Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Urolitiasis atau batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit ketiga terbanyak
dari seluruh kelainan saluran kemih.1 Prevalensi batu saluran kemih di Amerika Serikat
telah meningkat dalam dua dekade terakhir yakni 7% pada pria dan 10,3% pada wanita.2
Data di RSUD dr. Soetomo selama 2007-2010 menunjukkan BSK merupakan penyakit
dengan frekuensi terbanyak di poli rawat jalan dan rawat inap.3 Walaupun kebanyakan
dari batu yang berukuran kecil akan lewat dengan spontan ataupun lewat tindakan
litotripsi, namun 10%-20% batu memerlukan tindakan pembedahan, baik lewat tindakan
uretroskopi ataupun nefrolitotomi perkutan (PCNL).2 Kemajuan dalam teknologi dan
teknik pembedahan telah memungkinkan evolusi yang berkelanjutan dari PCNL
sehingga teknik ini menjadi lebih efisien dan lebih unggul dibanding teknik operasi
dalam manajemen batu saluran kemih khususnya batu ginjal.4 Nefrolitiasis (batu ginjal)
merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya batu yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak kelainan
saluran kemih.5
Pelaporan hasil PCNL yang berbeda-beda mendorong kebutuhan akan adanya
alat prognostik untuk memprediksi angka keberhasilan operasi dalam bentuk sistem
skoring. Sistem skoring STONE pertama kali diusulkan oleh Okhunov dkk tahun 2013
dan didasarkan pada 5 variabel yang didapat dari Non Contrast Computed Tomography
(NCCT) pra-operasi. Kelima variabel tersebut disingkat menjadi suatu akronim
“STONE” yang terdiri dari: Size = ukuran batu (mm2), Track Length = jarak batu ke
kulit (mm), Obstruction = ada atau tidaknya obstruksi, Number of involved calices =
jumlah kaliks terlibat, Density = Densitas batu yang menggambarkan kepadatan batu
(HU)
2

Noureldin, dkk telah melakukan penelitian ini dan menyatakan bahwa sistem
skoring STONE lebih memberikan hasil yang lebih akurat dalam menentukan angka
bebas batu dibandingkan sistem skoring yang lain.4
1.2. Rumusan Masalah
Apakah skoring STONE dapat digunakan untuk memprediksi kejadian bebas batu
paska tindakan nefrolitotomi perkutan (PCNL)?
Hipotesis Penelitian:
Skoring STONE dapat digunakan untuk memprediksi kejadian bebas batu paska
tindakan nefrolitotomi perkutan (PCNL)
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menilai Skoring STONE dalam memprediksi kejadian bebas batu paska
tindakan nefrolitotomi perkutan (PCNL).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Kepentingan Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah tentang peranan
nilai skoring STONE dalam memprediksi bebas batu paska tindakan nefrolitotomi
perkutan (PCNL) sehingga tindakan yang adekuat sebelum prosedur dapat
dioptimalkan.
2. Kepentingan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan angka bebas batu
paska tindakan nefrolitotomi perkutan (PCNL)
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nefrolitiasis
2.1.1. Definisi
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau
lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal.
2.1.2. Etiologi
Secara garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan,
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan makan, zat
yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya. 4
2.1.3. Faktror Risiko
Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya
riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam urat,
kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi urin itu
sendiri. Komposisi urin menentukan pembentukan batu berdasarkan tiga faktor,
berlebihnya komponen pembentukan batu, jumlah komponen penghambat
pembentukan batu (seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti
natrium, urat). Anatomis traktus anatomis juga turut menentukan kecendrungan
pembentukan batu.5.6
2.1.4. Klasifikasi
Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu kalsium, batu
struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu triamteren, dan batu
silikat.
2.1.5. Patogenesis
Pembentukan batu pada ginjal umumnya membutuhkan keadaan supersaturasi.
Namun pada urin normal, ditemukan adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada
kondisi-kondisi tertentu, terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi
4

pembentukan batu. Adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada


pelvikalises, hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli bulineurogenik
diduga ikut berperan dalam proses pembentukan batu.7
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut akan tetap berada
pada posisi metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-
keadaan yang menyebabkan presipitasi kristal. Apabila kristal mengalami
presipitasi membentuk inti batu, yang kemudian akan mengadakan agregasi dan
menarik bahan-bahan yang lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Kristal akan mengendap pada epitel saluran kemih dan membentuk batu yang
cukup besar untuk menyumbat saluran kemih sehingga nantinya dapat
menimbulkan gejala klinis.
Terdapat beberapa zat yang dikenal mampu menghambat pembentukan batu.
Diantaranya ion magnesium (Mg), sitrat, protein Tamm Horsfall (THP) atau
uromukoid, dan glikosaminoglikan. Ion magnesium ternyata dapat menghambat
batu karena jika berikatan dengan oksalat, akan membentuk garam oksalat
sehingga oksalat yang akan berikatan dengan kalsium menurun. Demikian pula
sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca) untuk membentuk kalsium sitrat,
sehingga jumlah kalsium oksalat akan menurun.5, 7
Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:
1. Batu Kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur
tersebut. Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:
a. Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri
resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri resorptif
terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang.
5

b. Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
c. Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam.
d. Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat sedikit.
e. Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium
kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah
penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
2. Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
3. Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif,
pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang banyak menggunakan
obat urikosurik seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai.5

Berdasarkan penelitian Martha di RSUP Prof Dr.R.D. Kandou Manado dengan


menggunakan 35 orang sample, didapatkan jumlah penderita dengan lokasi batu
di pielum adalah 30 penderita ( 85,75%), lokasi batu di kaliks adalah 2 penderita
(5,7%), dan lokasi batu di pelviokaliks adalah 3 penderita (8,7%).5
2.1.6. Diagnosis
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada pinggang ke
arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat
menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun demam
6

jarang di jumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya gross atau
mikrohematuria.5
Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada
beberapa hal yang harus dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu:
1. Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan makanan, kimia darah,
dan urin pada pasien.
3. Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya kemungkinan batu
radio-opak.
4. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat radiolusen.
5. Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.
6. CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat adanya batu di
traktus urinarius.5,7

2.1.7. Tatalaksana
Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri,
menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan
batu yang berulang.

Tabel 2.1. Pilihan Tindakan untuk Tatalaksana Nefrolitiasis


7

1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja dengan
menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk
menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-
bagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.6
ESWLdianggap sebagai pengobatan cukup berhasil untuk batu ginjal
berukuran menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari 20-30mm pada
pasien yang lebih memilih ESWL, asalkan mereka menerima perawatan
berpotensi lebih.

2. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)


Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang
berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Asosiasi Eropa Pedoman
Urologi tentang urolithiasis merekomendasikan PCNL sebagai pengobatan
utama untuk batu ginjal berukuran >20mm, sementara ESWL lebih disukai
sebagai lini kedua pengobatan,karenaESWL sering membutuhkan beberapa
perawatan, dan memiliki risiko obstruksi ureter, serta kebutuhan adanya
prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama untuk merekomendasikan bahwa
PCNL adalah baris pertama untuk mengobati pasien nefrolitiasis.6
3. Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PCNL dan ESWL,
tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka. Pembedahan terbuka itu
antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal.
4. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan
batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan pada pasien
yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif
8

terdiri dari peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian


nifedipin atau agen alfa-blocker, seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri
pasien, khusunya pada kolik, dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik,
atau antiprostaglandin, analgesik; pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali
selama 6 minggu untuk menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis. 6
Tindakan selanjutnya yang tidak kala penting setelah batu dikeluarkan dari
saluran kemih adalah pencegahan atau menghindari terjadinya kekambuhan.
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih
50% tahun dalam 10 tahun.2
Pencegahan dilakukan berdasarkan kandungan dan unsur yang menyusun batu
saluran kemih dimana hasil ini didapat dari analisis batu (Lotan, et al., 2013).
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet makanan,
cairan dan aktivitas serta perawatan pasca operasi untuk mencegah terjadinya
komplikasi pasca operasi. 4,7

2.1.8 Komplikasi
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada pada tahap ini
dapat mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan
hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal
ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal ginjal seperti sesak,
hipertensi, dan anemia.6 Selain itu stagnansi batu pada saluran kemih juga dapat
menyebabkan infeksi ginjal yang akan berlanjut menjadi urosepsis dan
merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan asam basa, bahkan
mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh.7

2.2 Prediksi Kejadian Bebas Batu Paska Tindakan PCNL


Dari penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta, terdapat beberapa
prediktor pre dan perioperatif yang signifikan pada pasien yang dilakukan
9

tindakan PCNL antara lain riwayat operasi sebelumnya dapat menjadi predictor
durasi PCNL, lamanya rawatan, dan Clavien skor. Adanya infeksi saluran
kemih hanya dapat memprediksi lamanya rawatan. PCNL aman dilakukan pada
pasien dengan ASA skor resiko tinggi.
Terdapat beberapa sistem skoring yang tersedia dalam memprediksi kejadian
paska PCNL antara lain skoring CROES, Guys, dan S-ReSC. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Vernez didapatkan bahwa masing masingskoring memiliki
kelemahan dan kelebihan tersendiri. Misalnya, Skoring S-ReSC yang lebih
mudah yaitu dengan lokasi batu saja namun ternyata sangat dipengaruhi oleh
BMI dan ras. Skoring CROES menggunakan normogram dan dapat juga
memprediksi lama rawatan, namun skoring ini dibuat dengan tingkat
konfirmatif radiologis yang lemah dari kelainan pelvikalises dan penggunaan
normogram sendiri akan menghabiskan waktu lebih banyak. Skoring Guys juga
adalah system yang mudah namun dengan kelemahan yang sama dengan
CROES. Skoring STONE dapat menjadi pilihan karena melibatkan CT Scan
sehingga hasilnya lebih detail dan dapat diaplikasikan pada semua populasi
dengan risiko rendah sampai tinggi walaupun studi STONE sendiri masih
banyak yang dilakukan dalam populasi kecil sehingga cut off masih bervariasi.
Skoring ini dapat dibagi menjadi skor 1-2 untuk risiko rendah, 3-4 untuk risiko
sedang, dan diatas 5 untuk risiko tinggi yakni untuk mengalami kegagalan
prosedur PCNL dan komplikasi.4
Kemajuan dalam teknologi telah menjadikan tindakan PCNL menjadi tindakan
operasi yang lebih unggul dibanding operasi terbuka. Pelaporan hasil PCNL
yang berbeda-beda mendorong kebutuhan akan adanya alat prognostik untuk
memprediksi angka keberhasilan operasi dalam bentuk sistem skoring. Sistem
skoring STONE pertama kali diusulkan oleh Okhunov dkk tahun 2013 dan
didasarkan pada 5 variabel yang didapat dari Non Contrast Computed
Tomography (NCCT) pra-operasi. Kelima variabel tersebut disingkat menjadi
suatu akronim “STONE” yang terdiri dari: Size = ukuran batu (mm2), Track
Length = jarak batu ke kulit (mm), Obstruction = ada atau tidaknya obstruksi,
10

Number of involved calices = jumlah kaliks terlibat, Density = Densitas batu


yang menggambarkan kepadatan batu (HU).
Tabel 2.2. Skoring STONE

Variabel Score

1 2 3 4

Stone size (mm2) 0-399 400-799 800-1599 ≥1600

Tract Length (mm) ≤ 100 >100

Obstruction None Severe

Calices (n) 1-2 3 Staghorn stone

Essence (HU) ≤ 950 >950

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Sutomo Surabaya, didapati bahwa


hasil skoring STONE berhubungan dengan hasil operasi namun, dari antara
kelima variable tersebut hanya jumlah kaliks yang terliat yang berhubungan
dengan hasil operasi. Hasil uji multivariate pada penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa jumlah kaliks yang terlibat sebagai variable independen
dalam skoring dengan OR 4,99.
11

2.3. Kerangka Teori

1. Size = ukuran batu (mm2)


Batu Ginjal dengan rencana 2. Track Length = jarak batu
tindakan PCNL ke kulit (mm)
3. Obstruction = ada atau
CT Scan Non Kontras tidaknya obstruksi
4. Number of involved
Skor STONE calices = jumlah kaliks
terlibat
Tindakan Nefrolitotomi Perkutan 5. Density = Densitas batu
(PCNL) yang menggambarkan
kepadatan batu (HU), dari
CT SCAN

Perbaikan gejala Perbaikan tanda Perbaikan tanda


dan tanda klinis obstruksi batu infeksi akibat batu

Bebas batu paska tindakan


PCNL dinilai dengan BNO

2.4. Kerangka Konsep

Batu Ginjal paska tindakan PCNL

Dilihat perbandingannya dalam hubungan dengan kejadian bebas batu

SKOR STONE >CUT-OFF


SKOR STONE <CUT-OFF
POINT
POINT

Bebas batu Bebas batu Bebas batu Bebas batu


(+) (+) (+) (+)
12

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain
Penelitian ini merupakan kohort prospektif yang menguji skoring STONE
sebagai alat yang dapat memprediksi kejadian angka bebas batu pada kasus batu saluran
kemih paska tindakan PCNL. Terdapat lima variable yang dinilai dalam system skoring
STONE ini yakni ukuran batu (mm2), jarak batu ke kulit (mm), ada tidaknya obstruksi,
dan jumlah kaliks yang terlibat, serta densitas batu yang menggambarkan kepadatan batu
(HU).

3.2. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data subyek pasien dengan batu
ginjal yang dilakukan PCNL yang menjalani perawatan di rumah sakit. Data diambil
dari rekam medik pasien batu ginjal yang dirawat di rumah sakit Haji Adam Malik
Medan mulai periode Januari 2018 sampai jumlah sampel sesuai besar sampel
terkumpul.

3.3 Populasi dan Sampel


1. Populasi target adalah subyek dengan batu ginjal yang menjalani perawatan di
rumah sakit.
2. Populasi terjangkau adalah subyek dengan batu ginjal yang menjalani tindakan
PCNL di RSUP Haji Adam Malik Medan.
3. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

3.4. Besar Sampel


Besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Dahlan MS, 2010), yaitu:
2
𝛧𝛼 + 𝛧𝛽
𝑛=( ) +3
0.5 𝑙𝑛[(1 + 𝑟)/(1 − 𝑟)]
n = Jumlah subyek penelitian
13

Zɑ = Nilai baku normal = 1,64


Zβ = Nilai baku normal = 0,84
r = Korelasi minimal yang dianggap bermakna
Dengan menggunakan rumus tersebut diatas, maka didapat jumlah sampel minimal
untuk penelitian adalah 32 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Subjek dengan batu ginjal akan menjalani PCNL di RSUP Haji Adam Malik
Medan
2. Subjek dengan batu ginjal yang dilakukan pemeriksaaan CT Scan tanpa kontras
pre tindakan PCNL dan foto BNO 2 minggu paska PCNL.
3. Bersedia menandatangani informed consent

3.5.2. Kriteria Eksklusi


1. Pasien dengan hasil gambaran CT Scan yang tidak layak baca ataupun sulit dinilai
2. Pasien yang disertai komorbid berat seperti abses ginjal, sepsis, syok, ataupun
keganasan
3. Pasien dengan urinalisa pH < 5
4. Pasien dengan Hiperurisemia

3.6. Persetujuan / Informed Consent


Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan setelah dilakukan penjelasan
terlebih dahulu mengenai tujuan penelitian dan prosedur penelitian.

3.7. Cara Kerja dan Alur Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data subyek pasien dengan batu
ginjal yang dilakukan PCNL. Data diambil dari rekam medik pasien batu ginjal yang
dirawat di rumah sakit Haji Adam Malik Medan.
14

Pengumpulan sampel menggunakan metode konsekutif dimana setiap penderita


yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sampel penelitian dengan jumlah sampel
minimal berdasarkan rumus perhitungan sampel adalah sebanyak 32 orang. Seluruh
sampel diberikan terapi tatalaksana batu saluran kemih sesuai standar. Pemilihan
tindakan PCNL dilakukan sesuai penilaian klinis dokter penanggung jawab masing-
masing, dan sebelum dilakukan tindakan maka akan dilakukan pemeriksaan CT Scan
tanpa kontras terlebih dahulu. Evaluasi dengan foto BNO dilakukan dalam 2 minggu
setelah tindakan PCNL.

Pasien dengan diagnosis Batu Ginjal


dengan rencana tindakan PCNL

Pemeriksaan CT Scan tanpa kontras


sebelum tindakan PCNL
Kriteria
Inklusi/Eksklusi
Perhitungan Skor STONE

Skor STONE Skor STONE


<Cut-off point >Cut-off point

Tindakan PCNL

Pemeriksaan foto BNO 2 minggu paska


tindakan PCNL

Keberhasilan tindakan PCNL:


Kejadian bebas batu
(fragmen sisa3.1.
Tabel Gambar alur≤penelitian
insignifikan 4mm, non
obstruksi, non ineksius, dan asimptomatis)
15

3.8. Identifikasi variabel


Variabel bebas Skala
Skoring STONE Kategorik
Variabel tergantung Skala
Kejadian bebas batu Kategorik

3.9. Definisi operasional


1. Diagnosis batu ginjal ditegakkan apabila terdapat gejala obstruksi dan infeksi yang
disebabkan oleh adanya satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal
yang dibuktikan lewat pemeriksaan CT Scan non kontras Ginjal dan Saluran
Kemih.
2. Skoring STONE adalah system skor yang terdiri dari Size = ukuran batu (mm2),
Track Length = jarak batu ke kulit (mm), Obstruction = ada atau tidaknya
obstruksi, Number of involved calices = jumlah kaliks terlibat, Density = Densitas
batu yang menggambarkan kepadatan batu (HU). Skor ini dapat dihitung dengan
nilai minimal 5 dan maksimal 13
3. Kejadian bebas batu paska tindakan PCNL adalah kondisi tidak didapatkan batu
sisa atau clinically insignificant stone fragment ≤ 4 mm, non obstruksi, non
infeksius, dan asimptomatis saat evaluasi yakni 2 minggu paska tindakan PCNL.
4. Tindakan PCNL adalah tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang
berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
menjadi fragmen-fragmen kecil.

3.10. Pengolahan dan analisis data


Variabel kategorik dipresentasikan dengan jumlah atau frekuensi (n) dan
persentase (%). Variabel kontinu dipresentasikan dengan mean ± standar deviasi atau
nilai median. Uji normalitas variabel numerik pada subjek penelitian menggunakan uji
one sample Kolmogorov Smirnov atau Sapphiro Willk. Uji T tidak berpasangan atau tes
Mann Whitney U digunakan untuk membandingkan data numerik kedua grup,
16

sedangkan untuk data kategorik diuji menggunakan Chi Square atau Fisher test. Variabel
yang bermakna pada uji analisis univariat lalu dilanjutkan ke analisa multivariat. Uji
korelasi menggunakan Spearman (untuk data distribusi normal) atau Pearson (data
distribusi tidak normal). Analisa kurva receiving operator characteristic (ROC) akan
dilakukan untuk menunjukkan kemampuan sensitivitas dan spesifisitas dari skoring
STONE Pengolahan dan analisa data statistik menggunakan software statistik SPSS,
nilai p <0,05 dikatakan bermakna secara statistik.

Anda mungkin juga menyukai