Anda di halaman 1dari 11

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pada zaman globalisasi seperti sekarang ini, mendorong masyarakat dunia untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, dan begitu juga dari aspek ekonomi.
Persaingan dalam aspek ekonomi belakngan juga semakin ketat. Berwirausaha adalah salah satu
cara mengimbangi perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi pada saat sekarang
ini. Kewirausahaan itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses dalam mengerjakan sesuatu
yang baru atau kreatif dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih
sehingga dalam kewirausahaan seseorang memiliki suatu keberanian untuk melakukan upaya
upaya memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh seseorang, atas dasar kemampuan
dengan cara manfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Dengan berwirausaha seseorang dapat mengeluarkan
kreatifitasnya pada suatu objek yang dapat menjadi berniali lebih sehingga banyak orang tertarik
akan objek tersebut dan dapat membantu dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dalam
berwirausaha, seseorang tidak lagi terpaku pada perintah atasan dan dapat mengeluarkan
kreatifitasnya tanpa batas.

Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang kurang tertarik menjadi wirausahawan
khususnya di Indonesia. Ada banyak alasan mengapa seseorang enggan beralih menjadi
wirausahawan diantaranya sudah nyaman dengan pekerjaanya yang sekarang dan tidak berani
mengambil resiko jika sesuatu ia kerjakan sendiri, padahal dia tidak mengetahui bahwa
potensinya sudah dimanfaatkan oleh pihak lain dalam mencari keuntungan yang jika dia
berusaha sendiri akan bermanfaat lebih besar dalam hidupnya. Selain itu factor budaya di
Indonesia juga dapat menjadi penghambat yang mana sebagian besar masyarakat khususnya di
Indonesia menganggap seseorang yang bergelut di bidang kewirausahaan adalah orang yang
tidak memiliki pekerjaan tetap. Unutuk itu kami dari kelompok 1 ingin mengupas lebih dalam
lagi mengenai apa itu kewirausahaan agar kita semua lebih paham apa sebenarnya
kewirausahaan dan apa manfaatnya bagi kita.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan kewirausahaan dan apa pentingnya kewirausahaan?
1.2.2 Apa saja jenis-jenis kewirausahaan itu?
1.2.3 Bagaimana pergeseran paradigma dari job seekers ke job creators?
1.2.4 Bagaimana proses terciptanya wirausaha?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Dapat mengetahui apa sebenarnya itu kewirausahaan dan apa manfaatnya.
1.3.2 Dapat membedakan berbagi jenis wirausaha.
1.3.3 Dapat menjelaskan pergeseran dari job seekers ke job creators.
1.3.4 Dapat menjelaskan proses terciptanya wirausaha.

2
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Kewirausahaan


Kewirausahaan asal kata wirausaha adalah suatu proses menganalisis, membangun, dan
mengembangkan suatu keinginan untuk mencapai tujuan melalui ide inovatif, peluang, cara yang
lebih baik dalam menjalankan suatu keinginan sampai penciptaan usaha baru pada kondisi yang
penuh resiko. Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan
menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul risiko finansial, psikologi dan social
yang menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Kewirausahaan
memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik
berat dan penekanannya.

1. Richard Cantillon (1775), mendefinisikan kewirausahaan adalah seorang pengusaha


membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang
dengan harga tidak menentu. Jadi definisi ini lebih menekankan pada bagaimana
seseorang beresiko atau ketidakpastian.
2. Jean-Baptiste Say (1816), mendefinisikan kewirausahaan adalah seorang
wirausahawan agen yang menggabungkan berbagai alat produksi dan menemukan nilai
produk.
3. Frank Knight (1921), mendefinisikan kewirausahaan adalah seorang pengusaha
mencoba untuk memecahkan dan memprediksi perubahan di pasar. Penjelasan ini
menekankan peran pengusaha dalam menghadapi ketidakstabilan di dinamika pasar.
Seorang majikan diwajibkan untuk melakukan semua fungsi manajerial dasar seperti
pengawasan dan bimbingan.
4. Joseph Schumpeter (1934), mendifinisikan kewirausahaan adalah seorang innovator
yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kobinasi-
kombinasi baru.
5. Harvey Leibenstein (1968, 1979), mendifinisikan kewirausahaan adalah kegiatan yang
dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar

3
belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi
produksinya belum diketahui sepenuhnya.
6. Penrose (1963) mendifinisikan kewirausahaan adalah kegiatan yang mencakup cara
mengidentifikasi peluang-peluang di dalam system ekonomi.

2.2 Arti Penting Kewirausahaan

Pada awal abad 20, entrepreneurship atau kewirausahaan menjadi satu kajian hangat
karena perannya yang penting dalam pembangunan ekonomi. Adalah Schumpeter (1934) yang
mengatakan bahwa jika suatu negara memiliki banyak entrepreneur, negara tersebut
pertumbuhan ekonominya tinggi , yang akan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi.
Jika suatu negara ingin maju,jumlah entrepreneurnya harus banyak. Enterprenuership is driving
force behind penting dalam pembangunan.

Rasionalisasinya adalah jika seseorang memiliki kewirausahaan, dia akan memiliki


karakteristik motivasi/mimpi yang tinggi (need of achievement), berani mencoba (risk taker),
innovative dan independence. Dengan sifatnya ini, dengan sedikit saja peluang dan kesempatan,
dia mampu merubah, menghasilkan sesuatu yang baru, relasi baru, akumulasi modal, baik berupa
perbaikan usaha yang sudah ada (upgrading) maupun menghasilkan usaha baru. Dengan usaha
ini, akan menggerakan material/bahan baku untuk “berubah bentuk” yang lebih bernilai sehingga
akhirnya konsumen mau membelinya. Pada proses ini akan terjadi pertukaran barang dan jasa,
baik berupa sumber daya alam, uang, sumber daya sosial, kesempatan maupun sumber daya
manusia. Dalam ilmu ekonomi, jika terjadi hal demikian, itu berarti ada pertumbuhan ekonomi,
dan jika ada pertumbuhan ekonomi berarti ada pembangunan.

2.3 Jenis-jenis Kewirausahaan


Jenis Kewirausahaan (Williamson, 1961) dapat dituliskan sebagai berikut ini.
1. Innovating Entrepreneurship
Bereksperimentasi secara agresif, trampil mempraktekkan transformasi-transformasi atraktif.
2. Imitative Entrepreneurship
Meniru inovasi yang berhasil dari para Innovating Entrepreneur.
3. Fabian Entrepreneurship

4
Sikap yang teramat berhati-hati dan sikap skeptikal tetapi yang segera melaksanakan
peniruan-peniruan menjadi jelas sekali, apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka
akan kehilangan posisi relatif pada industri yang bersangkutan.
4. Drone Entrepreneurship
Drone = malas. Penolakan untuk memanfaatkan peluang-peluang untuk melaksanakan
perubahan-perubahan dalam rumus produksi sekalipun hal tersbut akan mengakibatkan
mereka merugi diandingkan dengan produsen lain.

Di banyak negara berkembang masih terdapat jenis entrepreneurship yang lain yang disebut
sebagai Parasitic Entrepreneurship, dalam konteks ilmu ekonomi disebut sebagai Rent-seekers
(pemburu rente).
Wirausaha dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu founders, general
managers dan franchise.
1. Founders (pendiri perusahaan)---Seorang Founders sering dianggap sebagai wirausaha
murni, karena mereka secara nyata melakukan survei pasar, mencari dana, dan fasilitas
yang diperlukan. Founders yaitu seorang investor yang memulai bisnis berdasarkan
penemuan barang atau jasa baru atau yang sudah diimprovisasi. Atau dapat juga
seseorang yang mengembangkan ide orang lain dalam memulai usahanya.
2. General Managers yaitu seseorang yang mengepalai operasional perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya.
3. Franchise yaitu seorang wirausaha yang kekuasaannya dibatasi oleh hubungan kontrak
kerja dengan organisasi pemberi franchise atau franchisor. Tingkatan dalam sistem
franchise terdiri atas tiga bentuk. Pertama produsen (franchisor) memberikan franchise
kepada penjual. Sistem ini umumnya digunakan di dalam industri minuman dingin. Tipe
kedua penjualnya adalah franchisor, contohnya pada supermarket. Tipe ketiga, franchisor
sebagai pencipta atau produsen, sedangkan franchise adalah pendiri retail seperti restoran
cepat saji.
Ada dua pola wirausaha yang disarankan oleh Norman R.Smith dalam Longenecker (2001),
yaitu wirausaha artisan dan oportunistis. Wirausaha Artisan adalah seseorang yang memulai
bisnisnya dengan keahlian teknis sebagai modal utama dan sedikit pengetahuan bisnis.
Karakteristik dari seorang wirausaha artisan antara lain:

5
 Bersikap kekeluargaan, mereka memimpin bisnisnya seperti memimpin keluarganya
 Enggan mendelegasikan wewenang
 Menggunakan sedikit (satu atau dua) sumber modal dalam mendirikan perusahaannya
 Membatasi strategi pemasaran pada komponen harga secara tradisional, kualitas dan
reputasi perusahaan
 Usaha penjualannya dilakukan secara tradisional
 Orientasi waktu mereka singkat dengan sedikit perencanaan untuk pertumbuhan atau
perubahan di masa mendatang

Sedangkan Wirausaha Oportunistis yaitu seseorang yang memulai suatu bisnisnya dengan
keahlian manajemen yang rumit dan pengetahuan teknis, yaitu wirausaha inovatif yang terus
berpikir kreatifdalam melihat peluang dan meningkatkannya. Inilah tipe entrepreneur yang paling
puncak,karena inovasi merupakan inti utama dari entrepreneurship.

2.4 Pergeseran paradigma dari job seekers ke job creators

Job Creator atau pencipta lapangan pekerjaan disebut juga berwirausaha adalah
seseorang yang menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, dan berguna bagi manusia
dengan ide dan tindakan kreatif dan inovatif. Wirausahawan cenderung menggunakan energinya
untuk melakukan dan membangun energinya untuk melakukan dan membangun suatu kegiatan.
Seorang wirausahawan yang tahu bagaimana menemukan suatu, merangkai dan mengendalikan
sumber-sumber (yang kadang-kadang dimiliki oleh orang lain) untuk mewujudkan tujuannya.

Job Seeker atau pencari kerja adalah seseorang yang mencari pekerjaan dan bergantung
pada orang lain yang memiliki lapangan pekerjaan untuk mendapatkannya. Beberapa orang
hanya ingin mencari pekerjaan yang layak, tanpa berfikir bahwa ia sebenernya bisa menjadi
pencipta lapangan pekerjaan itu sendiri. Padahal akan jauh lebih baik menjadi pencipta lapangan
pekerjaan dari pada mencari pekerjaan. Dengan menciptakan lapangan pekerjaan, maka
seseorang dapat membantu orang lain untuk mendapatkan pekerjaan juga. Dengan kata lain, jika
menjadi job seeker kita hanya menjadi karyawan, sedangkan dengan menjadi job creator bisa
menjadi bos atau pimpinan dari karyawan kita. Selain itu, kita juga bisa mengeluarkan isi pikiran
kita dan ide-ide yang kita miliki sendiri dalam melakukan pekerjaan. Akan tetapi, sebagian

6
masyarakat kususnya di Indonesia masih menganggap menjadi job creator sama dengan tidak
mempunyai pekerjaan dan sering dikucilkan dalam social masyarakat.

Pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi bertujuan untuk membentuk manusia secara


utuh,sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan keterampilan sebagai wirausaha.
Pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan
pendidikan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa secara bersama-sama dalam komunikasi
pendidikan sehinggadiharapkan akan memviptakan mindset sebagai seorang pencipta kerja (job
creator). Berikut ini adalahstrategi mengubah paradigma dari Job Seeker menjadi Job creator.

1. Keluarga Membangun Kultur Berwirausaha

Kultur (budaya) berwirausaha suatu keluarga atau suku atau golongan bahkan bangsa sangat
berpengaruh terhadap kemunculan wirausaha-wirausaha baru yang tangguh. Kultur berwirausaha
tidak dapat ditanamkan dalam sekejap. Memerlukan waktu cukup banyak untukmembangun
kultur kewirausahaan. Setiap keluarga harus menanamkan jiwa wirausaha sejakdini dalam diri
anak-anak mereka.Kultur beberapa suku di Indonesia memang menggunakan profesi wirausaha
sehinggabanyak wirausaha tangguh yang berasal dari suku tesebut. Namun secara umum
kulturmasyarakat Indonesia masih menggunakan profesi yang relatif “tanpa resiko” misalnya
menjadi pegawai negeri, bekerja di perusahaan besar. Pilihan lebih banyak berada pada kuadrat
kangan(employee.lihat.robert kiyosaki)

2. Penciptaan Iklim Usaha


Era krisis moneter yang melanda Indonesia awal tahun 1997 menyebabkan banyak industry
besar tumbang. Usaha skala kecil sulit tumbuh. Hal ini membuat pemerintah Indonesia
kebingungan mengatasinya dikarenakan berkaitn dengan timpangnya struktur usaha (industri)
yang terlalu memihak pada industri besar.Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian
modal, tetapi lebih pada membinakemampuan industri kecil dam membuat suatu kondisi yang
memdorong kemampuan industrikecil dalam mengakses modal, Atau dengan kata lain,
pemerintah harus membina kemampuan industri kecil dalam menghitung modal optimum yang
di perlukan,kemampuan menyusun suatu proposal pendanaan kelembaga-lembaga pemberian
modal, serta mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang lebih memihak industri kecil dalam
pemberian kredit.

7
3. Pembinaan Dunia Pendidikan
Pola pikir para sarjana yang umumnya masih berorientasi untuk menjadi karyawanharus
diubah. Oleh karena itu peran lembaga pendidikan sebagai pusat inkubasi pembentukanmanusia
Indonesia seutuhnya, perlu ditata kembali. Struktur kurikulum kita yang cenderung menghasil
lulusan yang “siap pakai” bukan lulusan yang “siap menghasikan”.

2.5 Proses terciptanya Wirausaha

Kewirausahaan berkembang dan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi ini dipicu oleh
faktor pribadi, lingkungan, dan sosiologi. Faktor individu yang memicu kewirausahaan adalah
pencapaian locus of control, toleransi, pengambilan resiko, nilai-nilai pribad, pendidikan,
pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasan.

Model Proses Kewirausahaan

Pribadi Pribadi Sosiologi


Pribadi Organisasi
- locus of control - Pengambilan - Jaringan Kelompok
- Wirausahawan - Kelompok
- Toleransi Resiko - Orang Tua
- Pemimpin - Strategi
- Pengambilan - Ketidakpuasan - Keluarga
- Manajer - Struktur
Resiko - Pendidikan - Model Peranan
- Komitmen - Budaya
- Nilai-nilai pribadi - Usia
- Visi - Produk
- Pendidikan - Komitmen
- Pengalaman

Inovasi Kejadian Pemicu Implementasi Pertumbuhan

Lingkungan Lingkungan Lingkungan


- Peluang - Kompetisi - Pesaing
- Model Peranan - Sumber Daya - Pelanggan
- Aktivitas - Inkubator - Pemasok
- Kebijakan Pemerintah - Investor, Bankir

8
Sumber : William D. Bygrave. (1996). The Portable M B A Enterpreneurship.
Faktor pemicu yang berasal dari lingkungan ialah peluang, model peran, aktivitas,
pesaing, incubator, sumber daya, dan kebijakan Pemerintah. Sedangkan, faktor pemicu yang
berasal dari lingkungan sosial meliputi keluarga, orang tuan, dan jaringan kelompok. Seperti
halnya pada tahap perintisan kewirausahaan, maka pertumbuhan kewirausahaan sangat
tergantung pada kemampuan pribad, organisasi, dan lingkungan. Faktor lingkungan yang
mempegaruhi pertumbuhan kewirausahaan adalah pesaing, pelanggan, pemasok dan lembaga-
lembaga keuangan yang akan membantu pendanaan. Sedangkan faktor yang bersal dari pribadi
adalah komitmen, visi, kepemimpinan, dan kemampuan manajerial. Selanjutnya faktor yang
berasal dari organisasi adalah kelompok, struktur, budaya, dan strategi. Jadi kewirausahaan
diawali dengan inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi, sosiologi,
organisasi, dan lingkungan.

Seorang yang berhasil dalam berwirausaha adalah orang yang dapat menggabungkan
nilai-nilai, sfat-sifat utama (pola sikap) dan perilaku denggan bekal pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilan praktis (knowledge and practice). Jadi, pedoman-pedoman, pengharapan-
pengharapan dan nilai-nilai, baik yang berasal dari pribadi maupun kelompok berpengaruh dalam
membentuk perilaku kewirausahaan.

9
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

10
Daftar Pustaka

Tando, Naomy Marie. 2013. Kewirausahaan. Manado. In Media


Alma, Buchari. 2013. Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung. Alfabeta
Suryani. 2003. Kewirausahaan, Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta.
Salemba Empat

11

Anda mungkin juga menyukai