Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efisiensi Sediaan Minyak
Inti Sawit sebagai Bahan Baku dalam Meningkatkan Kinerja Rantai Pasok PT XYZ
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
FIKA HARINI SINAGA Efisiensi Sediaan Minyak Inti Sawit sebagai Bahan Baku
dalam Meningkatkan Kinerja Rantai Pasok PT XYZ. Dibimbing oleh RITA
NURMALINA dan AMZUL RIFIN.
Sektor industri kimia dasar memiliki prospek yang cerah namun kontribusi
terhadap nilai ekspor nasional masih rendah khususnya pada industri oleokimia,
sehingga membuat pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan dan upaya di
level pelaksana. Peningkatan kapasitas produksi dan stimulasi pertumbuhan bisnis
baru merupakan upaya yang dilakukan pada industri ini. Ketersediaan bahan baku
yang melimpah memunculkan peluang untuk merealisasikan peningkatan ekspor
produk olahan di sektor industri olekimia.
PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri
oleokimia yang telah menerapkan manajemen rantai pasok dan melakukan
peningkatan kapasitas produksi. Munculnya perusahaan baru menyebabkan
terjadinya persaingan antar perusahaan dalam memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan, sehingga perlu melihat efisiensi sediaan minyak inti sawit
sebagai bahan baku dan kinerja rantai pasok pada PT XYZ yang menjadi subjek
tujuan penelitian ini. Metode yang digunakan untuk mengukur efisiensi sediaan
minyak inti sawit sebagai bahan baku adalah Economic Order Quantity (EOQ),
sedangkan metode yang digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok adalah
Supply Chain Operation Reference (SCOR). Penelitian ini dibatasi pada bahan
baku PKO dari pemasok dan produk lauric acid 99 persen dan myristic acid 99
persen yang diproduksi oleh PT XYZ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode sediaan bahan baku dengan
menggunakan metode EOQ dapat menghemat 2 865.1 USD atau 0.003 persen
dibandingkan dengan metode perusahaan. Bila dilihat dari jumlah pemesanan
dengan menggunakan metode EOQ dalam setahun sebanyak 436 kali tidak dapat
dilakukan oleh PT XYZ. Perusahaan melakukan pemesanan sebanyak 44 kali
selama setahun, namun pengiriman bahan baku disesuaikan dengan kebutuhan
produksi harian. Hal ini disebabkan oleh hubungan antara pemasok dan PT XYZ
yang berada dalam satu grup, sehingga kegiatan dari hulu hingga hilir terintegrasi
dengan baik. Aliran rantai pasok PT XYZ melibatkan pemasok, perusahaan (PT
XYZ), dan langsung ke pelanggan. Kinerja rantai pasok PT XYZ dapat dikatakan
belum optimal karena nilai matrik Perfect Order Fullfilment (POF) sebesar 88.36
persen lebih rendah dibandingkan dengan target perusahaan. Sedangkan matrik
Order Fullfilment Cycle Time (OFCT) selama 44 hari dan Cash to Cash Cycle Time
(CTCCT) selama 51 hari sesuai dengan target. Pada level 2, PT XYZ melakukan
seluruh kegiatan pada proses planning (P1-P5), executing (S2, M1, M2, M3, D2,
D3, dan DR1) dan enabling. Pada pemetaan level 2 diperoleh hasil bahwa proses
deliver memiliki kinerja paling rendah dibandingkan sources dan make.
Selanjutnya dilihat level 3 guna memaparkan lebih detil lagi proses deliver yang
merupakan kinerja paling rendah.
Kata kunci: EOQ, kinerja rantai pasok, minyak inti sawit, SCOR, sediaan.
SUMMARY
The basic chemical industry sector has a bright prospect, but its contribution
to the value of national exports is still low, especially in the oleochemical industry,
which causing the government to impose some policies and efforts at the practical
level. The increase production capacity and stimulation of new business growth is
an effort that performed in this industry. Abundant material products create an
opportunity to realize the improvement of processed products in the oleochemical
industry sector.
PT XYZ is one of the companies engaged in the oleochemical industry that
has implemented supply chain management and increased production capacity. The
emergence of new companies led to competition among companies in providing
excellent service to customers, so it is necessary to see the efficiency of palm kernel
oil as raw materials and supply chain performance at PT XYZ which became the
subject of this research. The method that employed to measure the efficiency of
palm kernel oil as a raw material is Economic Quantity Order (EOQ). The method
employed to measure supply chain performance is Supply Chain Operation
Reference (SCOR). This research was confined to raw material PKO of 99 percent
lauric acid and lauric acid product and 99 percent myristic acid owned by PT XYZ.
The results showed that using the EOQ method can save 2 865.1 USD or
0.003 percent compared with the recent method. But examined from the number of
reservations using the EOQ method in the season (which is 436 times), it cannot be
performed by PT XYZ. The company made 44 reservations during the season, but
the delivery of raw materials tailored to daily production needs. This was due to the
relationship between suppliers and PT XYZ that are in one group so that the
activities from upstream to downstream were well integrated. The supply chain of
PT XYZ involves suppliers, companies (PT XYZ), and then directly to customers.
The supply chain performance of PT XYZ was not optimal because the value
Perfect Order Fulfillment (POF) matrix was 88.36 percent, which lower than the
target of the company. Full Order Time Cycle Time (OFCT) Matrix for 44 days and
Cash to Cash Cycle Time (CTCCT) for 51 days was fulfilled the target. At level 2,
PT XYZ performs all activities in the process of planning (P1-P5), executing (S2,
M1, M2, M3, D2, D3, and DR1) and enabling. Mapping at the level 2 resulting
deliver became the lowest performance compared to Source and Make.
Furthermore, level 3 was examined to describe in more detail about the delivery
process which showed was the lowest performance.
Keywords: EOQ, inventory, palm kernel oil, SCOR, supply chain performance.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFISIENSI SEDIAAN MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI
BAHAN BAKU DALAM MENINGKATKAN KINERJA
RANTAI PASOK PT XYZ
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Harianto, MS
Judu1 Tesis : Efisiensi Sediaan Minyak Inti Sawit sebagai Bahan Baku dalam
Meningkatkan Kinerja Rantai Pasok PT XYZ
Nama : Fika Harini Sinaga
NIM : H351150151
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
�
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS Dr Amzul Rifin, SP MA
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul
Efisiensi Sediaan Minyak Inti Sawit sebagai Bahan Baku dalam Meningkatkan
Kinerja Rantai Pasok PT XYZ dilaksanakan pada Bulan Desember 2016 hingga
Bulan Maret 2017 di PT XYZ, Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa penulisan
karya ilmiah melibatkan bantuan, doa, dan dukungan dari banyak pihak. Oleh
karena itu, ucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan dukungan materi, moril, dan doa yang tidak
pernah putus sehingga penulis berada pada tahap ini.
2. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku ketua komisi pembimbing (Ketua
Program Studi Magister Sains Agribisnis) dan Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA
selaku anggota komisi pembimbing atas kesabaran memberikan dukungan,
arahan, dan masukan baik berupa ilmu pengetahuan serta waktu hingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Bapak Dr Suharno, M.Adev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan penguji perwakilan program studi pada ujian tesis. Terima kasih
atas saran yang telah diberikan kepada penulis untuk penyempurnaan tesis ini.
4. Ibu Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku dosen evaluator pada
kolokium. Terima kasih atas saran yang telah diberikan kepada penulis untuk
penyempurnaan tesis ini.
5. Bapak Dr Harianto, MS selaku dosen penguji utama pada ujian tesis. Terima
kasih atas saran yang telah diberikan kepada penulis untuk penyempurnaan
tesis ini.
6. Seluruh Staff program studi Magister Sains Agribisnis.
7. Seluruh rekan-rekan Magister Sains Agribisnis angkatan VI.
8. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat menjadi bahan masukan
maupun referensi bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 6
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Pengendalian Persediaan Bahan Baku 6
Kinerja Rantai Pasok 7
3 KERANGKA PEMIKIRAN 8
Kerangka Teoritis 8
Kerangka Pemikiran Operasional 21
4 METODE PENELITIAN 22
Lokasi dan Waktu Penelitian 22
Jenis dan Sumber Data 23
Metode Analisis 23
5 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 34
Model Rantai Pasok PT XYZ 34
6 HASIL DAN PEMBAHASAN 37
Pengendalian Persediaan Bahan Baku 37
Kinerja Rantai Pasok 43
7 SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN 65
RIWAYAT HIDUP 69
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Latar Belakang
Prospek sektor industri saat ini semakin cerah. Sektor industri memiliki
peran strategis dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi Nasional. Salah satu
kegiatan yang dilakukan pada sektor industri adalah kegiatan pengolahan, baik
pengolahan produk menjadi produk setengah jadi (semi finish product) maupun
produk jadi (finish product). Dengan adanya pengolahan produk menjadi berbagai
produk turunan, dapat memberikan nilai tambah pada suatu produk, terlebih untuk
produk pertanian. Nilai tambah yang semakin besar atas produk pertanian tentunya
dapat berperan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2016), nilai Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha sektor pertanian mengalami
peningkatan dari tahun 2011-2015. Dari lima lapangan usaha pada sektor pertanian,
lapangan usaha tanaman perkebunan memberikan sumbangan terbesar terhadap
nilai PDB (Tabel 1), yaitu 30 persen hingga 40 persen dari total PDB menurut
lapangan usaha pada tahun 2011 sampai 2015.
Tabel 1 PDB menurut lapangan usaha, tahun 2011-2015 dalam juta Rupiah
PDB Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Tanaman pangan 270 977.4 305 670.5 332 111.9 343 252.3 393 371.7
Tanaman hortikultura 125 286.1 125 107.9 137 368.8 160 568.6 175 164.5
Tanaman perkebunan 303 402.9 323 361.6 358 172.4 398 260.7 411 863.4
Peternakan 117 256.6 130 614.2 147 981.9 167 008.0 183 444.1
Jasa pertanian dan 15 590.6 17 371.7 19 143.4 20 460.1 22 676.9
perburuan
Total 832 513.6 902 125.9 994 778.4 1 089 549.7 1 186 520.6
Sumber: BPS (2016)
inti sawit atau palm kernel oil (PKO) sebesar 6.25 juta ton. Angka tersebut
menggambarkan ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah, sehingga
diharapkan kegiatan industri hilir tidak akan mengalami hambatan, khususnya pada
masalah bahan baku. Namun terdapat beberapa masalah yang saat ini dihadapi,
antara lain terkait dengan infrastruktur, termasuk akses jalan dan konektivitas
dengan pengangkutan, serta pertumbuhan industri hilir yang tidak selaras dengan
pertumbuhan industri hulu. Sampai saat ini, pemanfaatan CPO dan PKO pada
pengembangan industri hilir dianggap belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari
kontribusi industri kimia dasar terhadap nilai ekspor 2015 yang masih rendah, yakni
4 150.70 juta USD atau hanya 3.89 persen dari total nilai ekspor Nasional
(Kemenperin 2016). Jika industri hilir hasil olahan seperti surfactant, farmasi,
kosmetik, toiletries dan produk kimia dasar organik dikembangkan, akan
meningkatkan nilai tambah dan dapat meningkatkan kontribusi terhadap nilai
ekspor Nasional.
industri antara kelapa sawit adalah oleokimia dasar, yaitu fatty acid, fatty alcohol,
fatty amines, methyl esther, glycerol. Produk tersebut digunakan sebagai bahan
baku industri farmasi, toiletres dan kosmetik. Sebaran perusahaan oleokimia di
Indonesia terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Tim Advokasi Minyak Sawit Indonesia (2010) memaparkan terdapat sembilan
perusahaan yang bergerak pada industri oleokimia di Indonesia, hal ini juga
didukung oleh data yang tertera pada Kemenperin (2014). Nama sembilan
perusahaan yang bergerak pada industri oleokimia di Indonesia tertera pada Tabel
3.
Perumusan Masalah
berpengaruh pada pengeluaran perusahaan dan lebih jauh pada profit yang diterima
oleh perusahaan.
Tabel 4 Pemesanan dan pemakaian minyak inti sawit (PKO) sebagai bahan baku
di PT XYZ, Januari-Desember 2016
Carry over Unloading Pemakaian Stok
Bulan Periode
(Ton) (Kg) (Kg) (Kg)
Januari 2 679 591 2 4 066 450 6 332 344 413 697
Februari 413 697 2 4 816 480 3 269 416 1 960 761
Maret 1 960 761 4 5 814 130 5 615 376 2 159 515
April 2 159 515 4 6 135 720 6 209 440 2 085 795
Mei 2 085 795 7 8 245 650 8 582 482 1 748 963
Juni 1 748 963 4 6 037 070 5 148 923 2 637 110
Juli 2 637 110 3 4 360 660 5 249 508 1 748 262
Agustus 1 748 262 3 6 804 230 6 585 729 1 966 763
September 1 966 763 4 4 956 290 4 912 002 2 011 051
Oktober 2 011 051 5 4 457 770 5 402 801 1 066 020
November 1 066 020 2 6 952 400 6 953 139 1 065 281
Desember 1 065 281 4 3 848 420 2 666 216 2 247 485
Total 21 542 809 44 66 495 270 66 927 376 21 110 703
Rata-rata 1 795 234.08 3.67 5 541 272.50 5 577 281.33 1 759 225.25
Sumber: PT XYZ 2017 (data diolah)
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah safety stock yang bahan baku rata-
rata 1 759 225,25 kg per bulan atau sekitar 10 hari kerja produksi bila melihat rata-
rata penggunaan PKO sebesar 5 577 281,33 kg per bulan.
Persediaan bahan baku yang rendah dapat mengganggu proses produksi dan
akan berdampak hingga ke pelanggan. Namun apabila persediaan terlalu tinggi
dapat mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh
perusahaan. Maka perlu dilakukan analisis terhadap pengendalian bahan baku
perusahaan. Hal tersebut nantinya akan berdampat terhadap kinerja rantai pasok
perusahaan. Adapun pertanyaan penelitian terkait permasalahan yang terjadi
adalah:
1. Metode pengadaan bahan baku apakah yang lebih efisien bagi PT XYZ diantara
metode EOQ dan perusahaan?
2. Bagaimana kinerja manajemen rantai pasok PT XYZ?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bahan baku merupakan bahan utama dari suatu produk atau barang
(Prawirosentoso 2001). Pengendalian persediaan bahan baku dapat dilakukan
dengan berbagai metode, salah satu metode yang digunakan adalah Economic
Order Quantity (EOQ). Metode tersebut digunakan untuk membandingkan
bagaimana pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh perusahaan.
Beberapa penelitian yang dilakukan bertujuan melihat perbandingan metode
pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan dengan
beberapa metode yang sering digunakan.
Sutono dan Taufik (2005) menganalisis optimalisasi sediaan bahan baku
utama pada PT Colorindo Aneka Chemicals. Hasilnya dengan metode usulan POQ,
perusahaan dapat menghemat total biaya sediaan sebesar 9.80 persen dari total
biaya sediaan yang disediakan oleh perusahaan. Permana (2011) menganalisis
alternatif model pengadaan bahan baku yang dapat menurunkan total biaya sediaan
sebagai pendukung kinerja rantai pasok di PT Hadinata Brothers menggunakan
metode lot sizing. Terdapat empat teknik pengukuran, yaitu lot for lot (LFL), EOQ,
7
POQ, dan part period balancing (PPB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
metode yang memberikan penghematan dalam total biaya sediaan adalah metode
lot sizing dengan service level sebesar 80 persen. Sedaangkan teknik POQ
menghasilkan total sediaan biaya terendah untuk bahan baku plywood dengan
jumlah penghematan sebesar 11.44 persen dan metode LFL mampu menghemat
sebesar 30 persen untuk bahan baku MDF.
Hasil penelitian Rohmah (2013) menyimpulkan bahwa metode EOQ
mampu meminimalkan biaya persediaan dengan penghematan biaya 28 persen dari
biaya persediaan perusahaan. Penelitian Fithri dan Sindikia (2014), Iswan (2015)
juga menunjukkan bahwa metode EOQ dan POQ lebih baik daripada metode aktual
yang diterapkan oleh perusahaan karena dapat menghemat total biaya sediaan. POQ
lebih baik digunakan karena menghasilkan periode waktu yang lebih sedikit dan
dapat menghemat total biaya persediaan perusahaan. Penelitian serupa dilakukan
oleh Nugraha (2015), menyatakan hasil perbandingan total biaya sediaan antara
metode yang digunakan oleh perusahaan dengan metode EOQ dan POQ
menunjukkan bahwa metode EOQ mengahasilkan total biaya sediaan terendah
untuk sediaan bahan baku four quarter (RQ85CL) serta metode POQ menghasilkan
total sediaan terendah untuk bahan baku mechanical debone meat (MDM).
Koeswara dan Suhada menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan pada
perencanaan kebutuhan material (MRP) dengan menggunakan teknik lot sizing
pada bahan baku Brispack J Varnish dengan metode Lot-For-Lot (LFL), EOQ, dan
POQ menyimpulkan bahwa teknik Lot Sizing Lot-For-Lot (LFL) dan POQ yang
menghasilkan biaya total persediaan yang terendah.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Manajemen Sediaan
Manajemen Sediaan
Persediaan merupakan salah satu aset yang penting dalam suatu perusahaan.
Hal tersebut berpengaruh pada pencapaian profit bagi perusahaan. Pada satu sisi,
manajemen perusahaan menghendaki biaya yang tertanam pada persediaan itu
minimum, namun di lain pihak manajemen juga harus menjaga agar persediaan
tidak habis dan mengganggu proses produksi yang berjalan. Setiap perusahaan
harus dapat mengatur kondisi perusahaan agar tetap berada pada kondisi seimbang
antara mempertahankan biaya minimum, namun persediaan tidak terganggu. Yang
dikategorikan sebagai persediaan adalah raw materials, work in process dan
finished goods. Setiap perusahaan memiliki jenis, perencanaan dan sistem
pengendalian peersediaan yang spesifik. Persoalan utama dalam pengelolaan
persediaan ini terkandung dalam dua pertanyaan utama, yaitu: berapa banyak harus
disediakan dan kapan penyediaan itu dilakukan.
Manajemen sediaaan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003) adalah
kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan
9
operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan
material dapat ditekan secara optimal. Khalid (2008) dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa manajemen sediaan dalam industri manufaktur perlu
mendapatkan perhatian dan kajian kritis untuk menghindari terhentinya proses
produksi dan meningkatkan kinerja operasi.
Handoko (2011) mengklasifikasikan biaya sediaan menjadi empat:
1. Biaya penyimpanan, biaya yang bervariasi langsung dengan kuantitas sediaan,
dimana biaya penyimpanan tersebut akan semakin besar jika rta-rata sediaan
semakin besar. Memiliki proporsi nilai 12 sampai 40 persen dari biaya produksi
serta memiliki proporsi nilai 25 persen dalam perusahaan manufaktur
2. Biaya pemesanan, biaya yang dibutuhkan setiap kali bahan dipesan
3. Biaya penyiapan, biaya yang terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi
diproduksi sendiri dalam perusahaan sehingga perusahaan menghadapi biaya
penyiapan
4. Biaya kekurangan bahan, biaya yang terjadi akibat sediaan yang lebh kecil
dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan sehingga menyebabkan
kebutuhan pelanggan tidak tersedia.
Analisis ABC
Pendekatan ABC merupakan suatu pendekatan yang seringkasi Analisis
ABC diperkenalkan oleh HF Dickie pada tahun 1950-an. Analisis ABC yang
digunakan di Amerika Serikat telah diterapkan dan menghasilkan yang memuaskan
oleh perusahaan-perusahaan di Jepang. Analisis ABC merupakan aplikasi
persediaan yang menggunakan prinsip pareto “the critical few and trivial many”,
dimana info tersebut bertujuan untuk memfokuskan pengendalian persediaan
kepada jenis persediaan yang bernilai tinggi dari pada yang bernilai rendah.
Pada analisis ini, jenis barang untuk persediaan harus diurutkan sesuai
dengan harga pada pembukuan. Ogawa (1986) mengklasifikasikan persediaan pada
analisis ABC ke dalam tiga kelas. Kriteria masing-masing kelas dalam analisis ABC
adalah sebagai berikut:
1. Kelas A.
Kelas A merupakan persediaan yang memiliki nilai sebesar 75 persen dari
total persediaan. Barang-barang yang termasuk dalam kelas A umumnya
mendapat pengawasan yang ketat dalam pemesanan, yang biasanya berdasarkan
pemesanan dengan kuantitas yang tetap (fixed quantity ordering) serta
dilakukan pengecekan fisik atas persediaan barang yang kritis tersebut.
2. Kelas B.
Kelas B merupakan persediaan yang memiliki nilai sebesar 15 persen dari
total persediaan. Dalam kelas ini diperlukan teknik pengendalian yang moderat.
3. Kelas C.
Kelas C merupakan persediaan yang memiliki nilai sebesar 10 persen dari
total persediaan. Dikelas ini diperlukan sistem ordering secara periodik.
Klasifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui, bahan baku mana yang
harus mendapat perhatian lebih intensif dan serius dibandingkan dengan jenis bahan
baku yang lain. Sehingga perusahaan dapat melakukan pengendalian persediaan
bahan baku. Hal ini dilakukan karena pertimbangan, apabila perusahaan melakukan
persediaan yang terlalu besar maka akan mengakibatkan peningkatan pada biaya
penyimpanan serta resiko kerusakan barang yang lebih besar. Sedangkan jika
10
Total cost
Reorder Point
Reorder point merupakan tingkat sediaan dimana ketika sediaan telah
mencapai pada tingkat tertentu, maka pemesanan harus dilakukan kembali (Heizer
dan Render 2011). Dengan kata lain, reorder point adalah pengendalian inventori
untuk memulai pengadaan pemesanan. Hal tersebut dilakukan agar pembelian
bahan yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu kelancaran kegiatan
produksi.
Reorder point, R
Rantai Pasok
Rantai Pasok
Rantai pasok merupakan sekumpulan organisasi baik yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung yang terintegrasi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumen mulai dari bahan baku hingga produk akhir di tangan konsumen akhir
(Chopra dan Meindl 2007; Nurmalina 2014). Mentzer (2002) mengungkapkan
bahwa konsumen akhir juga termasuk sebagai anggota rantai pasok. Definisi lain
dari rantai pasok adalah urutan bisnis proses dan aktivitas dari pemasok hingga ke
konsumen dengan menyediakan produk, jasa, serta informasi yang bertujuan untuk
mencapai kepuasan pelanggan (Russell dan Taylor 2002).
12
Suppliers
Recycling/ Remanufacturing
Menurut Chopra dan Meindl (2004) serta Pujawan (2005), aliran produk dan
finansial bergerak dari pemasok hingga konsumen akhir satu arah, sedangkan aliran
informasi tidak hanya bergerak satu arah, tetapi dua arah, bergerak dari konsumen
akhir ke pemasok dan sebaliknya. Rantai pasok dikelola oleh perusahaan-
perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh dua alasan penting.
Pertama, perusahaan berusaha untuk mendekatkan diri dengan konsumen dan
memberikan kepastian adanya tautan dengan pasar. Kedua, semua perusahaan yang
terkoordinasi dalam suatu rantai pasok merumuskan tujuan bersama (Anatan dan
Ellitan 2008).
Tujuan dari rantai pasok adalah memaksimalkan aliran produk serta
menciptakan nilai produk bagi konsumen sebagai pemenuhan kebutuhan serta nilai
bagi perusahaan yaitu menerima profit yang lebih tinggi. Terdapat tiga tipe rantai
pasok berdasarkan derajat kompleksitas rantai pasok, yaitu direct supply chain,
extended supply chain, dan ultimate supply chain. Pengertian ketiga tipe rantai
pasok menurut Mentzer et al. (2001) adalah sebagai berikut:
1. Direct supply chain merupakan rantai pasok yang terdiri dari perusahaan,
supplier, dan konsumen yang terlibat pada aliran produk atau jasa, finansial, dan
informasi dari hulu hingga ke hilir.
2. Extended supply chain merupakan rantai pasok yang mencakup supplier dari
supplier utama dan juga konsumennya konsumen yang terlibat pada aliran
produk atau jasa, finansial, dan informasi dari hulu hingga ke hilir.
3. Ultimate supply chain merupakan rantai pasok yang mencakup seluruh
organisasi yang terlibat pada ketiga aliran rantai pasok dari hulu hingga hilir.
Jenis rantai pasok ini merupakan rantai pasok yang paling kompleks.
13
Bekerja bersama dengan seluruh anggota rantai pasok yang terlibat dalam
mengalirkan aliran produk, finansial, dan informasi akan membuat ketiga aliran
tersebut lancar sehingga tujuan memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen akhir
tercapai. Pada umumnya, persaingan yang dihadapi perusahaan secara individual
adalah persaingan antar perusahaan sesamanya atau dapat dikenal dengan istilah
single alone competition (Sari 2015). Tuntutan konsumen yang semakin kritis dan
teknologi semakin canggih saat ini merubah lingkungan bisnis. Sehingga, cara
pandang menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006) serta Anatan dan Ellitan (2008)
terhadap persaingang yang terjadi di lingkungan bisnis pun berubah menjadi
network competition, yaitu persaingan antar jaringan-jaringan perusahaan. Network
competition dihadapi oleh kumpulan perusahaan yang berada di dalam sebuah
rantai pasok.
Rainer dan Cegielski (2011) mengungkapkan tiga komponen dalam supply
chain, yaitu: (1) Upstream, dimana sumber atau pengadaan dari pemasok eksternal
terjadi. Di segmen ini, manajer supply chain memilih pemasok untuk mengantarkan
barang dan jasa perusahaan butuhkan untuk menghasilkan produk atau jasa mereka.
Selanjutnya manajer supply chain mengembangkan harga, pengiriman, dan proses
untuk mengelola persediaan, menerima dan memverifikasi pengiriman, mentransfer
barang ke fasilitas manufaktur dan otorisasi pembayaran kepada pemasok, (2)
Internal, dimana pengemasan, perakitan, atau produski terjadi. Manajer supply
chain menjadwalkan kegiatan yang diperlukan untuk produksi, pengujian,
pengemasan, dan mempersiapkan produk untuk pengiriman. Manajer supply chain
juga memantau tingkat kualitas, hasil produksi dan produktivitas pekerja, dan (3)
downstream, dimana distribusi berlangsung, sering kali oleh distributor eksternal.
Di segmen ini, manajer supply chain mengkoordinasikan penerimaan pesanan dari
pelanggan, mengembangkan jaringan pergudangan, memilih pembawa untuk
mengantarkan produk mereka ke konsumen dan mengembangkan sistem penagihan
untuk menerima pembayaran dari konsumen.
i. Pelayanan konsumen
Fungsi manajemen rantai pasok yaitu untuk melayani konsumen yang
terlihat dari berapa banyak barang yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen.
Produsen akan memproduksi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Forum Rantai Pasok Global mengidentifikasi bahwa terdapat delapan proses
bisnis kunci yang membentuk inti proses manajemen rantai pasok (Lambert et al.
2001). Kedelapan proses bisnis tersebut adalah sebagai berikut:
a. Konsumen Relationship Management (Manajemen hubungan pelanggan)
b. Konsumen Service Management (Manajemen pelayanan pelanggan)
c. Demand Management (Manajemen permintaan)
d. Order Fulfillment (Pemenuhan pesanan)
e. Manufacturing Flow Management (Manajemen aliran pengolahan)
f. Procurement (Pembelian)
g. Product Development and Commercialization (Pengembangan produk dan
komersialisasi)
h. Returns (Pengembalian)
Proses bisnis dalam rantai pasok dapat dilihat dari dua sudut pandang. Sudut
pandang pertama adalah cycle view yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa
siklus dimana setiap siklusnya terjadi di antara dua anggota rantai pasok berhadapan.
Terdapat empat siklus proses di dalam cycle view. Siklus procurement (pembelian)
merupakan siklus pemesanan bahan baku dari anggota rantai pasok paling awal.
Siklus manufacturing (pengolahan) merupakan siklus pengolahan bahan baku
menjadi produk jadi (finished good). Siklus replenishment (pengisian kembali)
merupakan siklus pengisian produk kembali yang dibeli dari anggota rantai pasok
sebelumnya. Siklus ini dilakukan karena adanya tambahan produk yang diminta
lebih dari pesanan seharusnya oleh konsumen atau dapat dikatakan sebagai tindakan
antisipasi produsen atas permintaan yang tidak terduga. Siklus konsumen order
(pemesanan konsumen) merupakan siklus pemesanan oleh konsumen.
Sudut pandang yang kedua adalah push or pull view, menjelaskan bahwa
terdapat dua kategori pandangan tergantung pada tindakan anggota rantai pasok
dalam merespon pesanan (permintaan) konsumen atau sebagai tindakan antisipasi
dari permintaan konsumen. Proses pull (tarik) merupakan proses merespon
permintaan konsumen, sedangkan proses push (dorong) merupakan proses yang
dilakukan anggota rantai pasok sebagai antisipasi terhadap permintaan konsumen.
Menurut Mentzer et al. (2001) terdapat beberapa aktivitas yang terjadi di
dalam manajemen rantai pasok. Aktivitas tersebut terbagi menjadi 7 aktivitas, yaitu:
a. Integrated behaviour
Perilaku atau aktivitas terintegrasi dilakukan untuk seluruh anggota rantai
pasok. Aktivitas-aktivitas di dalam rantai pasok yang terkoordinasi disebut
sebagai manajemen rantai pasok di antara seluruh anggota rantai pasok.
b. Mutually sharing information
Aktivitas penyebaran informasi yang sejajar atau sama dilakukan untuk
mengimplementasikan filosofi manajemen rantai pasok, khususnya proses
perencanaan dan pengawasan.
c. Mutually sharing risk and rewards
Aktivitas ini seharusnya dilakukan dalam jangka waktu yang panjang agar
beban atau risiko ditanggung bersama sehingga meringankan beban anggota
rantai pasok masing-masing.
19
d. Cooperation
Kerja sama (cooperation) di antara anggota rantai pasok diperlukan untuk
menerapkan manajemen rantai pasok yang efektif.
e. The same goal and focus on serving consumes
Rantai pasok akan sukses jika seluruh anggota rantai pasok memiliki
tujuan dan fokus yang sama atau satu visi dalam memenuhi kebutuhan dan
kepuasan konsumen.
f. Integration of processes
Terdapat banyak proses bisnis yang terjadi di sepanjang rantai pasok. Jika
tidak terkontrol dengan baik, maka akan menyebabkan aliran-aliran tidak lancar
sehingga harus diintegrasikan oleh seluruh anggota rantai pasok.
g. Partners to build and maintain long-term relationship
Manajemen rantai pasok yang efektif mengharuskan adanya partner atau
rekan kerja yaitu anggota rantai pasok lainnya untuk membangun hubungan
kerja yang jangka panjang.
Dalam rantai pasok, ada beberapa pemain utama yang merupakan
perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama dalam arus
barang seperti yang dinyatakan oleh Indrajit dan Djokopranoto (2003). Pemain
utama dalam rantai pasok yaitu:
a. Chain 1: Supplier
Jaringan yang bermula dari sini, merupakan sumber yang menyediakan
bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan
pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong,
bahan dagangan, sub-assemblies, suku cadang dan sebagainya. Sumber pertama
ini dinamakan suppliers. Dalam arti yang murni, ini termasuk juga suppliers
atau sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi suppliers
biasanya berjumlah banyak.
b. Chain 1-2: Supplier-Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai yang kedua, yaitu
manufacturer atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang
melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, meng-assembling, merakit,
mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan
dengan mata rantai pertama yaitu memiliki potensi untuk melakukan
penghematan sebesar 40 sampai 60 persen bahkan lebih. Hal ini dapat diperoleh
dari inventory carrying cost dengan menggunakan konsep supplier partnering
atau kemitraan.
c. Chain 1-2-3: Supplier-Manufactures-Distributor
Penyaluran barang jadi yang dihasilkan oleh manufaktur kepada
pelanggan. Banyak cara dalam penyaluran barang ke pelanggan, yang umum
adalah melalui distributor. Barang dari gudang pabrik disalurkan ke gudang
distributor kemudian distributor menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil
kepada pengecer (retailer).
d. Chain 1-2-3-4: Supplier-Manufacturer-Distributor-Retail Outlet
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri atau dapat
juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang
sebelum disalurkan ke pihak pengecer. Pada rantai ini ada kesempatan untuk
memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang,
20
dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari
gudang manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlet).
e. Chain 1-2-3-4-5: Supplier-Manufacturer-Distributor-Retail Outlet-Konsumen
Pengecer (retailer) menawarkan barangnya secara langsung kepada para
pelanggan. Terdapat jenis-jenis outlet antara toko, warung, toko serba ada, pasar
swayalan, atau koperasi dimana konsumen melakukan pembelian. Rantai ini
bukan merupakan mata rantai terakhir karena pembeli belum tentu pengguna
akhir. Mata rantai pasok baru benar-benar berhenti setelah barang diterima oleh
konsumen akhir (real user).
Dalam manajemen rantai pasok, setiap stakeholder harus memiliki strategi.
Supplier berperan sebagai penyedia bahan baku. Perusahaan atau manufacture
sebagai user pengguna dan kemudian mengolah bahan baku juga memiliki strategi
dalam menjalankan kegiatan rantai pasok. Terdapat lima strategi yang dapat dipilih
perusahaan untuk melakukan pembelian kepada supplier yaitu adalah sebagai
berikut:
a. Banyak Pemasok (Many Supplier)
Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang
lainnya dan membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para
pemasok saling bersaing secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negosiasi
yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka panjang bukan
menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab dibebankan pada
pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan,
biaya, kualitas dan pengiriman.
b. Sedikit Pemasok (Few Supplier)
Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang
dengan para pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung
lebih memahami sasaran-sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir.
Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai
denganmemungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar
yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah.
Dengan sedikit pemasok maka biaya mengganti partner besar, sehingga
pemasok dan pembeli menghadapi resiko akan menjadi tawanan yang lainnya.
Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu resiko yang dihadapi
pembeli sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang
pemasok yang berbisnis di luar bisnis bersama.
c. Integrasi vertikal
Artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang atau jasa yang
sebelumnya dibeli, atau dengan benar-benar membeli dari pemasok atau
distributor. Integrasi vertikal dapat berupa:
- Integrasi ke belakang (backward integration) yaitu penguasaan kepada
sumber daya.
- Integrasi kedepan (forward integration) yaitu penguasaan kepada
konsumennya.
d. Kairetsu Network
Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara
membeli dari sedikit pemasok dan integrasi vertikal dengan cara mendukung
secara finansial pemasok melalui kepemilikan atau pinjaman. Pemasok
kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan yang lebih dikenal dengan
21
Penelitian ini bermula dari peningkatan jumlah industri hilir kelapa sawit
khususnya pada industri oleokimia. Hal tersebut mengharuskan PT XYZ
meningkatan efisiensi kinerja rantai pasok. Salah satu cara yang dilakukan PT XYZ
adalah dengan merubah sistem produksi yang awalnya menggunakan sistem made
by order, namun mulai tahun 2014 berubah menjadi make to stock. Sistem tersebut
mengharuskan perusahaan melakukan safety stock agar dapat tetap memproduksi
sesuai waktu yang ditentukan tanpa khawatir kekurangan stock bahan baku.
Langkah selanjutnya yaitu mengukur kinerja rantai pasok perusahaan. Sediaan
bahan baku merupakan salah satu atribut dari pengukuran kinerja perusahaan.
Setiap perusahaan memiliki metode masing-masing dalam pengadaan bahan baku,
sehingga perlu dianalisis bagaimana metode yang diterapkan oleh perusahaan
22
Gambar 4 Kerangka pemikiran operasioanl efisiensi sediaan palm kernel oil (PKO)
sebagai bahan baku dalam meningkatkan kinerja rantai pasok PT XYZ
4 METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menggunakan data yang berbentuk data primer dan
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sumber data primer data dari PT XYZ
tahun 2015-2016 dan wawancara. Data sekunder ini diperoleh dari berbagai sumber
informasi seperti BPS, Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin),
Fx Sauder, publikasi internasional, publikasi nasional serta sumber lain yang
berhubungan dengan tujuan penelitian.
Metode Analisis
Setelah diketahui nilai dari total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan,
maka dapat diperoleh total biaya sediaan. Total biaya sediaan merupakan total
keseluruhan dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Heizer et al. 2015).
Secara matematis, total biaya dapat dituliskan sebagai berikut;
Total cost (Tc) = Oc + Hc …………………………………………………... (3)
Dimana;
Oc = Ordering cost (biaya pemesanan)
Q/2 = Tingkat rata-rata sediaan (Ton)
kuantitas optimum pada metode EOQ dapat hitung secara manual dengan
menggunakan persamaan berikut;
2 𝑆𝐷
Q=√ …………………………………………………………………... (4)
𝐻
Dimana;
Q = Jumlah barang yang dipesan dalam unit (Ton)
S = Biaya pemesanan per pesanan (Rupiah)
D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu (Ton)
H = Biaya penyimpanan per bahan baku per tahun (Rupiah)
1. Menentukan volume penggunaan per periode waktu dari baha-bahan yang ingin
diklasifikasi
2. Menghitung nilai total penggunaan biaya per periode waktu dengan mengalikan
volume penggunaan dengan biaya per unitnya
3. Menghitung nilai total penggunaan agregat dari semua bahan
4. Daftarkan bahan-bahan tersebut dalam peringkat persentase nilai total
penggunaan biaya 1dari yang terbesar hingga terkecil
5. Klasifikasikan bahan-bahan tersebut ke dalam kelompok A, B, atau C
Pada kasus manajemen rantai pasok yang kompleks, pemetaan dalam model
referensi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Implementasi dilakukan sesuai dengan fungsinya, yang ditujukan untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan.
2. Digambarkan secara jelas dan komunikatif.
3. Diukur, dikelola dan dikontrol.
4. Dilakukan langkah penyesuaian untuk kepentingan spesifik.
Dalam SCOR model, disebutkan bidang-bidang yang termasuk dalam
SCOR adalah:
1. Seluruh interaksi yang terdapat dalam rantai pasok perusahaan, baik itu
interaksi dengan pemasok maupun dengan konsumen, mulai dari proses
pemesanan produk hingga proses pembayaran oleh konsumen.
2. Seluruh transaksi produk yang berupa barang dan jasa, yaitu semua aliran
transaksi mulai dari suppliers sampai ke customers, termasuk peralatan,
supplies, spareparts, bulk product, software, dan sebagainya.
3. Keseluruhan interaksi dengan pasar, yaitu dari pemahaman mengenai
permintaan keseluruhan sampai dengan proses pemenuhan setiap pesanan yang
ada.
SCOR tidak mencakup hal-hal yang termasuk dalam proses-proses
administrasi penjualan dan pemasaran, proses riset dan pengembangan teknologi,
perancangan dan pengembangan produk, dan beberapa unsur yang berhubungan
dengan pasca pengiriman dukungan pelanggan. Model SCOR mengasumsikan
tetapi tidak secara eksplisit mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan pada bidang
pelatihan, mutu, teknologi informasi dan administrasi non-SCM.
Level
# Description Schematic Comments
3. Level 3 merupakan tahap penguraian proses-proses yang ada pada rantai pasok
menjadi unsur-unsur yang mendefinisikan kemampuan perusahaan untuk
berkompetisi. Tahap ini terdiri dari definisi unsurunsur proses, masukan dan
keluaran dari informasi mengenai proses unsur, metrik-metrik dari kinerja
proses, praktik terbaik dan kapabilitas sistem yang diperlukan untuk
mendukung praktik terbaik.
4. Level 4 merupakan level yang menggambarkan secara detail tugas-tugas
didalam setiap aktivitas yang dibutuhkan pada level 3 untuk
mengimplementasikan dan mengelola rantai pasokan berbasis harian, serta
mendefinisikan perilaku-perilaku untuk mencapai keuntungan bersaing dan
beradaptasi terhadap perubahan kondisi bisnis
Pemetaan level 1
Dalam SCOR Model level 1, proses-proses yang ada dalam rantai
pasok dikategorikan dalam lima proses utama dalam manajemen.
Pemetaan level 1 oleh SCOR dinyatakan lebih jelas dalam Gambar 6 sebagai
panduan untuk memetakan rantai pasok sesuai dengan karakteristik perusahaan.
d. Persentase defect
Defect merupakan produk yang cacat atau tidak sesuai dengan standar
yang diinginkan konsumen sehingga tidak diperhitungkan dalam penjualan.
Defect merupakan waste atau sampah yang harus diminimalkan di dalam
lean supply chain. Indikator kinerja ini mencerminkan kualitas produk
rantai pasok. Secara matematis:
jumlah produk cacat (𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡)
Persentase 𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡 = 𝑥 100 % …………. (11)
total seluruh produk
2. Dimensi Eksternal
a. Perfect order fulfillment
Perfect order fulfillment merupakan persentase order atau pesanan
yang terkirim sempurna. Indikator ini mencakup empat komponen
perhitungan, yaitu percentage of order delivered in full, percentage of order
delivered in committed date, percentage of document accuracy, dan
percentage of order delivered in perfect condition. Secara sistematis:
Perfect order fulfillment = (% of order delivered in full) x (% of order
delivered in committed date) x (% of document
accuracy) x (% of order delivered in perfect
condition) ................................................ (12)
c. On time delivery
On time delivery menunjukkan tingkat konsumen service yang
dilakukan perusahaan atau anggota rantai pasok. Indikator ini merupakan
persentase order terkirim sesuai jadwal (on time). Secara sistematis:
pesanan yang dikirim sesuai jadwal
𝑂𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑑𝑒𝑙𝑖𝑣𝑒𝑟𝑦 = ……………… (13)
total seluruh pesanan
31
Pemetaan level 2
Pemetaan level 2 merupakan tahap konfigurasi dari proses-proses rantai
pasok yang ada ke dalam tiga kategori utama. Pemetaan level 2 dapat digambarkan
pada Gambar 7.
PLAN
P1 Plan Supply Chain
CUSTOMER
SUPPLIER
D2 Deliver Make to
S2 Source Make Order Product
to Order Product M2 Make to Order
D3 Deliver
Engineered to Order
S3 Source M3 Make Product
Engineer to
Engineer to
Order Product D4 Deliver
Order
Retail Product
ENABLE
1) Establish and manage rules Plan Source Make Deliver Return
2) Accees performance
3) Manage data
4) Manage inventory
5) Manage capital assets Align SC Suppliers
6) Manage transportation Financials Agreements
7) Mangae supply chain configuration
8) Manage regulatory compliance
9) Manage supply chain risk process
10) Specialist element
Pemetaan level 3
Pada pemetaan level 3 ini, perusahaan mendefinisikan secara detil
bagaimana proses-proses atau kemampuan perusahaan, ukuran kinerja dan praktik
terbaik pada setiap aktivitas yang dijalankan. Pada level ini, benchmarking dan
atribut-atribut diperlukan untuk enabling software. Sistem rantai pasok perusahaan
didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk bersaing pada pasar yang
dipilih. Pada level 3, terdapat tiga bentuk proses yaitu informasi masukan, proses
dan keluaran yang terdiri dari:
1. Definisi proses
2. Informasi masukan dan keluaran proses unsur.
3. Metrik pengukuran kinerja.
4. Praktik terbaik.
5. Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan praktik terbaik.
6. Sistem dan alat bantu pada level strategi operasi.
Defenisi Operasional
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan baku
Bahan yang digunakan untuk memproduksi suatu produk, baik produk jadi
maupun produk setengah jadi. Bahan baku yang dianalisis adalah PKO dalam
satuan ton.
2. Minyak inti sawit (PKO)
Minyak inti sawit atau PKO merupakan produk turunan kelapa sawit yang
berasal dari inti sawit.
33
3. Persediaan
Sumberdaya milik perusahaan yang disimpan dalam rangka antisipasi terhadap
pemenuhan permintaan dimasa yang akan dating. Persediaan PKO dalam satuan
ton
34
4. Biaya pemesanan
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kegiatan pemesanan bahan baku.
Biaya pemesanan dalam satuan Dolar (USD)
5. Biaya penyimpanan
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya penyimpanan bahan
baku. Komponen biaya penyimpanan terdiri dari biaya yang berhubungan
dengan penanganan pada tangki penyimpanan. Biaya penyimpanan dihitung
dalam satuan Dolar (USD).
6. Lauric acid 99 persen
Lauric acid merupakan salah satu produk utama yang diproduksi oleh PT XYZ.
Bahan baku yang digunakan adalah PKO. Produk tersebut diproduksi melalui
proses splitting dan fraksinasi dengan kandungan minimal lauric acid sebanyak
99 persen dan kandungan capric acid, myristic acid dan lainnya sebesar satu
persen.
7. Myristic acid
Myristic acid adalah salah satu produk sampingan yang diproduksi oleh PT
XYZ. Bahan baku yang digunakan adalah PKO. Produk tersebut diproduksi
melalui proses splitting dan fraksinasi dengan kandungan minimal myristic acid
sebanyak 99 persen dan kandungan lauric acid, palmitic acid dan lainnya
sebesar satu persen.
Pemasok Pelanggan
bahan baku
Pemasok PT XYZ
submaterial
Ekspor
75 %
Pemasok
sparepart
Pemasok Lokal
kemasan 25 %
Keterangan:
Aliran barang
Aliran informasi
Aliran uang
Pemasok
Dalam melakukan proses produksi, PT XYZ menggunakan PKO, RBDPS,
dan RBDPO sebagai bahan baku utama. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
tersebut, perusahaan membutuhkan beberapa pemasok. Hal tersebut dilakukan
karena perusahaan tidak dapat memproduksi bahan baku sendiri karena
keterbatasan sumber daya. Selain bahan baku utama, perusahaan juga
membutuhkan bahan pendukung (sub-material), suku cadang (spare part), dan
kemasan. Perusahaan pemasok tidak hanya berada di dalam negeri namun juga
berada di luar negeri.
Penelitian yang dilakukan dibatasi hanya pada bahan baku PKO, sehingga
untuk bahan baku lainnya tidak dijelaskan dalam pembahasan. Perusahaan yang
menjadi pemasok adalah pemasok tunggal. Hal tersebut dikarenakan karena
perusahaan tersebut mampu memenuhi kebutuhan bahan baku yang diperlukan oleh
PT XYZ baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Jumlah pasokan rata-rata bahan baku PKO yang dipesan oleh PT XYZ
adalah 5 600 ton per sekali pemesanan. Bahan baku tersebut digunakan untuk
memproduksi beberapa produk di PT XYZ. Produk yang menjadi fokus penelitian
adalah lauric acid 99 persen dan myristc acid 99 persen. Penentuan jumlah pesanan
berdasarkan data trend permintaan pelanggan akan produk yang diproduksi serta
kemampuan produksi perusahaan.
Perusahaan
PT XYZ adalah salah satu perusahaan yang bergerak di industri oleokimia
atau industri pengolahan minyak kelapa sawit menjadi bahan-bahan kimia seperti
asam lemak (fatty acid) dan gliserin di Indonesia. Perusahaan tersebut terletak di
Kawasan Industri Medan (KIM), Sumatera Utara. PT XYZ sebagai sebuah
36
perusahaan yang dapat dikatakan sebagai perusahaan besar pasti memiliki jumlah
tenaga kerja yang banyak. Tentu dengan hal tersebut perusahaan akan membentuk
sebuah struktur organisasi yang baik.
Struktur organisasi merupakan spesifikasi pekerjaan yang harus dilakukan
dalam sebuah organisasi serta bagaimana cara mengintegrasikan suatu pekerjaan
dengan pekerjaan lainnya. Struktur organisasi sangat dibutuhkan bagi sebuah
perusahaan dengan seiring perkembangan suatu usaha. Gambaran struktur
organisasi PT XYZ terdapat pada Lampiran 1. Struktur organisasi itu sendiri
merupakan pola formal kegiatan dan hubungan di antara berbagai sub-unit dalam
sebuah organisasi. Masing-masing sub unit tersebut memiliki fungsi yang berbeda
dengan sub unit yang lainnya, namun tetap berkaitan satu sama lainnya sebagai satu
kesatuan sebagai organisasi. Selain itu, adanya struktur organisasi juga dapat
membantu setiap anggota atau karyawan dalam mengidentifikasi kedudukannya di
dalam organisasi tersebut.
Berjalannya sebuah organisasi ataupun perusahaan tidak lepas dari peran
penting tenaga kerja. Eksistensi dari sebuah perusahaan dapat dipengaruhi dari
kuantitas maupun kualitas tenaga kerja. PT XYZ memiliki tenaga kerja sebanyak
505 orang, baik tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja asing. Rincian jumlah
tenaga kerja PT XYZ disajikan pada Tabel 6.
Sedangkan tenaga kerja shift adalah tenaga kerja yang juga memiliki jam
kerja yang sama dengan tenaga kerja reguler yaitu delapan jam dan berlangsung
selama lima hari kerja. Namun perbedaan antara tenaga kerja shift dengan tenaga
kerja reguler yaitu mereka memiliki tiga bagian jam kerja dimana ketiga bagian
tersebut harus dilalui bergantian setelah satu minggu. Jam kerja tenaga kerja shift
disajikan pada Tabel 8.
37
Dalam kegiatan industri, bahan baku merupakan hal terpenting. Hal tersebut
disebabkan sangat berpengaruhnya kesediaan bahan baku dalam proses produksi.
Selain itu, bahan baku merupakan salah satu satu faktor yang menentukan kualitas
maupun kuantitas dari produk yang dihasilkan. Penggunaan bahan baku dengan
kualitas baik akan menghasilkan produk yang berkualitas baik, begitu juga
sebaliknya. Serta menjadi faktor yang menentukan kelancaran proses produksi.
Ketersediaan bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan, dapat melancarkan proses
produksi dan perusahaan dapat mengirimkan produk kepada konsumen tepat waktu
sesusai dengan yang telah jadwalkan.
Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi di PT XYZ adalah PKO,
RBDPS, dan RBDPO. Pada penelitian ini hanya difokuskan pada penggunaan PKO
sebagai bahan baku. Pengendalian bahan baku PT XYZ dilakukan dengan
memperhatikan prosedur pembelian bahan baku, prosedur penerimaan bahan baku
dari pemasok, dan prosedur pemakaian bahan baku. Adapun proses pengendalian
tersebut, yaitu sebagai berikut:
Tabel 9 Total biaya bahan baku, sesuai dari tingkat penerimaan tahun 2016
Bahan baku Harga Penerimaan Penggunaan Total Biaya
(USD) (a) (Ton) (b) (Ton) (c) (USD)
PKO 1 288.77 66 495.27 66 927.38 86 253 999.50
RBDPS 639.85 118 568.39 118 451.58 75 865 984.30
RBDPO 627.50 500.08 500.08 313 800.20
Sumber: (a) indexmundi (2017)
(b), (c) PT XYZ (2017)
Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah biaya yang timbul akibat adanya persediaan bahan
baku. Biaya persediaan terdiri dari biaya pemesanan (ordering cost), biaya
penyimpanan (holding cost), biaya kekurangan bahan (shortage cost). Biaya yang
terkait dengan adanya persediaan perlu mendapat perhatian lebih untuk
persediaannya adalah sebagai berikut:
Tabel 10 Pemesanan dan pemakaian PKO sebagai bahan baku di PT XYZ, Januari-
Desember 2016
Carry over Jumlah Unloading Pemakaian Stok
Bulan
(Kg) pemesanan (Kg) (Kg) (Kg)
Januari 2 679 591 2 4 066 450 6 332 344 413 697
Februari 413 697 2 4 816 480 3 269 416 1 960 761
Maret 1 960 761 4 5 814 130 5 615 376 2 159 515
April 2 159 515 4 6 135 720 6 209 440 2 085 795
Mei 2 085 795 7 8 245 650 8 582 482 1 748 963
Juni 1 748 963 4 6 037 070 5 148 923 2 637 110
Juli 2 637 110 3 4 360 660 5 249 508 1 748 262
Agustus 1 748 262 3 6 804 230 6 585 729 1 966 763
September 1 966 763 4 4 956 290 4 912 002 2 011 051
Oktober 2 011 051 5 4 457 770 5 402 801 1 066 020
November 1 066 020 2 6 952 400 6 953 139 1 065 281
Desember 1 065 281 4 3 848 420 2 666 216 2 247 485
Total 21 542 809 44 66 495 270.00 66 927 376 21 110 703
Rata-rata 1 795 234.08 3.67 5 541 272.50 5 577 281.33 1 759 225.25
Sumber: PT XYZ 2017 (data diolah)
2. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang terkait dengan kegiatan
penyimpanan persediaan baik bahan baku, bahan pendukung, kemasan maupun
barang lainnya yang membutuhkan ruang penyimpanan selama waktu tertentu.
Secara umum, biaya penyimpanan mencakup biaya yang terkait penyimpanan
seperti fasilitas penyimpanan, biaya asuransi dan biaya administrasi gudang serta
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akibat bahan baku rusak atau usang. Biaya
yang diperhitungkan dalam biaya penyimpanan pada PT XYZ adalah biaya
electrical (listrik) dan biaya steam. Biaya tersebut digunakan untuk menjaga
temperatur pada tangki penyimpanan. Rincian biaya penyimpanan PKO PT XYZ
per hari terdapat pada Tabel 12.
Suhu pada tangki harus tetap stabil dan minimal temperatur pada tangki
penyimpanan bahan baku PKO adalah 52 oC. Bila temperatur kurang dari angka
tersebut, maka akan berpengaruh pada kualitas PKO. Dari Tabel 12, diperoleh total
biaya penyimpanan harian sebesar Rp 20 563 200 atau setara dengan 1 534.81 USD.
Sehingga total biaya penyimpanan PKO selama satu tahun sebesar 561 738.78 USD
dengan total hari kerja adalah 366 hari pada tahun 2016. Total biaya tersebut
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk seluruh tangki penyimpanan bahan baku
yang tersedia di PT XYZ. Persentase biaya untuk bahan baku PKO adalah 1.46
persen dan rata-rata penyimpanan perbulan sebanyak 1 759.52 ton, maka biaya yang
dikeluarkan oleh PT XYZ untuk penyimpanan per ton PKO adalah sebesar 4.66
USD per tahun.
Dari Tabel 14, dapat dilihat bahwa metode EOQ dapat menghemat 2 865.1
USD atau setara dengan 0.003 persen dari total biaya yang dikeluarkan oleh
43
Safety stock
Untuk menghindari terjadinya kekurangan persediaan (stock out) atau risiko
lainnya yang akan berakibat kehilangan penjualan ataupun terhentinya proses
produksi, perusahaan menerapkan tingkat persediaan pengaman (safety stock).
Tingkat persediaan pengaman (safety stock) berdasarkan kebijakan perusahaan
untuk masing-masing bahan baku utama ditetapkan sebesar 30 persen dari
kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi. Perhitungan tersebut
berdasarkan peramalan dari bagian pemasaran (untuk penjualan produk) dan bagian
produksi (sebagai eksekutor pengguna bahan baku untuk proses produksi).
Perencanaan (Plan)
Perencaan sangat penting dalam sebuah perusahaan. Proses ini merupakan
awal penentuan dari pengadaan, produksi, serta pengiriman. Proses ini merupakan
proses perencanaan dan pengendalian sediaan (bahan baku, bahan pendukung, suku
cadang, dan kemasan), perencanaan produksi, perencanaan pengiriman, serta
menyelaraskan semua aliran rantai pasok dengan aliran keuangan.
Bahan baku utama yang digunakan oleh PT XYZ berasal dari dalam negeri.
Pemasok bahan baku PKO untuk PT XYZ adalah pemasok tunggal dan letak
perusahaan pemasok tidak jauh dari letak perusahaan. Pemesanan rata-rata
dilakukan sebanyak 44 kali pemesanan dalam sebulan, dengan total pemesanan
rata-rata per bulan sebanyak 5 600 ton.
Pengadaan (Source)
Proses pengadaan mencakup penjadwalan pengiriman dari pemasok baik
bahan baku, bahan pendukung, suku cadang, dan kemasan, proses penerimaan,
proses pengecekan, pemberian otoritas pembayaran untuk barang yang dikirim oleh
pemasok, pemilihan pemasok, dan mengevaluasi kinerja pemasok.
Sistem pengadaan bahan baku pada PT XYZ menggunakan metode make to
stock. Proses produksi dari PKO hingga menjadi lauric acid 99 persen dan myristic
acid 99 persen melewati proses splitting dan fraksinasi. Rata-rata penggunaan PKO
sebagai bahan baku dalam satu bulan sebanyak 5 577.28 ton. Produksi produk-
produk utama yang diproduksi oleh PT XYZ sesuai dengan metode make to order
(sesuai pesanan pelanggan).
Pembuatan
Proses pembuatan adalah proses merubah bahan baku menjadi sebuah
produk yang diinginkan oleh pelanggan. Proses produksi didasarkan oleh ramalan
penjualan yang dibuat oleh divisi pemasaran serta berdasarkan pesanan dari
pelanggan. Proses yang dilakukan pada proses pembuatan atau proses produksi
antara lain penjadwalan produksi, waktu produksi, kegiatan produksi, uji coba
produk bila produk tersebut merupakan produk baru atau produk yang
spesifikasinya tidak sama dengan spesifikasi produk yang diproduksi, serta kegiatan
pemeliharaan faktor produksi.
PT XYZ memproduksi sebanyak 59 jenis produk, dimana terbagi dari 39
jenis produk yang tergolong fatty acid, 6 jenis produk glycerine, dan 14 jenis produk
soap noodle. Dari 39 jenis produk fatty acid, produk yang merupakan produk
unggulan PT XYZ adalah lauric acid 99 persen, dan FAH. Namun produk yang
yang diproduksi menggunakan bahan baku fresh PKO adalah lauric acid 99 persen.
Alur proses singkat produksi lauric acid 99 persen tertera pada Gambar 11.
Dalam proses produksi, penggunaan bahan baku PKO tidak hanya
menghasilkan satu produk saja (produk utama) namun juga menghasilkan produk
sampingan. Untuk memproduksi lauric acid 99 persen sebagai produk utama,
45
perusahaan juga menghasilkan myristic acid 99 persen, produk setengah jadi serta
residu. Produk setengah jadi, dan residu pada Gambar 11 ditulis dengan keterangan
lainnya. Pada penelitian ini akan dijelaskan dua produk fatty acid, fatty acid, yaitu
lauric acid 99 persen dan myristic acid 99 persen.
PKO
Proses spliting
PKO FA Glycerine
Proses fraksinasi
Gambar 11 Proses produksi lauric acid 99 persen dan myristic acid 99 persen
Sumber: PT XYZ (diolah)
Jumlah produksi lauric acid 99 persen rata-rata dalam satu bulan selama
tahun 2016 sebanyak 1 566.89 ton dengan jumlah produksi terbanyak terjadi pada
bulan Desember yaitu sebanyak 2 246.98 ton. Namun jumlah penjualan tertinggi
tidak terjadi pada bulan Desember, melainkan pada bulan Juli yaitu sebesar 2
217.53 ton. Data fluktuasi produksi dan penjualan lauric acid 99 persen dapat
dilihat pada Gambar 12.
2.500,00
2.000,00
KUANTITAS
1.500,00
1.000,00
500,00
-
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Produksi 1.698 1.501 1.566 1.132 508,3 1.734 2.076 2.154 2.106 1.456 620,0 2.246
Penjualan 1.352 1.749 1.266 1.058 508,9 1.387 2.217 2.023 2.160 542,8 541,3 1.412
Gambar 12 Grafik produksi dan penjualan lauric acid 99 persen tahun 2016
(dalam ton)
Sumber: PT XYZ (diolah)
Rata-rata produksi myristic acid 99 persen sebanyak 555 ton per bulan
dengan jumlah produksi terbanyak pada bulan September yaitu 830.42 ton. Namun
penjualan tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 769.86 ton. Data fluktuasi
produksi dan penjualan myristic acid 99 persen dapat dilihat pada Gambar 13.
46
900,00
800,00
700,00
KUANTITAS
600,00
500,00
400,00
300,00
200,00
100,00
-
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Produksi 581,5 579,3 508,8 500,3 143,3 524,4 585,0 638,8 830,4 760,8 740,6 266,4
Penjualan 397,8 431,4 646,5 479,6 373,5 769,8 435,1 757,6 416,5 503,2 269,5 64,89
Gambar 13 Grafik produksi dan penjualan myristic acid 99 persen tahun 2016
(dalam ton)
Sumber: PT XYZ (diolah)
Tabel 15 Penjualan lauric acid 99 persen dan myristic acid 99 persen tahun 2015-
2016
Produksi (ton) Per (%) Penjualan (ton) Per (%)
Produk
2015 2016 2015 2016
Lauric acid 99 persen 17 421.05 18 802.64 7.93 17 989.46 16 221.11 (9.83)
Myristic acid 99 persen 5 565.61 6 660.01 19.66 5 363.71 5 545.74 3.39
Total 22 986.66 25 462.64 27.59 23 353.17 21 766.84 (6.44)
Keterangan: Per adalah persentase perubahan dari 2015 ke 2016
Sumber: PT XYZ (diolah)
Pengiriman (Delivery)
Proses pengiriman merupakan kegiatan paling penting dalam memenuhi
permintaan pelanggan terhadap suatu barang. Pengiriman dapat dimulai dari
mempersiapkan fisik produk dari gudang ke lokasi tujuan sesuai dengan dokumen
pemesanan dan pengiriman serta dalam kondisi sesuai dengan persyaratan
penanganan produk. Kegiatan yang dilakukan pada proses pengiriman pada PT
XYZ antara lain manajemen pemesanan baik pemesanan kepada pemasok maupun
pesanan dari pelanggan, transportasi (pemilihan moda transportasi), dan distribusi.
47
Distribusi dipandang sebagai hubungan kunci (fisik) antara aktivitas rantai pasokan
internal perusahaan dengan pelanggan (Rexhausen et al. 2012).
Moda transportasi yang digunakan PT XYZ dalam mengirimkan produk
adalah truk kontainer, tangki dan kapal laut. Truk kontainer dan tangki digunakan
saat pengiriman ke pelanggan lokal yang berada di sekitar perusahaan ataupun
daerah yang dapat dijangkau oleh jalur darat. Sedangkan pengiriman ke pelanggan
lokal yang berada di luar pulau Sumatera dan tujuan ekspor, pengiriman dilakukan
dengan menggunakan kapal laut dari Pelabuhan Belawan yang sebelumnya produk-
produk tersebut diangkut menggunakan truk kontainer atau tangka dari perusahaan
ke pelabuhan. Beberapa ukuran kontainer yang biasa digunakan oleh PT XYZ
adalah ukuran 20 ft dan 40 ft.
Pengembalian (Return)
Proses pengembalian merupakan kondisi dimana perusahaan menerima
kembali produk dari pelanggan dengan sesuatu alasan. Kegiatan yang terlibat pada
proses ini adalah identifikasi kondisi produk, jadwal pengembalian, dan proses
penembalian. Dalam pemenuhan pesanan dari pelanggan, PT XYZ tidak pernah
menerima pengembalian produk dari pelanggan lokal. Sedangkan untuk pelanggan
ekspor perusahaan tidak melakukan pengembalian produk jika terjadi kesalahan,
atau produk tidak sesuai dengan yang dipesan oleh pelanggan namun cara lain yang
dilakukan perusahaan untuk bertanggung jawab akan hal tersebut adalah dengan
memberikan harga khusus atau mencari pelanggan lain yang mau membeli produk
tersebut. Hal tersebut dilakukan karena beberapa pertimbangan antara lain biaya
yang harus dikeluarkan untuk pengembalian produk yang sangat tinggi serta
pengurusan dokumen ekspor impor.
Penjelasan unsur-unsur proses SCOR pada rantai pasok PT XYZ dapat
dilihan pada Tabel 16. Unsur-unsur proses SCOR yang dijelaskan pada ruang
lingkup rantai pasok PT XYZ adalah perencanaan, pengadaan, pembuatan,
pengiriman, dan pengembalian pada setiap pelaku rantai pasok yang terdiri dari
pemasok, PT XYZ dan pelanggan.
Tabel 17 Persentase kinerja pengiriman produk lauric acid 99 persen dan myristic
acid 99 persen, tahun 2016
Produk In full On time Dokumen Perfect POF
(%) (%) (%) condition (%) (%)
Lauric acid 83.23 89.12 100.00 76.21 87.14
Myristic acid 85.87 88.56 100.00 83.83 89.57
Sumber: PT XYZ (diolah)
Persentase pengiriman kelengkapan dokumen yang lengkap adalah 100
persen. Dokumen yang harus dilengkapi saat melakukan pengiriman produk ke
pelanggan adalah DO, CoA, serta dokumen ekspor. Dokumen ekspor merupakan
dokumen khusus yang dilengkapi untuk produk tujuan ekspor. Dokumen-dokumen
tersebut dibutuhkan untuk unloading produk di pelabuhan tujuan. Semua dokumen
ekspor dikirim dalam bentuk hard copy ke pelanggan dan harus tiba maksimal tujuh
hari sebelum produk tiba di pelabuhan tujuan.
Tabel 18 Total stok produk lauric acid 99 persen dan myristic acid 99 persen,
tahun 2016 dalam ton.
Produk Produksi Defect Penjualan Carry over Stock
Lauric acid 18 802.64 12.83 16 221.11 9 396.35 11 965.06
Myristic acid 6 660.00 12.20 5 545.74 12 349.85 13 451.92
Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa stok produk lauric acid dalam setahun
sebesar 11 965.06 ton, sehingga rata-rata persediaan perbulan sebesar 997.01 ton.
Dari total permintaan pertahun sebesar 16 221.11, maka rata-rata permintaan harian
sebesar 44.32 ton. Sehingga dengan total persediaan tersebut, perusahaan hanya
dapat memenuhi kebutuhan pelanggan selama 22 hari atau sama dengan 0.73 bulan.
Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan persediaan myristic acid 99
persen yaitu sebesar 1 120.99 ton per bulan. Rata-rata permintaan pelanggan per
hari sebesar 15.15 ton. Maka dengan jumlah persediaan yang ada, perusahaan dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan selama 72 hari atau sama dengan 2.47 bulan.
Selain melihat persediaan harian, dihitung juga days sales outstanding.
51
Pemetaan Level 2
Pada pemetaan SCOR level 2, setiap proses akan ditampilkan lebih rinci
dari proses-proses rantai pasok perusahaan. Terdapat tiga tipe proses SCOR, yaitu
planning (perencanaan), excecution (pelaksanaan) dan enable (pengaturan antara
perencanaan dan pelaksanaan). Tipe proses SCOR pada PT XYZ dijelaskan sebagai
berikut:
1. Planning (Perencanaan)
Proses perencanaan pada PT XYZ sudah sangat baik. Dimulai dari
perencanaan rantai pasok secara keseluruhan, yaitu proses perencanaan pengadaan
bahan baku dari pemasok, perencanaan kebutuhan bahan baku oleh PT XYZ,
perencanaan persediaan lauric acid 99 persen dan myristic acid 99 persen,
persiapan peralatan, perencanaan produksi, perencanaan pengiriman kepada
pelanggan, hingga perencanaan pelayanan klaim dari pelanggan.
PT XYZ telah dapat menyeimbangkan permintaan dan penawaran agregat
dalam bisnis penyampaian/pengiriman lauric acid 99 persen dan myristic acid 99
persen kepada pelanggannya sehingga dapat mencapai target dalam mencapai
tujuan bisnis yang telah ditetapkan.
53
2. Excecution (Pelaksanaan)
Pelaksanaan proses-proses SCOR pada PT XYZ juga sudah sangat baik.
Departemen Produksi telah membuat proses penjadwalan produksi lauric acid 99
persen dan myristic acid 99 persen dengan baik sehingga dapat menyediakan
kebutuhan lauric acid 99 persen dan myristic acid 99 persen dengan tepat sesuai
dengan permintaan pelanggan. Divisi PPIC membuat proses penjadwalan dalam
memenuhi kebutuhan bahan baku dari pemasok yang dijadwalkan secara tepat
dalam jumlah maupun waktu dengan persediaan bahan baku yang cukup untuk
meminimalisir biaya angkut tangki dan biaya penyimpanan, serta menjalin
hubungan baik dengan para pemasok.
Kegiatan pengiriman produk serta pelayanan terhadap pelanggan juga sudah
dilakukan dengan baik oleh Divisi Logistik. Kegiatan tersebut tidak lepas dari
koordinasi dengan pihak Pelni agar pengiriman produk maupun dokumen dapat
disampaikan dengan tepat waktu sesuai dengan harapan pelanggan dan target yang
telah ditentukan oleh perusahaan.
3. Enable
Keterlibatan system informasi juga sangat penting untuk mendukung
seluruh proses rantai pasok di PT XYZ. Perusahaan saat ini menggunakan sistem
SAP untuk mempermudah proses monitoring pada internal perusahaan. Selain itu,
PT XYZ telah memiliki sistem informasi yang menghubungkan database dari
departemen saru ke database divisi lainnya.
Setiap departemen terdapat jaringan Local Area Network (LAN) maupun
Wireless Local Area Network (WLAN) yang memudahkan transfer data yang
dibutuhkan karyawan menjadi lebih cepat dan efisien, sehingga memaksimalkan
produktivitas kerja karyawan. Dalam operasi produksi, PT XYZ juga menerpakan
pengontrolan mesin-mesinnya tidak secara manual, namun dengan menggunakan
teknologi informasi dan komputerisasi. Selain itu, PT XYZ memanfaatkan WEB
sebagai media promosi dan informasi tentang keberadaan perusahaan serta produk
yang diproduksi. Penjabaran level 2 digambarkan pada Gambar 14.
Bolstroff (2003) menguraikan lima proses level 1 (plan, source, make,
deliver dan return) pada model SCOR menjadi 12 tipe proses pelaksanaan
(execution) dan lima tipe proses perencanaan (planning).
1. Plan
Plan supply chain (P1) adalah proses penjadwalan dan perencanaan pasokan
untuk keseluruhan proses rantai pasok. Proses pada perencanaan ini adalah
mengambil data permintaan aktual sebagai landasan untuk meramalkan penjualan
dan produksi produk. Rencana pasokan yang membatasi peramalan tersebut
berdasarkan pada persediaan bahan baku, kapasitas mesin untuk proses produksi
dan kesediaan mesin untuk proses produksi.
Plan source (P2) adalah proses membandingkan persyaratan total
material dengan batasan peramalan P1 yang telah dibuat sebelumnya serta membuat
sebuah perencanaan bahan baku berdasarkan P3 dengan tujuan sebagai persediaan
berdasarkan jenis bahan baku. Hal ini dilakukan untuk jenis bahan baku yang telah
dikelompokkan berdasarkan jenis bahan baku. Tipe proses P2 berhubungan dengan
perencanaan persyaratan bahan baku yang dapat diterima oleh perusahaan.
54
PELANGGAN
PEMASOK
DR1-Return Defective
SR1-Return Product
Defective Product laporan klaim pelanggan,
Pengecekan produk tidak ada pengembalian
yang rusak, produk (alternative lain
pengembalian adalah menjual dengan harga
produk yang rendah atau pengalihan
rusak, laporan pelanggan), pergantian
klaim. produk yang rusak
1) Manajemen proses
2) Penilaian kinerja
3) Pengelolaan data Plan Source Make Deliver Return
4) Pengelolaan sediaan
5) Pengelolaan asset
6) Pengelolaan transportasi
7) Pengelolaan konfigurasi rantai pasok Rantai pasok Perjanjian pemasok
8) Pengelolaan peraturan atau hambatan
9) Pengelolaan risiko rantai pasok
10) Identifikasi proses produksi
2. Source
Tipe proses source pada level 2, terdiri dari source stocked product (S1),
source make-to-order-product (S2) dan source engineer-to-order product (S3).
Tipe-tipe pengadaan tersebut mencirikan suatu perusahaan dalam proses pembelian
bahan baku, bahan pendukung kegiatan proses produksi lainnya serta barang jadi.
Faktor-faktor yang tipe-tipe proses source adalah plan, make, deliver, dan kondisi
bahan baku ataupun barang di pemasok pada saat dilakukan pemesanan.
S1 merupakan persediaan di pemasok ataupun PT XYZ. Penentuan tersebut
mengacu pada peramalan pada tahap plan, make, deliver, serta kondisi bahan baku
sudah tersedia di pemasok sebelum perusahaan melakukan pemesanan.
S2 merupakan persediaan yang mengacu pada proses produksi yang
disesuaikan dengan pesanan pelanggan. Pesanan tersebut berdasarkan kriteria yang
diinginkan oleh pelanggan baik pada proses produksi (make), kemasan, maupun
pengiriman (deliver). Perusahaan harus memproduksi barang setengah jadi dan
barang jadi sesuai permintaan pelanggan sebagai respon dari pesanan pembelian
oleh pelanggan.
S3 merupakan rekayasa pesanan yang dibuat berdasarkan pesanan
pelanggan ataupun desain awal yang dimiliki oleh perusahaan, baik dari sisi
produksi, kemasan ataupun jenis pengiriman.
PT XYZ melaksanakan proses S2. Sebelum melakukan pemesanan pada
pemasok, perusahaan harus mengidentifikasi pemasok sesuai dengan kriteria dan
sesuai dengan persyaratan yang diterapkan oleh perusahaan. Dalam penelitian ini,
pemasok PKO merupakan pemasok tunggal yang sudah dipastikan akan tetap dapat
memenuhi kebutuhan bahan baku PT XYZ. Jumlah pesanan bahan baku yang
dipesan kepada pemasok disesuaikan dengan jumlah kebutuhan produksi
perusahaan yang direncanakan berdasarkan jumlah pesanan pelanggan.
56
3. Make
Tipe proses make pada level 2 terbagi atas tiga tipe, yaitu make-to-stock
(M1), make-to-order (M2) dan engineered-to-order (M3). Tipe-tipe tersebut
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengubah bahan
mentah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi. Penentuan tipe pada
proses pembuatan (make) berdasarkan perencanaan, pengiriman, serta kondisi
bahan baku pada saat dilakukan pemesanan serta kondisi mesin produksi sebelum
dilakukan proses produksi.
M1 merupakan kegiatan produksi yang didasari oleh peramalan pesanan
pelanggan serta penambahan stok yang sudah direncanakan pada P3. Proses ini
dilakukan sebelum adanya pesanan pelanggan. Jumlah produksi tidak bergantung
kepada pesanan pelanggan, tetapi berdasarkan pada skala ekonomis produksi dan
kapasitas produksi serta peramalan yang telah dilakukan oleh departemen
pemasaran produk.
M2 merupakan kegiatan produksi berdasarkan pada pesanan pelanggan,
yaitu pengubahan bahan baku menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi
sesuai dengan permintaan pelanggan. Kegiatan tersebut merupakan respon terhadap
pelanggan, sebagai salah satu jenis pelayanan kepada pelanggan. Jumlah produk
yang diproduksi sama dengan jumlah yang dipesan oleh pelanggan.
M3 adalah proses produksi produk yang dipesan sesuai dengan kriteria dan
desain yang diminta oleh pelanggan. Sebelum melakukan proses produksi, PT XYZ
akan melakukan uji coba terhadap produk yang diinginkan oleh pelanggan dan
kemudian mengirimkan contoh produk kepada pelanggan. Setelah contoh produk
diterima dan sesuai dengan permintaan pelanggan, PT XYZ akan memroduksi
produk sesuai yang diminta oleh pelanggan. Proses produksi ini hanya dilakukan
saat adanya pesanan khusus dari pelanggan.
PT XYZ melakukan semua kegiatan pada proses make, yaitu M1, M2, dan
M3. M1 dilakukan karena untuk kegiatan produksi lauric acid 99 persen sebagai
produk utama juga menghasilkan produk sampingan seperti myristic acid 99 persen,
rantai pendek, barang setengah jadi, dan residu. Sehingga yang yang menjadi stok
adalah produk sampingan. M2 dapat dikatakan kegiatan produksi untuk produk
utama, dalam penelitian ini adalah lauric acid 99 persen. PT XYZ juga melakukan
kegiatan M3 dalam memenuhi permintaan pelanggan tertentu, baik dari segi produk
maupun kemasan.
4. Deliver
Tipe proses deliver pada level 2 terdiri dari deliver stocked product (D1),
deliver make-to-order product (D2) dan deliver engineer-to-order (D3). Kegiatan
tersebut mencirikan bagaimana perusahaan memproduksi barang setengah jadi
ataupun barang jadi sebagai respon atas permintaan pelanggan.
D1 merupakan kegiatan yang didasarkan pada peramalan dalam proses
perencanaan yang menjadikan produk yang diproduksi sebagai persediaan. Tingkat
persediaan perusahaan tidak bergantung pada jumlah pesanan pelanggan tertentu
melainkan faktor lain yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pengiriman yang
dilakukan merupakan jumlah persediaan yang ada pada perusahaan.
D2 merupakan kegiatan yang prosesnya berdasarkan pesanan pelanggan.
Proses produksi dilakukan setelah perusahaan menerima pesanan dari pelanggan.
Pengiriman produk juga disesuaikan dengan pesanan dari pelanggan.
57
5. Return
Tipe proses return pada level 2 adalah return defective product (R1),
return maintenance repair and overhoul (MRO) product (R2) dan deliver
return excess product (R3). Proses ini mencirikan pengembalian barang jadi dalam
merespon hak pengembalian pelanggan. Proses pengembalian produk jarang terjadi
di perusahaan karena terdapat beberapa alternatif yang dilakukan oleh perusahaan
untuk pengembalian. Karena bila barang dikembalikan ke perusahaan akan
menimbulkan biaya yang tinggi. Tipe proses pengembalian terbagi menjadi dua
perspektif, yaitu pengembalian dari pelanggan dan pengembalian kepada pemasok.
Faktor yang menjadi dasar penentuan tipe proses pengembalian berdasarkan data
pemesanan pelanggan dan kondisi barang saat pengiriman ke pelanggan. Hal
tersebut juga merupakan dasar pengembalian kepada pemasok.
R1 merupakan proses yang dilakukan karena dipicu oleh warranty claim
oleh pelanggan. Hal ini diberlakukan bagi seluruh pelanggan, baik domestik
maupun tujuan ekspor. R2 merupakan proses yang dipicu oleh kegiatan
pemeliharaan oleh plan return atau kejadian pemeliharaan yang tidak direncanakan
oleh engineering, maintenance atau technical resources lain. Pada proses ini,
produk yang dikembalikan tidak sesuai dengan spesifikasi produk pada awal
pemesanan. R3 adalah proses pengembalian produk karena kelebihan pengiriman
produk kepada pelanggan. Hal tersebut mengacu pada perjanjian kontrak dengan
pelanggan khusus atau pengembalian persediaan yang tidak direncanakan
berdasarkan data manajemen perusahaan.
Ketiga proses tersebut merupakan kriteria untuk pengembalian produk dari
pelanggan dan pengembalian bahan baku kepada pemasok. Penamaan untuk
pengembalian produk dari pelanggan dalah delivery return (DR) dan source return
(SR). PT XYZ hanya melakukan kegiatan DR1 yaitu kegiatan pengembalian karena
warranty claim. Namun pada tahun 2016, PT XYZ tidak pernah menerima
pengembalian produk dari pelanggan, baikdari semua alasan. PT XYZ hanya
melakukan ganti rugi seperti pergantian produk dan pembayaran kepada pelanggan.
Hal tersebut dilakukan karena biaya pengembalian yang sangat tinggi, mengingat
lokasi pelanggan yang berada di luar negeri. Alternatif lain yang dilakukan oleh PT
XYZ adalah menjual produk kepada pelanggan lain dengan harga yang lebih rendah
dibandingkan dnegan harga normal. Pada pelanggan lokal, PT XYZ tidak pernah
menerima komplain karena produk sesuai dengan yang dipesan oleh pelanggan
lokal. PT XYZ pernah melakukan kelebihan pengiriman produk kepada pelanggan.
Namun tidak dilakukan pengembalian karena kelebihan produk dengan jumlah
sedikit dan merupakan batas error yang ditoleransi oleh PT XYZ. Selain itu, PT
XYZ tidak pernah mengembalikan bahan baku PKO kepada pemasok. Hal tersebut
58
disebabkan pengiriman bahan baku sesuai dengan kriteria ataupun pemesanan yang
dilakukan PT XYZ kepada pemasok.
Berdasarkan penjelasan yang merujuk pada Gambar 14, PT XYZ melakukan
kegiatan pada proses planning (P1-P5), executing (S2, M1, M2, M3, D2, D3, dan
DR1) dan enabling. PT XYZ bergerak dibidang produksi produk dan mengirimkan
langsung kepada pelanggan. Proses yang mencerminkan PT XYZ adalah D2, yaitu
PT XYZ melakukan penjualan dan pengiriman produk berdasarkan permintaan
pelanggan. Pada kategori ini, jumlah penjualan PT XYZ sama dengan jumlah
permintaan pelanggan.
PT XYZ memiliki stok produk di gudang penyimpanan, namun jangka
waktu penyimpanan produk di gudang terbatas karena daya tahan produk yang tidak
tahan lama dan akan berpengaruh pada kualitas produk. Produk yang dikatakan stok
adalah produk sampingan, sedangkan produk utama tidak dikatakan stok karena
hanya disimpan sampai memenuhi jumlah pemesanan pelanggan. Hal tersebut
dilakukan PT XYZ karena jumlah pemesanan yang dilakukan oleh pelanggan
sangat besar, sehingga harus menunggu proses produksi.
Produk yang diproduksi oleh PT XYZ merupakan bahan baku bagi produsen
Fast Moving Consumer Goods (FMCG) antara lain produk kosmetik dan toiletters.
Produk kosmetik dan toiletters merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus
disediakan secara memadai karena digunakan setiap harinya. Kebutuhan yang
semakin meningkat, berkorelasi pada peningkatan permintaan dari sektor retail
akan produk fatty acid dan myristic acid Hal ini yang menjadi alasan bagi PT XYZ
untuk tetap melangsungkan produksi dan mengembangkan bisnisnya.
Pengukuran rantai pasok pada level 2 dilakukan dengan cara
mengidentifikasi nilai metrik POF dan OFCT yang kurang baik. Pada perhitungan
POF dan OFCT ada beberapa poin yang harus di perhatikan antara lain ketepatan
waktu dan ketepatan kuantitas atau on time in full (OTIF), kelengkapan dokumen
pendukung serta kondisi barang. Apabila terdapat satu dari poin tersebut tidak
terpenuhi maka dapat dikatakan pelayanan PT XYZ kepada pelanggan kurang baik.
Berdasarkan data PT XYZ (2017), beberapa penyebab ketidaksempurnaan dalam
pemenuhan pesanan kepada pelanggan disebabkan oleh pengiriman yang tidak
tepat waktu dan kondisi barang saat diterima oleh pelanggan.
Penyebab terjadinya pengiriman barang yang tidak tepat waktu dilihat dari
hulu hingga hilir dari proses produksi barang tersebut, baik dari source, make
maupun delivery. Pada proses source, nilai POF berada di angka 99.88 persen.
Angka tersebut merupakan persentasi perbandingan jumlah pesanan bahan baku
yang dapat dipenuhi oleh pemasok dengan baik pada tahun 2016. Nilai OFCT
sekitar 2 hari.
Nilai POF pada proses make adalah sebesar 99 persen. Nilai tersebut
diperoleh berdasarkan perkiraan persentase kesediaan bahan baku di tangki
penyimpanan yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh proses produksi.
Perolehan nilai tersebut didukung dengan lokasi penyimpanan bahan baku yang
berada di dalam lingkungan pabrik serta lokasi pemasok yang tidak jauh dari lokasi
pabrik. Nilai OFCT kurang dari satu hari. Sedangkan nilai POF pada proses
pengiriman sebesar 88.36 persen. Nilai tersebut diperoleh atas perkiraaan
persentase ketepatan pengiriman barang dalam hal kuantitas dan kondisi barang
dengan permintaan barang dari pelanggan. Nilai OFCT sekitar 44 hari. Nilai POF
dan OFCT pada proses source, make, dan deliver dapat dilihat pada Tabel 20.
59
Tabel 20 Nilai POF dan OFCT pada proses source, make, dan deliver
Metrik Source Make Deliver
POF (%) 99.88 99 88.36
OFCT (hari) 2 <1 44
Berdasarkan Tabel 20, dapat dikatakan bahwa dari ketiga proses tersebut,
proses deliver memperoleh nilai terendah dibandingkan dengan proses source dan
make¸ yaitu dengan nilai POF sebesar 88.36 persen dan OFCT selama 44 hari. Hal
tersebut menginterpretasikan bahwa dalam memenuhi permintaan pelanggan dari
segi waktu, kuantitas dan kondisi barang dinilai kurang baik.
Jika ditelusuri lebih lanjut, yang menjadi penyebab terjadinya keterlambatan
dan kondisi barang yang tidak sesuai dengan permintaan pelanggan lebih banyak
terjadi pada proses loading. Beberapa komplain yang diterima oleh perusahaan
antara lain barang tiba di pelanggan tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan,
kuantitas barang yang tidak sesuai dengan jumlah permintaan, kemasan rusak,
produk basah, produk berubah bentuk dan terdapat kotoran pada produk.
Keterlambatan yang terjadi karena terlambatnya barang tiba di pelabuhan untuk
loading di kapal pengangkutan. Sehingga harus menunggu jadwal kapal berikutnya.
Nilai OFCT selama 44 hari merupakan lama hari dari mulai barang dipesan oleh
pelanggan hingga barang tiba di lokasi pelanggan. Nilai tersebut merupakan waktu
terlama barang tiba di lokasi pelanggan. Hal tersebut menyesuaikan jarak dan kapal
yang digunakan dalam pengiriman barang. Ketidaktepatan pengiriman barang
sesuai dengan permintaan pelanggan dapat menghambat tujuan bisnis perusahaan
dalam pelayanan pelanggan. Untuk mengetahui penyebab dari kinerja proses
delivery yang kurang baik, dilakukan penelitian pada level 3.
Pemetaan Level 3
Pemetaan level 3 dilakukan untuk melihat lebih detil proses delivery. Hal
ini dilakukan karena berdasarkan pemetaan level 2, nilai pada proses ini merupakan
nilai terendah dibandingan dengan proses source dan make. Pemetaan level 3
menggambarkan semua aktivitas deliver di PT XYZ (Lampiran 2).
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan pada PT XYZ, maka implikasi
manajerial yang dihasilkan untuk beberapa divisi terkait adalah sebagai berikut:
1. Divisi produksi dan operasi
Penerapan manajemen rantai pasok di PT XYZ pada bidang produksi
dan operasi adalah sebagai berikut:
a. Pengiriman produk selama rata-rata 19 hari, dengan waktu terlama yaitu
selama 32 hari. Hal tersebut tergantung oleh lokasi pelanggan dan
penggunaan transportasi pengiriman dinilai cukup baik. Jadwal produksi
yang terjadwal dan sesuai dengan permintaan pelanggan dinilai baik pada
tahun 2016 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut
dikarenakan proses produksi saat ini sudah stabil setelah operasi pabrik baru
pada tahun 2013. Pembagian data maupun informasi produksi dan
permintaan yang akurat dan dibantu komputer ke setiap anggota rantai
pasokan, sehingga setiap anggota rantai pasokan dapat melakukan
penjadwalan secara efektif. Hal ini diharapkan menciptakan kelancaran dan
kecepatan aliran pasokan lauric acid dan myristic acid ke pelanggan,
sehingga barang sampai tepat waktu.
60
b. Nilai POF 88.36 persen berada pada posisi advantage. Tidak hanya tidak
tepat waktu, namun kondisi barang yang tidak sesuai yang membuat PT XYZ
memperoleh nilai POF yang rendah. PT XYZ dapat mencapai target superior
dengan memanajemen waktu dari proses loading, disesuaikan dengan
kondisi alam. Dan saat ini perusahaan sudah membangun prasarana seperti
kanopi yang mendukung kegiatan di area loading, sehingga proses loading
tidak terhambat walau cuaca sedang tidak mendukung.
2. Divisi keuangan
Nilai CTCCT adalah 51 hari berada pada posisi parity dan advantage.
Semakin pendek waktu yang dibutuhkan, maka semakin bagus bagi rantai
pasokan. Perusahaan yang bagus biasanya memiliki siklus CTCCT yang pendek.
3. Divisi SDM
Pada bidang SDM, seluruh pekerja yang terlibat dalam aliran rantai
pasok harus memiliki keahlian sesuai bidangnya masing-masing. Keahlian pada
setiap bidang, tanggung jawab dan sikap profesional dari setiap pekerja
menentukan keberhasilan sebuah rantai pasokan. Selain itu, pelayanan yang
optimal dapat menciptakan penyaluran bahan baku dari pemasok hingga produk
jadi ke pelanggan tepat waktu dan tepat jumlah serta sesuai dengan yang
diharapkan oleh pelanggan. Hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan kepada
pelanggan dan memberikan keuntungan pada perusahaan.
Simpulan
Saran
Berdasarkan simpulan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran
yang dapat disampaikan adalah sebai berikut:
1. Upaya perbaikan pada kinerja pengiriman rantai pasok di PT XYZ yaitu
perusahaan harus fokus terhadap setiap proses kegiatan di rantai pasok, baik
dari segi sistem, manajemen waktu, dan SDM. Perlu ada perhatian khusus pada
aktivitas loading agar dapat mengurangi komplain dari pelanggan terkait
kekurangan maupun kelebihan kuantitas, adanya partikel hitam dalam
kemasan, dan beberapa keluhan lainnya. Dengan demikian PT XYZ dapat
memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan.
2. Agar dapat memberikan pelayanan bagi pelanggan adalah adanya aplikasi
berbasis web. Pada sistem tersebut dapat menghilangkan proses pendataan
pemesanan pelanggan secara manual, sehingga dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi produktivitas, serta biaya.
3. Saran bagi penelitian lanjutan diharapkan dapat membandingkan kinerja rantai
pasok perusahaan yang terintegrasi pada setiap pelaku rantai pasok dengan
perusahaan yang tidak terintegrasi, untuk dapat mengetahui besaran persentase
perbedaan antara kedua jenis perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anatan L, Ellitan L. 2008. Supply Chain Management Teori dan Aplikasi. Bandung
(ID): CV. Alfabeta.
Bellerina YB. 2009. Pengukuran performa SCM dengan integrasi metode SCOR
dan AHP. Working paper. Yogyakarta (ID). Universitas Islam Indonesia.
Benton WC, Maloni M. 2004. The influence of power driven buyer/seller
relationships on supply chain satisfaction. Journal of Operations
Management. 23(2005):1-22.
Bhagwat R. Sharma MK. 2007. Performance measurement in the food supply chain:
a balanced scorecard approach. Computers and Industrial Engineering.
(53):43-62.
Bigliardi B. botani E. 2010. Performance measurement in the food supply chain: a
balanced scorecard approach. Facilities Journal. 28(5/6):249-260.
Bolstroff P, Rosenbeum R. 2003. Supply Chain Exellence: A Handbook for
Dramatic Improvement Using the SCOR Model. New York (US):
AMACOM.
Bowersox DJ, Morash EA. 1989. Marketing concept integration and the division of
labor. Journal of Michigan State University. 215-224.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Data Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan
Pusat Statistik.
62
Kersten W, Saeed MA. 2014. A SCOR based analysis of simulation in supply chain
management. Proceedings 28th European Conference on Modelling and
Simulation.
Khalid S. 2008. Trend forcasting for stability in supply chain. Journal of Business
Research. 61:1113-1124.
Koeswara S, Suhada RT. Perencanaan kebutuhan material (MRP) dengan
menggunakan teknik lot sizing pada bahan baku Brispack J Varnish. Jurnal
Sinergi. 46-57.
Kotler P. 2003. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jakarta (ID): Indeks
Kelompok Gramedia.
Lambert DM, Croxton KL, Garcia-Dastugue SJ, Rogers DS. 2001. The Supply
Chain Management Processes. The International Journal of Logistics
Management. 12(2):13-36.
Lockamy III A, McCormack K. 2004. Linking SCOR planning practices to supply
chain performance. International Journal of Operations and Production
Management. 24(12):1192-1218.
Luthfiana AC, Perdana YR. 2012. Pengukuran performansi supply chain dengan
pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR) dan Analytical
Hierarchy Process (AHP) Studi Kasus: PT Indofarma Global Medika.
Jurnal Inovasi. 2(1-5):57-72.
Ma’arif MS, Tanjung H. 2003. Manajemen Operasi. Jakarta (ID): Grasindo.
Mathew A. 2013. Demand forcasting for economic order quantity in inventory
management. International Journal of Scientific and Research Publication.
3(10):2250-3153.
Media Industri. 2011. Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik: 03.
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia.
Mentzer. 2001. Defining supply chain management. Journal of Business Logistics,
22(1).
Muckstadt JA, Murray DH, Rappold JA, Collins DE. 2003. The Five Principles of
Supply Chain Management: An Innovative Approach to Managing
Uncertainty. Amerika Serikat (US): Cayuga Partners. LLC.
Mutakin A, Hubeis M. 2011. Pengukuran kinerja manajemen rantai pasokan dengan
SCOR Model 9.0: Studi kasus di PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk.
Jurnal Manajemen dan Organisasi. 2(3):89-103.
Nugraha A. 2015. Efisiensi sediaan bahan baku dalam meningkatkan kinerja rantai
pasok di CV Fiva Food [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurmalina R. 2014. Pemasaran: Konsep dan Aplikasi. Bogor (ID). IPB Press.
Ogawa E. 1986. Manajemen Produksi Modern “Modern Production Management”
Pengalaman Jepang. Jakarta (ID). Lembaga SIUP Jakarta dan Lembaga
Penerbit FEUI. 139-140.
Paul J. 2014. Transpormasi Rantai Supply dengan Model SCOR: 15 Tahun Aplikasi
Praktis Lintas Industri. Jakarta (ID): PPM Manajemen.
Permana HPP. 2011. Analisis pengadaan bahan baku sebagai bagian dari internal
supply chain management PT Hadinana Brothers. [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Prawirosentoso S. 2001. Manajemen Operasi: Analisis dan Kasus, Edisi ke 3.
Jakarta (ID): Salemba Empat.
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management. Surabaya (ID). Guna Widya.
64
COO
CEO
logistic &
administration & factory production & sales
finance manager quality assurance manager manager
sales
quality assurance logistic department
finance & accounting production department department
administration maintenance & engineering department assistant assistant manager
department assistant assistant manager assistant
departmenet asisstant department assistant manager manager
manager manager
manager
. .
EOQ = .
152.75 ton
ROP = 5 577.28 x 3 = 16 731.84 ton
.
Jumlah Pemesanan = = .
= 438.15 = 438 kali
Biaya pesanan = x S = 438 x 0.82 = 359.16 USD
.
Biaya penyimpanan = xH= x 4.66 = 355. 90 USD
Total biaya = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan + Biaya produk
= 359.16 USD + 355.90 USD + 86 253 999.50 USD
= 86 254 714.6 USD
68
D3 Deliver Engineered-
to-order
product
Membuat rencana Identifikasi kebutuhan Identifikasi kebutuhan Data pesanan yang telah Tanggal
Inputs: pengiriman, mengelola pelanggan pelanggan disusun pengiriman dan
persediaan dan koordinasi
komunikasi SCM
terhadap proses produksi
Process Merencanakan,
Menerima dan Penawaran dan Memasukkan data mengarur
Elements pesanan pesanan dan
merespon menerima kontrak transportasi, dan
permintaan pembelian koordinasi dengan loading barang
pihak produksi dan Pencetakan DO
pelanggan
gudang
RIWAYAT HIDUP