Perang Teluk, Sun Tzu & Relevansinya Ok
Perang Teluk, Sun Tzu & Relevansinya Ok
Perang Teluk, Sun Tzu & Relevansinya Ok
Oleh :
PENDAHULUAN
Pasukan Koalisi yang dipimpin AS telab memenangkan perang dengan
mudah dalam Perang Teluk dengan korban-korban yang relatif sedikit, baik di pihak
Sekutu maupun Irak. Sedikitnya korban ini dikarenakan oleh perlawanan Irak yang
sedikit lringan terhadap serangan Sekutu dan banyaknya tentara Irak yang
menyerah. Menurut laporan Konggres AS jumlah tentara Irak yang menyerah
sebanyak 163.000 orang, suatu jumlah yang luar biasa banyak. Perlawanan Irak
yang sedikit / ringan dan hanyaknya tentara Irak yang menyerab ini antara lain
disebabkan oleb Perang Urat Saraf (Psywar) yang dilancarkan oleb Sekutu. Perang
urat syaraf ini demikian menggebu-gebunya sampai berhasil meruntuhkan mental
tentara Irak. Badan yang melaksanakan perang urat syaraf ini adalab US Army’s 4th
Psycholological Operation Group (Air Borne). Perang urat syaraf yang dilaksanakan
oleb badan ini demikian efektif sebingga oleh
Suatu indikasi awat tentang perbedaan dasar-dasar konsepsi dua pemikir ini,
dapat ditemukan dalam gagasan mereka tentang hubungan antara perang dengan
kegiatan politik. Di buku 8 pasat 6 Clausewitz menya-takan bahwa perang itu sendiri
bu- kanlah hubungan politik yang men- jadi tegang atau menjadi suatu yang
keseluruhnya berbeda. Pada pokok- nya bahwa sating berhubungan dapat terus
berlanjut terlepas dari sarana- sarana apa yang digunakan untuk itu. Bagaimana
sesuatu yang berlawanan ini dapat terjadi ? Apakah hubungan politik antara rakyat
dengan rakyat dan antar pemerintah dengan peme-rintah negara lain terhenti bila hu-
bungan diplomatik tidak dapat saling dipertukarkan lagi ? Tema pokok yang selatu
diulang-ulang dalam ke- seluruhan buku ini adatah perang itu sendiri yang seperti
ha1nya hubungan politik adatah juga suatu bentuk lain dalam berhubungan dengan
lawan. Keduanya perang dan politik ini sama-sama diselidiki, karena juga sama-
sama menghendaki agar lawan menyatakan persetujuannva atau tunduk tanpa sarat
terhadap ketentuan apa saja yang dibuat bila mereka sama-sama berhasil mencapai
perse- tujuan, meskipun menggunakan sa- rana-sarana yang berbeda. Sun Tzu
mengabaikan seluruh aspek ini. Satu- satunya petunjuk untuk memelihara saluran
hubungan yang normal dengan lawan tertera dalam buku 7, dimana ia
menasehatkan negara penyerang untuk ~eninggalkan lawannya secara total. Ketika
kebijaksanaan menyerang diputuskan, saat itu suasana menjadi genting, paspor-
paspor dicabut, hubungan diplomatik dengan musuh tidak ada lagi dan lembaga-
lembaga negara didesak untuk melaksanakan rencana- rencana yang telah dibuat.
Lebih jauh lagi Sun Tzu menyatakan bahwa pe- ngejaran perang (“pursuit of war”)
dapat menjadi satu bentuk hubungan dengan lawan.
Dewasa ini ahli-ahli strategi Barat cenderung pada dua ajaran dasar ini yang
memandang perang sebagai perwujudan terbatas. Dalam kasus yang pertama sifat
alami yang paling tepat dari satu konflik nuklir ialah kondisi-kondisi “MAD/Mutual
Assumed Destruction” (saling menghancurkan) telah memperkuat lebih jauh
relevansi gagasan Clausewitz tentang perselisihan ditambah mahalnya biaya perang
serta manfaat- manfaat yang didapat yang dianggap tidak berarti/sepadan.
Ketakutan akan rneluasnya perang nuklir tercermin dari perhatian fihak Barat untuk
rnenghindari konfrontasi langsung, rneskipun dalam konflik-konflik terbatas seperti di
Timur Tengah.
“ Jadi, perang ada1ah satu tindakan dengan kekuatan” kata Clause witz
dipermulaan buku pasal satu dan dilanjutkan dengan definisi kekuatan (“force”)
sebagai berikut : “Kekuatan adalah kekuatan fisik, sedangkan kekuatan moral tidak
mempunyai daya selamat (“survive”) akan keberadaannya sebagaimana dinyatakan
dalam undang-undang negara, karena itu kekuatan adalah kekuatan fisik yang
digunakan sebagai sarana perang”.
Tema ini yang menjadi dasar pemikiran Clause witz, diulangi dalam
keseluruhan bukunya dan ditambah kan bahwa begitu banyak tujuan akhir yang
harus dicapai namun hanya satu sarana yang dipakai yaitu pertempuran. Ini adalah
sesuatu yang sudah menjadi sifat konsep perang, yaitu bahwa segala sesuatu yang
terjadi harus murni berasal dari pertempuran. Dari sini Clausewitz menarik-
kesimpulan bahwa menghancurkan kekuatan lawan adalah selalu cara AS untuk
mencapai tujuan peperangan. Sebagai hasilnya Clausewitz mene tapkan bahwa
strategi adalah pemakaian pertempuran untuk perang.
Kini semua jelas bahwa perang adalah suatu tindakan kekuatan fisik yang
memanifestasikan dirinya sendiri dalam pertempuran yang membentuk semua
alasan Clausewitz. la meneruskan menganalisa faktor-faktor lain yang sating
mempengaruhi yang merubah dasar ajaran ini dan membuat perang sebagai satu
Trinitas tunggal luarbiasa yang tersusun atas kekejaman. rasa benci dan
permusuhan yang dianggap sebagai kekuatan alamiah yang buta. Dengan demikian
semua karyanya didasarkan atas anggapan bahwa perang bersifat memakai
kekuatan militer untuk bertempur dengan lawan. Karya ini benar-benar agak kasar
untuk apa yang dikatakan bahwa perang tidak terdiri atas penggunaan beberapa
bentuk lain selain bentuk kekuatan. Disinilah mulai kelihatan gambaran gagasan Sun
Tzu yang didasarkan pada satu pengertian yang berbeda sifatnya yang disusun atas
lima faktor dasar : yang pertama ialah pengaruh moral. la menulis: “Yang saya
maksudkan dengan pengaruh moral ialah sesuatu yang menyebabkan rakyat
menjadi harmoni dengan pemimpinnya. sehingga akan menyertai mereka dalam
hidup sampai mati tanpa takut resiko .lni bertentangan sama sekali dengan
Clausewizt yang seperti dinyatakan diatas, mengabaikan samasekali ”Kekuatan
Moral” karena tidak relevan dengan gagasan perang, sebagaimana dinyatakan
dalam per-mulaan karyanya. Sementara jelas sekali bahwa Sun Tzu memakai
“kekuatan moral” dalam arti etika / nilai-nilai yang mengatur kebiasaan / tingkah laku
waktu damai. Clause witz mengabaikan seluruh dimensi perang Sun Tzu ini dan
memusatkan serta menganggap bahwa kekuatan fisik yaitu kekejaman mi1iter (“mili-
tary violence”) sebagai alat / sarana pokok peperangan.
Di lain pihak Sun Tzu menggaris bawahi bahwa hasil konfrontasi militer
ditentukan tidak oleh keahlian memanipulasi kekerasan oleh jenderal-jenderal dan
pemimpin- pemimpin politik ketika perang dimaklumkan, tetapi oleh tahun-tahun
persiapan yang mendahului konfron- tasi tersebut. Menurut Sun Tzu pada taraf ini
perang dilaksanakan tidak pada medan pertempuran, tetapi dilaksanakan di waktu
damai yang mendahuluinya dan sasarannya dicapai bukanlah dengan memakai
kekerasan/kekejaman militer, tetapi dengan merusak “legitimacy” /kekuatan musuh,
yang menyebabkan musuh bertentangan dengan rakyatnya sendiri. “Legitimacy”/
kekuasaan ini adalah konsep kunci penyelidikan fikiran dan jantung hati musuh,
sedang kelompok penduduk adalah kunci yang lain. Persiapan-persiapan yang
efektif di waktu damai, sesuai pendapat Sun Tzu harus dapat melemahkan lawan
pada sisi yang lain. Persiapan ini harus mampu membentuk pendapat umum yang
mampu menolak anggaran belanja yang diperlukan untuk menyiapkan sarana-
sarana pertempuran, dan merusak kemauan musuh untuk bertempur. Bila tahap ini
disiapkan dengan hati-hati dan rakyat tidak lebih lama lagi dalam keadaan harmonis
dengan pemimpin-pemimpinnya, akan ada satu kenyataan bahwa amat sedikit
keperluan konfrontasi militer untuk mengatasi kepemimpinan musuh. Jadi Sun Tzu
bertolak belakang dengan pendekatan Clausewitz karena ia menulis “memperoleh
kemenangan dalam seratus pertem puran bukanlah puncak keahlian. Menundukan
musuh tanpa bertempur itulah puncak keahlian” . Dengan demikian jelaslah bahwa
type perang yang dibicarakan Sun Tzu secara radikal adalah betul-betul berbeda
Pada bab V dari bukunya yang berjudul “Energy” (dalam bahasa Cina ini berarti
kekuatan, pengaruh,atau kekuasaan), Sun Tzu membuat konsepnya menjadi jelas.
Pada prinsipnya ia mengatakan bahwa ada dua type kekuatan yaitu “chi” atau
“kekuatan tidak langsung dan luar biasa” atau dan “ Cheng “ atau kekuatan langsung
dan normal / biasa-biasa saja, Dalam kosmosnya, kemenangan datang ketika
keduanya secara tepat bersambungan. Kekuatan tidak langsung dan luar biasa
dipakai secara luas untuk memperlemah lawan sampai pada satu titik diman
perpecahan didalam dan menimbulkan kolone kelima, menyebabkan musuh begitu
dapat dengan mudah dilemahkan sehingga pemakaian kekerasan militer hanya akan
mengha- dapi satu perlawanan yang minimal, atau perlawanan yang tidak teror-
ganisir karena musuh akan jatuh begitu dalam pada satu titik kemam- puan militer
yang paling rendah. Perang yang sesungguhnya dilaksa- nakan terutama dengan
pemakaian kekuatan moral, sarana-sarananya diarahkan untuk melawan kekuasaan
penguasa dalam negeri lawan dan untuk melemahkan kekuatan dasar lawan sampai
titik dimana lawan seperti sapi jantan yang kelelahan, kemudian hanya kekuatan
biasa digunakan untuk sentuhan terakhir. J adi keahlian dalam perang adalah
mengalahkan tentara lawan tanpa bertempur. Kota-kota lawan diduduki tanpa
serangan dan serbuan dan negara lawan ditaklukkan tanpat operasi yang berlarut-
larut. Dalam arti yang demikian Sun Tzu melihat -kekuatan biasa yang difokuskan i
Clausewitz, hanya sebagai ujung , , suatu gunung es yang terapung yangmana
sebagian besar gunung es terebut tersembunyi dibawah permukaan air ibarat tahun-
tahun persiapan yang melibatkan kekuatan tidak langsung yang luar biasa.
tetapi lebih cinta kemerdekaan” atau- pun yang bersemboyan “lebih baik bersimpah
darah dari pada menjadi merah”, dengan memusatkan kampa- nye juga pada
penerapan dimensi kekuatan tidak langsung ini.
Setelah kita sepaham tentang konsep Sun Tzu ini sekarang mari kita lihat Perang
Teluk. Bahwa tentara Koa1isi berhasil melaksanakan perang tanpa perlawanan yang
berarti dari lawannya dan berhasil meme- nangkan perang memang betul, dan ini
pas dengan konsep Sun Tzu ten- tang “pemakaian kekuatan tidak langsung dengan
cara penyebaran desas-desus palsu, pejabat-pejabat yang korupsi, menimbulkan
perpe-
kem~dian hanya kekuatan biasa digunakan untuk sentuhan terakhir”. Kekuatan tidak
langsung tersebut dimanifestasikan dalam bentuk penyebaran ratusan ribu leaflet
dan propaganda melalui berita radio dan tv. (Mengenai ini pernah ditu1is da- lam
majalah Marinir no 66 edisi bulan Desember 1993.
leaflet yang disebarkan Pasukan titik kemampuan militer yang paling Koalisi yang
dapat menggambarkan rendah. Ketiga leaflet yang meng- bagaimana perang yang
sesungguh- gambarkan bagaimana dapat menim- nya dilaksanakan terutama
dengan bulkan perpecahan antara Presiden pemakaian kekuatan moral, dapat
Saddam Husein dengan rakyatnya, dikatagorikan dalam tiga macam : antara
Presiden Saddam Husin pertama leaflet yang dapat menimbu- dengan tentaranya,
dan antara rakyat lkan perpecahan didalam. Kedua, !eaflet yang menggambarkan
mampu melemahkan kekuatan dasar pasukan Irak (yaitu kemauan/semangat
bertempur) yang dapat menyebabkan pasukan Irak begitu dapat dengan mudah
dilemahkan sehingga pema- kaian kekerasan militer Koalisi menghadapi satu
perlawanan yang minimal atau perlawanan yang tidak
Kalau dilihat bahwa Presiden Saddam Husein lenyap dari pentas di Kuwait maka
bahasan oleh Letkol Paul P. Stanklewicz dalam majalah FO- RUM edisi Winter
1992/1993 inijuga 100 % betul. Barang kali ada dua ha1 yang tidak betull 00 % yaitu
pertama bahwa perang tersebut dilaksanakan tidak pada waktu damai yang men-
dahului perang yang sebenamya, te- tapi bersamaan dengan perang yang
sebenamya, dan yang kedua masih digunakannya kekuatan militer untuk
keberhasilan tersebut.
Kita tidak tahu persis bagaimarumusu] Barat menerapkan perang type SU[kita 1<
Tzu ini terhadap Timur (baca UIJjsekar; Sovyet), yang kita tahu ialah bahwltegin)
tiba-tiba negara Uni Sovyet dan Yu.peran goslavia lenyap dari peta bumi. Apa.tetapi
kah karena arus globalisasi sehingglYang pengaruh Barat (demokrasi liberaldicap
HAM dan lain-Iain) dapat begit\kekeI mudah memasuki Uni Sovyet dar.deng negara-
negara komunis lainnya se.keku1 hingga dapat menimbulkan dishar.m~n~ moni
antara rakyat Sovyet dengalllang! pemimpin-pemimpin Sovyet dan an.men) tara
rakyat Yugo dengan pemimpin.tenta] pemimpin Yugo ? Dalam hallenyap-S~~J nya
negara Uni Sovyet dan Yugosla.gJtJn via dari pentas ini ungkapan Sun Tzukons~
“memenangkan perang tanpa bertem. terha~ pur” terasa mengena/pas sekali,
ka.seda~ rena pelaksanaannya adalah diwaktukunc] damai (sekarang ini) yang
menda.Yang hului perang yang sebenarnya (entah wakt kapan itu teriadi). sesua
trasi yang baru-baru ini sering terjadi bentu dinegara kita, kelihatannya kita harus
men( ekstra hati-hati menangani masalah perlu ini. Disamping kita liarus melihat per-
saran masalahan yang sebenarnya, kita juga kema harus dapat melihat apakah
semua berte: demonstrasi ini memang murni atau-Iama kah karena digerakkan oleh
musuh- deng musuh kita. Agaknya yang penting akan dalam menangani kasus-
kasus ini kita sedi1< harus menyadari bahwa musuh- must
ma musuh kita (yang secara resmi tidak :un kita ketahui), bukan tidak mungkin J ni
sekarang sedang melaksanakan stra- wa teginya Sun Tzu yaitu melaksanakan {u-
perang tidak di medan pertempuran, )a- tetapi dilaksanakan di waktu damai :ga yang
mendahuluinya dan sasarannya al, dicapai bukanlah dengan memakai itu
kekerasan/kekejaman militer, tetapi an dengan merusak “legitimacy” I :e- kekuasaan
pemerintah kita, dengan .r-1 menggunakan “kekuatan tidak an’langsung dan luar
biasa” yang n- menyeba.bkan pemerintah kita ber- n- tentangan dengan rakyat kita
sendiri. p- Seperti telah ditulis diatas bahwa “Le- a- gitimacy” Ikekuasaan ini adalah
~ukonsep kunci penyelidikan musuh !l-i terhadap fikiran dan jantung hati kita, a-1
sedang kelompok rakyat kita adalah tul kunci yang lain. Persiapan-persiapan l_i yang
efektif musuh-musuh kita di waktu damai seperti sekarang ini, sesuai pendapat Sun
Tzu harus dapat melemahkan kita pada sisi yang lain. ;- Persiapan ini harus mampu
mem- Ii bentuk pendapat umum yang mampu s menolak anggaran belanja yang di- h
perlukan untuk menyiapkan sarana- .-sarana pertempuran kita, dan merusak a i
kemauan dan kemampuan kita untuk a bertempur. Bila rakyat kita tidak lebih -! lama
lagi dalam keadaan harmonis -idengan pemimpin-pemimpin kita, ~ ! akan ada satu
keny~taan bahwa arnat 1 sedikit keperluan konfrontasi rniliter -! musuh kita untuk
mengatasi kepe-
mimpinan para pemimpin kita, dan tahu-tahu negara kita akan bernasib seperti
Sovyet dan Yugoslavia. Him- bauan penulis marilah kita sadari, dalam menangani
kasus-kasus yang ada jangan sampai menimbulkan disharmoni antara pemimpin
dengan pemimpin kita dan antara rakyat dengan rakyat kita dan antara pemim- pin
dengan rakyat kita dan antara tentara dengan rakyat kita.
Sementara itu untuk melengkapi naskah ini, penulis kutipkan karya bapak
Soebijakto Kepala Eksekutif Lembaga Pengkajian Strategis Indo- nesia (LPSI) yang
menurut hemat p.enulis ada pentingnya untuk me- lengkapi naskah ini. Thlisan beliau
ini dimuat dalam koran Media Indonesia Selasa 5 Juli 1994. Dengan judul ABRI
dalam GEOPOLITIK dan GEOSTRATEGI beliau menulis antara lain :
KONSEP HANKAM DALAM TELAAH HISTORIS
Pertahanan dan keamanan satu aspek konsep nasional yang sekarang
diberi nama Ketahanan Nasional, sangat menentukan mampu tidaknya
Indonesia mencapai kemerdekaan penuh atau tidak sejak kelahirannya.
Masalah-masalah poitik karenanya menjadi masalah kedua bagi bangsa
Indonesia setelah Proklamasi Kemer dekaan diumumkan. Sejarah
membuktikan bahwa politikus-politikus muda Indonesia yang memprioritaskan
pertahanan ini adalah benar, menentang pendapat po1itikus-po1itikus senior
yang memprioritaskan diplo- masi. Konsep perang yang dilaksanakan dengan
prioritas diplomasi ini, seperti halnya perang reguler, batas dan wewenang
masalah perang dan politik masih dapat dilihat secara terang dan di dalam
konsep perta- hanan konvensional melawan pasukan-pasukan Inggris yang
kemudian melawan pasukan Belanda, temyata konsep tersebut sangat
kurang berarti.
ANTISIPASI KE DEPAN
Sebagai platform kampanye demokrat yang akan datang, tercapainya hak asasi
manusia,naiknya kemampuan sumber daya manusia untuk mengurangi
pengangguran, peningkatan kesehatan, demokrasi dan ekonomi pasar di dunia akan
tetap di- pertahankan. Meskipun kadang-ka dang tujuan ini dikalahkan oleh pan-
dangan geopolitik, seperti untuk se mentara mempertahankan MFN (Most Favoured
Nation) status bagi RRC.
Asia Tenggara yang sangat penting bagi kekuatan-kekuatan besar di Asia seperti
Jepang dan China, se perti dikatakan diatas sementara re- gion ini belum
maju, tetap kurang penting bagi kepentingan Amerika Serikat selama kedua
kekuatan besar Asia ini dapat dikendalikan olehnya. Tekanan-tekanan di
bidang politik dan ekonomi untuk mempengaruhi tidak perlu besar, kecil saja
sudah terasa bagi Indonesia, sebab Indonesia tidak mempunyai le;verage
apapun untuk memba1asnya Akhirnya di da- 1am masalah pertahanan dan
keaman- an Asia Tenggara harus sela1u mam- pu berdiri sendiri, tanpa terlalu
banyak mengharapkan campur tangan super power.
Untuk ini tidak ada jalan lain bagi kita kecuali tetap mempertahan- kan konsep
Hankamrata sebagai faktor deUerent, sedangkan terbentuk- nya konsep pertahanan
modern dengan persenjataan yang canggih sebagai faktor detterent masih jauh dari
jangkauan bangsa, karena ekonominya sebagai faktor pendu- kung yang masih jauh
terbelakang. Meskipun sistem politik kita dari pandangan demokrasi dunia Barat
dianggap kurang relevan dalam rangka proses demokratisasi Bangsa, terpaksalah
sistem yang membenarkan Angkatan Perang berpolitik tetap kita terima, demi tetap
pentingnya dan perlunya konsep Hankamrata itu bagi eksistensi bangsa dan negara.
Di dalam konteks region masalah pertahanan dan keamanan yang mandiri tetap
menjadi perhatiar 1utama, karenanya waktu anggota. anggota ASEAN secara
bersama merumuskan konsep Ketahanan re. gional pada awal 1989, masalah ini
telah dibahas secara mendalam Dengan begitu ancaman maupul sumber-sumber
instabilitas Asil Tenggara dapat secara bersama-saml ditangani sehingga dapat
meringan kan biaya.