KJCB
KJCB
3A
AMAN DIRI
AMAN LINGKUNGAN
AMAN PASIEN
buka airway : head tilchinlift (untuk px tidak sadar), atau chin lift (px sadar) lalu Look Listen Feel, bila
gurgling lakukan suction, bila snoring lakukan Jaw thrust (tindakan manual) gunakan OPA (oro paringeal
airway) untuk pasien tidak atau NPA (naso paringeal airway) untuk pasien yg sadar, dan bila stridor perlu
airway definitif (intubasi/surgikal airway)
multi trauma
* snoring (ngorok) sering terjadi pada pasien tidak sadar karena pangkal lida yg jatuh
* stridor, terjadikarena oedem faring/laring (cedera inhalasi) misal px dengan riwayat terpapar dengan
uap panas.
Bila pernapasannya tidak adekuat berikan ventilasi tambahan dengan baging / ventilator.
Pada pasien trauma waspada terhadap gangguan/masalah breathing yg cepat menyebabkan kematian.
Tension pneumothoraks (px sesak, trakea bergesar dan disertai distensi vena jugularis) tindakannya
adalah needle thoracosintesis di ICS 2 midclavikula
Open pneumothoraks (adanya sucking cest wound pada luka, yaitu paru menghisap udara lewat lubang
luka) tindakannya adalah tutup kassa 3 sisi yg kedap udara
Masive Haematothoraks (perdarahan dirongga thoraks) lapor dokter untuk segera WSD, nilai apa perlu
Thoracotomy..?
perdarahan external lakukan balut tekan, cek akral dan nadi bila ada tanda2 syok (hopovolemik) berikan
infus 2 jalur dengan cairan Ringer Laktat yang hangan 1-2 L diguyur.
EYE :
VERBAL :
5 orientasi baik
2 merintih/mengerang
MOTORIK :
5 melokalisir nyeri
Gunting pakaian dan lihat apakah ada jejas atau tidak cegah hipotermi dengan memberikan selimut,
kemudian lakukan log roll dan pasang Long spine board.
pada laki-laki ada di OUE (orivisium ureter external), scrotum hematom, Rectal tuse prostat melayang.
Bila tidak ada kontra indikasi pasang, urine pertama dibuang, kemudian tampung, periksa
pengeluaran/jam normal 0,5cc/kgBB/jam untuk dewasa, 1cc/kgBB/jam untuk anak dan 2cc/kgBB/jam
untuk bayi.
Bila lewat hidung perhatikan konta indikasi fraktur tulang basis caranii
Anamnesa
Head to toe
TTV
Siapkan untuk :
OK
ICU
Heacting
PRIMARY SURVEY
a. Airway
ü Pengkajian
ü Pengelolaan
§ Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
§ Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid
§ Fiksasi leher
Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih
bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
ü Evaluasi
b. Breathing
Yang harus dilakukan dalam memeriksa breathing adalah nilai look, listen, feel untuk mengetahui
breathingnya baik atau tidak.
ü Penilaian
Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi
Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi
thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
ü Pengelolaan
ü Evaluasi
ü Penilaian
Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari
arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
ü Pengelolaan
§ Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
§ Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.
§ Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin,
kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (BGA).
§ Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis yang
mengancam nyawa.
§ Cegah hipotermia
ü Evaluasi
d. Disability
ü Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
e. Exposure/Environment
ü Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
4. Resusitasi
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak
dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
ü Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel 4 )
ü Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi tanda-tanda syok
ü Respon cepat
§ Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan
ü Respon Sementara
ü Tanpa respon
§ Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard
a. Pasang EKG
ü Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan
hipoperfusi
ü Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine
ü Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan
manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
ü Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik
penderita
ü Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan
2 ml/kgBB/jam pada bayi
ü Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien
muntah.
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA),
suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
ü Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray portabel dan atau
FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
ü Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila belum
memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
ü Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
6. SECONDARY SURVEY
a. Anamnesis
A : Alergi
P : Past illness
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan
hemodinamik stabil
b. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya
dilakukan di ruangan lain
ü Foto ekstremitas
8. Re-Evaluasi Penderita
a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada
kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun
fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk. Tentukan indikasi rujukan,
prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada
pusat rujukan yang dituju.
1. Trauma Vertebra
Penderita harus dipertahankan dalam keadaan berbaring, posisi netral dengan menggunakan tehnik
imobilisasi yang baik.
ü Airway
Nilai airway sewaktu mempertahankan posisi tulang leher. Membuat airway definitif apabila diperlukan.
ü Breathing
Menilai dan memberikan oksigenasi yang adekuat dan bantuan ventilasi bila diperlukan.
ü Circulation
§ Bila terdapat hipotensi, harus dibedakan antara syok hipovolemik (penurunan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung, ekstremitas yang dingin) dari syok neurogenik (penurunan tekanan darah,
penurunan denyut jantung, ekstremitas hangat).
§ Penggantian cairan untuk menanggulangi hipovolemia
§ Bila terdapat cedera medula spinalis, pemberian cairan harus dipandu dengan monitor CVP.( Catatan :
Beberapa penderita membutuhkan pemberian inotropik )
§ Bila melakukan pemeriksaan colok dubur sebelum memasang kateter, harus dinilai sensasi serta
kekuatan sfinkter.
§ Riwayat medis
§ Identifikasi dan mencatat obat yang diberikan kepada penderita sewaktu datang dan selama
pemeriksaan dan penatalaksanaan.
o Palpasi
§ Rabalah seluruh bagian posterior tulang belakang dengan melakukan log roll penderita secara hati-hati
. Yang dinilai
§ Krepitus
§ ada/ tidak
§ Lokasi
§ Level neurologis
o Sensasi
Tes pinprick untuk mengetahui sensasi, dilakukan pada seluruh dermatom dan dicatat bagian paling
kaudal dermatom yang memberikan sensasi rasa.
o Fungsi Motoris
Catat pemeriksaan neurologis dan ulangi pemeriksaan sensoris dan motoris secara reguler sampai
datang spesialis terkait.
2. Trauma Musculoskeletal
Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas, kumpulan darah pada
lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan perdarahan yang terjadi selama ditranspor ke rumah
sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya trauma dan pelayanan pra rumah sakit.
§ Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau fraktur terbuka.
§ Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi. Jenis trauma ini harus
dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman.
§ Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya trauma otot atau jaringan
lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau hematoma. Gangguan
vaskular mula-mula ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.
§ Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila ada trauma saraf akan
menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya trauma saraf radialis menimbulkan wrist drop, dan
trauma saraf peroneus menimbulkan drop foot.
§ Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma. Dalam pengawasan,
adanya gerakan spontan dapat menunjukkan adanya trauma yang tampak atau terselubung. Misalnya
pada trauma kepala penderita tidak mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan ekstremitas,
penderita ini mungkin ada trauma torakal atau lumbal.
§ Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak dapat terjadi trauma
lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi (misalnya buckle fraktur). Pada wanita dengan trauma
pelvis, lebih besar kemungkinan cedera vagina dibandingkan cedera uretra.
§ Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan kateter sulit,
penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.
b. Raba
§ Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan, dan jarak yang
menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresi-distraksi seperti menarik-mendorong pelvis
dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena terlepasnya bekuan darah dapat menimbulkan
perdarahan baru.
§ Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan atau abnormalitas harus
dicatat. Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2 detik) di bawah kuku atau telapak tangan
menandakan aliran darah di ekstremitas distal baik. Hilangriya pulsasi dengan pengisian kapiler normal
menandakan ekstremitas viable, walaupun demikian konsultasi bedah perlu dilakukan. Jika pulsasi dan
pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat darurat.
§ Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya fraktur atau sindroma
kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat fraktur, penderita sadar akan
mengeluh nyeri. Jika penderita tidak sadar, hanya teraba gerak abnormal. Sindroma kompartemen
dicurigai jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat disertai fraktur.
§ Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi secara aktif. Hal ini tidak
perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas, atau penderita tidak kooperatif. Setiap
sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak, dan adanya cairan intar-artikular. Stabilitas sendi diperiksa dengan
melakukan regangan lateral, medial, dan anterior -posterior. Segala deformitas atau dislokasi sendi harus
dibidai dan dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum melakukan pemeriksaan akan stabilitas.
§ Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat pada ekstremitas.
Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai indikasi dan keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa dengan
rabaan/sentuhan dan tusukan pada setiap ekstremitas. Adanya trauma neurologis yang progresif
menunjukkan ada masalah besar.
h. L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)
d. Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan (N. radialis, C6) dan fleksi
jari jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8).
f. Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa N.peroneus profundus,
L5, dan plantar fleksi memeriksa N.tibialis posterior, S1.
g. Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini spesifik sesuai dengan
gerakannya.
3. Trauma Kepala
a. Survei Primer
§ ABCDE
o Respon Pupil
1. Fraktur
1. Jaringan otak
3. Debris
4. Kebocoran LCS
3. Respon verbal
4. Respon pupil
1. Palpasi untuk mencari adanya rara nyeri dan pakaikan kolar servikal semirigid bila perlu.
2. Pemeriksaan foto ronsen vertebra servikalis proyeksi cross-table lateral bila perlu.
1. Frekuensi
Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life Support. Edisi
Keempat. Jakarta: YAGD.
Anonim. 2010. Basic Trauma Life Support dan Basic Cardiac Life Support ed. III. Jakarta: Yayasan
ambulans Gawat Darurat 118
Darwis, Allan dkk. 2005. Pedoman Pertolongan Pertama. Ed 2. Jakarta : Kantor Pusat Palang Merah
Indonesia.
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3. Jakarta :EGC
Suryono, Bambang dkk. 2008. Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ( PPGD) dan
Basic life Support Plus ( BLS ). Yogyakarta: Tim PUSBANKES 118 BAKER-PGDM PERSI DIJ