Anda di halaman 1dari 30

i

CASE REPORT SESSION


LOW BACK PAIN

Disusun Oleh :
dr. Nurul Iman

Dokter Pendamping :
dr. Hj. Sumarmi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2018
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..………………………………………
................................… ..

BAB I PENDAHULUAN… ..

BAB II ILUSTRASI KASUS…

BAB III TINJAUAN PUSTAKA…

BAB IV ANALISIS KASUS

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
iii

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan kasus ini sebagai salah satu
tugas dokter internsip di bagian Instalasi Gawat Darurat RSUD 45 Kuningan.
Tema laporan kasus ini adalah “Penyakit Paru Obstruksi Kronik”. Pada
kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Hj. Sumarmi selaku pendamping dokter internsip di RSUD 45 Kuningan
yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses internsip di
Instalasi Gawat Darurat.
2. Dokter jaga di IGD RSUD 45 Kuningan yang telah mendampingi proses
pemahiran dokter internsip dalam kasus kegawatdaruratan.
3. Serta rekan-rekan sejawat di RSUD 45 Kuningan yang telah bekerja sama dalam
berlangsungnya proses internsip.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat bermanfaat untuk kesempurnaan proses
Program Internsip ini. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun
dan bagi semua pihak yang membacanya.

Kuningan, Oktober 2018

Penyusun
1

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru kronik
yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversible. Penyakit tersebut biasanya progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas
beracun.1
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan
dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada
kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar
ruangan dan di tempat kerja.2
Diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang sampai berat.
Pada tahun 2005 lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, menyumbang 5%
dari seluruh penyebab kematian. Data mengenai morbiditas dan mortalitas PPOK
tersebut didapatkan sebagian besar dari negara dengan penghasilan tinggi. Pada
tahun 2002, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5, diperkirakan akan
meningkat menjadi ke-3 pada tahun 2030 dengan total peningkatan kematian 30%
dalam 10 tahun.3
PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk
pasien yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya.
Padahal mereka masih dalam kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja
maksimal karena sesak napas yang kronik. Komorbiditas PPOK akan menghasilkan
penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik
disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan
axiety.4
2

Penatalaksanaan PPOK secara umum bertujuan untuk mencegah


progresivitas dari penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas, meningkatkan status kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi,
mencegah dan menangani eksaserbasi, dan menurunkan angka kematian.1,2

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
3

1.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik


2.1.1. Definisi
Penyakit paru obstuktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK ditandai dengan adanya emfisema dan
bronkitis kronis.2 Sedangkan menurut Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD, 2013), PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan
diobati, ditandai dengan limitasi aliran udara yang persisten dan progresif, akibat
respons inflamasi kronik pada jalan napas dan parenkim paru yang disebabkan gas
atau partikel beracun. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi pada beratnya
penyakit ini.1

2.1.2. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit yang menjadi
masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas
berbeda di tiap negara dan terus mengalami peningkatan. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya usia harapan hidup rata-rata masyarakat dan semakin
tingginya pajanan terhadap faktor risiko.5
Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia diperkirakan
sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,16 juta
jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien dengan
prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring semakin banyaknya jumlah
perokok, karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok.5

2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis,
diantaranya yaitu:
1. Merokok
4

Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab


terbanyak terjadinya PPOK. Kejadian PPOK karena merokok mencapai 90%
kasus. Merokok sigaret mempengaruhi makrofag untuk melepaskan faktor
kemotaktik dan elastase, yang akan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara
signifikan, PPOK berkembang pada 15% perokok sigaret, walaupun jumlah ini
pasti bukan nilai sebenarnya. Usia memulai merokok, jumlah bungkus pertahun,
dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas. 6

2. Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang, penggunaan
bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam ruangan
kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi PPOK.6

3. Hiperesponsif jalan napas


Pasien PPOK juga memiliki kecenderungan adanya hiperesponsif jalan
napas, seperti pada asma. Tetapi PPOK dan asma benar-benar berbeda. Asma
dilihat sebagai fenomena alergi, sedangkan PPOK merupakan hasil dari
kerusakan dan radang karena rokok. Studi longitudinal yang membandingkan
kepekaan saluran napas pada awal studi yang kemudian mengalami penurunan
fungsi paru telah menunjukkan bahwa peningkatan kepekaan saluran napas
secara jelas merupakan prediktor penurunan fungsi paru di waktu mendatang. 7
Tetapi studi ini masih belum jelas.
4. Defisiensi Alfa-1 antitripsin (AAT)
Alfa-1-antitripsin merupakan salah satu fraksi protein serum yang dapat
dipisahkan melalui elektroforesis dan dapat menetralisir elastase netrofil di
interstisium paru sehingga melindungi paru dari penghancuran elastolisis. 6 Pada
keadaan defisiensi, maka mekanisme perlindungan terhadap elastolisis ini
berkurang, sehingga bisa menyebabkan emfisema.Penelitian Erikson tahun 1963
menyatakan bahwa defisiensi AAT diwariskan secara autosomal-kodominan dan
5

keadaan ini menyebabkan emfisema. Defisensi AAT disebabkan karena mutasi


pada gen AAT.6

5. Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok,
obat IV, ras dan usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis
carinii terjadi kerusakan paru yang kortikal dan apikal. 6

6. Gangguan Jaringan Ikat


Cutis laxa adalah gangguan elastin yang digambarkan terutama dengan
penuaan prematur. Penyakit ini biasanya kongenital dengan bermacam bentuk
penurunan (mis. dominan, resesif). Emfisema prekoks dihubungkan dengan cutis
laxa sejak dari periode neonatus atau bayi. Patogenesis penyakit ini karena defek
sintesis elastin atau tropoelastin. Sindrom Marfan yaitu penyakit autosomal
dominan kolagen tipe I, ditemukan sekitar 10% pasiennya mengalami
abnormalitas paru, termasuk emfisema. 6

2.1.4. Patofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari
mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:

1. Pembatasan Aliran udara dan Udara yang Terjebak


Inflamasi luas, fibrosis dan eksudat lumen pada saluran pernapasan kecil
berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC, dan mungkin
dengan percepatan penurunan FEV1 (karakteristik PPOK), obstruksi saluran
napas ini akan menjebak udara saat ekspirasi dan menyebabkan hiperinflasi.
Emfisema juga berperan dalam menjebak udara selama ekspirasi. Hiperinflasi
mengurangi kapasitas inspirasi demikian juga kapasitas residual fungsional
meningkat, khususnya selama aktivitas, menghasilkan peningkatan dispnea dan
6

keterbatasan kapasitas saat aktivitas. Hiperinflasi berkembang pada tahap awal


penyakit dan menjadi mekanisme utama dispnea saat aktivitas. 1

2. Abnormalitas Pertukaran Gas


Abnormalitas pertukaran gas menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Distribusi abnormal rasio ventilasi-perfusi adalah mekanisme pertukaran gas
11
abnormal pada PPOK. Umumnya transfer oksigen dan karbon dioksida
memburuk selama perjalanan penyakit. Hal ini menyebabkan retensi karbon
dioksida saat dikombinasikan dengan penurunan ventilasi selama kerja
pernapasan tinggi karena obstruksi berat dan hiperinflasi bersamaan dengan
gangguan dari otot ventilasi. 1

3. Hipersekresi Mukus
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama pada PPOK.
awalnya adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus yang membesar.
Lamakelaman hipersekresi mukus terjadi karena metaplasia epitel skuamosa.
Hipersekresi mukus ini menghasilkan batuk produktif yang kronis. Pasien
dengan hipersekresi mukus adalah bila terjadi peningkatan jumlah sel goblet dan
pembesaran kelenjar submukosa. 11

4. Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi menyebabkan hipertensi
pulmonal pada PPOK termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel, dan
remodelling arteri pulmonal. Kombinasi ini mungkin suatu saat menyebabkan
11
pembesaran ventrikel jantung kanan. Ada respon inflamasi pada pembuluh
darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas. Emfisema dan
hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya peningkatan tekanan di
sirkulasi pulmonal. 1
7

5. Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke
sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan
kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti
penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik,
diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan memperburuk
prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka (Postma, dan Boezen,
2006).

2.1.5. Manifestasi Klinis


Gejala dari PPOK adalah seperti susah bernafas, batuk kronis dan
terbentuknya sputum kronis, episode yang buruk atau eksaserbasi sering muncul.
Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea).
Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai:. "Saya merasa
kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ".12
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat
melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama
bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap
sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari seperti
pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat menjadi
begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.12
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika ini
terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam
darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah
satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung karena
pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah melalui
paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema perifer,
dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.12
8

2.1.6. Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis
PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispnea, batuk
kronis atau produksi sputum berlebihan, dan riwayat terpajan faktor resiko
penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis dalam konteks
klinis. Adanya nilai FEV1/FVC postbronkodilator <0.70 memastikan adanya
pembatasan aliran udara yang persisten dan merupakan PPOK. 1
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal untuk melihat adanya riwayat medis
pasien yang berhubungan dengan PPOK, yaitu:
a. Pajanan terhadap faktor resiko, seperti asap rokok, pajanan di pekerjaan atau
lingkungan
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip nasal;
infeksi respirasi saat anak-anak dan penyakit pernapasan lainnya
c. Riwayat PPOK pada keluarga atau penyakit pernapasan kronis lainnya
d. Pola perkembangan gejala: PPOK biasanya berkembang pada usia dewasa
dan kebanyakan pasien sadar akan peningkatan kesulitan bernapas dan
beberapa keterbatasan sosial beberapa tahun sebelum mencari bantuan
pengobatan medis
e. Riwayat eksaserbasi atau rawat inap karena penyakit pernapasan terdahulu
f. Adanya penyakit komorbid: gangguan jantung, osteoporosis, gangguan
muskuloskeletal, dan keganasan yang juga berperan dalam pembatasan
aktivitas.
g. Dampak penyakit dalam kehidupan pasien, kehilangan pekerjaan dan
dampak ekonomi, efek dalam rutinitas keluarga, merasa cemas dan depresi,
serta gangguan aktivitas seksual
h. Kemungkinan menurunkan faktor resiko, misalnya berhenti merokok
9

Dalam anamnesis juga akan didapatkan gejala dan keluhan-keluhan yang


disampaikan pasien tentang penyakitnya. Gejala-gejala pada PPOK diantaranya
adalah:
a. Batuk
b. Produksi Sputum
c. Dispnea
d. Mengi dan Dada Sesak
e. Gambaran pada Penyakit Berat
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Pernapasan
Inspeksi: barrel chest, pursed-lips breathing, gerakan tidak normal dari
dada/abdomen dan penggunaan otot-otot pernapasan. Semua ini
merupakan tanda pembatasan aliran udara, hiperinflasi dan gangguan
mekanis dari bernapas 11
Palpasi: ditemukan fremitus melemah pada emfisema 2
Perkusi: penurunan letak diafragma, suara timpani karena hiperinflasi, hati
dapat teraba 11
Auskultasi: suara napas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki dan
atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi
memanjang, bunyi jantung terdengar jauh 2
b. Tanda Sistemik
Distensi vena leher, pembesaran hatidan edema perifer dapat terjadi karena
cor pulmonale atau selama inflasi yang parah.
Kehilangan massa otot dan kelemahan otot perifer yang konsisten dengan
malnutrisi dan/atau disfungsi otot skelet.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai dalam mendiagnosis PPOK adalah:
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan faal paru dengan spirometri
c. Pemeriksaan Radiologi
d. Analisa Gas Darah Arteri (AGDA)
10

e. Evaluasi Sputum
f. Pemeriksaan Alfa-1 Antitripsin

2.1.7. Derajat PPOK


Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru
Indonesia) maka PPOK dikelompokkan ke dalam : 13
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi (normal) dan
VEP1/KVP < 70 %

b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan
gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas
darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan
hiperkapnia.

Derajat PPOK Berdasarkan Kriteria GOLD


Kriteria GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease)
adalah suatu kriteria yang dipakai secara internasional yang merupakan
kolaborasi antara National Institutes of Health (NIH) danWorld Health
Organization (WHO) dalam menentukan derajat keparahan pada pasien PPOK.
Kriteria GOLD untuk PPOK mengklasifikasikan penderita PPOK
berdasarkan derajat pembatasan aliran udara (obstruksi). Selain untuk
mengklasifikasikan, kriteria GOLD ini juga berguna untuk mendiagnosis
obstruksi. Derajat keparahan PPOK dinilai berdasarkan nilai dari hasil
pemeriksaan spirometri. 1
11

Nilai spirometri yang digunakan dalam penentuan kriteria GOLD adalah:


1. FVC (Forced Vital Capacity)atau Kapasitas Vital Paksa adalah total volume
udara yang dapat pasien keluarkan secara paksa dalam sekali bernapas.
2. FEV1 (Forced Expiratory Volume in One Second)atau Volume Ekspirasi
Paksa detik 1 adalah volume udara yang dapat dikeluarkan pasien dalam detik
pertama saat ekspirasi paksa.
3. FEV1 /FVC adalah rasio FEV1 terhadap FVC yang dinyatakan dalam fraksi 1
Kriteria spirometri yang diperlukan dalam kriteria GOLD untuk diagnosis
derajat keparahan PPOK adalah FEV1 /FVC setelah pemberian bronkodilator1
Tabel 2.1 Kriteria GOLD untuk Derajat Keparahan PPOK 1
Derajat Karakteristik

I : PPOK Ringan FEV1/FVC < 0,70


FEV1 ≥ 80% prediksi
II: PPOK Sedang FEV1/FVC < 0,70
50% ≤ FEV1 ≤ 80% prediksi
III: PPOK Berat FEV1/FVC < 0,70
30% ≤ FEV1 ≤ 50% prediksi
IV: PPOK Sangat Berat FEV1/FVC < 0,70
FEV1< 30% prediksi atau
FEV1< 50% prediksi ditambah
Gagal nafas kronik

Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari
bahwa fungsi parunya tidak normal.
Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang pada tahap ini,
dengan napas yang memendek saat melakukan aktivitas.
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
12

Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup sudah
sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa.

2.1.8. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologis
 Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).2
Macam-macam bronkodilator: 2
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidka dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
13

 Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.2
 Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan: 2
Lini I: amoksisilin
Makrolid
Lini II: amoksisilin dan asam kluvanat
Sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
 Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. 2
 Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin. 2

b. Terapi non-farmakologis
 Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen: 2
Indikasi:2
Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
14

Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.

 Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang
ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara: 2
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama
di rumah.
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Noninvasive Intermitten Positif
Pressure (NIPPV) atau Negative Pressure Ventilation (NPV).

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut2


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :


a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
15

peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang


telah diedukasi dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator
yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.

Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.

2.1.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
16

BAB III
LAPORAN KASUS
Nama Lengkap : Tn. Tardi
Tanggal Lahir : Umur : Thn Jenis Kelamin : Laki - laki

Alamat : Jl. Metal Komp. Cemara Hijau No. Telepon : -

Pekerjaan : Wiraswasta Status: Menikah


Pendidikan : Tamat SMP Jenis Suku : Jawa Agama : Islam

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak Napas
Riwayat penyakit sekarang : Hal ini sudah dialami os sejak 3 bulan ini, sesak
muncul secara tiba – tiba, tidak berhubungan dengan cuaca, suhu, waktu, dan
perubahan posisi. Terbangun tengah malam karena sesak (-), sesak ketika
beraktifitas (+) namun hal ini hanya sesekali dialami os, bengkak pada ekstremitas
(-), nyeri dada (-). Os juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami 1 bulan ini dan
tidak berkurang jika diberikan obat batuk yang dibeli di warung. Batuk bersifat
hilang timbul disertai dengan dahak yang bening (+). Penurunan berat badan (-),
keringat malam (-). Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun dan baru berhenti 3
bulan yang lalu, os menghabiskan rokok sebanyak 1 bungkus dalam sehari. Demam
(-). Hipertensi (-). BAB 1-2 kali sehari dan dalam batas normal, nyeri BAB (-),
namun os pernah operasi ambeyen. Nyeri BAK (-) os hanya mengeluhkan susah
menahan kencing.
RPT : Hemoroid
RPO : Obat batuk dari warung (tidak jelas)
17

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi
Umum : Abdomen :
Keadaan umum compos mentis Normal
Kulit wajah: Alat kelamin laki - laki:
Dalam batas normal Tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala dan leher: Ginjal dan saluran kencing :


Tidak ada keluhan Sulit menahan BAK
Mata: Hematologi:
Conjungtiva Palpebra inferior anemis Hb 11,9 g%
(-/-) ikterus (-/-) Plt 364 103/mm3
Telinga: Endokrin/metabolik:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Hidung: Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan: Sistem saraf:
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Pernapasan : Emosi :
SP : bronchial , ST : Ronki basal Terkontrol
Jantung : Vaskuler :
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM

Ringan Sedang
Kesan Sakit
√ Berat

GiziBB : 46 Kg,TB : 165 cm


IMT= 17 kg/m2 ( underweight )
18

TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran Compos mentis
Sadar, respon baik
Nadi Frekuensi 92 x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 37,4°C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 24 x/menit, kesan sesak

KULIT WAJAH : Dalam batas normal


KEPALA DAN LEHER : Simetris, TVJ R-2 cmH2O, trakea medial,
pembesaran KGB(+).
TELINGA : Dalam batas normal
HIDUNG : Dalam batas normal
RONGGA MULUT
DAN TENGGORAKAN : Dalam batas normal
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-/-), sclera ikterik (-/-
), odema palpebra (-)/(-)
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, ø 3mm

THORAX

Depan Belakang
Inspeksi Bentuk barrel chest Bentuk barrel chest
Palpasi SF Ki = Ka, kesan normal SF Ki = Ka
Perkusi Hipersonor pada kedua paru Hipersonor pada kedua paru
Auskultasi SP: Ekspirasi memanjang SP: Ekspirasi memanjang
ST: Ronkhi basah pada lap. ST: Ronkhi basah pada lap.
Paru kiri bawah Paru kiri bawah
19

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm lateral LMCS, ICR IV - V
Jantung : HR : 92x/i,reguler, desah (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N

PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)

INGUINAL
Pembesaran KGB (-)

EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan

ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)

BICARA
Dapat berkomunikasi baik
20

RESUME DATA DASAR


(Diisi dengan Temuan Positif)
Nama Pasien : Ribut No. RM : 1401005169
1. KELUHAN UTAMA : Dypsnea
2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,
Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)

Hal ini sudah dialami os 3 bulan ini dan muncul secara tiba – tiba, sesak tidak berhubungan dengan
cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. PND (-), DOE (-), pitting oedem (-). Batuk 1 bulan. Mukus
(+). Penurunan BB (-), keringat malam (-), Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun. Sulit menahan
BAK (+),

dah dialami
21

RENCANA AWAL

No. RM 14 01 00 51 6 9

Nama Penderita : Ribut

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk


diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana
Rencana Rencana Rencana
No Masalah Monitorin
Diagnosa Terapi Edukasi
g
1. PPOK + - Foto thorax  Tirah baring -Perbaiki Menjelaskan
Susp. - Darah rutin  Diet MB TKTP kondisi kepada pasien dan
BPH - USG  O2 1-2 L umum keluarga pasien
abdomen  IVFD RL 20gtt/i mengenai penyakit
- BTA DS 3X  Inj. yg diderita pasien
- Kultur Dexamethasone mulai dari definisi,
sputum 1 amp / 8 jam etiologi,

 Combivent penatalaksanaan

Nebule / 8 jam dan prognosisnya


nya.
 Salbutamole 3x2
mg
 Ambroxol 3x1
 Urotractin 3x1
22

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
6/08/14 - Sesak Sens : Compos PPOK + Susp.  Tirah - Foto thorax
Mentis
napas BPH baring - Darah rutin
TD : 120/70
- Batuk mmHg  Diet MB - USG
Pols : 92 x/i
- Sulit TKTP abdomen
RR : 24 x/i
menaha T : 37,40C  O2 1-2 L - BTA DS 3X
n BAK  IVFD RL - Kultur

20gtt/i sputum

 Inj.
Dexamethas
one 1 amp /
8 jam
 Combivent
Nebule / 8
jam
 Salbutamole
3x2 mg
 Ambroxol
3x1
 Urotractin
3x1
23

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
7/08/14 - Sesak Sens: Compos PPOK + Susp.  Tirah - Darah
mentis
napas BPH baring lengkap
TD:120/80
- Batuk mmHg  Diet MB
HR : 90 x/i
- Sulit TKTP
RR : 24 x/i
menaha Temp : 37,2 oC  O2 1-2 L
n BAK  IVFD RL
20gtt/i
 Inj.
Dexamethas
one 1 amp /
8 jam
 Combivent
Nebule / 8
jam
 Salbutamole
3x2 mg
 Ambroxol
3x1
 Urotractin
3x1
24

Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
8/08/14 - Sesak Sens:Compos PPOK + Susp.  Tirah baring
napas mentis BPH  Diet MB
- Batuk TD:110/70 TKTP
- Sulit mmHg  O2 1-2 L
menahan HR : 96 x/i  IVFD RL
BAK RR : 24 x/i 20gtt/i
Temp : 37,1 oC  Inj.
Dexamethaso
ne 1 amp / 8
jam
 Combivent
Nebule / 8
jam
 Salbutamole
3x2 mg
 Ambroxol
3x1
 Urotractin
3x1
25

BAB 4
KESIMPULAN

Pasien atas nama Ribut, 69 tahun didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
26

DAFTAR PUSTAKA

1. GOLD, 2013. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and


Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Updated 2013. Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 10-17
2. PDPI, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Persatuan Dokter Paru Indonesia, 1-32
3. World Health Organization. 2012. Chronic obstructive pulmonary disease
fact sheet. WHO Media Center [Online]. [Cited 2014 Aug 8]. Available from:
URL: http://www.who.int/mediacentre
4. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquet X, 2003.
Systemic Effect of COPD, Eur Respir J ; 21; p.347-360
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
diagnosis dan penatalaksanaan. Edisi ke-1. Jakarta: 2011
6. Mosenifar, Zab., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview. [Accessed 10
April 2013].
7. Reilly, J.J., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., 2010. Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. In: Loscalzo, J., ed. Harrison Pulmonary and Critical
Care 17th edition. New York, USA: Mc-Graw Hill, 178-189
8. Vijayan, V.K., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Indian J Med
Res, 137: 251-269
9. Shapiro, S.D., Ingenito, E.P., 2005. The Pathogenesis of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease: Advances in the Past 100 Years. Am J Respir Cell Mol
Biol, 32: 367-372.
10. Tkac, J., Man, S.F., Sin, D.D., 2007. Systemic Consequences of COPD. Ther
Adv Respir Dis, 1: 47-59
11. ATS-ERS, 2004. Standards of Diagnosis and Management of Patients of
COPD. American Thoracic Society and European Respiratory Society, 14-43

12. Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Paru Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1)
27

13. Omeati, R. 2013 Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK). Media Litbangkes 23(2): 82-88

Anda mungkin juga menyukai