Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ASPEK KEAMANAN PADA ASUHAN PASIEN PERIOPERATIF

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

ANISA KARINA CITRA PRATIWI NPM.16.11.4066.E.A.0042

META UTARI NPM.16.11.4066.E.A.0058

RITA SUGIARTI NPM.16.11.4066.E.A.0067

VEREN ARISKA SARI NPM.16.11.4066.E.A.0071

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Patient Safety atau keselamatan pasien merupakan isu global yang


mempengaruhi negara-negara di semua tingkat pembangunan. Meskipun perkiraan
ukuran permasalahan masih belum pasti, khususnya di negara berkembang dan negara
transisi/konflik, ada kemungkinan bahwa jutaan pasien seluruh dunia menderita cacat,
cedera atau meninggal setiap tahun karena pelayanan kesehatan yang tidak aman.
Mengurangi kejadian yang membahayakan bagi pasien merupakan masalah dalam
pelayanan kesehatan bagi setiap orang, dan terdapat banyak hal yang harus dipelajari
dan dibagi antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang dan negara
dalam transisi/konfil tentang masalah keselamatan pasien (World Health Organization,
dalam Kamil, 2013)

Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih


penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan
kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan
menjaga keselamatan pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan
mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris
Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)
selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi
perilaku. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. World Health Organization (WHO), 2014
Keselamatan pasien merupakan masalah keseahatan masyarakat global yang
serius. Di Eropa mengalami pasien dengan resiko infeksi 83,5% dan bukti
kesalahan medis menunjukkan 50-72,3%. Di kumpulkan angka-angka penelitian
rumah sakit di berbagai Negara, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 –16,6 %.
(Lombogia, 2016).

Pelaporan data di Indonesia tentang kejadian tidak diharapkan (KTD) dan


kejadian nyaris cidera (KNC) belum banyak dilakukan oleh rumah sakit di Indonesia.
Data yang dimiliki Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) dari September
2006-2011 berdasarkan jenis kejadian: KTD sebanyak 249 laporan, KNC sebanyak 283
laporan. Berdasarkan unit penyebab: keperawatan sebanyak 207 laporan, farmasi
sebanyak 80 laporan, laboratorium sebanyak 41 laporan, dokter sebanyak 33 laporan,
sarana prasarana sebanyak 25 laporan. (Putra, 2012)

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui dan mengerti mengenai aspek keamanan pada asuhan


keperawatan pasien perioperative.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsep patient safety

2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien perioperative

3. Untuk mengetahui aspek keamanaan pada asuhan keperawatan pasien


perioperative

4. Untuk mengetahui standar operating prosedur yang memperhatikan tindakan


keamanan pasien
1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan makalah ini dapat berguna bagi institusi dalam bidang Manajemen
Patient Safety

1.3.2 Bagi Masyarakat

Diharap makalah ini dapat berguna bagi masyarakat dan menambah wawasan
mengenai aspek keselamatan asuhan pada pasien perioperatif

1.3.3 Bagi Rumah Sakit

Diharap bisa menjadi masukan bagi Rumah sakit untuk melakukan manajemen
patient safety sesuai prosedur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PATIENT SAFETY


A. Definisi Patient Safety
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasien sebagai

freedom from accidental injury. Senada dengan hal ini Hughes (2008) menyatakan

bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera terhadap pasien.

Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak

sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan

pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan

dengan paparan terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi perawatan medis.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 691/MEN

KES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit, definisi keselamatan

pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi

untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil.


Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap

kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak

diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial

cedera.
Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang

mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat

KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian

Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke

pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat

KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi

belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan

kematian atau cedera yang serius. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang

selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk

mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk

pembelajaran.
Dari beberapa definisi dari diatas dapat di simpulkan secara garis besar

keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem rumah sakit yang

membuat asuhan pasien lebih aman dengan pencegahan cidera terhadap pasien.

B. Tujuan Patient Safety


Menurut Depkes RI (2011) Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah

Sakit (Patient Safety) tujuan keselamatan pasien adalah :


a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD)


C. Standar Keselamatan Pasien
Pentingnya akan keselamatan pasien dirumah sakit, maka dibuatlah standar

keselamatan pasien dirumah sakit. Standar keselamatan pasien dirumah sakit ini

akan menjadi acuan setiap asuhan yang akan diberikan kepada pasien. Menurut

Depkes RI, (2011) ada tujuh standar keselamatan pasien yaitu :


1) Hak pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien


5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
D. Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals)
Selain dari standar keselamatan, ada lagi yang menjadi poin penting dalam

pelaksanaan keselamatan pasien yaitu sasaran keselamatan pasien atau Patient

Safety Goals. Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di

semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit.

Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions

dari WHO Patient Safety yang digunakan juga oleh komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit PERSI (KKPRSI), dan Joint Comminssion International (JCI).


Menurut Joint Comminssion International (2013) terdapat enam sasaran

keselamatan pasien yaitu :


1) Identifikasi pasien dengan benar
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif
3) Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6) Pengurangan risiko pasien jatuh

a. Langkah penerapan patient safety (Depkes R1, 2006)


Mengacu kepada standar keselamatan pasien , maka rumah sakit harus mendesain

(merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan

mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.


Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah

sakit, kebutuhan pasien,petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik

bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai

dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yaitu :


1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf anda
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
b. Sembilan Solusi live saving patient safety di RS (KKPRS, 2007)
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike

medication names).
b. Pastikan identifikasi pasien.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima / pengoperan pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi

nosokomial.
c. Dasar hukum patient safety

Aspek hukum terhadap “patient safety” atau keselamatan pasien adalah sebagai

berikut:

a. Pasal 53 (3) UUNo.36/2009 tentang kesehatan

Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding

kepentingan lainnya.

b. Pasal 32n UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh keamanan dan keselamatan

dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit

c. Pasal 29b UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan

rumah sakit.

d. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 tentang rumah sakit


Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan

atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat

berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang

komprehensif.

e. Pasal 32d UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang

bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

f. Pasal 32e UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan

efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.


g. Pasal 32j UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi yang meliputi

diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif

tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis

terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

h. Pasal 32q UU No.44/2009 tentang rumah sakit

Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut rumah sakit

apabila ru mah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai

dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

i. Pasal 43 UU No.44/2009
1) Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan

menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka

kejadian yang tidak diharapkan.


3) Rumah sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang

ditetapkan oleh menteri.


4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk mengkoreksi

sistem dalam angka meningkatkan keselamatan pasien.


5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

peraturan menteri.
j. Permenkes RI no.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan

pasien rumah sakit.

Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:


a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi performa dan penerapan patient safety di rumah sakit

adalah sebagai berikut :


1. Kepemimpinan
Kuntoro (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu seni dan proses

untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka memiliki

motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi tertentu,

sehingga sangat berperan dalam menentukan arah organisasi, mengembangkan

budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan organisasi yang efektif.


2. Individu
Patient safety merupakan tantangan global yang memerlukan pengetahuan dan

keterampilan dalam berbagai area, mencakup faktor manusia dan system


perencanaan. Menurut Jones (2007) pemberian layanan kesehatan adalah aktivitas

tim, serta para professional dan anggota tanpa lisensi dari berbagai disiplin.

Berdasarkan model manajemen tradisional, penekanan adalah pada individu dalam

tempat kerja, dan lebih menghargai pencapaian individu. Dalam hal keselamatan

pasien, pemimpin harus memastikan bahwa menempatkan pekerja yang dimiliki

mempunyai keterampilan untuk menjalankan fungsinya sehingga pelayanan yang

diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit harus dapat mengadakan pendidikan

berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para staf, karena

pengetahuan para staf akan menentukan sikap mereka dalam mendukung

keselamatan pasien.
3. Budaya
Jones (2007) berpendapat the organizational culture affects the outcomes of

quality for the organization. Budaya organisasi mempengaruhi hasil dari mutu

organisasi. Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety. Menurut

Whithebead, Weiss & Tappen (2010) suatu kultur keselamatan mempromosikan

kepercayaan, kejujuran, keterbukaan, dan ketransparanan. Organisasi dan

kepemimpinan senior harus melakukan perubahan arah untuk mengembangkan

budaya keselamatan, suatu lingkungan yang tidak menyalahkan di mana pelaporan

kesalahan dipromosikan dan dihadiahi.


4. Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses

pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Menurut Hughes (2008) temuan


riset menunjukkan bahwa IT aplikasi dapat tingkatkan keselamatan pasien dengan

standardisasi, kesalahan, dan mengengurangi data tulis tangan, diantara fungsi lain.
5. Lingkungan
Tidak mungkin untuk mempertimbangkan konsep perawatan yang aman dan

efektif yang diberikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam isolasi dari

lingkungan fisik dan pengaturan di mana perawatan diberikan. Hughes (2008)

berpendapat bahwa lingkungan kerja adalah tempat dimana perawat menyediakan

perawatan pada pasien yang bisa menentukan kualitas dan keselamatan pelayanan.

 Proses Keperawatan
1) Pengkajian

Persiapan praoperasi

a) Persiapan Fisik, mencakup :

 Status kesehatan fisik umum


Pemeriksan kesehatan fisik secara umum ada 5 tahapan yaitu:

- Identitas pasien
Pada identitas pasien, hal-hal yang harus dicatat meliputi nama pasien, umur,
jenis kelamin, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, status, keluhan
penyakit dan siapa yang akan bertanggung jawab pada biaya pengoperasian
pasien nantinya.

- Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu


Selain mencatat identitas pasien, data tentang riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu pasien juga perlu diketahui. Hal itu bertujuan untuk
memudahkan dalam proses meningkatkan koping pasien.
- Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat tentang kesehatan keluarga juga penting, karena bisa saja penyakit
yang diderita pasien menjadi salah satu faktor penyebab akibat penyakit
keturunan yang diderita keluarganya.

- Pemeriksaan fisik lengkap


Pada pemeriksaan fisik lengkap data yang harus dicatat meliputi :

 Vital sign
 Analisi darah
 Endoskopi
 Pemeriksaan feses dan urine
 Status Cardiovaskuler
 Biopsi jaringan
 Fungsi ginjal dan hepar
 Fungsi endoskrin
 Fungsi imunologi
- Kondisi fisiologis pasien
Kondisi pasien juga menentukan apakah pasien layak untuk dioperasi atau
tidak. Pasien diharapkan mempunyai stamina yang baik dimana pasien
dianjurkan istirahat dan tidur yang cukup bertujuan agar pasien tidak
mengalami stress fisik dan selain itu tubuh pasien akan menjadi lebih rileks.

 Status nutrisi
Hal- hal yang dapat dicatat pada status nutrisi yaitu :

- Mengukur tinggi dan berat badan pasien


- Mengukur kadar protein darah (albumin dan globulin)
- Mengukur lingkar lengan atas
Pengukuran tersebut dilakukan sebelum pembedahan untuk mengoreksi apakah
pasien mengalami defisiensi nutrisi atau tidak. Jika pasien mengalami
defisiensi nutrisi segera beri asupan nutrisi yang cukup. Hal itu bertujuan agar
protein yang cukup nantinya dapat memperbaiki jaringan.
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan dan elektrolit pasien harus dalam keadaan yang normal, dimana yang
perlu diperhatikan yaitu intake cairan yang masuk ke tubuh pasien harus sama
dengan output cairan yang dikeluarkan pasien. Cara mengukur intake dan
output tubuh pasien adalah sebagai berikut :

- Intake
Pengukuran intake dapat diukur dengan mencatat berapa banyak cairan
(cc) yang masuk melalui oral maupun intravena.

- Output
Cairan yang dikeluarkan bisa melaui urine, keringat dan uap air pada
pernafasan

 Pengosongan lambung dan colon


Intervensi keperawatan yang diberikan diantaranya pasien dipuasakan yaitu
berkisar antara 7- 8 jam dan puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB. Hal itu
bertujuan untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru)
dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Jika pada pasien yang
membutuhan pengoperasian segera maka dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (Naso Gastric Tube).

 Personal hygiene
Sebelum melakukan pembedahan ada baiknya memperhatikan personal hygine
pasien yaitu dengan cara memandikan pasien dan membersihkan bagian tubuh
yang akan diopersi. Hal itu bertujuan agar kuman atau bakteri yang melekat
pada tubuh menjadi berkurang atau bahkan mati dan itu merupakan salah satu
cara menjaga kesterilan sehingga mengurangi resiko terinfeksi terhadap daerah
yang dioperasi.

 Pencukuran daerah operasi


Pencukuran pada daerah operasi bertujuan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang akan dilakukan pembedahan karena rambut yang
tidak dicukur dapat menjadi tempat persembunyian kuman dan juga dapat
menghambat proses penyembunhan dan perawatan luka.Sering kali pasien
diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih
nyaman.

 Pengosongan kandung kemih


Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain itu pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan
untuk mengobservasi keseimbangan cairan.

Kondisi fisiologis akan mempengaruhi proses pembedahan.

b) Persiapan Mental, diperlukan karena:

Persiapan mental tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena
mental pasien yang tidak siap atau labih dapat mempengaruhi terhadap kondisi
fisiknya dimana tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
actual yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis dan psikologis. Adapun
penyebab kecemasan pasien menghadapi pembedahan yaitu:

 Takut terhadap nyeri yang akan dialami


 Takut terhadap keganasan
 Takut menghadapi ruang operasi dan alat bedah
 Takut operasi gagal dan cacat
 Takut meninggal di meja operasi.
Hal-hal yang perlu digali untuk mengantisipasi masalah kecemasan pasien antara
lain:

 Pengalaman operasi pasien


 Pengertian pasien tentang tujuan operasi
Peran perawat membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang
akan di alami pasien sebelum melakukan operasi, memberikan informasi
pada pasien tentang waktu operasi dan hal-hal yang akan dialami pasien
selama proses operasi. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi
maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi.

 Pengetahuan pasien tentang kondisi kamar operasi


Peran perawat memberikan informasi tentang kondisi kamar operasi dengan
menunjukkan kamar yang akan dijadikan ruangan untuk pembedahan
pasien.

 Pengetahuan pasien tentang prosedur perioperatif


Peran perawat memberikan kesempatan pasien dan keluarga untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan
keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien diantar ke kamar operasi.
 Pengertian yang salah/keliru tentang pembedahan
Peran perawat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan
dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan
pada pasien.
 Faktor pendukung/support system.
c) Pendidikan Praopertif
Pada persiapan ini pasien diberikan pendidikan berupa pendidikan tentang langkah-
langkah prosedur dan harus mencakup sensasi yang akan pasien alami seperti
memberitahu pasien hanya medikasi praoperatif yang akan membuatnya rileks
sebelum operasi tidaklah seefektif bila menyebutkan juga bahwa medikasi tersebut
dapat mengakibatkan kepala terasa melayang dan mengantuk. Terdapat 3 cara
medikasi praoperatif yaitu :

Latihan napas dalam


Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik
ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi
umum. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan
lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
 Letakkan tangan diatas perut
 Hirup udara sebanyak – banyaknya dengan menggunakan hidung dalam
kondisi mulut tertutp rapat
 Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan – lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
 Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
 Lakukan latihan dua kali sehari praoperatif
 Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan ansietas general. Karena akan mengalami pemasangan
alat bantu nafas selama dalam kondisi terantesi. Sehingga ketika sadar pasien akan
mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir
kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien stelah
operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih
melakukan teknik batuk efektif dengan cara :

 Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk
 Kemudian pasien naafs dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
 Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk menggunakan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka
pada tenggorokan.
 Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap
incisi
 Ulangi lagi sesuai kebutuhan
 Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk.
 Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif
 Kontrol dan medikasi nyeri
 Kontrol kognitif
 Informasi lain

d) Persiapan penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter tidak
memungkinkan bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Adapun yang meliputi pemeriksaan penunjang antara lain :

 Hasil pemeriksaan Radiologi :


- Thorax foto, foto abdomen
- USG

- CT scan

- BNO-IVP

- Colon in loop

- EKG, ECHO

 Hasil pemeriksaan Laboratorium


Berupa pemeriksaan darah yaitu :

- Hemoglobin
- Angka leukosit
- Limfosit
- Jumlah trombosit
- Protein total (albumin dan globulin)
- Elektrolit (kalium, natrium, chlorida)
- BUN
- LED
- Ureum kreatinin
 Biopsi
Tindakan operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan
penyakit pasien sebelum dioperasi

 Pemeriksaan kadar gula darah (KGD)


Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalam rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)
 Informed Consent
Informed consent merupakan suatu pernyataan tertulis yang dibuat secara sadar
dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum surat pembedahan dilakukan. Dan
disini tanggung jawab perawat adalah memastikan informed consent telah
didapat sukarela dari pasien oleh dokter. Hal-hal yang harus dilakukan oleh ahli
bedah dan perawat sebelum pasien menandatangani formulir consent adalah :

- Ahli bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana tentang
apa yang akan diperlukan dalam pembedahan.
- Ahli bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-alternatif
yang ada.
- Menjelaskan kemungkinan resiko saat dan sesudah pembedahan
- Menjelaskan perubahan bentuk tubuh yang akan terjadi
- Menjelaskan pembedahan dapat menimbulkan kecacatan fisik
- Menjelaskan bahwa pembedahan juga dapat menimbulkan ketidakmampuan
dan pengangkatan bagian tubuh
- Menjelaskan komplikasi yang akan muncul akibat pembedahan
- Menjelaskan juga tentang apa yang akan diperkirakan terjadi pada periode
pascaoperatif awal dan lanjut
Adapun kriteria informed consent dikatakan sah apabila :

- Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika telah mencapai


usia legal dan mampu secara mental
- Pasien dibawah umur , atau tidak sadar atau tidak kompeten, izin harus
didapat dari anggota keluarga yang bertanggung jawab atau wali yang sah.
 Pemeriksaan status anastesi
Pemeriksaan status fisik untuk dilakukan pembiusan dilkukan untuk keselamatan
pasien selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahn, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan
untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien.

2) Diagnosa Keperawatan Praoperatif

Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada fase praoperatif adalah:

 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengalaman praoperatif


 Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol praoperatif berhubungan dengan
kurangnya pengalaman praoperatif
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketakutan menjelang operasi

INTRAOPERATIF

Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan


perioperatif. Perawatan intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktivitas perawat
adalah memasang IV-line (infus), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan
fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan klien
(menggenggam tangan klien, mengatur posisi klien). Contoh : memberikan dukungan
psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu
mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
kesimetrisan tubuh.

Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang
dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat
difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi
atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat
dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada
diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah
fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada
masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan
outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi. Untuk menghasilkan hasil terbaik
bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang
sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam prosedur
pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi :

1. Ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik
dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi.
2. Ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan
3. Perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan
(well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas
ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan.
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant).
Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan
eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran
perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan
pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.

Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi


mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat
bedah dan dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan
perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang
tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus
dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
Perawatan Intraoperatif meliputi: pengkajian preanastesi, positioning, drapping pada
area pembedahan, monitoring hemodinamik dan perawatan post anestesi di RR.

 Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variable yang
dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk
mengembangkan rencana perawatan pasien individual.

1. Identifikasi klien
2. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien perkebijakan bagian.
3. Telaah catatan pasien terhadap adanya:
 Informed yang benar dengan tanda tangan pasien
 Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
 Hasil pemeriksaan diagnostic
 Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan
 Ceklist praoperatif
4. Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera
 Status fisiologis (tingkat sehat sakit, tingkat kesadaran)
 Status psikososial (ekpresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah
komunikasi verbal, masalah mekanisme koping)
 Status fisik (tempat operasi, kondisi kulit dan efektivitas persiapan,
pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi tidak bergerak)
2. Diagnosa Keperawatan
(1) Risiko aspirasi berhubungan dengan pemasangan OTT, penurunan refleks
muntah dan penurunan kesadaran akibat efek anaesthesia
(2) PK Anemia
(3) Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia akibat perdarahan
(4) Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin
(5) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan efek samping
medikasi
(6) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
(7) Risiko cedera akibat kondisi operatif berhubungan dengan efek anastesi,
lingkungan intraoperatif.
(8) Risiko jatuh berhubungan dengan pengaturan posisi intraoperatif
(9) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (terputusnya
kontinuitas jaringan) akibat luka operasi
(10) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret

POST OPERATIF

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.


Perawatan dimulai dengan dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Selama periode ini proses
keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium
fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pada fase ini fokus
pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah
komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan
pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan. Perawatan post operatif meliputi beberapa
tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi
(recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
Bardasarkan tahapan di atas, maka ada beberapa proses keperawatan yang dilakukan, antara
lain:

 Pemindahan Pasien setelah pembedahan :


 Pertimbangkan letak insisi, perubahan vaskuler, dan pemajanan
 Posisi tidur tidak menyumbat drain atau selang drainage
 Pemindahan harus dilakukan dengan perlahan dan cermat
 Gown yang basah harus segera diganti dengan gown kering
 Gunakan selimut yang ringan
 Pertimbangkan perlunya pengikat di atas lutut dan siku
 Pertahankan keselamatan dan kenyamanan
 Pasang pagar pengaman di kedua sisi tempat tidur
 Perawatan pasien post operasi di RR
Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar bedah,
dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri, sehingga apabila
timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi pertolongan. Selama
belum sadar betul, klien dibiarkan tetap tinggal di RR. Setelah operasi, klien diberikan
perawatan yang sebaik-baiknya dan dirawat oleh perawat yang berkompeten di
bidangnya (ahli dan berpengalaman). Tugas perawat di RR adalah :

 Selama 2 jam pertama, periksalah nadi dan pernafasan setiap 15 menit, lalu setiap
30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila keadaan tetap baik,
pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk khusus, lakukan setiap 30
menit. Laporkan pula bila ada tanda-tanda syok, perdarahan dan menggigil.
 Infus, kateter dan drain yang terpasang perlu juga diperhatikan
 Jagalah agar saluran pernafasan tetap lancar. Klien yang muntah dimiringkan
kepalanya, kemudian bersihkan hidung dan mulutnya dari sisa muntahan. Bila
perlu, suction sisa muntahan dari tenggorokan.
 Klien yang belum sadar jangan diberi bantal agar tidak menyumbat saluran
pernafasan. Bila perlu, pasang bantal di bawah punggung, sehingga kepala berada
dalam sikap mendongak. Pada klien dengan laparatomi, tekuk sedikit lututnya
agar perut menjadi lemas dan tidak merenggangkan jahitan luka.
 Usahakan agar klien bersikap tenang dan rileks.
 Tidak perlu segan untuk melaporkan semua gejala yang perawat anggap perlu
untuk mendapatkan perhatian, termasuk gejala yang “tampaknya” tidak
berbahaya.

 Proses Keperawatan
1) Pengkajian

Setelah laporan pemindahan dai ruang operasi ke unit perawatan pasca anastesia
(PACU), perawat unit melakukan pengkajian awal dan melanjutkan intervensi keperawatan
segera. Tindakan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang tingkat kenyamanan
dan mental pasien. Dengan mengatahui hal ini, maka perawat akan lebih gampang
menentukan tindakan yang akan diberikan kepada pasien sesuai kebutuhan pasien. Yang
perlu dikaji segera setelah pasien di operasi :

 Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan


 Kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital
 Anesthetik dan medikasi lain yang digunakan (misal : narkotik, relaksan otot,
antibiotik)
 Segala masalah yang terjadi selama fase pembedahan yang sekiranya dapat
mempengaruhi perawatan pasca-operatif (misal : hemorrhagi, syok, dan henti
jantung)
 Patologi yang dihadapi (pemberitahuan kepada keluarga apabila ditemukan adanya
keganasan)
 Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian cairan
 Segala selang, drain, kateter atau alat bantu pendukung lainnya
 Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anesthesia yang akan
diberitahu.
 Evaluasi saturasi oksigen dengan oksimetri, pengkajian nadi-volume-keteraturan
 Evaluasi pernafasan : kedalaman, frakuensi, sifat pernafasan
 Kaji status kesadaran, warna kulit dan kemampuan berespon terhadap perintah.
 Kenyamanan: Tipe nyeri, intnsitas, dan loksi nyeri, mual dan muntah dan perubahan
posisi yang dibutuhkan
 Psikologi: sifat dari pertanyaan pasien, kebutuhan akan istirahat, gangguan oleh
kebisingan dan ketersediaan bel atau lampu pemanggil
 Keselamatan: kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang tidak tersumbat,
cairan infuse terpsang dengan tepat
 Peralatan: diperiksa apakah alat-alat masih berfungsi dengan baik atau tidak

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan dan agen mekanis (terputusnya kontinuitas
jaringan) akibat luka operasi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis (terputusnya
kontinuitas jaringan) akibat luka operasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
4. Hipotermia berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi.
6. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan peningkatan efek relaksasi
khususnya pada gastrointestinal.
7. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi berlebihan pd pusat
pernafasan.
8. Mual berhubungan dengan peningkatan rangsangan pada nervus vagus/glosso
pharyngeal.
9. PK Hipotensi
10. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya gangguan
sirkulasi perifer.

 Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif


 Meredakan nyeri: teknik relaksasi, teknik distraksi, anagetik oral / IV / IM, therapi
kognitif
 Menghilangkan kegelisahan: merupakan gejala defisit oksigen dan hemorrhagi, bisa
juga diakibatkan oleh posisi selama fase intra operatif, cara penanganan jaringan oleh
ahli bedah, dan reaksi tubuh terhaap pemulihan anesthesia. Dapat dihilangkan dengan
analgesik pasca operatif yang diresepkan dan perubahan posisi secara rutin.
 Menghilangkan mual dan muntah: pengaruh anesthesia untuk mengeluarkan mukus dan
saliva dalam lambung yang tertelan selama periode anesthesia. Bila berlebihan dapat
dihilangkan dengan agens anesthestik dan antiemetik. Posisi pasien selama mual-
muntah adalah dengan dibalikkan miring ke salah satu sisi untuk meningkatkan
drainage mulut, mencegah aspirasi muntahan, dan suction jika diperlukan. Jika muntah
tidak kunjung berhenti, maka perlu dilakukan pemasangan NGT.
 Menghilangkan distensi abdomen: diakibatkan oleh akumulasi gas dalam saluran
intestinal. Penanganannya dengan memasang selang kateter rektak, selang NGT,
meminta pasien untuk sering berbalik, melakukan latihan dan mobilisasi dini jika
keadaan pasien memungkinkan.
 Menghilangkan cegukan: diakibatkan oleh spasme intermitten diafragma dan
dimanifestasikan dengan adanya bunyi “hik” (bunyi koarse), akibat dari vibrasi pita
suara yang tertutup ketika udara secara mendadak masuk ke dalam paru-paru. Terbukti
bahwa sebenarnya tidak ada tindakan yang paling efektif untuk mengatasi cegukan.
Remedi paling tua dan sederhana adalah dengan menahan nafas, terutama pada saat
minum. Selain itu penggunaan medikasi fenotiasin, dengan menekankan jari tangan
pada kelopak mata yang tertutup selama beberapa menit dan dengan merangsang
muntah dapat berhasil pada beberapa kasus.
 Mempertahankan suhu tubuh normal: ruangan dipertahankan pada suhu yang
nyaman dan penggunaan selimut untuk mencegah kedinginan.

 Menghindari cedera: restrain boleh digunakan hanya bila keadaan pasien benar benar
mendesak untuk menggunakannya. Meski begitu, penggunaan restrain harus diawasi
jangan sampai mencederai pasien, mengganggu terapi IV, selang dan peralatan
pemantau. Apabila kegelisahan disebabkan oleh nyeri, maka dianjurkan penggunaan
analgesik dan sedatif.
 Mempertahankan status nutrisi yang normal : makin cepat pasien dapat mentoleransi
diet yang biasa, makin cepat fungsi GI tract yang normal akan pulih kembali. Ambulasi
dini dan latihan di tempat tidur dapat membantu memperlancar kembalinya fungsi GI
tract. Cairan merupakan substansi pertama yang dapat ditoleransi oleh pasien. Jus buah
dan teh dapat diberikan sebagai asupan selanjutnya jika tidak terjadi mual dan muntah
(bukan es atau cairan hangat). Setelah itu makanan secara bertahap diberikan mulai dari
yang paling lunak sampai pada makanan padat biasa sesuai dengan toleransi pasien.
 Meningkatkan fungsi urinarius yang normal : membiarkan air mengalir di kran dan
kompres hangat pada perineum merupakan upaya yang dianjurkan untuk merangsang
eliminasi pasien. Masukan dan haluaran harus terus dicatat.
 Meningkatkan eliminasi usus : auskultasi abdomen dengan stetoskop digunakan untuk
mendeteksi adanya bising usus, sehingga jika bising usus telah terdengar, diet pasien
secara bertahap dapat ditingkatkan.
 Memulihkan mobilitas : pasien dengan mobilitas terbatas harus dibalik dari posisi satu
ke posisi lainnya setiap 2 jam.
 Ambulasi dini : ditentukan oleh kestabilan sistem cerebro vaskuler dan neuromuskuler
pasien, tingkat aktivitas fisik pasien yang lazim, dan sifat pembedahan yang dilakukan.
Ambulasi dini dapat menurunkan insiden komplikasi pasca operasi. Ambulasi dini tidak
diperkenankan melebii toleransi pasien. Kondisi pasien menjadi faktor penentu dan
kemajuan langkah diikuti dengan memobilisasi pasien : pasien diminta untuk bergerak
secara bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk dampai semua tanda pusing telah
hilang (dengan menaikkan bagian kepala temapt tidur), pasien dapat dibaringkan
dengan posisi benar-benar tegak dan dibalikkan sehingga kedua tungkai menjuntai di
atas tepi tempat tidur dan setelah persiapan ini, pasien dapat dibantu untuk berdiri di sisi
tempat tidur.
 Pengaturan posisi : posisi telentang tanpa menaikkan kepala, berbaring miring ke salah
satu sisi dengan lengan atas ke depan, posisi fowler-posisi paling umum tetapi juga
merupakan posisi yang paling sulit untuk dipertahankan.
 Latihan di tempat tidur :
o Latihan nafas dalam untuk menyempurnakan ekspansi paru
o Latihan lengan melalui rentang gerak penuh, dengan perhatian khusus pada
abduksi dan rotasi eksternal bahu
o Latihan tangan dan jari
o Latihan kaki untuk mencegah foot drop dan deformitas dan untuk membantu
dalam mempertahankan sirkulasi yang baik
o Latihan fleksi dan mengangkat tungkai untuk menyiapkan pasien untuk
membantu aktivitas ambulasi
o Latihan kontraksi abdomen dan gluteal.
 Mengurangi ansietas dan mencapai kesejahteraan psikososial
o Dukungan psikologis selama fase post operatif
o Kunjungan keluarga dekat selama beberapa saat
o Eksplorasi kekhawatiran pasien tentang hasil pembedahan dan pikiran tentang
masa depannya
o Jawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan meyakinkan tanpa masuk ke dalam
suatu pembahasan yang mendetail
o Berada di dekat pasien untuk mendengarkan, mempertegas penjelasan dokter,
dan memperbaiki miskonsepsi yang ada
o Instruksikan teknik relaksasi dan aktivitas pengalihan
 Intervensi Kolaboratif
 Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
Tanda dan gejala : penurunan tekanan darah, saturasi O2 yang tidak adekuat, pernafasan
cepat atau sulit, peningkatan frekuensi nadi, gelisah, respoN melambat, kulit dingin-
kusam-sianosis, denyut perifer menurun atau tidak teraba,haluaran urine kurang dari 30
ml/jam. Tindakan kolaboratif dan mandiri:

a. Penggantian cairan
b. Terapi komponen darah
c. Medikasi untuk memperbaiki atau mendukung fungsi jantung missal :
(antidisritmia)
d. Pemberian oksigen
e. Latihan tungkai untuk menstimulasi sirkulasi
 Mempertahankan volume cairan adekuat
Selama fase intra operatif, kehilangan cairan yang berlebihan banyak terjadi bersamaan
dengan pembedahan sebagai akibat meningkatnya perspirasi, sekresi mukus dalam paru-
paru, dan kehilangan darah. Tindakan :

a. Penggantian cairan dan elektrolit per IV


b. Penggantian cairan per oral secara bertahap setelah mual-muntah menghilang dan
bising usus terdengar
 Pencegahan infeksi
Kebanyakan infeksi terjadi pada salah satu dari empat tempat anatomi :

lukabedah, saluran kemih, aliran darah atau saluran pernafasan. Infeksi dapat

terjadi karena adanya hal-hal berikut :

a. Penggunaan selang dan kateter, proses penyakit, atau oleh prosedur pembedahan
b. Efek ansethesia dan bedah mengurangi daya tahan tubuh terhadap infeksi
c. Pasien dapat terpajan pada agen infeksius selama hospitalisasi
d. Organisme yang ditemukan pada infeksi yang didapat di RS menyebar luas dan
resisten (kebal) terhadap antibiotik
e. Terjadi pelanggaran dalam teknik aseptik dan praktik mencuci tangan yang tidak
baik.
 Tindakan pengendalian :
a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektif serta sering mengubah posisi
b. Penggunaan peralatan steril
c. Antibiotik dan antimikroba
d. Mempraktikkan teknik aseptik
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
f. Pencegahan kerusakan kulit
g. Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
h. Pantau adanya perdarahan
i. Perawatan insisi dan balutan
j. Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.
3) Evaluasi post operatif

 Fungsi pulmonal tidak terganggu


 Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
 Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
 Orientasi tempat, peristiwa dan waktu
 Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
 Mual dan muntah dalam kontrol, nyeri minimal.
 Komplikasi pasca operatif
 Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk sampah metabolisme. Tanda-
tandanya : pucat, kulit dingin dan terasa basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir,
gusi dan lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan nadi, tekanan darah
rendah dan urine pekat.
 Pencegahan :
a.Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
c.Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
e.Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
 Pengobatan :
a.Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c.Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
e.Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah,
albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Penggunaan beberapa jalur intravena
g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
h. (mengurangi retensi cairan dan edema)
 Hemorrhagi
 Jenis :
a. H. Primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. H. Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah
ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari
pembuluh darah yang tidak terikat
c. H. Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami
erosi oleh selang drainage.
 Tanda-tanda : Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-
pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva
pucat dan pasien melemah.
 Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi Vital sign.
 Trombosis Vena Profunda (TVP)
Merupakan trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial.

 Manifestasi klinis :
a. Nyeri atau kram pada betis
b. Demam, menggigil dan perspirasi
c. Edema
d. Vena menonjol dan teraba lebih mudah
 Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung atau bentuk
lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur dalam waktu yang lama
 Pengobatan :
a. Ligasi vena femoralis
b. Terapi antikoagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini.
 Embolisme Pummonal
Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan sempurna
menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah dengan ambulasi dini pasca
operatif.

 Retensiurine
Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.
 Delirium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus alkohol.

A. STANDART OPERATING PROSEDUR YANG MEMPERHATIKAN TINDAKAN

KEAMANAN PASIEN

Standar Operasional Prosedur (SOP)

JUDUL :

Keamanan dan Keselamatan Pasien “Ketepatan Identiifikasi Pasien”

Tanggal terbit

Pengertian Suatu pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatan ketelitian


identifikasi pasien.

Tujuan 1. Mengidentifikasi dengan benar

2. mencocokkan layanan dengan individu

Indikasi Menghindari kekeliruan mengidentifikasi pasien terutama pada

keadaan:

1. pasien masih dibius

2. pindah tempat tidur

3. pindah kamar

4. pindah lokasi di dalam rumah sakit

5. pasien memiliki cacat indra

Alat dan bahan a. Gelang pasien

Prosedur 1. Identifikasi pasien dengan menggunakan dua identitas pasien,

seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang

identitas pasien dengan bar-code.

2. Jelaskan manfaat gelang pasien

3. Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, ,elepas, menutup

gelang.

4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk

darah.
5. Minta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan

tindakan atau memberi obat, memberikan pengobatan tidak

mengkonfirmasi nama dan mengecek ke gelang.

Dokumentasi Mencatat setiap tindakan yang dilakukan

DAFTAR ISI

Lombogia, Angelita dkk. 2016. Hubungan perilaku Dengan Kemampuan Perawat Dalam
Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Akut Instalasi Gawat
Daruratrsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Kamil, Hajjul. 2013. Patient Safety. Vol. 1. No. 1

Putra, Armansyah Jaya. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Perawatan Rumah Sakit Haji Jakarta
Tahun 2012

Anda mungkin juga menyukai