Anda di halaman 1dari 16

Nama : Anisa Maulidiyah

NIM : I1031151019
Nomor Tugas : 19

Sejarah Dan Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia

A. Pendahuluan

Frame 1

Di Indonesia, permasalahan pembangunan tidak terlepas dari besarnya jumlah penduduk


yang ada di Indonesia. Indonesia merupakan negara peringkat ke-empat di dunia dengan jumlah
penduduk terbanyak setelah China, kemudian India lalu di ikuti oleh Amerika. Besarnya jumlah
penduduk di Indonesia ini dapat berdampak positif maupun negatif. Hal ini menjadi tantangan
yang besar bagi pemerintah untuk melakukan kontrol dan kendali atas masalah-masalah
kependudukan yang ditimbulkannya (Artisa, 2017).

Frame 2
Secara umum, besarnya jumlah penduduk di Indonesia dapat berampak positif maupun
negatif. Dampak positif pada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi dengan prasyarat sebagian
besar dari jumlah penduduk usia produktif mampu berpartisipasi dalam aktifitas ekonomi.
Namun, jumlah penduduk yang besar juga dapat memicu terjadi hal-hal negatif terutama yang
berkaitan dengan masalah kesejahteraan seperti kemiskinan, pengangguran, serta masalah
kelangkaan pangan dan energi. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan juga dari banyaknya
jumlah penduduk adalah potensi kerusakan lingkungan karena tidak memadainya daya dukung
lingkungan. Maka dari itu perlu sebuah pengaturan dimana masalah-masalah kependudukan
dapat diatasi untuk pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan (Horton, 1999).

1
2

Frame 3
Pemerintah melalui BKKBN mengadakan Program Keluarga Berencana untuk
mengendalikan jumlah penduduk. Program ini telah dilaksanakan sejak lama namun dalam
implementasinya bersifat fluktuatif dimana pada masa pemerintahan Presiden Soeharto program
KB sempat menjadi program yang sukses dijalankan. Namun, sejalan dengan pelaksanaan
desentralisasi, Program Keluarga Berencana menghadapi tantangan yang berat. Sejak
desentralisasi pada tahun 2004, kewenangan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada
pemerintah kabupaten/kota yang didasarkan pada Keputusan Presiden No. 9 Tahun 2004. Hal
tersebut juga dilandaskan pada UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur bahwa pemerintah
kabupaten/kota mempunyai kewenangan dalam menentukan prioritas pembangunan sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi daerah (Yuhedi & Kurniawati, 2013).

Frame 4
Di tahun 1980 sampai 1990, Program Keluarga Berencana dapat dikatakan mencapai masa
keemasannya. Keberhasilannya tersebut tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang saling
bersinergi. Tidak hanya upaya yang dilakukan dari dari pemerintah, bantuan juga datang dari
pihak internasional sehingga membantu dalam pencapaian tujuan program. Namun seiring
dengan pergantian rezim, pada tahun 2004 adalah awal mula pelaksanaan program keluarga
berencana pada era desentralisasi. Misi untuk melanjutkan keberhasilan yang telah diraih pada
periode sebelumnya tentu menjadi perhatian utama tetapi pada kenyataannya banyak tantangan
yang harus dihadapi (Saifuddin, 2006).

Data sekunder Global

Menurut World Health Organization (WHO) (2014) penggunaan kontrasepsi telah


meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin dan terendah di Sub-
Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi modern telah meningkat tidak signifikan dari
54% pada tahun 1990 menjadi 57,4% pada tahun 2014. Secara regional, proporsi pasangan usia
subur 15-49 tahun melaporkan penggunaan metode kontrasepsi modern telah meningkat minimal
6 tahun terakhir. Di Afrika dari 23,6% menjadi 27,6%, di Asia telah meningkat dari 60,9%
menjadi 61,6%, sedangkan Amerika latin dan Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67,0%.
3

Diperkiraan 225 juta perempuan di negara-negara berkembang ingin menunda atau


menghentikan kesuburan tapi tidak menggunakan metode kontrasepsi apapun dengan alasan
sebagai berikut: terbatas pilihan metode kontrasepsi dan pengalaman efek samping. Kebutuhan
yang belum terpenuhi untuk kontrasepsi masih terlalu tinggi. Ketidakadilan didorong oleh
pertumbuhan populasi (WHO, 2014).

Data Sekunder Nasional


Cakupan peserta KB baru dan KB aktif di Indonesia pada tahun 2014 dengan jumlah
Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 47.019.002. Peserta KB baru sebesar 7.761.961 (16,15%)
meliputi suntik sebanyak 3.855.254 (49,67%), pil KB sebanyak 1.951.252 (25,14%), kondom
sebanyak 441.141 (5,68%), implan sebanyak 826.627 (10,65%), IUD (Intra Uterine Device)
sebanyak 555.241 (7,15%), Metode Operasi Wanita (MOW) sebanyak 116.384 (1,5%), Metode
Operasi Pria (MOP) sebanyak 16.062 (0,2%). Sedangkan peserta KB aktif sebanyak 35.202.908
meliputi IUD sebanyak 3.896.081 (11,07%), MOW sebanyak 1.238.749 (3,52%), MOP sebanyak
241.642 (0,69%), implant sebanyak 3.680.816 (10,46%), kondom sebanyak 1.110.341 (3,15%),
suntikan sebanyak 16.734.917 (47,54%), dan pil KB sebanyak 8.300.362 (29,58%) (Depkes RI,
2014).

Penelitian 1 Sumber dari abstrak jurnal


Menurut Aputra (2004) Tujuan Gerakan Keluarga Berencana (KB) adalah menurunkan
tingkat kelahiran dengan mengikut sertakan seluruh lapisan potensi yang ada, mengembangkan
usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahtraan ibu dan anak, memperpanjang harapan
hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak balita serta memperkecil kematian ibu karena
resiko kehamilan dan persalinan, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap masalah
kependudukan yang menjurus ke arah penerimaan, penghayatan dan pengalaman NKKBS
sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.

Peneliti 2 Sumber dari abstrak jurnal


Selanjutnya Hartanto (2004) mengemukakan keluarga berencana adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1)
4

menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3)
mengatur interval diantara kehamilan, (4) menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Peneliti 3 Sumber dari abstrak jurnal


Menurut Handayani (2010) sasaran KB yaitu sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran
langsung yakni pasangan usia subur yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan
cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan, dan sasaran tidak langsung yakni pelaksana
dan pengelola KB dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan
kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang bekualitas, keluarga sejahtera.
Fokus Telaah
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik melakukan telaah mengenai Sejarah dan Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia.

B. MATERI
1. Sejarah KB (Keluarga Berencana).

Keluarga Berencana (KB) pertama kali ditetapkan sebagai program pemerintah pada
tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional. Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1957, namun masih menjadi
urusan kesehatan dan belum menjadi urusan kependudukan. Namun sejalan dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta tingginya angka kematian Ibu dan kebutuhan
akan kesehatan reproduksi. Program KB selanjutnya digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatan kesehatan Ibu dan anak (Kemenkes,
2014)

Pendapat 2
Gerakan Keluarga Berencana (KB) dipelopori oleh beberapa tokoh, baik dalam maupun
luar negeri. Pada awal abad ke 19 di Inggris upaya KB mula-mula timbul atas prakarsa
sekelompok orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu.Maria Stopes (1880-
1950) menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan kaum buruh Inggris. Di Amerika Serikat
5

dikenal Margareth sanger (1883-1996) dengan program Birth Control-nya yang merupakan
pelopor kelompok Keluarga Berencana modern. Pada 1917 didirikan National Birth Control
League dan pada November 1921 diadakan konferensi nasional Amerika tentang pengontrolan
kehamilan dengan Margareth sanger sebagai ketuanya. Pada 1925 ia mengorganisasikan
konferensi internasional di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation
of Birth Control League. Selanjutnya pada 1927 Margareth sanger menyelenggarakan konferensi
populasi dunia di Jenewa yang melahirkan International Women for Scientific Study on
Population dan International Medical Group for the Investigationa of Contraception. Pada 1948
Margareth Sanger ikut melopori pembentukan komite international keluarga berencana yang
dalam konferensi di New Delhi pada 1952 meresmikan berdirinya International Planned
Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Rama Ran dari India
sebagai pimpinannya.Sejak saat itu berdirilah perkumpulan-perkumpulan Keluarga Berencana di
seluruh dunia termasuk di Indonesia yang mendirikan perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) (Saifuddin, 2006).

Pendapat 3
Sejarah program keluarga berencana seperti dalam (Yuhedi & Kurniawati, 2013). Pada era
tahun 1950-an. Pada era ini, perhatian terhadap masalah kependudukan khususnya terhadap
gagasan keluarga berencana telah tumbuh di kalangan tokoh masyarakat. Pemerintah pada waktu
itu menyatakan tidak setuju dengan pembatasan kelahiran sebagai upaya pengendalian penduduk
(Pidato Presiden Soeharto di Palembang pada tahun 1952). Pada tahun 1957 mulai
diorganisasikan pelaksanaannya oleh suatu badan swasta Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI). Kegiatan PKBI masih sangat terbatas dan dilakukan secara diamdiam karena
situasi politik Indonesia tidak memungkinkan. Awal dekade 1960-an Indonesia mengalami
“baby boom” yang ditandai dengan ledakan tingkatan kelahiran yang cukup tinggi. Masalah
kependudukan tidak mendapatkan penanganan sewajarnya dari pemerintah orde lama yang
berpaham pronatalis. Pemerintah menekankan bahwa jumlah penduduk yang besar merupakan
suatu potensi yang besar untuk menggali dan mengolah berbagai sumber kekayaan alam
Indonesia tanpa memperhitungkan kualitas sumber daya manusia dan dana yang menopangnya.
Pada tahun 1967 Presiden Soeharto dan dua puluh sembilan pemimpin dunia lain
menandatangani Deklarasi Kependudukan Sedunia. Penandatanganan tersebut merupakan
6

peristiwa yang menjadi titik balik dari sikap pemerintah Orde Lama yang menganut paham
pronatalis, menjadi sikap pemerintah Orde Baru yang lebih realistis antinatalis.
Pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang berorientasi pada
pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat mempunyai komitmen politis
sangat besar terhadap masalah kependudukan. Pemerintah membentuk Lembaga Keluarga
Berencana Nasional(LKBN) yang berstatus sebagai lembaga semi pemerintah. KepPres
No.8/1970, LKBN diganti menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
yang berstatus sebagai lembaga pemerintah penuh. Tahun 1970 Tepatnya tanggal 29 Juni 1970,
Presiden Soeharto melantik Dewan Pembimbing Keluarga Berencana. Tanggal pelantikan ini
kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Program Keluarga Berencana (KB) Nasional. Sejak
Pelita I, Keluarga Berencana secara resmi menjadi program pemerintah dan merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional. Selama enam Pelita (1969/1970- 1998/1999), pelaksanaan
program Keluarga Berencana nasional diselenggarakan berdasarkan Ketetapan MPR yang
dituangkan dalam GBHN dan Keputusan Presiden tentang Program Keluarga Berencana
Nasional. Landasan legal pelaksanaan program KB nasional semakin kuat dengan disahkannya
UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera oleh MPR. Organisasi KB terus berkembang dan makin besar, mulai dari tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kotamadya, kecamatan/desa, jumlah tenaga, sarana, prasarana dan dana
makin meningkat dan merata sesuai tuntutan perkembangan program. Era reformasi Program
Keluarga Berencana diarahkan pada pengembangan SDM potensial sehingga diperlukan upaya
peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai prioritas, selain itu juga diarahkan
pada pengaturan kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan (Yuhedi & Kurniawan, 2013).

Pendapat Penulis
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Program KB di Indonesia
dimulai sejak tahun 1957, akan tetapi pada saat itu masih menjadi urusan kesehatan dan belum
menjadi urusan kependudukan. Pada saat pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto yang berorientasi pada pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat mempunyai komitmen politis sangat besar terhadap masalah kependudukan.
Pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional(LKBN) yang berstatus sebagai
lembaga semi pemerintah dan kemudian berganti nama menjadi BKKBN. Organisasi KB terus
7

berkembang dan makin besar dan di Era reformasi Program Keluarga Berencana diarahkan pada
pengembangan SDM potensial sehingga diperlukan upaya peningkatan ketahanan dan
kesejahteraan keluarga sebagai prioritas.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan KB di Indonesia


Pendapat 1
Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
dibagi menjadi dua, yaitu faktor penghambat dan faktor pendukung. Faktor yang menghambat
penyebarluasan program KB di Indonesia, antara lain budaya, agama, tingkat pengetahuan
masyarakat dan wawasan kebangsaan. Faktor pendukung penyebarluasan program Keluarga
Berencana, antara lain adanya komitmen politis, dukungan pemerintah, dukungan
TOGA/TOMA, dan dukungan masyarakat terkait masalah kependudukan (Yuhedi & Kurniawan,
2013).

Pendapat 2
Menurut BKKBN (2016), faktor ketidak berhasilan gerakan keluarga berencana
dipengaruhi oleh faktor, umur pasangan usia subur (15- 49 tahun), pendidikan (SD, SMP, SMA,
Perguruan Tinggi), pekerjaan (pertanian dan non pertanian), budaya ( faktor keturunan, banyak
anak banyak rejeki, anak sebagai faktor ekonomi, kualitas pelayanan akseptor KB (pilihan
metode kontrasepsi, kualitas pemberian informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan
interpersonal, mekanisme pelayanan ketetapan konstelasi pelayanan akseptor KB, strategi
penerapan pelaksanaan gerakan keluarga berencana).

Pendapat 3
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia yaitu
Sosial ekonomi, budaya, pendidikan, agama, dan status wanita.

a. Ekonomi. Kemajuan program KB tidak bisa lepas dari tingkat ekonomi masyarakat
karena berkaitan erat dengan kemampuan untuk membeli alat kontrasepsi yang
digunakan.
b. Budaya. Sejumlah faktor budaya dapat mempengaruhi klien dalam memilih metode
kontrasepsi. Faktor-faktor ini meliputi salah pengertian dalam masyarakat mengenai
8

berbagai metode, kepercayaan religius, serta budaya, tingkat pendidikan persepsi


mengenai resiko kehamilan dan status wanita., Penyedia layanan harus menyadari
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi pemilihan metode di daerah mereka
dan harus memantau perubahan –perubahan yang mungkin mempengaruhi pemilihan
metode.
c. Pendidikan. Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan
keluarga berencana tetapi juga pemilihan suatu metode. Beberapa studi telah
memperlihatkan bahwa metode kalender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang
lebih berpendidikan. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan menginginkan
keluarga berencana yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait
dengan sebagai metode kontrasepsi.
d. Agama. Di berbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam
memilih metode. Sebagai contoh penganut katolik yang taat membatasi pemilihan
kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin islam pengklaim bahwa
sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama islam
tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita mungkin
berpendapat bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagian
metode hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang
bersembahyang. Di sebagaian masyarakat, wanita hindu dilarang mempersiapkan
makanan selama haid sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah.
e. Status wanita. Status wanita dalam masyarakat mempengaruhi kemampuan mereka
memperoleh dan menggunakan berbagai metode kontrasepsi. Di daerah daerah yang
status wanitanya meningkat, sebagian wanita memiliki pemasukan yang lebih besar
untuk membayar metode-metode yang lebih mahal serta memiliki lebih banyak suara
dalam mengambil keputusan. Juga di daerah yang wanitanya lebih dihargai, mungkin
hanya dapat sedikit pembatasan dalam memperoleh berbagai metode, misalnya
peraturan yang mengharuskan persetujuan suami sebelum layanan KB dapat diperoleh
(Saifuddin, 2006).
9

Pendapat penulis
Faktor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia yaitu faktor pendukung dan
faktor penghambat. Faktor pendukung yaitu adanya dukungan dari berbagai pihak seperti
masyarakat dan pihak luar lainnya. Sedangkan faktor penghambat yaitu ekonomi, budaya,
pendidikan, agama, status wanita serta pelayanan KB yang buruk.

3. Organisasi KB di Indonesia dan perannya


Pendapat 1
Organisasi non pemerintah yaitu PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia).
Pada tahun 1953, sekelompok masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari
kalangan kesehatan memulai prakasa kegiatan KB. Kegiatan kelompok ini berkembang hingga
berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Pada tahun 1957 tepatnya pada
tanggal 23 Desember 1957 dengan Dr.R Soeharto sebagai Ketua PKBI adalah pelopor
pergerakan keluarga berencana yang membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara
sukarela. Pada tahun 1970 LKBN dibubarkan oleh pemerintah dan kemudian dibentuk Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Organisasi pemerintah yaitu BKKBN
(Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional). Keputusan Presiden RI Nomor 8 tahun 1970
tentang BKKBN yaitu Depkes sebagai unit pelaksana program KB. BKKBN yaitu badan resmi
pemerintah yang bertanggungjawab penuh mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia
(Saifuddin, 2006).

Pendapat 2
Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2010, menyatakan bahwa Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (disingkat BKKBN) adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.
BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk
dan penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas, BKKBN
menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan nasional di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan


keluarga berencana;
10

b. penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana;
c. pelaksanaan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana;
d. penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk
dan penyelenggaraan keluarga berencana
e. penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana;
f. pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana.

Selain fungsi di atas, BKKBN juga menyelenggarakan fungsi:

a. penyelenggaraan pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang pengendalian


penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana;
b. pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi umum di lingkungan BKKBN;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BKKBN;
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BKKBN; dan
e. penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana.

Pendapat 3
Sejak berdiri hingga menjelang dasawarsa ke lima saat ini, PKBI senantiasa menentukan
perannya, sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Saat ini, PKBI aktif mempromosikan
keluarga yang bertanggung jawab, dengan fokus pada Keluarga Berencana, Kesehatan
Masayarakat, Pengembangan Sosial Ekonomi, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, dan
Orientasi Kesejahteraan Masa Depan (PKBI, 2014).

Pendapat penulis
Organisasi KB di Indonesia yaitu Organisasi non pemerintah yaitu PKBI (Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia) dan Organisasi pemerintah yaitu BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional). Yang diman keduanya berperan sebagai pelayanan kesehatan reproduksi
yang berfokus pada keluarga, dan kesehatan masyarakat.
11

4. Program dan Kebijakan KB di Indonesia


Pendapat 1
Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan.
Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau alternative untuk
mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau
pencegahan kehamilan atau perencanaan keluarga (Anggraini, 2012).

Pendapat 2
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan
membuahi sel telur wanita (fertilisasi), atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi (melekat) dan berkembang didalam rahim.Kontrasepsi dapat bersifat reversibel
(kembali) atau permanen (tetap).Kontrasepsi yang reversibel adalah metode kontrasepsi yang
dapat dihentikan setiap saat tanpa efek lama dalam mengembalikan kesuburan atau kemampuan
untuk kembali memiliki anak.Metode kontrasepsi permanen atau yang kita sebut sterilisasi
adalah metode kontrasepsi yang tidak dapat mengembalikan kesuburan karna melibatkan
tindakan operasi. Metode kontrasepsi juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya yaitu
metode barrier (penghalang), contohnya kondom yang menghalangi sperma, metode hormonal
seperti konsumsi pil, dan metode kontrasepsi alami yang tidak menggunakan alat-alat bantu
maupun hormonal, namun berdasarkan fisiologis seorang wanita dengan tujuan untuk mencegah
fertilisasi (pembuahan ) (Julianto,2012).

Pendapat 3
Dalam perkembangan selanjutnya BKKBN mengembangkan lagi kegiatannya menjadi
Program Nasional Kependudukan dan KB (KKB) yang pada waktu ini mempunyai 2 tujuan:
Tujuan demografis, yaitu mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk berupa penurunan
angka fertilitas dari 44 permil pada tahun 1979 menjadi 22 permil pada tahun 1990 atau 50 %
dari keadaan pada tahun 1971. Tujuan normatif, yaitu dapat dihayati Norma Keluarga Kecil
bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang pada satu waktu akan menjadi falsafah hidup masyarakat
dan bangsa Indonesia (BKKBN, 2009).
12

Pendapat penulis
Ada berbagai macam program dan kebijakan yaitu penggunaan kontrasepsi serta
mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk berupa penurunan angka fertilitas.

5. Strategi KB di Indonesia
Pendapat 1
Strategi KB Berbasis Hak adalah penjabaran lebih lanjut dari upaya program KB di dalam
RPJMN. Strategi berfokus untuk melindungi hak masyarakat, baik perempuan maupun lakilaki,
atas pelayanan KB secara sukarela (UNFPA, 2012).

Pendapat 2
Strategi KB Berbasis Hak ini merupakan strategi operasional yang disusun dengan
mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-
2019 serta diselaraskan dan dijabarkan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Pendekatan strategi ini bersifat koordinasi lintas program dan lintas sektor. Strategi ini akan
berfungsi untuk memberikan langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan upaya program KB di
Indonesia bagi lintas program, lintas sektor, lembaga swadaya masyarakat dan pihak swasta
dalam upaya mereka melaksanakan program keluarga berencana di Indonesia. Fokus strategi ini
adalah koordinasi lintas sektor dan lintas program. Dalam mengembangkan strategi ini,
perwakilan dari berbagai sektor, organisasi profesional, ahli, dan akademisi telah terlibat
(UNFPA, 2012).

Pendapat 3
Empat tujuan strategis dalam Strategi KB Berbasis Hak meliputi:
a. Tujuan strategis 1: Tersedianya Sistem penyediaan pelayanan KB merata dan berkualitas
di sektor pemerintah dan swasta untuk menjamin agar setiap warga negara dapat
memenuhi tujuan reproduksi mereka.
b. Tujuan strategis 2: Meningkatnya permintaan atas metode kontrasepsi modern yang
terpenuhi dengan penggunaan yang berkelanjutan. Tujuan strategis 3: Meningkatnya
bimbingan dan pengelolaan di seluruh jenjang pelayanan serta lingkungan yang
mendukung untuk program KB yang efektif, adil, dan berkelanjutan pada sektor publik
13

dan swasta untuk memungkinkan semua pihak memenuhi tujuan-tujuan reproduksi


mereka
c. Tujuan strategis 4: Berkembang dan diaplikasikannya inovasi dan bukti untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas program, dan berbagi pengalaman melalui
kerjasama Selatan-Selatan (UNFPA, 2012).

Pendapat penulis
. Strategi KB berbasis Hak merupakan strategilebih lanjut dari upaya program KB di dalam
RPJMN yang berfungsi untuk memberikan langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan upaya
program KB di Indonesia bagi lintas program, lintas sektor, lembaga swadaya masyarakat dan
pihak swasta dalam upaya mereka melaksanakan program keluarga berencana di Indonesia.

C. Rangkuman
Program keluarga berencana di era desentralisasi mengalami perubahan dari sisi kelembagaan.
Perubahan tersebut juga yang menjadi salah satu penyebab lemahnya BKKBN dalam
mewujudkan target-target kependudukannya karena pelaksanaannya diluar kontrol langsung
BKKBN. Pemerintah kabupaten/kota di DIY sebagai tumpuan pelaksanaan program keluarga
berencana, belum seluruhnya memiliki pandangan yang sama tentang kependudukan. Maka dari
itu keberhasilan pelaksanannya di kabupaten/kota beragam bergantung pada komitmen masing-
masing daerah.

D. Soal
1. Bagaimana sejarah perkembangan KB di Indonesia?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan KB di Indonesia?
3. Apa saja peran dari organisasi - organisasi KB yang ada di Indonesia?
4. Apa saja program dan kebijakan KB di Indonesia?
5. Bagaimana strategi KB di Indonesia?
14

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y., & Martini. (2012). Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Rohima Press.

Aputra. (2004). Buku Sumber Pendidikan KB. Jakarta: BKKBN.

Artisa, R. A. (2017). Desentralisasi Program Keluarga Berencana: Analisis Dampak Perubahan


Kelembagaan Program Keluarga Berencana Pada Kabupaten/Kota Di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik , 08 (02), 1-6.

BKKBN. (2009). Pedoman Pelayanan KB dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


BKKBN.

BKKBN. (2015). Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Tahun 2015-2019. Jakarta: BKKBN.

Handayani, S. (2010). Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Hartanto, Hanafi. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Horton B. Paul & Chester L. Hunt. (1999). Sosiologi. Diterjemahkan oleh Meilani, N.
Setiyawati, N. Estiwidani, D. Suherni, (2010). Pelayanan Keluarga Berencana.
Yogyakarta : Fitramaya.

Julianto, W A. (2012). Rencana Aksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Tahun
2012-2014. Kelembagaan Program Keluarga Berencana Pada Kabupaten/Kota Di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik , 08 (02), 1-
6.

Kemenkes. (2014). Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta Selatan: Pusat Data dan
Informasi Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 62 Tahun 2010 Tentang Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional. Jakarta

PKBI. (2014). Peran PKBI dalam Menyongsong Sustainable Development Goals (SDG's).
Jakarta Selatan: Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia.

Saifuddin, A. B. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

WHO. (2014). Maternal Mortality. USA: World Health Organization.

Yuhedi, L. T., & Kurniawan, T. (2013). Buku Ajar Kependudukan Dan Pelayanan KB. Jakarta:
EGC.
15

Anda mungkin juga menyukai