi
d. Organisme yang ditemukan pada infeksi yang didapat di RS menyebar luas dan
resisten (kebal) terhadap antibiotik
e. Terjadi pelanggaran dalam teknik aseptik dan praktik mencuci tangan yang tidak
baik.
Tindakan pengendalian :
a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektif serta sering mengubah posisi
b. Penggunaan peralatan steril
c. Antibiotik dan antimikroba
d. Mempraktikkan teknik aseptik
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
f. Pencegahan kerusakan kulit
g. Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
h. Pantau adanya perdarahan
i. Perawatan insisi dan balutan
j. Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.
3) Evaluasi post operatif
Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis
b. Demam, menggigil dan perspirasi
c. Edema
d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk
lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
Pengobatan :
a. Ligasi vena femoralis
b. Terapi antikoagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini.
Embolisme Pummonal
Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna
menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca
operatif.
Retensiurine
Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.
Delirium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.
KEAMANAN PASIEN
JUDUL :
Tanggal terbit
keadaan:
3. pindah kamar
gelang.
darah.
5. Minta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan
DAFTAR ISI
Lombogia, Angelita dkk. 2016. Hubungan perilaku Dengan Kemampuan Perawat Dalam
Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Akut Instalasi Gawat
Daruratrsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Putra, Armansyah Jaya. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Perawatan Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2012