Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini
dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang
dewasa kurang lebih 20 gram (Purnomo, 2011).
Pada banyak pasien dengan usia diatas 50 tahun, kelenjar prostatnya mengalami
pembesaran, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutupi orifisium uretra. Kondisi ini dikenal sebagai hiperplasia prostatik jinak
(BPH), pembesaran, atau hipertrofi prostat. BPH adalah kondisi patologis yang paling
umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis
pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 2002).
Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) yang bergejala pada pria berusia 40–49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini
meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50–59 tahun prevalensinya
mencapai hampir 25% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka
kejadian BPH di Indonesia sebagai gambaran hospital prevalensi di dua Rumah Sakit
besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994–1999) terdapat
1040 kasus (Istikomah, 2010).
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30- 40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi
yang ada pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50 %. Usia 80 tahun sekitar
80% dan usia 90 tahun 100%. Prevalensi meningkat sejalan dengan peningkatan usia
pada pria dan insiden pada negara berkembang meningkat karena adanya peningkatan
umur harapan hidup (Mansjoer, 2000).
Dari latar belakang di atas, maka penulis akan membahas tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan BPH .
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa defenisi Benign Prostate Hyperplasia ?
2. Apa etiologi Benign Prostate Hyperplasia ?
3. Apa gejala Benign Prostate Hyperplasia ?
4. Bagaimana pastofisiologi Benign Prostate Hyperplasia ?
5. Bagaimana pemerikasaan diagnostik/penunjang Benign Prostate Hyperplasia ?
6. Apa komplikasi Benign Prostate Hyperplasia ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Benign Prostate Hyperplasia ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate Hyperplasia ?

C. TUJUAN PENULISAN
1) Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami serta
mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate
Hyperplasia
2) Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang :
a. Defenisi Benign Prostate Hyperplasia
b. Etiologi Benign Prostate Hyperplasia
c. Gejala Benign Prostate Hyperplasia
d. Pastofisiologi Benign Prostate Hyperplasia
e. Pemerikasaan diagnostik/penunjang Benign Prostate Hyperplasia
f. Komplikasi Benign Prostate Hyperplasia
g. Penatalaksanaan Benign Prostate Hyperplasia
h. Asuhan keperawatan pada pasien dengan Benign Prostate Hyperplasia
BAB II
PEMBAHASAN

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFENISI
Hiperplasia prostatis benigna (benign prostatic hyperplasia-BPH) adalah
pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nursalam
& Fransisca, 2009)
Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia ) adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh
hyperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin,arif dan Kumala sari , 2011)
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2010)

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui
secara pasti; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan (purnomo, 2005).
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :
1. Dihidrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi
2. Ketidakseimbangan hormon estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria
terjadi peningkatan hormone estrogen dan penurunan testosterone yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma-epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliperasi sel
transit.
( Roger Kirby, 1994 : 38 )

C. FAKTOR RESIKO
1. Usia (>50 tahun)
Pada banyak pasien dengan usia di atas 50 tahun, kelenjar prostatnya
mengalami pembesaran, memajang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. Kondisi ini dikenal
sebagai hiperplasia prostatik jinak (BPH) , pembesaran, atau hipertrofi
prostat. BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan
penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas
usia 60 tahun.
2. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya
kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota
keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga
yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap
penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota
keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali
3. Ras (ras kulit hitam resiko 2x, orang Asia resiko > rendah ).
4. Obesitas (terjadi peningkatan esterogen, gangguan pada prostat, penekanan
pada otot organ seksual)
5. Kurang olahraga
Olahraga dapar penurunkan kadar hormon DHT dan obesitas.
6. Merokok
Nikotin pada rokok dapat meningkatkan aktivitas enzim perusak androgen,
sehingga testosteron menurun.
7. Pola diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh
pada fungsi reproduksi pria. Terutama seng, karena dapat mengecilkan testis
yang menyebabkan testosteron menurun.
Makanan tinggi lemak dan rendah serat menyebabkan testosteron menurun.
Isoflavon dalam kedelai dapat menurunkan resiko BPH karena mempengaruhi
metabolisme testosteron.
8. Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang tinggi menyebabkan testosteron menurun
9. Alkohol
Konsumsi alkohol akan mengilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat.
Prostat menggunakan zink sepuluh kali lipat di bandingkan dengan organ
yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.
Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
(Istikomah, 2010).
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. PATOFISIOLOGI
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk
dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan
hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang
jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah
prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan
berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi
urin. Pasien tidak bisa
mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis
urin.Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri ( Baradero, dkk 2008).Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan
dapatmengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih adaurin yang
menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanyaobstruksi maka pasien
mengalami kesulitan untuk memulai berkemih(hesitansi).
Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami
iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan
interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala
iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri
saat berkemih /disuria ( Purnomo, 2011).Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada
tekanan sfingter danobstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi
kronikmenyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita
harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena
selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam
kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.
Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2009).
F. PATHWAY

Prolokerasi
Growth Faktor Abnormal
Sel Prostat
umur panjang Sel strem

Estrogen dan Sel Stroma Produksi sel


Testoteron Pertumbuhan Sel yang stroma dan epitel
tidak seimbang Berpacu Mati kurang berlebih

Prostat Membesar

Penyempitan lumen posterior

Pre-operatif post operatif

Retensi urin kurangnya informasi distensi kandung TURP (Trans


Kemih Uretral Reseksi Prostat)

Gangguan
pola eliminasi Cemas pembedahan
urine Nyeri akut pemasangan DC
terhadap tindakan
Iritasi mukosa pembedahan

Resiko infeksi

Gambar 2.6 Pathway (Yuli Reny, 2008)


G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana pada
pembesaran prostat jinak alum teraba adanya massa pada dinding depan
rectum yang konsistensinya kenyal, yang kalau belum terlalu besar masih
dapat dicapai batas atasnya dengan ujung jari sedang apabila batas
atasnya sudah tidak teraba biasanya jaringan prostat sudah lebih dari 60
gr.
2. Pemeriksaan ultra sonografi (USG)
Dapat dilakukan dan supra pubic atau Tran rectal (Trans Rectal Ultra
Sonografi :TRUS). Untuk keperluan klinik supra pubic cukup untuk
memperkirakan besar dan anatomi prostat. sedangkan TRUS biasanya
diperlukan untuk mendeteksi keganasan.
3. Pemeriksaan endoskopy
Bila pada pemeriksaan rectal toucher, tidak terlalu menonjol tetapi
gejala prostatismus sangat jelas atau untuk mengetahui besarnya
prostat yang menonjol ke dalam lumen.
4. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiology seperti foto polos perut dan pyelografi
intra vena yang sering disebut IVP (Intra Venous Pyclografi) dan
BNO (Beach Nier Oversich). Pada pemeriksaan lain pembesaran
prostat dapat dilihat sebagai lesi defek irisan kontras pada dasar
kandung kemih dan ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk
seperti mata kail/ pancing (fisa hook appearance).
5. Pemeriksaan CT-N Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan
gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang
transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun
pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
6. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria, pemeriksaan ini dapat

10
memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau
sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dan muara ureter atau
batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga
memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang
urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.
7. Pemeriksaan lain
Secara spesifik untuk pemeriksaan pembesaran prostat jinak belum
ada, yang ada ialah pemeriksaan penanda adanya tumor untuk karsinoma
prostat yaitu pemeriksaan Prostatic Spesifik Antigen (PSA), angka penggal
PSA ialah 4 nanogram/ml. (Mansjoer, 2000).

H. KOMPLIKASI
1. Obstruksi saluran kemih
Urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan
gagal ginjal.
2. Urinary traktus
Akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan
pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen
yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.
3. Hernia atau hemoroid
lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien
harus mengedan.
4. Hematuria
Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
5. Hidroureter dan hidronefrosis
Dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu
saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2009)

11
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan untuk hipertropy prostat ada 2 macam :
1. Konservatif
2. Operatif
Dalam pengobatan ini dilakukan berdasarkan pembagian besarnya
prostat, yaitu derajat 1-4. Tucker dan Cannobio (2008)
a. Derajat I
Dilakukan pengobatan konservatif, misalnya dengan fazosin, prazoin
dan terazoin (untuk relaksasi otot polos).
b. Derajat II
Indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan resekesi
endoskopik melalui urethra.
c. Derajat III
Diperkirakan prostat cukup besar dan untuk tindakan yang dilakukan
yaitu pembedahan terbuka melalui transvesical, retropubic atau
perianal.
d. Derajat IV
Membebaskan penderita dari retensi urine total dengan memasang
catheter, untuk pemeriksaan lebih lanjut dalam pelaksanaan rencana
pembedahan.
1) Konservatif
Pengobatan konservatif ini bertujuan untuk memperlambat
pertumbuhan pembesaran prostat. Tindakan dilakukan bila
terapi operasi tidak dapat dilakukan, misalnya : menolak operasi
atau adanya kontra indikasi untuk operasi.
Tindakan terapi konservatif yaitu:
a) Mengusahakan agar prostat tidak mendadak membesar
karena adanya infeksi sekunder dengan pemberian
antibiotika
b) Bila retensi urine dilakukan catheterisasi.
2) Operatif
Pembedahan merupakan pengobatan utama pada hipertropi
prostat benigna (BPH), pada waktu pembedahan kelenjar prostat

12
diangkat utuh dan jaringan soft tissue yang mengalami
pembesaran diangkat melalui 4 cara yaitu : (1) transuretliral (2)
suprapubic (3) retropubic dan (4) perineal.
a) Transurethral.
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus
medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang
direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan
dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope
disambungkan dengan arus listrik lalu dimasukkan ke dalam
urethra. Kandung kemih di bilas terus menerus selama
prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa
terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri
pelumas ditempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan
yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat
perdarahan di tutup dengan cauter. Setelah TURP dipasang
catheter Foley tiga saluran yang dilengkapi balon 30 ml.
Setelah balon catheter dikembangkan, catheter ditarik ke
bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja
sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar dipasang
untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dan
kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga
jalur dengan garam fisiologis atau larutan lain yang dipakai
oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk
membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang
menyumbat aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang
konstan dihentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
da kandung kemih. Kemudian catheter bisa dibilas biasa
tiap 4 jam sekali sampai catheter diangkat biasanya 3
sampai 5 hari setelah operasi. Setelah catheter di angkat
pasien hams mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali
berkemih.
b) Suprapubic Prostatectomy.

13
Metode operasi terbuka, resekesi supra pubic kelenjar
prostat diangkat dan urethra lewat kandung kemih.
c) Retropubic Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat.

14
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
BPH merujuk pada teori menurut Smeltzer dan Bare (2002) , Tucker dan
Cannobio (2008) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
Kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 50 tahun. Ras
kulit hitam memiliki resiko lebih besar dibanding dengan ras kulit
putih. Status social ekonomi memili peranan penting dalam
terbentuknya fasilitas kesehatan yang baik. Pekerjaan memiliki
pengaruh terserang penyakit ini, orang yang pekerjaanya
mengangkat barang-barang berat memiliki resiko lebih tinggi..
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi ,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, hesistensi ( sulit memulai miksi), intermiten (kencing
terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi
retensi urine.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK), adakah
riwayat mengalami kanker prostat. Apakah pasien pernah menjalani
pembedahan prostat / hernia sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit BPH.
e. Pola kesehatan fungsional
1) Eliminasi
Pola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, menetes, jumlah pasien harus bangun
pada malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan system
perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk
mulai atau mempertahankan aliran kemih. Pasien ditanya

15
tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat
dari prostrusi prostat kedalam rectum.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Kaji frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau
keadaan yang mengganggu nutrisi seperti anoreksia, mual,
muntah, penurunan BB.
3) Pola tidur dan istirahat
Kaji lama tidur pasien, adanya waktu tidur yang berkurang
karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ).
4) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obat-
obatan, penggunaan alkhohol.
6) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas
penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Pekerjaan
mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan sebelum sakit
dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana pasien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – hari sendiri
7) Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan ejakulasi
dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada prostat.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami
atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah
pembedahan
pasien biasa cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap
perawatan luka operasi.

16
f. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemah
Tanda – tanda vital
1) Suhu tubuh : suhu akan meningkat jika terjadi infeksi
2) Tekanan darah : akan menurun jika ditemui adanya tanda
syok
3) Pernapasan : nafas normal jika kebutuhan akan oksigen
terpenuhi
4) Nadi : nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok

Pemeriksaan Head To Toe


1) Kepala : seperti warna, keadaan dan kebersihan
2) Mata : inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan
kesimetrisannya, inspeksi daerah orbital adanya edema,
kemerahan.
3) Hidung: inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk,
kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi dan cairan yang
keluar.
4) Telinga: inspeksi kesimetrisan dan letak telinga, inspeksi
telinga luar, ukuran, bentuk, warna dan adanya lesi.
5) Mulut dan faring: inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan
kelainan koninetal.
6) Leher: inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut atau massa.
7) Thorak : biasanya bunyi nafas vesikuler, jenis pernapasan
thoracoabdominal
8) Abdomen
Inspeksi : Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan
terlihat menonjol
Palpasi : Terasa ada ballotemen dan klien terasa ingin
kencing jika ditekan
Perkusi : Residual urin dapat diperkirakan

17
9) Genetalia : Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan
mengalami hematuri (Sunaryo, H ,1999).
Inspeksi anus (kebersihan, lesi, massa, perdarahan) dan
lakukan tindakan rectal touch (khusus laki-laki) untuk
mengetahui pembesaran prostat.

g. Analisa Data
Pre Oprasi
No Simtom Etiologi Problem
1 Data Subjektif : Penyumbatan Retensi urin
1. Susah memulai kencing uretra oleh prostat
2. Kencing menetes
3. Rasa tidak puas saat
kencing

Data Objektif :
2. Sering kencing

2 Data Subjektif: kurangnya Cemas


1. Tidak tau penyakit yang informasi terhadap
dialami pembedahan
2. Takut di oprasi

Data Objektif:
1. Tampak cemas
2. Tampak gelisah

Post Oprasi
No Simtom Etiologi Problem
1 Data Subjektif : Agens cedera fisik Nyeri akut
1. Nyeri bekas oprasi (PQRS) (prosedur bedah)

Data Objektif :
1. Tampak kesakitan
2. Sekala nyeri (0-10)

2 Data Subjektif: Pemasangan DC Resiko infeksi


terhadap tindakan
Data Objektif: pembedahan
1. Ada tidaknya tanda infeksi
2. Kaji keadaan luka

18
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Pre Oprasi
a. Gangguan pola eliminasi urine(Retensi Urin) berhubungan dengan
penyumbatan uretra oleh prostat
b. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap
pembedahan
2) Post Oprasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur
bedah)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan DC terhadap
tindakan pembedahan

3. RENCANA KEPERAWATAN
Tujuan dari rencana keperawatan praoperatif adalah
mengadaptasikan keluhan nyeri, pemenuhan eliminasi urine, penurunan
kecemasan dan terpenuhinya kebutuhan informasi tentang asuhan
perioperatif.
Diagnosa NIC NOC
Gangguan pola eliminasi 1. Kaji pola berkemih, 1. Mengetahui
urine (Retensi Urin dan catat produksi pengaruh iritasi
)berhubungan dengan urine tiap 6 jam. kandung kemih
penyumbatan uretra oleh dengan frekuensi
prostat miksi.
2. Menghindari minum 2. Mencegah oven
Kriteria hasil banyak dalam waktu distensi kandung
─ Frekuensi miksi dalam singkat, menghindari kemih akibat tonus
alkohol dan diuretic. otot detrusor
batas 5-8 x/24 jam
menurun.
─ Persiapan 3. Kolaborasi 3. Kolaborasi:
─ Pemberian obat ─ Untuk
prapembedahan
penghambat mengurangi
berjalan lancar adrenergik . resistensi otot
polos prostat.

Cemas berhubungan Anxiety control Anxiety Reduction


dengan kurangnya 1. Coping
(penurunan
informasi terhadap
a. Mengidentifikasi,
pembedahan. kecemasan)

19
mengungkapkan 1. Gunakan pendekatan
Kriteria Hasil :
dan menunjukkan yang menenangkan
a. Klien mampu
tehnik untuk 2. Nyatakan dengan
mengidentifikasi dan
mengontol cemas jelas harapan terhadap
mengungkapkan gejala
b. Postur tubuh, pelaku pasien
cemas.
ekspresi wajah, 3. Jelaskan semua
bahasa tubuh dan prosedur dan apa
tingkat aktivitas yang dirasakan
menunjukkan selama prosedur
berkurangnya 4. Temani pasien untuk
kecemasan memberikan
2. Vital sign dalam batas keamanan dan
normal
mengurangi takut
5. Berikan informasi
faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
6. Dorong keluarga
untuk menemani
7. Lakukan back / neck
rub
8. Dengarkan dengan
penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,

20
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan
teknik relaksasi

Post Oprasi
Diagnosa NIC NOC
Nyeri akut berhubungan 1. Mampu mengontrol 1. Lakukan pengkajian
dengan agens cedera fisik nyeri (tahu penyebab nyeri secara
(prosedur bedah) nyeri, mampu komprehensif
menggunakan tehnik termasuk lokasi,
Kriteria hasil: nonfarmakologi untuk karakteristik, durasi,
1. Klien melaporkan mengurangi nyeri, frekuensi, kualitas
nyeri hilang / mencari bantuan) dan faktor
terkontrol, 2. Melaporkan bahwa presipitasi
2. menunjukkan nyeri berkurang 2. Observasi reaksi
ketrampilan relaksasi dengan menggunakan nonverbal dari
dan aktivitas manajemen nyeri ketidaknyamanan
terapeutik sesuai 3. Mampu mengenali 3. Gunakan teknik
indikasi untuk situasi nyeri (skala, komunikasi
individu. intensitas, frekuensi terapeutik untuk
3. Tampak rileks, tidur / dan tanda nyeri) mengetahui
istirahat dengan tepat. 4. Menyatakan rasa pengalaman nyeri
nyaman setelah nyeri pasien
berkurang 4. Kaji kultur yang
5. Tanda vital dalam mempengaruhi
rentang normal respon nyeri
5. Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
6. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri

21
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
11. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan
istirahat
16. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri

Resiko infeksi 1. Klien bebas dari tanda 1. Bersihkan


berhubungan dengan dan gejala infeksi lingkungan setelah
pemasangan DC terhadap 2. Mendeskripsikan dipakai pasien lain
tindakan pembedahan proses penularan 2. Pertahankan teknik
penyakit, factor yang isolasi
Faktor-faktor resiko : mempengaruhi 3. Batasi pengunjung
─ Prosedur Infasif penularan serta bila perlu
─ Ketidakcukupan penatalaksanaannya, 4. Instruksikan pada
pengetahuan untuk 3. Menunjukkan pengunjung untuk
menghindari paparan kemampuan untuk mencuci tangan
patogen mencegah timbulnya saat berkunjung
─ Trauma infeksi dan setelah
─ Kerusakan jaringan dan 4. Jumlah leukosit dalam berkunjung

22
peningkatan paparan batas normal meninggalkan
lingkungan 5. Menunjukkan perilaku pasien
─ Ruptur membran hidup sehat 5. Gunakan sabun
amnion antimikrobia untuk
─ Agen farmasi cuci tangan
(imunosupresan) 6. Cuci tangan setiap
─ Malnutrisi sebelum dan
─ Peningkatan paparan sesudah tindakan
lingkungan patogen kperawtan
─ Imonusupresi 7. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan
infeksi kandung
kencing
11. Tingktkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu

4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
yang spesifik (Nursalam, 2008).
Jenis tindakan dalam tahap pelaksanaan :
1. Mandiri (independen).
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya seperti merawat kebersihan
daerah kewanitaan agr tidak terjadi infeksi.
2. Saling ketergantungan/kolaborasi (interdependent)

23
Tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama perawatan atau
dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analisis
kesehatan, misalnya dalam hal memberi obat-obatan.
3. Rujukan/ketergantungan (dependen)
Tindakan atas dasar rujukan dari profesi lain seperti, pemberian
makan pada pasien. Sesuai dengan diit dan latihan fisik (mobilitas
fisik) sesuai dengan anjuran bagian fisioterapi.

5. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya (Lynda J.C, 2009).
Hasil yang diharapkan seetlah dilakukan intervensi keperawatan aalah
sebagai berikut :
1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi.
2. Penurunan skala nyeri.
3. Tidak mengalami trauma pascabeah.
4. Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.
5. Informasi kesehatan terpenuhi.
6. Penurunan tingkat kecemasan.

24
BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia ) adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh
hyperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan
penyumbatan uretra pars prostatika
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui secara pasti; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan (purnomo, 2011).
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia
disebut sebagai Syndroma Prostatisme.
Fokus Pengkajian
1. Kaji berapa lama keluhan hesistansi ( mengejan untuk memulai urine )
2. Keluhan intermitensi (miksi berhenti dan kemudian memancar lagi)
3. Pancaran miksi melemah
4. Keluhan miksi tidak puas
5. Keluhan miksi sering pada malam hari
6. Keluhan sangat ingin miksi dan keluhan rasa sakit sewaktu miksi mulai
dirasakan
7. Kaji pengaruh gangguan miksi pada respon psikologis dan perencanaan
pembedahan
8. Pada pengkajian sering didapatkan adanya kecemasan, gangguan konsep
diri (gambaran diri) yang merupakan respon dari adanya penyakit dan
rencana untuk dilakukan pembedahan.
B. SARAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis berharap bagi yang membaca makalah ini
bisa memberikan masukan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2010. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin,arif dan Kumala sari. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Perkemihan . Jakarta : Salemba Medika .
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Sjamsuhidajat dan De jong, 2009. Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga
University Press. Surabaya

26

Anda mungkin juga menyukai