Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu kondisi sel yang telah kehilangan kendali dan
mekanisme sel normalnya sehingga sel mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat, dan tidak terkendali (Hiwari, 2004). Salah satu keluhan pada pasien
kanker adalah nyeri. Rasa nyeri terjadi karena masa tumor yang bertambah besar
sehingga menekan saraf, tulang, dan organ lain. Nyeri dapat juga disebabkan
karena adanya metastasis, tindakan diagnosis, dan komplikasi terapi (Farastuti and
Windiastuti, 2005).
Prevalensi kanker pada tahun 2013 di Indonesia adalah 1,4% atau sekitar
347.792 orang. Di Jawa Tengah ada sekitar 68.638 orang yang terkena kanker.
Jumlah penderita kanker serviks adalah 0,8% atau sekitar 19.734 orang dan 0,5%
menderita kanker payudara atau sekitar 11.511 orang (Kementrian Kesehatan RI,
2015). Prevalensi nyeri pada kanker diperkirakan ada 25% untuk pasien yang baru
didiagnosa, 33% untuk pasien yang sedang menjalani pengobatan aktif, dan 75%
untuk pasien dengan nyeri kronis (Paice and Ferrell, 2011). Penatalaksanaan
untuk nyeri pada pasien kanker menggunakan analgetik, baik analgetik golongan
non-opioid dan opioid (Baumann and Strickland, 2008). Terapi nyeri kanker
dilihat dari etiologi, patofisiologi, sindrom nyeri, dan fungsi terapi nyeri.
Terapinya dibedakan menjadi 2 yaitu terapi nyeri kanker yang tidak berhubungan
dengan keadaan darurat diterapi dengan analgetik opioid dan non-opioid, dan
terapi nyeri kanker yang berhubungan dengan keadaan darurat diterapi dengan
analgetik yang ditambahkan dengan tindakan operasi, steroid, terapi radiasi, dan
antibiotik (Swarm et al., 2014).
Berdasarkan prevalensi kanker yang cukup tinggi di Indonesia, maka
penggunaan analgetik pada pasien kanker organ reproduksi wanita perlu dipantau
ketepatan dan efektivitasnya. Pemilihan RSUD Dr. Moewardi sebagai tempat
penelitian karena merupakan rumah sakit daerah rujukan di Jawa tengah dan

1
2

Daerah Solo Raya, dan belum ada penelitian tentang evaluasi penggunaan obat
analgetik untuk pasien kanker organ reproduksi wanita dengan standar acuan
NCCN (National Comprehensive Cancer Network) tahun 2014, ESMO clinical
practice guideline (Annals of Oncology 23) tahun 2012, British National
Formulary (BNF) 54 tahun 2007, dan Drug Information Handbook (DIH) 2009
serta penelitian tentang efektivitas obat analgetik untuk kanker yang rasional di
RSUD Dr. Moewardi. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi
gambaran untuk penatalaksaan nyeri yang rasional pada pasien kanker organ
reproduksi wanita.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana profil penggunaan analgetik pada pasien kanker organ reproduksi
wanita di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun 2015?
2. Apakah penggunaan analgetik pada pasien kanker organ reproduksi wanita di
RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun 2015 sudah sesuai
dengan standar acuan NCCN (National Comprehensive Cancer Network)
tahun 2014, ESMO clinical practice guideline (Annals of Oncology 23) tahun
2012, British National Formulary (BNF) 54 tahun 2007, dan Drug
Information Handbook (DIH) tahun 2009?
3. Bagaimana efektivitas obat analgetik yang rasional pada pasien kanker organ
reproduksi wanita di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun
2015?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan
untuk :
a. Mengetahui profil penggunaan analgetik pada pasien kanker organ reproduksi
wanita di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun 2015.
3

b. Mengetahui kesesuaian penggunaan analgetik pada pasien kanker organ


reproduksi wanita di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun
2015 sudah sesuai dengan standar acuan NCCN (National Comprehensive
Cancer Network) tahun 2014, ESMO clinical practice guideline (Annals of
Oncology 23) tahun 2012, British National Formulary (BNF) 54 tahun 2007,
dan Drug Information Handbook (DIH) tahun 2009.
c. Mengetahui efektifitas obat analgetik yang rasional pada pasien kanker organ
reproduksi wanita di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Desember tahun
2015.

D. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Kanker
Kanker adalah suatu kondisi sel yang telah kehilangan kendali dan
mekanisme sel normalnya sehingga sel mengalami pertumbuhan yang tidak
normal, cepat, dan tidak terkendali (Hiwari, 2004). Kanker merupakan kelompok
penyakit yang ditandai dengan ketidaknormalan dari sel. Pertumbuhan sel kanker
yang tidak terkontrol akan menyebabkan kematian. Ada 2 faktor resiko penyebab
kanker yaitu :
a. Faktor eksternal seperti bahan kimia yang karsinogen, radiasi, infeksi bakteri,
dan karena tembakau (merokok).
b. Faktor internal seperti adanya suatu mutasi gen, pertumbuhan hormon yang
tidak stabil, dan akibat kondisi imun.
Dengan adanya faktor resiko tersebut, sel yang terpapar faktor resiko akan
bermutasi menjadi sel abnormal, sehingga tahap perkembangan kanker
membutuhkan waktu yang lama (WHO, 2008).
2. Kanker Organ Reproduksi Wanita
a. Kanker Payudara (Mammae)
Kanker payudara atau kanker mammae adalah suatu penyakit yang di
tandai dengan adanya keganasan di jaringan payudara (Sukandar et al., 2011).
Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol di jaringan
4

payudara karena adanya ketidaknormalan gen dalam melakukan pembelahan sel


(Handayani and Sudarmiati, 2012).
Kejadian kanker payudara ini tidak ada penyebab yang spesifik. Tetapi
secara umum penyebab kanker payudara adalah perubahan genetik dari payudara.
Mutasi gen normal adalah salah satu contoh perubahan genetik.
Faktor resiko kanker payudara antara lain :
1) Riwayat penyakit kanker payudara.
2) Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
3) Menstruasi sebelum umur 12 tahun.
4) Tidak mempunyai anak atau mempunyai anak setelah umur 30 tahun.
5) Menopause.
6) Terpapar radiasi ionisasi selama masa pubertas atau pada umur sebelum 30
tahun.
7) Obesitas.
8) Menggunakan kontrasepsi oral dan terapi hormon.
9) Mengkonsumsi alkohol.
Pertumbuhan kanker payudara ini terjadi diseluruh bagian payudara.
Tetapi kejadian terseringnya di kuadran atas terluar dari payudara yang banyak
mengandung jaringan payudara. Secara umum kanker payudara terjadi pada
payudara sebelah kiri. Keluhan nyeri yang terjadi biasanya yaitu nyeri yang
dirasakan diseluruh bagian payudara dan nyeri payudara yang terjadi pada saat
menstruasi. Keluhan nyeri tersebut termasuk nyeri yang berhubungan dengan
kejadian payudara jinak (Smeltzer and Bare, 2007).
b. Kanker Ovarium
Kanker ovarium adalah pertumbuhan tumor dengan histogenesis yang
berasal dari 3 dermoblast (ektodermal, endodermal, dan mesodermal) dengan sifat
biologis dan histologis yang bermacam-macam. Faktor kejadian kanker payudara
yang mempunyai riwayat kanker ovarium adalah 3-4 kali lipat, sedangkan wanita
yang mempunyai riwayat kanker payudara memiliki potensi yang tinggi terhadap
kejadian kanker ovarium (Smeltzer and Bare, 2007).
5

c. Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks)


Leher rahim terletak di bagian terendah dari rahim yang terdapat di vagina
(liang puncak senggama). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel leher rahim
yang ganas. Penyebab terjadinya kanker serviks adalah infeksi virus, virus yang
menginfeksinya yaitu Human Papilloma Virus (HPV). Tipe virus yang
menginfeksi di Indonesia adalah tipe virus 16 dan 18. Penyebaran virus ini secara
umum di tularkan melalui hubungan seksual (Depkes RI, 2009).
Faktor resiko penyebab kanker serviks (Depkes RI, 2009) :
1) Wanita yang melakukan hubungan seksual sebelum umur 18 tahun.
2) Wanita yang sering berganti-ganti pasangan.
3) Wanita yang menderita infeksi kelamin yang ditularkan melalui hubungan
seksual.
4) Wanita yang melakukan hubungan seksual dengan pria yang sering berganti-
ganti pasangan.
5) Riwayat keluarga yang menderita kanker serviks.
6) Perokok pasif dan aktif.
7) Penurunan kekebalan imunitas dan penggunaan kortikosteroid dalam jangka
lama.
d. Kanker Vulva
Kanker vulva adalah pertumbuhan eksofilitik (kutil) di tempat predileksi
(labia mayora, labia minora, klitoris, dan komisura postterior). Kanker vulva
mewakili 3-4% dari keganasan ginekologik pada wanita pascamenopause. Kanker
vulva biasanya terjadi pada pasien dengan umur 50-70 tahun dan jarang
ditemukan pada wanita usia <45 tahun dan wanita yang sedang hamil
(Wiknjasastro, 2008).
Faktor resiko terjadinya kanker vulva (Wiknjasastro, 2008) :
1) Riwayat sosial ekonomi rendah.
2) Kurangnya kebersihan seksual.
3) Obesitas.
4) Hipertensi.
6

5) Iritasi menahun (limfogranuloma inguinale, kondilomata akuminata,


kondiloma lata, kondisi distrophia kulit vulva, dan kraurosis).
e. Kanker Endometrium
Kanker endometrium merupakan kanker ginekologis yang paling sering
terjadi di Amerika Utara. Menurut The Canadian Cancer Society, diperkirakan
pada tahun 2008 ada sekitar 4.200 wanita di Kanada yang terkena kanker
endometrium dan sekitar 790 wanita meninggal karena penyakit ini. Faktor resiko
terjadinya penyakit ini adalah wanita dengan usia lanjut, wanita yang mempunyai
riwayat penyakit kanker usus besar, wanita yang mempunyai riwayat kanker
payudara, kanker ovarium, kanker usus besar, wanita yang obesitas, dan yang
mempunyai riwayat penyakit diabetes (Renaud et al., 2013).
3. Nyeri
a. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dan berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau
suatu keadaan yang menggambarkan adanya kerusakan jaringan (Baumann and
Strickland, 2008). Nyeri adalah salah satu keluhan pada pasien keganasan. Rasa
nyeri ini terjadi karena masa tumor yang bertambah besar sehingga menekan
saraf, tulang, dan organ lain. Nyeri dapat juga disebabkan karena adanya
metastasis, tindakan diagnosis, dan komplikasi terapi (Farastuti & Windiastuti,
2005).
b. Patofisiologi Nyeri
Patofisiologi nyeri dibagi menjadi 2 yaitu (Baumann and Strickland, 2008) :
1) Nyeri nociceptive (nyeri akut)
Nyeri akut meliputi nyeri viseral (nyeri yang berasal dari bagian organ
dalam, seperti pankreas dan usus besar) dan nyeri somatik (nyeri ini berasal dari
kulit, tulang, otot, sendi, dan jaringan penghubung).
2) Nyeri neuropatik (nyeri kronis)
Nyeri kronis yang terjadi akibat adanya proses input sensorik yang
abnormal dalam sistem saraf pusat atau dalam saraf perifer. Ada beberapa
sindrom nyeri kronis yang sulit untuk diatasi, contohnya nyeri diabetik, akibat
7

kanker, pada punggung bawah, luka pada spinal cord. Nyeri kronis di bagi
menjadi 4 subtipe : 1) nyeri akut atau kronis karena kanker, 2) nyeri yang organ
penyebabnya tidak jelas, 3) nyeri akibat penyakit kronis, 4) nyeri akibat luka
akut.
c. Manifestasi Klinis Nyeri
Gejala nyeri yaitu seperti pusing, panas, nyeri menyengat dan merambat,
nyeri hilang-timbul, pedih, dan menusuk. Gejala nyeri yang tidak spesifik yaitu
kecemasan, depresi, insomnia, marah, takut, dan kelelahan. Nyeri akut dapat
digambarkan dengan jelas dan membaik dengan analgetik konvensional. Nyeri
kronis tidak bisa digambarkan dengan jelas dan tidak terobati dengan analgetik
konvensional. Nyeri bersifat subjektif sehingga untuk diagnosanya harus
berdasarkan pada riwayat penyakit. Pada pengobatan nyeri yang tidak spesifik
akan meyebabkan hipertensi dan hipoksia (Baumann and Strickland, 2008).
4. Pain Rating Scale
a. Numeric Rating Scale (NRS)
Skala nyeri NRS (Numeric Rating Scale) digunakan untuk mengukur
intensitas nyeri. NRS merupakan skala nyeri versi Visual Analog Scale (VAS),
dimana pasien harus memilih nomor (0-10 bilangan bulat) yang menggambarkan
intensitas nyerinya. Perbedaan antara skala NRS dan skala VAS yaitu cara
penyajian skala VAS menyerupai skala NRS tetapi pada skala VAS diberikan
sajian gambar wajah yang menunjukan rasa nyeri pasien (Hawker et al., 2011).
Pengolahan NRS yaitu nomor 0 mewakili tidak ada rasa sakit dan nomor 10
mewakili rasa sakit hebat. NRS diinterpretasikan sebagai berikut : 1-3 nyeri
ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri parah (Flaherty, 2008).
Gambar 1 menjelaskan tentang pengukuran rasa sakit dengan NRS. Nomor
0 menunjukan tidak ada rasa sakit, nomor 1-3 menunjukan nyeri ringan, nomor 4-
6 menunjukan nyeri sedang, dan nomor 7-10 menunjukan nyeri berat.
8

Gambar 1. Numeric Rating Scale (Flaherty, 2008)

b. Visual Analog Scale (VAS)


Visual analog scale merupakan pengukuran rasa nyeri yang memiliki
rentang kesatuan nilai dan pengukurannya tidak dapat dengan mudah diukur
secara langsung. Untuk pengelompokan nyerinya dikelompokan menjadi tidak
ada rasa nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan nyeri berat. Visual analog scale
berbentuk garis horizontal dengan panjangnya 10 mm. Pada ujung garis sebelah
kiri mewakili tidak ada rasa sakit dan ujung garis sebelah kanan mewakili rasa
sakit berat. Visual analog scale di interpretasikan sebagai berikut : 0-4 mm tidak
ada rasa nyeri, 5-44 mm nyeri ringan, 45-74 mm nyeri sedang, dan 75-100 mm
nyeri berat (Hawker et al., 2011).
Gambar 2 menjelaskan tentang pengukuran nyeri dengan visual analog
scale. Nomor 0 pada garis horizontal ujung kiri menunjukan tidak ada rasa sakit,
sedangkan nomor 10 pada garis horizontal ujung kanan menunjukkan adanya rasa
sakit yang berat. Interpretasi dari skala tersebut yaitu untuk nomor 0 tidak ada rasa
sakit, nomor 1-3 nyeri ringan, nomor 4-6 nyeri sedang, dan nomor 7-10 nyeri
berat.

Gambar 2. Visual Analog Scale (Flaherty, 2008)


9

5. Terapi Farmakologi Nyeri pada Kanker

Terapi farmakologi untuk nyeri pada pasien kanker adalah dengan


analgetik baik golongan opioid dan non-opioid (Baumann and Strickland, 2008).
Terapi farmakologi nyeri untuk pasien kanker dilihat dari etiologi nyeri,
patofisiologi nyeri, sindrom nyeri kanker, dan tujuan terapi untuk meningkatkan
kualitas hidup. Terapi nyeri untuk kanker dibagi menjadi 2 yaitu terapi nyeri
kanker yang tidak berhubungan dengan keadaan darurat dan terapi nyeri kanker
yang berhubungan dengan keadaan darurat. Keadaan darurat yaitu patah tulang,
neuroaxial, metastase, infeksi, dan penyakit abdomen akut. Pada terapi nyeri
kanker yang tidak berhubungan dengan keadaan darurat diterapi menggunakan
analgetik non-opioid, analgetik opioid, dan terapi untuk kecemasan. Pada terapi
nyeri kanker yang berhubungan dengan keadaan darurat diterapi dengan analgetik
yang ditambah dengan tindakan operasi, steroid, terapi radiasi, dan antibiotik
(Swarm et al., 2014). Penatalaksaan terapi nyeri disajikan pada gambar 3. Terapi
untuk pasien yang yang terkena efek samping adalah opioid agonis, pengurangan
dosis analgetiknya, dan diberi pencahar (laksatif) atau metoklorpamid (Ripamonti
et al., 2012).

Step 1
Nyeri ringan 1-3
Step 2
Nyeri sedang 4-6
Non-opioid (Aspirin atau
Parasetamol) ± NSAID
Opioid lemah (Kodein atau Tramadol) ± non-
(Ketorolak) ± analgetik
opiod atau NSAID (Ketorolak) ± analgetik
adjuvant (Nortriptilin dan
adjuvant (Nortriptilin dan Carbamazepin).
Carbamazepin).

.
Step 3
Nyeri berat 7-10

Opioid kuat (Morfin) ± non-opioid atau


NSAID (Ketorolak) ± analgetik
adjuvant (Nortriptilin dan
Carbamazepin).

Gambar 3. Terapi nyeri untuk pasien kanker (Ripamonti et al., 2012; Swarm et al., 2014).
10

6. Palliative Care
Palliative care adalah total perawatan aktif untuk pasien dengan penyakit
termal (penyakit yang aktif dan ganas), penyakit yang sudah stadium lanjut, dan
pasien yang sudah tidak merespon pengobatan kuratif. Tujuan dari palliative care
adalah untuk memperpanjang harapan hidup, meningkatkan kualitas hidup, dan
memberikan perawatan yang aktif untuk mengurangi rasa sakit dan gejala yang
menggangu lainnya (Dexter, 2013).

Perkiraan harapan hidup Terapi Penilaian ulang

Tahun-bulan Diterapi dengan analgetik baik opioid


Bulan-minggu atau non-opioid atau NSAID ±
analgetik adjuvant. Diterima
Lanjut tetapi
nyeri
Terapi analgetik baik opioid atau non- Monitoring
opioid atau NSAID ± adjuvant gejala dan
Ditambah : kualitas hidup
Terapi pemeliharaan untuk analgetik
Minggu-hari dengan titrasi dosis secara optimal
Modifikasi rute pemberian (intravena, Ditolak
transdermal, dan subkutan) Palliative care
Palliative care spesialis spesialis

Menyeimbangkan pemberian analgetik


Gambar 4. Palliative care nyeri kanker (Dexter, 2013)

Gambar 4 menjelaskan terapi palliative care pada pasien kanker. Terapi


palliative care spesialis yaitu dengan cara kolaborasi dengan semua tenaga
kesehatan untuk memberikan terapinya, memberikan dukungan mental dan
agama, dan lakukan perawatan yang maksimal (Dexter, 2013).
7. Penggolongan Analgetik
a. Analgetik Non-Opioid (Non-Narkotik)
Analgetik non-narkotik atau analgetik non-opioid adalah obat yang
memberikan efek antipiretik, analgetik, dan anti-inflamasi (Dewanto et al., 2007).
Obat yang termasuk dalam golongan analgetik non-opioid adalah sebagai berikut :
11

1) Parasetamol (PCT)
Parasetamol adalah jenis obat analgetik non-opioid, karena efeknya
mengurangi rasa nyeri dengan intensitas ringan-sedang. Efek samping dari
parasetamol yaitu udem, urtikaria, dan lesi mukosa (Dewanto et al., 2007). Dosis
parasetamol yaitu 325-650 mg setiap 4-6 jam secara oral dan 10-50 mg setiap 4-6
jam secara intravena (Lacy et al., 2009).
2) Asam Mefenamat
Asam mefenamat adalah jenis obat NSAID (Non Steroidal Anti-Inflamatory
Drug) yang efeknya sebagai analgetik dan anti-inflamasi (Dewanto et al., 2007).
Dosis asam mefenamat yaitu 250-500 mg setiap 4-8 jam secara oral (Lacy et al.,
2009).
3) Ibuprofen
Ibuprofen adalah jenis obat NSAID yang memiliki efek analgetik dan anti-
inflamasi (Dewanto et al., 2007). Dosis dari ibuprofen yaitu 200-400 mg setiap 4-
6 jam secara oral (Lacy et al., 2009).
4) Na Diklofenak
Obat ini termasuk dalam obat NSAID yang memiliki efek analgetik dan anti-
inflamasi. Efek samping dari obat ini yaitu mual, gastritis, udem kulit, dan sakit
kepala (Dewanto et al., 2007). Dosis dari Na diklofenak yaitu 50-150 mg setiap 8-
12 jam secara oral dan 75 mg setiap 4-6 jam secara intravena (Lacy et al., 2009).
5) Ketorolak
Obat ini termasuk dalam obat NSAID yang memiliki efek analgetik dan anti-
inflamasi. Efek samping dari ketorolak yaitu gangguan saluran pencernaan,
kantuk, dan sakit kepala (Dewanto et al., 2007). Dosisnya yaitu 10-30 mg setiap
4-6 jam secara oral dan 30 mg setiap 6 jam secara intravena (Lacy et al., 2009).
b. Analgetik Opioid (Narkotik)
Analgetik narkotik atau analgetik opioid yang dapat meredakan dan
menghilangkan rasa nyeri dengan intensitas sedang sampai berat (Dewanto et al.,
2007). Contoh obat analgetik opioid yaitu :
12

1) Morfin
Morfin adalah obat analgetik golongan opioid kuat yang dapat meredakan dan
menghilangkan rasa nyeri dengan intesitas yang berat. Morfin digunakan untuk
terapi analgetik pada pasien kanker. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, tremor,
insomnia, dan pada keadaan intoksisitas akan menyebabkan koma sampai
kematian (Dewanto et al., 2007). Dosisnya yaitu 10 mg setiap 4 jam secara oral
dan 2,5-5 mg setiap 3-4 jam secara intravena (Lacy et al., 2009).
2) Fentanil
Fentanil adalah obat analgetik golongan opioid kuat yang dapat
menghilangkan rasa nyeri dengan intensitas berat (Dewanto et al., 2007). Dosis
fentanil yaitu 25-200 mcg secara intravena (Lacy et al., 2009).
3) Kodein
Kodein termasuk dalam analgetik opioid lemah, karena efek opioidnya lebih
lemah (Dewanto et al., 2007). Dosis dari kodein yaitu 15-120 mg setiap 4-6 jam
secara oral (Lacy et al., 2009)
4) Tramadol
Tramadol termasuk dalam analgetik opioid lemah yang dapat meredakan rasa
nyeri dengan intensitas sedang (Dewanto et al., 2007). Dosis tramadol yaitu 50-
100 mg setiap 4-6 jam secara oral (Lacy et al., 2009).
8. Terapi Adjuvant

Analgetik adjuvant adalah terapi obat yang kerjanya membantu


meningkatkan efek dari analgetik baik yang opioid dan non-opioid. Obat untuk
analgetik adjuvant yaitu (WHO, 2010) :

a. NSAID yang berguna untuk mengurangi peradangan, contohnya Ibuprofen.


b. Antidepresan berguna untuk terapi nyeri neuropatik, contohnya Nortriptilin.
c. Antikonvulsan berguna untuk meringankan nyeri saraf perifer, contohnya
Carbamazepin.
9. Kerasionalan Terapi Obat
Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang sesuai
dengan kebutuhannya dalam periode waktu tertentu dengan biaya yang terjangkau
13

(Depkes RI, 2011). Penggunaan obat yang rasional harus mencakup hal-hal
berikut (Depkes RI, 2011) :
a. Tepat pasien
Tepat pasien adalah pemberian obat yang disesuaikan dengan kondisi pasien
terhadap efek obat.
b. Tepat indikasi
Tepat indikasi adalah pemberian obat disesuaikan dengan gejala dan diagnosa
pasien karena obat memiliki spektrum terapi yang spesifik.
c. Tepat obat
Tepat obat adalah pemberian obat disesuaikan dengan diagnosis penyakit dan
obat yang dipilih haruslah obat lini pertama.
d. Tepat dosis
Tepat dosis adalah pemberian obat yang tepat besaran, frekuensi, dan
durasinya kepada pasien sehingga menimbulkan efek yang diinginkan, karena
pemberian dosis yang berlebihan atau kurang akan menimbulkan efek yang tidak
diinginkan.
e. Tepat cara pemberian
Tepat cara pemberian adalah pemberian obat disesuaikan dengan kondisi
pasien.
f. Tepat lama pemberian
Tepat lama pemberian adalah pemberian obat harus disesuaikan dengan
penyakitnya. Pemberian obat yang terlalu cepat atau terlalu lama akan
mempengaruhi hasil pengobatan dan menimbulkan efek samping.

E. Keterangan Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui gambaran penggunaan obat
analgetik pada pasien kanker organ reproduksi wanita meliputi tepat obat, tepat
pasien, tepat indikasi, tepat dosis, tepat frekuensi, tepat rute, dan tepat durasi serta
efektifitas obat yang rasional pada pasien kanker organ reproduksi wanita dengan
melihat data pain rating scale pasien kanker organ reproduksi wanita di RSUD
Dr. Moewardi tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai