Anda di halaman 1dari 22

ANTROPOLOGI BUDAYA

KELOMPOK 6

1. EMA TIYANA A21713012


2. RAMADANI A21713025
3. FEBRI HIDAYAT A21713014

Dosen Pembimbing : SYAFARUDDIN,S.SOS.,M.KES

PRODI S1 KEPERAWATAN I
STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2017-2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Respon sakit/nyeri pasien...................................................................... 3

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi respons nyeri.................. 14

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN........................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 19
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan atas kehdirat tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga degan semangat yang ada penulis dapat menyelesaikan
makalah yag berjudul”ANTROPOLOGI BUDAYA”shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada nabi muhammad SAW beserta para pengikutnya.

Penulis mengucapkan alhamdulilah, puji syukur kehadirat allah SWT,yang selalu


melimpahkan rahma dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini
dengan lancar.penulis menyadari karya tulis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai
pihak.semoga dengan selesainya makalah ini dapat menambahkan ilmu kita khususnya dalam
hal menulis karya tulis.

Palembang,22 Oktober 2018

kelompok 6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia adalah mahkluk sosial yang memerlukan kerja sama antara satu dengan yang
lain. Pengetahuan adalah upaya seseorang yang bersifat benar, sedangkan ilmu adalah usaha
mencari kebenaran.

Ruang lingkup Antropologi

Berbagai cara manusia untuk meraih hidup dan perkembangannya dari masa kemasa.
Sehingga perkembangan struktur fisik dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka.

Studi tentang manusia berkaitan dengan:

 Berbagai macam cara hidup manusia dan perkembangan dari masa kemasa
 Bertugas menyelidiki semua aspek manusia untuk memahami manusia secara utuh.
 Perkembangan fisik dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka.

Social Science meliputi Bentuk-bentuk persekutuan hidup manusia dalam kelompok. Bagian-
bagian individu hidup dalam kelompok yang berbeda-beda. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan perbedaan hidup dalam berbagai kelompok itu muncul, tumbuh, bertahan dan
berubah. Study Biology Berhubungan deengan evolusi manusia dan berbagai perbedaan
ragam dan bentu fisik manusia di berbagai tempat dimuka bumi. Hubungan Antropologi
dengan ilmu-ilmu lain.

Antropologi butuh bantuan ilmu-ilmu lain dan begitu juga sebaliknya, ilmu lain juga
memerlukan bantuan antropologi.

 Hubungan antara ilmu Psikiater dan Antropologi


Merupakan suatu pengluasan dari hubungan antara ilmu antropologi dan ilmu psikologi.

 Hubungan antara ilmu ekonomi dan antropologi


 Dalam banyak negara dimana dalam penduduk pedesaannya lebih banyak jumlahnya
daripada penduduk kotanya terutama diluar daerah kebudayaan Ero-Amerika, proses
dan hukum-hukum ekonomi yang berlaku dalam aktifitas kehidupan ekonominya
sangat dipengaruhi sistem kemasyarakatan, cara berfikir pandang dan sikap hidup dari
warga masyarakat pedesaan tadi.
 Hubungan antara sejara dan antropologi

Hubungan itu sebenarnya merupakan hubungan antara ilmu arkeologi dengan antropologi.
Antropologi memberi bahan sejarah sebagai pangkal bagi setiap penulis sejarah dan syiap
bangsa didunia, kecuali itu. Banyak masalah dalam hisroriografi dari sejarah suatu bangsa
dapat dipecahkan dengan metode-metode antropologi. Para ahli antropologi memerlukan
sejarah terutama sejarah dari suku-suku tertentu dalam daerah yang didatanginya.

 Hubungan antara ilmu administrasi dan antropologi

Di indonesia ilmu administrasi tentu akan menghadapai masalah-masalah yang sama seperti
ilmu ekonomi. Lagi pula, bahan keterangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan
dengan agraria, yang juga menjadi suatu kompleks masalah yang sangat penting dalam ilmu
administrasi, antara lain bisa didapatkan dengan penelitihan berdasarkan metode antropologi.

B. Tujuan

1. Menjelaskan tentang pengertian nyeri

2. Menjelaskan tentang efek yang membahayakan dari nyeri

3. Menjelaskan tentang faktor yang mempengaruhi nyeri


BAB II
Pembahasan

1.1 Respon sakit/nyeri pasien

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersama dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat menggangu
dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit apapun.
Perawat mengabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri
dibanding tenaga profesional perawatan kesehatan lainnya dan perawat mempunyai
kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan. Peran
pemberi perawatan primer adalah untuk mengindentifikasikan dan mengobati penyebab nyeri
dan meresepkan obat-obatan menghilangkan nyeri. Perawatan tidak hanya berkolaborai
dengan tenaga profesional lain teapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi
efektivas intervensi, dan bertindak sebagai advokat pasien saat intervensi tidak efektif. Selain
itu, perawat berperan sabagai pendidik untuk pasien dan keluarga, mengajarkan mereka untuk
mengatasi pengguna analgesik atau regimen pereda nyeri oleh mereka sendiri ketika
memungkinkan.
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah, apapun yang menyakitkan tubuh yang
dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakannya.
Peraturan utama dalam merawat pasien dalam nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah nyata,
meskipun penyebabnya tidak diketahui. Oleh karena itu, keberadaan nyeri adalah berdasarkan
hanya pada laporan pasien bahwa itu ada.
Definisi ini berdasarkan dua pokok penting.
1. Perawat percaya kepada pasien saat mereka menunjukan bahwa mereka merasakan
nyeri. Nyeri dia anggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang
dapat di identifikasikan. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status
mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam
banyak hal dan tidak hanya menbayangkan nya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah
akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli emosional. Oleh karena itu, mengkaji
nyeri individu mengcakup pengumpulan informasi tentang permnyebab fisik dari
nyeri juga faktor mental atau emosional yang mempengaruhi persepsi individu
terhadap nyeri. Intervensi keperawatan diarahkan kepada kedua komponen tersebut.

2. Pokok penting yang harus diingat adalah, apa yang “dikatakan” pasien tantang nyeri
adalah tidak pada pernyataan verbal. Beberapa pasien tidak dapat atau tidak akan
melaporkan secara verbal mengalami nyeri. Karenanya, perawat juga bertanggung
jawab terhadap pengamatan perilaku non-verbal yang dapat terjadi bersama dengan
nyeri. Meskipun penting artinya untuk mempercayai pasien yang melaporkan nyeri,
yang juga sama pentingnya adalah untuk waspada terhadap pasien yang mengabaikan
nyeri saat nyeri terjadi. Seorang perawat yang menduga nyeri pada pasien yang
menyangkal nyeri harus menggali bersama pasien penalaran terhadap dugaan nyeri,
seperti kenyataan bahwa gangguan atau prosedur biasanya menimbulkan nyeri, atau
bahwa pasien meringis saat bergerak atau menghindari gerakan. Mengali
kemungkinan alasan mengapa pasien mengabaikan rasa nyeri adalah juga sangat
membantu. Banyak orang yang menyangkal nyeri yang dialaminya karena mereka
takut dengan pengobatan/tindakan yang mungkin terjadi jika mereka mengeluh nyeri
atau takut menjadi ketergantungan terhadap opioid (narkotik) jika obat-obat ini
diberikan untuk mengatasi nyerinya.
Dua kategori dasar dari nyeri yang secara umum diketahui: nyeri akut dan kronis.
Karateristik Nyeri akut Nyeri kronis
Tujuan/keuntungan Memperingatkan adanya cedera Tidak ada
Atau masalah
Awitan Mendadak Terus menerus/intermiten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi tingkat (dari beberapa detik Durasi lama (6
Sampai 6 bulan lebih) bulan/lebih)
Respons otonom Konsisten dengan respons stres
simpati Tidak terdapat respons
Frekuensi jantung meningkat volume otonom
sekuncup meningkat tekanan darah
meningkat dilatasi pupil meningkat
tegangan otot meningkat motilitas
gastrointestinal menurun
Komponen psikologis alian saliva menurun (mulut kering).
Ansietas Depresi
Mudah marah
Menarik diri dari minat
dunia luar
Respon jenis lainnya Menarik diri dari
persahabatan
Tidur tergangu
Libido menurun
Napsu makan menurun
Contoh Nyari kanker, artritis,
Nyeri bedah, trauma neuralgia trigeminal
Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera
spesifik. Nyeri akut mengindentikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini
menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita
untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan
tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan
dengan terjadinya penyembuhan; nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri
yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau
dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang
tertusuk biasanya sembuh dengan cepat, dengan nyeri yang hilang dengan cepat, barangkali
dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus dengan kondisi lebih berat, seperti
fraktur ekstremitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun sejalan dengan
penyembuhan tulang.
Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu
periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dapat dikaitan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini tidak memberikan resports terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu
tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan
sendirinya.
Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan
atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk
membedakan antara nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum 6 bualan telah
berlalu, atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer selama lebih dari 6
bulan. Meskipun demikian, setelah enam bulan banyak nyeri yang dialami diikuti dengan
masalah-masalah yang berhubungan dengan nyeri itu sendiri. Nyeri kronis tidak mempunyai
tujuan yang berguna dan jika hal ini menetap, ini menjadi gangguan utama.

Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri kronis setelah suatu
cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung-ujung saraf yang normalnya tidak
mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk mencetuskan sensasi nyeri, atau ujung-ujung
saraf yang normalnya hanya mentrasmisikan stimulus yang sengat nyeri, mentrasmisikan
stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.
Nyeri kronis dapat terjadi pada kanker tetapi nyeri jennis ini baiasanya mempunyai
penyebab yang dapat diidentifikasi. Nyeri kanker sering timbul akibat kompresi saraf prifer,
atau meninges atau akibat kerusakan pada struktur ini setelah suatu perbedaan, kemotrapi,
atau tindakan radiasi atau dengan pertumbuhan dan infiltrasi tumor.
Perawat dapat berhubungan dengan pasien yang mengalami nyeri kronis saat mereka
masuk rumah sakit untuk berobat atau mengunjungi mereka di rumah untuk perawatan di
rumah. Sering kali perawat diperlukan dalam lingkungan komunitas untuk membantu dalam
menangani nyeri pasien.

Efek Membahayakan dari Nyeri


Nyeri akut. Tanpa melihat sifat, pola atau penyebab nyeri, nyeri tidak diatasi secara
adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan dan menggangu,
nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmolari, kardipvaskuler,
gastrointetinal, endrokrin, dan immunologik. (Yeager dkk., 1987; Benedetti dkk., 1984).
Respon stres (‘respons neuroendrokin terhadap stres”) yang terjadi dengan trauma juga
terjadi penyebab nyeri hebat lainnya. Luasnya perubahan endrokin, imunologi dan inflamasi
yang terjadi dengan penyebab nyeri hebat lainnya. Luasnya perubahan endrokin, imunologi,
dan inflamasi yang terjadi stres dapat menimbulkan efeki negatif yang signifikan. Hal ini
khususnya terjadi pada pasien yang terganggu karena usia, penyakit, atau cedera.
Nyeri kronis. Sama seperti hal nya nyeri akut yang mempunyai efek negatif, nyeri
kronis juga mempunyai efek merugikan . supresi fungsi imun yang berkaitan dengan nyeri
kronis dapat meningkat pertumbuhan tumor, nyeri kronis sering mengakibatkan depresi dan
ketidakmampuan. Meskipun pemberi perawatan kesehatan menaruh perhatian tentang besar
jumblah medikasi opioid (narkotik) yang dibutuhkan untuk membadakan nyeri kronis pada
beberapa pasien, adalah aman untuk mengontrol nyeri kronis pogresif (mis., nyeri kanker)
kenyataan nya, adalah tidak aman, untuk melakukan hal ini karena konsenkuensi nyeri yang
tidak meredah (libeskin, 1991). Mengabaikan tentang bagaimana pasien mengatasi nyeri
kronisnya, nyeri yang terjadi sepanjang waktu yang lama sering mengakibatkan
ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan
hubungan interpersonal sebelum mulai terjadi. Ketidak mampuan ini berkaisar dari
membatasi keikutsertaan dalam aktifitas fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau makan. Perawat harus mengerti efek dari nyeri
kronis pada pasien dan keluarganya dan harus mempunyai pengetahuan tentang strategi
peredaan nyeri dan sumber-sumber yang sesuai untuk membantu penatalaksanaan nyeri.
Persepsi Nyeri
Banyak teori untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri bagaimana pun, tidak ada
satu teori pun yang menjelaskan secara sempuna bagaimana nyeri ditrasmisikan atau dicerap,
tidak juga menjelaskan kompleksitas dari jaras yang mempengaruhi transmisi inplus nyeri,
sensasi nyeri, dan perbedaan individual dalam sensasi nyeri. Penatalaksanaan efektif nyeri
pasien membutuhkan pemahaman tentan prepesi nyeri, juga disebut sebagai nosisepsi.selain
itu, pentingnya arti untuk memahami strategi pengkajian nyeri dan infestasi yang digunakan
untuk meredahkan nyeri induvidu, juga tentang keuntungan, kerugian dan keterbatasan dari
setiap intervensi.
Transmisi Nyeri
Reseptor nyeri (Nosiseptor), reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yang berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak.
Stimuli tersebut sifatnya bisa mekanik, termal, kimia, sendi, otot skelet, fasia, tedon, dan
kornea juga mempunyai reseptor nyeri yang mempunyai potensi untuk mentransit stimuli
yang menyebabkan nyeri. Namun demikian, organ-organ internal yang besar (visera) tidak
mengandung ujung saraf yang berespons hanya pada stimulus nyeri. Nyeri berasal dari organ
ini diakibatkan dari stimuli yreseptor yang kuat mempunyai tujuan lain. Sebagai contoh,
inflamasi, regangan, iskemia, dilatasi dan spasme organ-organ internal semua menyebabkan
respon yang kuat pada serabut multitujuan ini dan secara potensial menyebabkan nyeri hebat.
Reseptor nyeri merupakan jenis multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini
bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit/dan mengirim cabangnya ke pembulu
darah lokal. Sel-sel mast, folikel rambut, dan kelenjar keringat. Stimulasi serabut ini
mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibakan vasodilatasi. Serabut
kutaneus terletak lebih ke arah sentral dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan
rantai simpatis paravertebrata sistem saraf dan dengan organ internal yang lebih besar.
Sebagai akibat hubungan antara seraput saraf ini, nyeri sering disertai dengan efek
vasomotor, otonom, dan viseral. Sebagai cobtoh, pasien dengan nyeri akut mungkin
mengalami penurunan atau tidak adanya peristaltik saluran gas trointestinal.
Meski aktivasi yang kuat dari seraput sereptor nyeri pada akulit akan menyebabkan
hubungan viseral seraput yang sama, hal sebaliknya juga terjadi. Stimulasi kulit pada seraput
cabang viseral dapat mengakibatkan vasbiolatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan
dengan serabut tersebut. Hasilnya disebut nyeri alih. Contoh yang paling banyak dikenali
tantang nyeri ali adalah nyeri pada lengan kiri atau rahang yang berkaitan dengan ikemia
jantung atau serangan jantung (intrakmiokard).
Mediator kimia dari nyeri. Sejumblah subtansi yang mempengaruhi sensitifitas
ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri dilepaskan ke jaringan ekstraseluler sebagai akibat
kerusakan jaringan. Zat-zat kimiawi yang meningkatkan tranmisi atau persepsi nyeri meliputi
histamin, bradikinin, asepikolin dan subtansi p. Prostaglandin adalah zat kimiawi yang
diduga dapat meningkatkan sentipipitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang
menimbulkan nyeri dari bradikinin. Endorfin/dan enkefalin. Subtansi lain dalam tubuh yang
berfungsi sebagai inhibitor terhadap tranmisi nyeri. Endorfin dan enkefalin, subtansi seperti
morfin yang di produksi oleh tubuh, adalah contoh dari subtansi yang menghambat transmisi
inpuls nyeri. Isilan endorfin adalah suatu kondisi dari dua kata: endogeneus dan morfin.
Apabila tubuh mengeluarkan subtansi-subtansi ini, satu efeknya adalah pada peredah nyeri.
Endorfin dan enkefalin ditemukan dalam sistem saraf pusat. Endorfin dan enkefalinzat
kimiawi endogen(produksi oelh tubuh) yang berstruktur serupa dengan opioid ( juga disebut
sebagai opiat dan narkotik).
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berada merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari stimuli nyeri yang sama. Kadar endorfin
beragam di antara individu, seperti halnya faktor-faktor ansietas, yang mempengaruhi kadan
endorfin. Individu dengan endorfin yang banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan mereka
dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Beberapa tehnik mungkin efektif dalam meredapakan nyeri paling tidak sebagian
karena tehnik tersebut menyebabkan pelepasan endrofin. Stimulasi saraf listrik transkutaneus
(TENS) dapat menstimulasi pelepasan endorfin, seperti penggunaan plasebo (subtansi inert)
dimana pasien berfikir pengobatannya berkerja meskipun hal tersebut tidak ada hasilnya.
Metode pereda nyeri lainnya, seperti imaginasi terbimbing, dapat membantu pasien
melepaskan endorfin).
Pengkajian keperawatan tentang nyeri
Pengkajian keperawatan pada individu dengan nyeri termasuk deskripsi nyeri
juga faktor-faktor lain yang mungkin yang dapat mempengaruhi nyeri (y.i., pengalaman lalu
tentang, ansietas, dan usia) dan respons individu terhadap strategi pereda nyeri.
Mengkaji persepsi nyeri
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri seseorang. Agar
alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria berikut:
1. Muduh dimengerti dan digunakan
2. Memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien
3. Mudah dinilai
4. Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitan nyeri.
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan intervensi,
untuk mengefaluasikan efektivitas intervensi dan untuk mengindentifikasi kebutuhan antar
intervensi alternatif atau tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam meredakan
nyeri individu.
Deskripsi verbal tantang nyeri, individu merupakan penilaian terbaik dari nyeri yang
dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan meningkatkannya.
Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individu dalam beberapa cara
berikut:
 Intensitas nyeri. Individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala
verbal (mis., tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai
10:0 = tidak nyeri, 10= nyeri sangat hebat)
 Karateristik nyeri. Termasuk letak (dimana nyeri pada bagian organ mungkin
merupakan alih), durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb, irama ( mis., terus-menerus,
hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari
nyeri) dan kualitas (mis., nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti
digencet).
 Faktor-faktor yang meredahkan nyeri, (mis., gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat obat-obat bebas, dsb.) dan apa yang dipercaya pasien
dapat membantu mengatasi nyerinya. Perilaku ini sering didasarkan pada pengalaman
atau trial end error.
 Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, (mis., tidur, napsu makan,
konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktifitas
santai). Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan depresi.
 Kekhawatiran individu tentang nyeri, dapat meliputi berbagai masalah yang luas,
seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

SKALA INSTENSITAS NYERI

Skala Instensitas nyeri deskriptif sederhana

Tidak ada Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri hebat Nyeri sangat Nyeri Paling
nyeri hebat hebat

Skala instensitas nyeri numerik 0-10*

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri sedang Nyeri paling
Tidak
k ada
nyeri hebat
hj
g Skala analog visual ( VAS )**
ty
t

Ti
Tidakd ada Nyeri sehebat
nyeri
a yang dapat
k terjadi

Skala Analogi Visual (VAS). Skala analogi visual (Gbr. 13-3) sangat berguna dalam
mengkaji intesitas nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk haris horizontal sepanjang 10 cm,
dan ujungnya mengindetifikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik
pada garis yang menunjukan letak nyeri terjadi disepanjang rentang tersebut. Ujung kiri
biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri” sedangkan ujung kanan biasanya
menandakan “berat” atau “nyeri” yang paling buruk. “ untuk menilai hasil, sebuah penggaris
diletakan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri”
diukur dan ditulis dalam sentimeter.

Mengkaji Respons Fisiologik dan Perilaku terhadap Nyeri

Mengkaji indikasi fisiologis dan perilaku dari nyeri terkadang sulit. Jika tidak
mungkin. Indikator fisiologis dan perilaku nyeri yang dapat diamati dapat saja minimal atau
tidak ada; namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa pasien tidak mengalami nyeri.

Banyak pemberi perawatan kesehatan lebih mengenal nyeri akut di banding nyeri
kronis. Akibatnya, pemberi perawatan kesehatan yang tidak mengenal respons fisiologik dan
perilaku nyeri dapat menanyakan keberadaan atau pada pasien yang tidur nyenyak dengan
cepat dengan sebelum atau sesudah melapokan nyeri berat. Bagaimana pun, tidak semua
pasien dengan nyeri berat menampakan tanda-tanda fisiologis atau perilaku dari nyeri. Tidak
adanya tanta-tanda ini atau tidak harus membuat perawat menyimpukan bahwa nyeri tidak
ada keberadaan dari tanda-tanda ini tidak selalu berarti bahwa pasien mengalami nyeri.

Indikator fisiologis nyeri. Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator


nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Bagaimanapun respons infolunter ini
seperti meningkatnya prefuensi nadi dan pernafasaan, puncat dan berkeringat adalah
indikator rangsangan sistem saraf otonom, bukan nyeri.

Frekuensi jantung pasien dapat menurun dalam berespon terhadap nyeri akut dan
meningkat hanya setelah nyeri hilang ( moltner, hotel dan strain, 1990). Pasien yang
mengalami nyeri akut yang hebat mungkin tidak menunjukan frekuensi pernafasan yang
meningkat, tetapi akan menahan napasnya. Sembarangan respons fisiologis nyeri akut yang
mungkin pasien tunjukan dapat berlangsung beberapa menit, bahkan bila nyeri berlanjut.
Respons fisiologik harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada
pasien tidak sadar dan jangan di gunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari
nyeri individu.

Karena reaksi fisiologik yang dalam terhadap nyeri tidak adapat dipertahankan selama
berminggu-minggu atau bertahun-tahun atau bahkan beberapa jam, pasien biasanya
berespons secara berbeda terhadap nyeri aku dan nyeri kronik. Pasien dengan nyeri yang
sangat dalam dapat tidak menunjukan perubahan fisiologik. Meskipun perubahan fisiologik
yang berkaitan dengan respons stres dapat terjadi pada beberapa orang dengan nyeri akut,
perubahan seperti itu tidak selalu terjadi; lebih jauh lagi, perubahan tersebut kurang mungkin
terjadi dengan nyeri kronis.

Respons perilaku terhadap nyeri, respons perilaku terhadap nyeri dapat mencangkup
pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang
lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat
menangis, merintih, merengut, tidak mengerakan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri.
Orang dapat menjadi marah atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang.
Suara dari radio atau televisi dapat sangat mengjengkelkan bagi orang sedang nyeri. Perilaku
ini sangat beragam dari waktu ke waktu. Meskipun respons perilaku pasien dapat menjadi
indikasi pertama bahwa ada sesautu yang tidak beres, respons perilaku seharusnya tidak
boleh digunakan sebagai pengganti untuk mengukur nyeri tidak memungkinkan (mis., orang
tersebut menderita retardasi mental yang berat atau tidak sadar).

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri
dapat menyebabkan keletihan dan menbuat individu terlalu letih untuk merintih atau
menangis jika perlu demikian merupakan respons normal terhadap nyeri. Pasien dapat tidur,
bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena
menjadi mahir menggunakan respons normal terhadap nyeri. Individu yang telah berhasil
dalam meminimalkan efek nyeri kronik pada kehidupan harus didorong ketimbang
dipatahkan semangatnya dari koping dengan cara ini.
1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi respons nyeri
Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumblah faktor, termasuk
pengalaman masa lalu dengan nyeri; ansietas; usia; dan pengharapan tentang penghilanmg
nyeri (efek plasebo). Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi nyeri
pasien, meningkatkan dan menurunnya toleransi terhadap nyeridan pengaruh sikap respons
terhadap nyeri.

Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri

Adalah menarik untuk berharap dimana individu yang mempunyai pengalaman


multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang
hanya mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak terlalu
selalu benar. Seringkali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin
takut individu terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin
akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia ingin nyeringan segera reda dan sebelum
nyeri tersebut lebih parah. Reaksi ini hampir sering terjadi jika individu tersebut menerima
peredaan nyeri yang tidak adekuat di masa lalu . individu dengan peengalaman nyeri berulang
dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat. Sekali
individu mengalami nyeri berat, individu tersebut mengetahui hanya seberapa berat nyeri itu
dapat terjadi. Sebaiknya individu yang tidak perna mengalami nyeri hebat tidak mempun yari
rasa takut terhadap nyeri itu.

Cara sesorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri
selama kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak
terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten. Individu yang
mengalami ynyeri selama serbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah,
menarik diri, dan depresi.

Efek yang tidak diinginkan yang diakbatkan pengalaman sebelumnya menunjukan


pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika
nyerinya teratasi dengan cepat dan dengan adekuat, individu mungkin sedikit ketakutan
terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik.

Ansietas dan Nyeri

Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak
seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang
konsisten atara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan
stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relavan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi terhadap pasien terhadap nyeri.
Sebagai contoh, pasien yang telah mendapatkan pengobatan kanker payudara 2 tahun yang
lalu dan sekarang mengalami nyeri pinggang merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan
indikasi dari metastasis,dalam kasus ini ansietas dapat mengakibatkan peningkatan nyeri.
Ansientas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual
dapat menurunka persepsi nyeri, sebagai contoh, seorang ibu yang dirawat dengan
komplikasi akibat kolesistektomi den cemas tentang anak-anaknya dapat mencerap lebih
sedikit nyeri ketika ansietas mengenai anak-anaknya meningkat.

Budaya dan Nyeri

Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang berespons


terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berprilaku dalam respons terhadap
nyeri). Namun, budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale,
1990)

Sejak dini pada masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar mereka respons nyeri
yang bagaimana yang dapat diterima. Sebagai contoh, anak dapat belajar bahwa cedera akibat
olahraga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cedera akibat
kecelakaan motor. Yang lainnya mengajarkan anak stimuli apa yang diperkirakan
menimbulkan nyeri respons perilaku apa yang diterima. Keyakinan ini beragam dari satu
budaya dengan budaya lainnya; karena orang dari budaya yang berbeda yang mengalami
nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkan atau berespons terhadap nyeri
tersebut dengan cara yang sama.

Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang
dipengaruhi oleh pemajaan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya.
Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi terhadap nyeri adalah bnormal dan
dapat diterima.

Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya
lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mengcakup menghindari ekspresi nyeri
yang berlebihan, seperti, meringis atau menangis yang berlebihan; mencari pereda nyeri
dengan segera dan memberikan deskripsi lengkap tentang nyeri.

Usia dan Nyeri

Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas.
Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis yang menyertai
proses penuaan. Cara lansia berproses terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berproses
orang yang berusia lebih muda, atau nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh dari temopat
cedera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari
perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit. (mis., diabetes) tetapi pada individu
lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai
metabolisme yang yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap masa otot lebih besar
dibanding individu berusia lebih mudah, analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan untuk menggunakan sendiri analgesik
pascaoperatif, lansia menunjukan keberhasilan peredaan nyeri dengan dosis opoid yang lebih
kecik (Giuffre dkk, 1991).

Meskipun banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya
enggan untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat karena mereka
menganggap nyeri menjadi bagian penuaan normal. Sedikit diperkirakan lebih dari 85%
dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat menyebabkan
nyeri. Lansia cenderung mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang
lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan. Yang lainnya tidak mencari
perawataan, karena mereka tajut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius atau mereka
takut krhilangan kontrol. Lansia berepons terhadap nyeri dengan menggunakan obat-obat
yang diresepkan untuk penyakit lain. Lansia mengatasi nyeri sesuai dengan gaya hidup,
kepribadian dan latar belakang budaya mereka.

Penting artinya dimana lansia mendapat pereda nyeri yang adekuat setelah pembedaan
atau trauma. Apabila lansia mengalami kebingungan setelah pembedaan atau trauma,
kebingungan sering dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan, yang kemudia dihentikan.
Namun demikina kebingungan pada lansia mubngkin sebagai akibat daru nyeri yang tidak
diobati dan tidak teratasi. Penilaian tentang nyeri dan keadekuatan pengobatan harus
didasarkan pada laporan nhyeri pasien dan pereda ketimbang didasarkan pada usia.

Intervensi keperawataan

Sebelum membahas apa yang harus dilakukan perawat untuk mengintervensikan


pasien yang mengalami nyeri ditinjau kembali. Perawat membantu meredakan nyeri dengan
memberikan intervensi penghilang nyeri (termasuk pendekatan farmakologis dan
nonfakmakologis), mengkaji keefektifan intervensi tersebut, memantau terhadap efek yang
merugikan dan berperan sebagai advokat pasien apabila intervensii yang dianjurkan tidak
efektif dalam meredakan nyeri. Selain itu, perawat bertindak sebagai edukator bagi pasien
dan keluarganya untuk memampuhkan mereka dalam menangani sendiri intervansiyang
diharuskan bilamana memungkinkan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya.Sedangkan pengertian nyeri secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri
sebagai apapun yg menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yang ada
kapanpun individu mengatakannya.
DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer dkk. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.EDISI 8.

JAKARTA: EGC

Anda mungkin juga menyukai