Disusun Oleh :
dr. Nurul Iman
Dokter Pendamping :
dr. Hj. Sumarmi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..………………………………………
................................… ..
BAB I PENDAHULUAN… ..
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan kasus ini sebagai salah satu
tugas dokter internsip di bagian Instalasi Gawat Darurat RSUD 45 Kuningan.
Tema laporan kasus ini adalah “Penyakit Paru Obstruksi Kronik”. Pada
kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Hj. Sumarmi selaku pendamping dokter internsip di RSUD 45 Kuningan
yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses internsip di
Instalasi Gawat Darurat.
2. Dokter jaga di IGD RSUD 45 Kuningan yang telah mendampingi proses
pemahiran dokter internsip dalam kasus kegawatdaruratan.
3. Serta rekan-rekan sejawat di RSUD 45 Kuningan yang telah bekerja sama dalam
berlangsungnya proses internsip.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat bermanfaat untuk kesempurnaan proses
Program Internsip ini. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun
dan bagi semua pihak yang membacanya.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru kronik
yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversible. Penyakit tersebut biasanya progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas
beracun.1
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan
dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada
kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar
ruangan dan di tempat kerja.2
Diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang sampai berat.
Pada tahun 2005 lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, menyumbang 5%
dari seluruh penyebab kematian. Data mengenai morbiditas dan mortalitas PPOK
tersebut didapatkan sebagian besar dari negara dengan penghasilan tinggi. Pada
tahun 2002, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5, diperkirakan akan
meningkat menjadi ke-3 pada tahun 2030 dengan total peningkatan kematian 30%
dalam 10 tahun.3
PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk
pasien yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya.
Padahal mereka masih dalam kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja
maksimal karena sesak napas yang kronik. Komorbiditas PPOK akan menghasilkan
penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik
disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan
axiety.4
2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
3
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit yang menjadi
masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas
berbeda di tiap negara dan terus mengalami peningkatan. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya usia harapan hidup rata-rata masyarakat dan semakin
tingginya pajanan terhadap faktor risiko.5
Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia diperkirakan
sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,16 juta
jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien dengan
prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring semakin banyaknya jumlah
perokok, karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok.5
2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis,
diantaranya yaitu:
1. Merokok
4
2. Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang, penggunaan
bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam ruangan
kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi PPOK.6
5. Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok,
obat IV, ras dan usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis
carinii terjadi kerusakan paru yang kortikal dan apikal. 6
2.1.4. Patofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari
mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:
3. Hipersekresi Mukus
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama pada PPOK.
awalnya adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus yang membesar.
Lamakelaman hipersekresi mukus terjadi karena metaplasia epitel skuamosa.
Hipersekresi mukus ini menghasilkan batuk produktif yang kronis. Pasien
dengan hipersekresi mukus adalah bila terjadi peningkatan jumlah sel goblet dan
pembesaran kelenjar submukosa. 11
4. Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi menyebabkan hipertensi
pulmonal pada PPOK termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel, dan
remodelling arteri pulmonal. Kombinasi ini mungkin suatu saat menyebabkan
11
pembesaran ventrikel jantung kanan. Ada respon inflamasi pada pembuluh
darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas. Emfisema dan
hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya peningkatan tekanan di
sirkulasi pulmonal. 1
7
5. Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke
sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan
kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti
penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik,
diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan memperburuk
prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka (Postma, dan Boezen,
2006).
2.1.6. Diagnosis
Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain, yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis
PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispnea, batuk
kronis atau produksi sputum berlebihan, dan riwayat terpajan faktor resiko
penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis dalam konteks
klinis. Adanya nilai FEV1/FVC postbronkodilator <0.70 memastikan adanya
pembatasan aliran udara yang persisten dan merupakan PPOK. 1
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal untuk melihat adanya riwayat medis
pasien yang berhubungan dengan PPOK, yaitu:
a. Pajanan terhadap faktor resiko, seperti asap rokok, pajanan di pekerjaan atau
lingkungan
b. Riwayat medis terdahulu, termasuk asma, alergi, sinusitis, atau polip nasal;
infeksi respirasi saat anak-anak dan penyakit pernapasan lainnya
c. Riwayat PPOK pada keluarga atau penyakit pernapasan kronis lainnya
d. Pola perkembangan gejala: PPOK biasanya berkembang pada usia dewasa
dan kebanyakan pasien sadar akan peningkatan kesulitan bernapas dan
beberapa keterbatasan sosial beberapa tahun sebelum mencari bantuan
pengobatan medis
e. Riwayat eksaserbasi atau rawat inap karena penyakit pernapasan terdahulu
f. Adanya penyakit komorbid: gangguan jantung, osteoporosis, gangguan
muskuloskeletal, dan keganasan yang juga berperan dalam pembatasan
aktivitas.
g. Dampak penyakit dalam kehidupan pasien, kehilangan pekerjaan dan
dampak ekonomi, efek dalam rutinitas keluarga, merasa cemas dan depresi,
serta gangguan aktivitas seksual
h. Kemungkinan menurunkan faktor resiko, misalnya berhenti merokok
9
e. Evaluasi Sputum
f. Pemeriksaan Alfa-1 Antitripsin
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan
Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan
gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe-meriksaan analisa gas
darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse-mia dengan
hiperkapnia.
Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari
bahwa fungsi parunya tidak normal.
Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang pada tahap ini,
dengan napas yang memendek saat melakukan aktivitas.
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
12
Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup sudah
sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa.
2.1.8. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologis
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting).2
Macam-macam bronkodilator: 2
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis beta-2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidka dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
13
Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.2
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan: 2
Lini I: amoksisilin
Makrolid
Lini II: amoksisilin dan asam kluvanat
Sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. 2
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin. 2
b. Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen: 2
Indikasi:2
Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90%
14
Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat
dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang
ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara: 2
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama
di rumah.
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Noninvasive Intermitten Positif
Pressure (NIPPV) atau Negative Pressure Ventilation (NPV).
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.
2.1.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
16
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama Lengkap : Tn. Tardi
Tanggal Lahir : Umur : Thn Jenis Kelamin : Laki - laki
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak Napas
Riwayat penyakit sekarang : Hal ini sudah dialami os sejak 3 bulan ini, sesak
muncul secara tiba – tiba, tidak berhubungan dengan cuaca, suhu, waktu, dan
perubahan posisi. Terbangun tengah malam karena sesak (-), sesak ketika
beraktifitas (+) namun hal ini hanya sesekali dialami os, bengkak pada ekstremitas
(-), nyeri dada (-). Os juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami 1 bulan ini dan
tidak berkurang jika diberikan obat batuk yang dibeli di warung. Batuk bersifat
hilang timbul disertai dengan dahak yang bening (+). Penurunan berat badan (-),
keringat malam (-). Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun dan baru berhenti 3
bulan yang lalu, os menghabiskan rokok sebanyak 1 bungkus dalam sehari. Demam
(-). Hipertensi (-). BAB 1-2 kali sehari dan dalam batas normal, nyeri BAB (-),
namun os pernah operasi ambeyen. Nyeri BAK (-) os hanya mengeluhkan susah
menahan kencing.
RPT : Hemoroid
RPO : Obat batuk dari warung (tidak jelas)
17
DISKRIPSI UMUM
Ringan Sedang
Kesan Sakit
√ Berat
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran Compos mentis
Sadar, respon baik
Nadi Frekuensi 92 x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 37,4°C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 24 x/menit, kesan sesak
THORAX
Depan Belakang
Inspeksi Bentuk barrel chest Bentuk barrel chest
Palpasi SF Ki = Ka, kesan normal SF Ki = Ka
Perkusi Hipersonor pada kedua paru Hipersonor pada kedua paru
Auskultasi SP: Ekspirasi memanjang SP: Ekspirasi memanjang
ST: Ronkhi basah pada lap. ST: Ronkhi basah pada lap.
Paru kiri bawah Paru kiri bawah
19
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm lateral LMCS, ICR IV - V
Jantung : HR : 92x/i,reguler, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Dapat berkomunikasi baik
20
Hal ini sudah dialami os 3 bulan ini dan muncul secara tiba – tiba, sesak tidak berhubungan dengan
cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. PND (-), DOE (-), pitting oedem (-). Batuk 1 bulan. Mukus
(+). Penurunan BB (-), keringat malam (-), Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun. Sulit menahan
BAK (+),
dah dialami
21
RENCANA AWAL
No. RM 14 01 00 51 6 9
Combivent penatalaksanaan
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
6/08/14 - Sesak Sens : Compos PPOK + Susp. Tirah - Foto thorax
Mentis
napas BPH baring - Darah rutin
TD : 120/70
- Batuk mmHg Diet MB - USG
Pols : 92 x/i
- Sulit TKTP abdomen
RR : 24 x/i
menaha T : 37,40C O2 1-2 L - BTA DS 3X
n BAK IVFD RL - Kultur
20gtt/i sputum
Inj.
Dexamethas
one 1 amp /
8 jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
23
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
7/08/14 - Sesak Sens: Compos PPOK + Susp. Tirah - Darah
mentis
napas BPH baring lengkap
TD:120/80
- Batuk mmHg Diet MB
HR : 90 x/i
- Sulit TKTP
RR : 24 x/i
menaha Temp : 37,2 oC O2 1-2 L
n BAK IVFD RL
20gtt/i
Inj.
Dexamethas
one 1 amp /
8 jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
24
Tanggal S O A P
Terapi Diagnostik
8/08/14 - Sesak Sens:Compos PPOK + Susp. Tirah baring
napas mentis BPH Diet MB
- Batuk TD:110/70 TKTP
- Sulit mmHg O2 1-2 L
menahan HR : 96 x/i IVFD RL
BAK RR : 24 x/i 20gtt/i
Temp : 37,1 oC Inj.
Dexamethaso
ne 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
Urotractin
3x1
25
BAB 4
KESIMPULAN
Pasien atas nama Ribut, 69 tahun didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
26
DAFTAR PUSTAKA
12. Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit
Paru Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1)
27