KEMASAN

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

MATERI PENGAYAAN 1.

PENGEMASAN

Proses pengemasan merupakan salah satu bagian penting dalam produksi dan distribusi.
Fungsi kemasan adalah sebagai wadah, pelindung produk, dan media informasi. Syarat kemasan:
Tidak beracun.
• Tidak bereaksi kimia dengan produk.
• Melindungi secara fisik, kimia, biologis.
• Kedap air dan cahaya (khusus produk yang rentan).
• Menarik.
• Memberikan informasi berupa label kemasan.
Label pada kemasan diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan. Pasal 3 ayat (2) menjelaskan keterangan yang tercantum pada label
sekurang-kurangnya adalah:
Nama Produk.
• Daftar bahan yang digunakan.
• Berat bersih atau isi bersih.
• Nama dan alamat pihak produsen atau distributor.
• Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.
Secara garis besar, jenis kemasan dapat digolongkan berdasarkan jenis bahannya:
Kaku: kayu, logam, kaca, plastik.
• Fleksibel: daun, kain, kertas, aluminium foil, plastic foil.
• BAG (Bahan Anti Getaran): Karet, Busa, Gabus.
• Edipex/ Edible Film, yaitu film larut air yang dapat dimakan. Terbuat dari serat organik
seperti selulosa, kolagen, amilosa, dan sebagainya.

MATERI PENGAYAAN 2. PENGOLAHAN PANGAN

Bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bahan pangan hewani dan
nabati. Bahan pangan hewani meliputi daging, ikan, telur, dan susu. Bahan pangan nabati
meliputi bunga, buah, daun, biji, batang, dan akar.
Tujuan dari proses pengolahan pangan adalah sebagai berikut:
Menambah ragam variasi olahan pangan.
• Mempertahankan kualitas lebih lama (memperpanjang masa simpan).
• Menambah nilai ekonomis.
• Meningkatkan nilai cerna.
• Memanfaatkan bagian yang tidak atau kurang dapat dimanfaatkan.
Kerusakan bahan atau produk pangan dapat disebabkan oleh akibat fisik, kimia, dan
biologi. Ketiganya dapat terjadi secara terpisah atau lebih sering lagi saling mendahului satu
sama lain. Misalnya benturan fisik yang menyebabkan jaringan buah rusak akan mengakibatkan
terjadinya kontaminasi mikroba pada bagian yang terluka.
Kerusakan fisik dapat terjadi akibat benturan, cahaya, suhu, dan sebagainya. Kerusakan
kimia disebabkan oleh udara (oksigen), kadar air bahan, atau adanya bahan yang
mengontaminasi (minyak tanah, air pada tepung, pestisida). Sedangkan kerusakan biologi
disebabkan oleh hama, parasit, atau mikroba juga disebabkan aspek bahan sendiri seperti enzim
dan proses metabolisme.
Untuk mencegah atau menghambat terjadinya kerusakan pada bahan atau produk pangan
yang dihasilkan, seringkali dilakukan proses pengawetan. Proses ini terkadang dapat
menyebabkan kerusakan pangan sehingga harus dilakukan pada batasan tertentu. Misalnya
pengeringan dapat menurunkan kadar air bahan tetapi bila berlebihan dapat membuat hangus.
Pengawetan Fisik.
Pengawetan fisik terbagi menjadi pemanasan, pendinginan, dan irradiasi. Proses
pemanasan terbagi menjadi pasteurisasi, sterilisasi, pengasapan, dan pengeringan. Proses
pendinginan terbagi menjadi pendinginan dan pembekuan.
Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh mikroba patogen (penyebab sakit) seperti
Salmonella typhosa (tipus) dan Vibrio chlolera (kolera) tanpa mengubah citarasa atau
gizinya. Pada susu, pasteurisasi dilakukan pada suhu 63oC selama 30 menit.
Sterilisasi bertujuan membunuh semua mikroba yang terkandung di dalam makanan.
Sterilisasi komersial dilakukan menggunakan panci bertekanan (autoklaf atau retort) pada
suhu 121oC, tekanan 15 atm, selama 15 menit. Proses ini dapat mengubah rasa dan gizi.
Pengasapan dilakukan umumnya pada suhu 57oC, kecuali pada daging babi minimal
pada suhu 58,5oC untuk membunuh cacing pita yang mungkin menginfeksi. Senyawa hasil
pembakaran kayu juga memberikan pengawetan kimia dan menambah cita rasa.
Pengeringan bertujuan menghilangkan kadar air yang terdapat di dalam bahan sehingga
tidak dapat digunakan untuk metabolisme enzim produk atau mikroba.
Pendinginan dilakukan pada suhu -2oC – 10oC untuk menghambat kerusakan biologis.
Pembekuan dilakukan pada suhu -12oC – -24oC sehingga membuat sebagian besar kadar air
bahan membeku. Suhu yang terlalu dingin dapat merusak jaringan bahan, misalnya pisang
yang disimpan dalam refrigerator dapat menjadi coklat.
Irradiasi pangan bertujuan untuk membunuh mikroba atau insekta yang mungkin
terkandung. Dosis rendah dapat membunuh insekta dan parasit serta menghambat pertunasan
atau kematang buah. Bahan pangan yang diirradiasi tetap terlihat segar berair dengan daya
tahan lebih lama. Sinar radiasi dianggap sebagai senyawa aditif sehingga penggunaannya
diawasi. Makanan yang diiradiasi diberi logo Radura berikut:

Pengawetan Kimia.
Pengawetan kimia dapat dilakukan secara tradisional (pengasinan dan pemanisan) atau
dengan penambahan aditif (nitrit, benzoat, dsb.). Tujuan penambahan gula atau garam adalah
menarik keluar kandungan air dalam sel bahan atau mikroba sehingga mengalami plasmolisis
(sel mengerut dan mati). Terkadang juga dilakukan pengasaman untuk menurunkan tingkat
keasaman (pH) produk pangan sehingga mikroba yang tidak tahan asam tidak dapat tumbuh.
Pengawetan Biologi.
Pengawetan biologi dilakukan secara fermentasi. Fermentasi bertujuan untuk
menghasilkan senyawa tertentu secara alamiah dengan bantuan mikroba baik yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Misalnya etanol dihasilkan oleh khamir
Saccharomices cereviseae dan asam cuka dihasilkan bakteri Acetobacter aceti.
Bahan aditif pangan dalam kongres FAO dan WHO di Roma (1956) didefinisikan sebagai
bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan makanan dalam jumlah sedikit dengan tujuan
memperbaiki kualitas (warna, bentuk, cita rasa, tekstur, atau memperpanjang masa simpan).
Macam-macam aditif makanan antara lain bahan pengawet, pengemulsi, pewarna, dan perasa.
Jumlah yang ditambahkan sangat sedikit sehingga seringkali menggunakan satuan persen (%)
atau bpj (bagian per juta)/ ppm (part per million). Contoh: Hitung 200 ppm Nitrit yang
ditambahkan dalam 500 gram daging!

Secara umum, senyawa aditif makanan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu aditif yang secara
umum dikenal aman (GRAS), aditif yang penambahannya diatur oleh undang-undang, dan aditif
yang dilarang penggunaannya. Aditif yang termasuk GRAS umumnya berupa senyawa alamiah
seperti kuning karoten dan asam sitrat. Aditif yang diawasi penggunaannya diatur menggunakan
ADI (Acceptable Daily Intake) atau Asupan Harian yang Diperbolehkan, misalnya pengawet
natrium benzoat. Aditif yang dilarang misalnya adalah Rhodamin-B yang memberikan warna
merah cerah pada terasi.
Perhitungan bahan-bahan yang ditambahkan dalam proses pengolahan didasarkan pada
bahan utama yang dijadikan sebagai patokan atau pembanding. Misalnya dalam pembuatan roti,
bahan yang seringkali dijadikan pembanding adalah tepung terigu.

Anda mungkin juga menyukai