Anda di halaman 1dari 160

ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP

BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE


DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

(SKM)

OLEH :

Rika Apriyanti Hernawan

NIM: 1112101000039

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

i
Lembar Pengesahan

ii
iii
iv
Abstrak
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Desember 2016
Rika Apriyanti Hernawan, NIM: 1112101000039
ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET
DEATH RATE (NDR) DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING
(RSMTP)
xiii+77 halaman, 9 tabel, 3 bagan, 6 lampiran

ABSTRAK

Pencapaian indikator mutu pelayanan yang paling bermasalah di Rumah Sakit


Muhammadiyah Taman Puring adalah pencapaian indikator mutu NDR rawat inap.
Pencapaian NDR di RSMTP ini bermasalah karena selalu tidak sesuai dengan standar yang
ditentukan Depkes yang angkanya terus naik dari tahun 2013 sampai tahun 2015.
.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode pengumpulan
data berupa wawancara, daftar tilik, observasi dan telaah dokumen. Informan yang akan menjadi
narasumber dalam pengambilan data primer di RSMTP meliputi kepala instalasi rawat inap, 4
orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter harian rawat inap, dan
perawat yang ikut merawat pasien yang diambil secara purposive sampling.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016
terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. Jumlah 12 pasien
meninggal > 48 jam dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini mengartikan bahwa
terjadi 0,3% kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam
adalah 0,24%. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48
jam masih tinggi dan belum memenuhi standar. Kejadian ini disebabkan beberapa faktor yaitu
sumber daya manusia baik dari segi kuantitas dan kualitasnya yang masih kurang, SOP yang
belum lengkap dan pelaksanaannya belum maksimal, penatalaksanaan medis maupun
keperawatan yang belum maksimal serta evaluasi dari penatalaksanaan medis maupun
keperawatan belum dilaksanakan.

Kata Kunci: Mutu, Net Death Rate, Rawat inap, Rumah Sakit
Daftar Bacaan: 70 (1990-2016)

v
Abstract
FACULTY OF MEDICINE AND PUBLIC HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HEALTH SERVICE MANAGEMENT SPECIALISATION
Thesis, December 2016
Rika Apriyanti Hernawan, NIM: 1112101000039
ANALYSIS QUALITY OF INPATIENT SERVICE UNDER THE OCCURRENCE OF
NET DEATH RATE (NDR) IN MUHAMMADIYAH TAMAN PURING HOSPITAL
xiii+ 77 pages, 9 tables, 3 charts, 6 attachments

ABSTRACT
The most problem of quality indicators achievment in Muhammadiyah Taman Puring
Hospital is quality indicators achievment of NDR‟s hospitalization service. This problematic
came from the prescribed standards in Ministry of Health, the grade standard were always
rised from 2013 until 2015.

This study were qualitative reaserch that using data collecting such as interviewed,
checklisted, observationed and studied of the document. The narasumber of primary data in
RSMTP was impatient heads and four head of ward, doctors who treated the patient, the
doctor-patient daily, the nurse who took care for patients with purposive sampling.
The result of this study showed that from January to June 2016 there were 20 patients
with 12 cases NDR medical records were found. A total of 12 patients who died> 48 hours
from a total of 40 patients who died during the six months of this means as much as 0.3%
incidence NDR, while the standards of the Department of Health (2008) for the death of> 48
hours was 0.24%. This meant that at Muhammadiyah Hospital mortality rate of> 48 hours is
still high and had not met the standards due to several factors that can be seen from human
sources such as quantity and quality were still lacking, SOP was not completed and
implementation was not maximized, medical management and nursing was not maximized
and the evaluation of medical management and nursing had not been implemented.
Keywords: Quality, Net Death Rate, Inpatient, Hospital
Reading List: 70 (1990-2016)

vi
Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji, syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunianya penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT

INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE DI RUMAH SAKIT

MUHAMMADIYAH TAMAN PURING”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada jurusan kesehatan masyarakat fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat walafiat dan kelancaran sehingga

penulis dapat menjalankan magang dan membuat laporan dengan lancar.

2. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan

dukungan dan semangat

3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. dr. Nahari, SPA selaku direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring.

6. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D sebagai pembimbing I dan ibu Yuli Amran, SKM,

MKM sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan

meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik.

vii
7. Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM, Baequni, Ph.D. dan Yuyun Umniyatun

SKM, MARS sebagai penguji skripsi yang telah memberi saran dan kritik yang

sangat membangun bagi penulis.

8. Seluruh dosen program studi kesehatan masyarakat yang telah mengajarkan banyak

hal kepada penulis.

9. Nurzia Ulhaq, Ayu Savitri, Juwita, Ayu Sajida, Mariatul, Yulia, Laily, Syifa,

Riskah, Evi Luthfiyah selaku sahabat-sahabat satu perjuangan yang senantiasa

selalu saling memberi semangat dan dukungan.

10. Annisa Widia, Tiara Kurnia, Intan Purnamasari, Winda Aisyah, Amy Noerul, Reni

Purnamasari, Lusiana selaku sahabat-sahabat tercinta yang senantiasana selalu

memberikan semangat dan dukungan.

11. Rekan-rekan MPK 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk

dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Berbagai pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan berbagai

keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi

kesempurnaan proposal skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya, penulis menyampaikan

terima kasih.

Jakarta, September 2016

Penulis

viii
Daftar Isi

Daftar Isi
Pernyataan Persetujuan ............................................................ Error! Bookmark not defined.
Lembar Pengesahan ...................................................................................................................ii
Lembar Pernyataan .................................................................. Error! Bookmark not defined.
Abstrak ...................................................................................................................................... iv
Abstract ..................................................................................................................................... vi
Kata Pengantar .........................................................................................................................vii
Daftar Isi ................................................................................................................................... ix
Daftar Tabel .............................................................................................................................. xi
Daftar Bagan ............................................................................................................................xii
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................................... 7
1.4 Tujuan ............................................................................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................................................... 8
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................................................... 8
1.5 Manfaat .......................................................................................................................... 9
1.5.1 Bagi Rumah Sakit ................................................................................................ 9
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................................ 9
1.5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................................. 9
1.6 Ruang Lingkup............................................................................................................. 10
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 11
2.1 Rumah Sakit ................................................................................................................. 11
2.2 Instalasi Rawat Inap ..................................................................................................... 12
2.2.1 Definisi Instalasi Rawat Inap ............................................................................. 12
2.2.2 Tenaga Medis dan Paramedis ............................................................................ 12
2.2.3 Penatalaksanaan Medis dan Paramedis .............. Error! Bookmark not defined.
2.2.4 Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws) ........................................ 13
2.2.5 Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan ................................. 17
2.2.6 Standar Pelayanan Rawat Inap........................................................................... 20
2.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit ...................................................................................... 25
2.3.1 Pengertian .......................................................................................................... 25

ix
2.3.2 Manajemen Mutu Klinis .................................................................................... 30
2.3.3 Pengukuran dan Peningkatan Mutu ................................................................... 32
2.3.4 Mutu Pelayanan Rawat Inap .............................................................................. 39
2.4 Net Death Rate (NDR) ................................................................................................. 40
2.5 Kerangka Teori ............................................................................................................ 45
Bab III Kerangka konsep ......................................................................................................... 47
3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 47
3.2 Definisi Istilah .............................................................................................................. 48
Bab IV Metode Penelitian ........................................................................................................ 50
4.1 Jenis Penelitian............................................................................................................. 51
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 51
4.3 Informan Penelitian ...................................................................................................... 51
4.4 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................................... 53
4.5 Sumber Data................................................................................................................. 53
4.6 Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 54
4.7 Metode Pengolahan Data ............................................................................................. 55
4.8 Teknik Analisa Data .................................................................................................... 57
4.9 Penyajian Data ............................................................................................................. 59
4.10 Triangulasi Data ........................................................................................................... 59
Bab V Hasil Penelitian ............................................................................................................ 60
5.1 Distribusi Analisis Penyebab Kematian Berdasarkan Resume Audit.......................... 60
5.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................... 63
5.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia
(SDM) ................................................................................................................ 63
5.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP ................................. 71
5.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan................ 77
5.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ....................................... 80
5.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................................................... 84
5.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis

x
dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death
Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring. 84
Bab VI Pembahasan ................................................................................................................. 87
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 87
6.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................... 87
6.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia
(SDM) ................................................................................................................ 88
6.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP ................................. 94
6.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan................ 98
6.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ..................................... 101
6.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ....................................................... 105
6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death
Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman
Puring…106
Bab VII Simpulan dan Saran ................................................................................................. 110
7.1 Simpulan .................................................................................................................... 110
7.2 Saran .......................................................................................................................... 112
Daftar pustaka ........................................................................................................................ 114
Lampiran ................................................................................................................................ 121

Daftar Tabel

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap ........................................................ 25


Tabel 4.1 Kode Informan dan Kode RM ...................................................................................... 53
Tabel 5.1 Analisis Penyebab Kematian > 48 Jam Menurut Resum Audit Tahun 2016 di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ............................................................. 62
Tabel 5.2 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 .............................................................. 64
Tabel 5.3 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 .............................................................. 66
Tabel 5.4 Rekapitulasi Tenaga Medis dan Paramedis yang mengikuti pelatihan di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 ..................................................... 68
Tabel 5.5 Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian pasien > 48 Menurut Masukan/Input
Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun
2016............................................................................................................................. 70
Tabel 5.6 Rekapitulasi Kelengkapan SOP Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring Tahun 2016......................................................................................... 72
Tabel 5.7 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 jam Menurut
Masukan/Input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 ... 75
Tabel 5.8 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Menurut Masukan/Input Fasilitas Alat kesehatan.... 79
Tabel 5.9 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam Menurut Proses
Penatalaksanaan medis dan paramedic di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring tahun 2016 ....................................................................................................... 82

Daftar Bagan
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ............................................................................................................ 46
Bagan 3.1 Kerangka Konsep......................................................................................................... 48
Bagan 3.2 Definisi Istilah ............................................................................................................. 48

xii
BAB I

PENDAHULUAN

Bab I pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat, ini berarti

permintaan pelayanan kesehatan akan bertambah banyak, tetapi rumah sakit sebagai bagian

dari sarana pelayanan kesehatan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam hal ini

faktor mutu dan efisiensi pelayanan yang kurang memadai juga merupakan penyebab belum

dimanfaatkannya rumah sakit (Syafharini, 2012).

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia baik yang diselenggarakan

pemerintah pusat maupun daerah harus memperhatikan mutu/kualitas pelayanan. Beberapa

hal yang menjadi alasan diatas, pertama, mutu pelayanan kesehatan merupakan hak

masyarakat/warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Kedua, mutu pelayanan

kesehatan dapat menjadi jaminan bagi pelanggan/masyarakat untuk mencapai hasil berupa

optimalisasi derajat kesehatan masyarakat (Leebov, 1991). Hal ini sejalan dengan Undang–

Undang Nomor 8 Tahun 2000 Perlindungan terhadap konsumen dan Undang–Undang

Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Menurut Donabedian (1982), pengertian mutu pelayanan kesehatan dengan

pendekatan secara komprehensif mencakup Structure/Input, Process dan Output.

Strukture/input adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil yang dimiliki oleh penyedia

fasilitas pelayanan kesehatan. Komponen Struktur/input meliputi perlengkapan, sumber daya

1
dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja. Komponen Proses pada

dasarnya adalah berbagai aktifitas yang merupakan interaksi antara penyedia fasilitas

pelayanan kesehatan (misal dokter) dengan pasien yang menerima pelayanan kesehatan.

Komponen Output/keluaran merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status kesehatan

yang didapat oleh pasien setelah terakses dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan

yang meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan pasien.

Menurut Pohan (2003), penilaian mutu pelayanan kesehatan dilakukan dengan

membandingkan pencapaian terhadap Standar Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan.

Pengukuran mutu bisa dilakukan salah satunya dengan mengukur kinerja rumah sakit yang

dapat diketahui melalui beberapa indikator, yaitu : BOR (Bed Occupation Rate), AvLOS

(Averate Length Of Stay), BTO (Bed Turn Over), TOI (Turn Over Internal), NDR (Net Death

Rate), GDR (Gross Death Rate), dan Rerata kunjungan klinik per hari (Syafharini, 2012).

Indikator-indikator mutu yang digunakan dalam statistik rumah sakit seperti BOR,

LOS, TOI dan BTO berfungsi untuk memantau kegiatan yang ada di unit rawat inap dengan

cara menilai dan mengevaluasi kegiatan yang ada di unit rawat inap untuk perencanaan

maupun laporan pada instansi vertikal. Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai

cakupan pelayanan unit rawat inap adalah BOR dan BTO, sedangkan indikator yang

digunakan untuk menilai mutu pelayanan unit rawat inap adalah GDR dan NDR, dan

indikator yang di gunakan untuk menilai efisiensi pelayanan unit rekam medis adalah LOS

dan TOI (Depkes, 2008).

Kematian adalah salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan yang penting. World

Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari tahun 2005-2010 diperkirakan terdapat

850 kematian per 100.000 penduduk yang terjadi setiap tahunnya (WHO, 2010). Di Inggris

2
dan Wales pada tahun 2005 lebih kurang 73% dari total kematian terjadi di fasilitas

pelayanan kesehatan rumah sakit. Tingginya angka kematian di rumah sakit merupakan

pertanda kemungkinan adanya masalah mutu pelayanan yang memerlukan tindakan

perbaikan, dan kurang lebih 22,7% kematian yang terjadi di rumah sakit sebenarnya dapat

dihindarkan dengan perawatan yang optimal (Hayward, 2001).

NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat untuk tiap –

tiap 1000 penderita keluar baik hidup maupun mati. NDR merupakan indikator mutu

pelayanan yang penting karena berhubungan dengan kemampuan rumah sakit dalam

menyelamatkan jiwa pasien yang ditanganinya. Jika NDR pada sebuah rumah sakit

cenderung meningkat, maka kemungkinan terjadi penurunan performance dalam rumah sakit

tersebut (Depkes, 2008). Selain itu NDR yang tinggi pada suatu rumah sakit dapat

menggambarkan mutu yang kurang di suatu rumah sakit. Mutu yang kurang ini, dapat

disebabkan oleh faktor input rumah sakit, pasien dan lingkungan (Rahmawaty, 2013).

Standar ideal yang ditetapkan Depkes (2008) dalam Standar Pelayanan Minimal

(SPM) untuk kematian > 48 jam / NDR di rumah sakit khusus rawat inap adalah 0,24%.

Indikator NDR ini lebih bermakna di dalam penilaian mutu pelayanan rumah sakit, karena

jika dibandingkan dengan yang meninggal > 48 setelah dirawat, lebih memberikan

gambaran upaya rumah sakit di dalam menyelamatkan jiwa pasien. Sedangkan pasien

yang meninggal < 48 jam setelah dirawat, sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang

diderita pasien pada waktu masuk rumah sakit. Oleh karena itu untuk menilai mutu

pelayanan di rumah sakit, indikator angka kematian yang dipakai adalah angka kematian

> 48 jam setelah dirawat (NDR) (Depkes RI, 2003).

3
Penelitian Syafharini (2012) mengenai analisis mutu sistem pelayanan rumah sakit

menyebutkan bahwa bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya Net Death Rate (NDR)

antara lain adanya beberapa kesenjangan yang timbul yang mengakibatkan kegagalan

penyampaian jasa yang bermutu. Hal ini ditunjukkan dengan proses supervisi dan evaluasi

tidak berjalan secara benar, kerja sama tim kurang terpadu, sehingga keadaan tim

menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan.

Penelitian Nurfany (2009) mengenai analisis mutu rumah sakit di RSUD Bangil

Pasuruan menyatakan bahwa gambaran sesungguhya tentang mutu pelayanan rumah sakit

dapat dilihat melalui angka kejadian Net Death Rate (NDR). Meningkatnya Nilai NDR pada

sebuah rumah sakit merupakan sebuah indikasi telah terjadi penurunan kinerja yang

berakibat menurunnya kualitas atau mutu pelayanan di rumah sakit tersebut. Selama tiga

tahun terakhir dari tahun 2006-2008 di RSUD Bangil ini memiliki rata-rata NDR sebesar

52/‰ jauh dari standar Depkes (2008) yaitu 25/‰. Faktor – faktor yang mempunyai

pengaruh terhadap kejadian NDR adalah tingkat pendidikan pasien, jenis penyakit dan

ketepatan diagnosis.

Dalam penelitian Prastiwi (2010) disebutkan bahwa berdasarkan Indikator Mutu

Pelayanan dan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, menunjukkan Angka Kematian

pasien > 48 jam RSUD Kota Bekasi masih belum memenuhi standar. Faktor yang

mempengaruhi NDR di rumah sakit ini adalah faktor SDM, SOP, fasilitas dan

penatalaksanaan medis.

Menurut Rasmanto, Koentjoro, Djasri (2005) pada penelitian Evaluasi Mutu

Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi

Jambi menyebutkan penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil

4
dari audit dan review terjadi dalam area (urutan sesuai urutan penyebab penyimpangan

kematian terbanyak) administrasi/manajemen, anggota SMF/individual, unit pelayanan rawat

inap, dan pelayanan klinik khusus.

Setelah melihat pemaparan dari permasalahan mutu pelayanan kesehatan yang disini

difokuskan pada angka kematian, maka penulis memilih Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring sebagai tempat penelitian untuk melihat mutu pelayanan kesehatan khususnya

dari segi angka kematian. Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (RSMTP) merupakan

usaha kesehatan swasta yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Salah satu upaya

penyembuhan pasien di rumah sakit ini adalah melalui pengobatan dan perawatan yang

dilaksanakan dalam ruang rawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu diketahuinya mutu

pelayanan rawat inap di rumah sakit ini menjadi penting. Mutu RSMTP secara garis besar

jika dilihat dari data kinerja rumah sakit masih belum maksimal karena masih banyak

indikator mutu yang belum mencapai standar yang telah ditentukan.

Salah satu indikator mutu RSMTP yang belum mencapai standar adalah tingginya

angka pencapaian kematian > 48 jam/NDR rawat inap rumah sakit dari tahun 2013 sampai

tahun 2015. Setelah dilakukan studi pendahuluan di RSMTP didapatkan data NDR rumah

sakit sebesar 0,38% pada tahun 2013; 0,37% pada tahun 2014; 1,52% pada tahun 2015

sedangkan standar NDR untuk rawat inap dari Depkes (2008) dalam SPM adalah 0,24 %.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak RSMTP diketahui bahwa penyebab

tingginya NDR rawat inap pada beberapa tahun terakhir ini bisa dilihat dari sumber daya

manusianya baik dari segi perawat yang kurang memadai jumlahnya maupun dari segi

kualitas sumber daya manusia sendiri yang belum terjamin karena dalam mejalankan

tugasnya sendiri pemantauan SOP jarang dilakukan sehingga masih sering terjadi masalah.

5
Selain itu permasalahan dari sumber daya manusia ini juga terjadi karena belum semua

sumber daya manusia yang terlibat sering mengikuti pelatihan yang terstandar.

Dalam hal proses pelayanan bisa diketahui bahwa permasalahan yang terjadi

diantaranya adalah kurangnya pemantauan Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai

penatalaksanaan medis dan keperawatan sehingga masih sering terjadi masalah dalam

penatalaksanaan medis dan keperawatan tersebut. Permasalahan yang terjadi seperti masalah

dalam respon time yang dilihat dari segi ketepatan dan kecepatan diagnosis, serta ketepatan

dan kecepatan tindakan.

Permasalahan ketepatan diagnosis karena di rumah sakit ini karena pernah

sebelumnya beberapa kali terjadi kesalahan dalam mendiagnosis gejala dan penyakit pasien,

kecepatan diganosis karena di rumah sakit ini juga pernah terjadi keterlambatan diagnosis

karena tidak berfungsinya suatu alat yang menyebabkan pasien meninggal. Permasalahan

ketepatan tindakan karena di rumah sakit ini pernah terjadi kegagalan dalam pengawasan

pemberian cairan kepada pasien dan juga salah dalam membaca dignosa yang menyebabkan

tindakan yang diambil juga salah serta kecepatan tindakan karena pernah terjadi

keterlambatan tindakan dalam memberikan suatu cairan kepada pasien sehingga terjadi

komplikasi yang menyebabkan pasien meninggal.

Dengan melihat angka pencapaian NDR yang bervariasi dengan tidak menunjukkan

kecenderungan menurun dari tahun ke tahun bahkan selalu tidak sesuai standar menurut

Depkes, maka dirasa perlu untuk menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan

kejadian NDR di RSMTP.

6
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring

ditemukan bahwa dari semua pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit yang paling

bermasalah adalah pada pencapaian indikator mutu NDR rawat inap. Pencapaian NDR di

RSMTP ini bermasalah karena selalu tidak sesuai dengan standar yang ditentukan Depkes

yang terus naik dari tahun 2013 sampai tahun 2015, dari hasil wawancara diketahui bahwa

tingginya NDR di RSMTP ini disebabkan beberapa faktor yaitu sumber daya manusia, SOP,

penatalaksanaan medis dan keperawatan. Berdasarkan hal-hal ini maka permasalahan

kematian pasien > 48 jam menjadi penting untuk diteliti karena dapat menggambarkan

bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan bagaimana tenaga profesional melaksanakan

standar dan prosedur-prosedur pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi

kepada pasien (Rahmawaty, 2013). Oleh karena itu, dengan tingginya angka NDR di rumah

sakit menunjukan adanya masalah dalam pemenuhan jasa layanan yang menyebabkan

terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan. Keadaan ini tidak bisa

dibiarkan karena sangat berpengaruh terhadap perfomance rumah sakit oleh karena itu

peneliti ingin mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR

di RSMTP.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi analisis penyebab kematian berdasarkan kejadian Net Death Rate

(NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ?

2. Bagaimana mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi

rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ?

7
3. Bagaimana mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan

penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring?

4. Bagaimana output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring?

5. Bagaimana keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis

dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death

Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate

(NDR) di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya distribusi analisis penyebab kematian berdasarkan kejadian Net

Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah

Taman Puring

2. Diketahuinya mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya

Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death

Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman

Puring

8
3. Diketahuinya mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis

dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di

instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

4. Diketahuinya output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi

rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

5. Diketahuinya keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia

(SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan

(penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output

pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Muhamammadiyah Taman Puring.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi para perumus kebijakan kesehatan

khususnya manajemen Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan

dosen mengenai analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR

tinggi di rumah sakit.

1.5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan

oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan

9
analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi di rumah

sakit.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif yang bertujuan menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan

kejadian Net Death Rate (NDR) di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring pada

tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan manajemen pelayanan

kesehatan program studi kesehatan masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan pada bulan Juli 2016 sampai September 2016. Data yang dibutuhkan pada

penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data primer

melalui wawancara mendalam, daftar tilik serta observasi sedangkan pengumpulan data

sekunder melalui telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala

instalasi rawat inap dan 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien,

dokter harian rawat inap, perawat yang ikut merawat pasien.

10
2 Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik yang dilaksanakan selama 24 jam

melalui upaya kesehatan perorangan. Rumah Sakit mempunyai program peningkatan

mutu yang bisa dilakukan evaluasinya secara internal dan eksternal guna melakukan

evaluasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kepada pasien. Program

evaluasi peningkatan mutu internal dapat dilakukan dengan metode misalnya berbasis

review dokumen rekam medis, audit medis, patient safety, observasi kinerja klinis atau

survey terhadap pelanggan internal dan Program evaluasi peningkatan mutu eksternal

dapat dilakukan antara lain melalui Akreditasi, ISO. Departemen Kesehatan mewajibkan

Rumah Sakit kelas C terakreditasi lima Pelayanan, Rumah Sakit kelas B diwajibkan

terakreditasi dua belas sampai enam belas pelayanan dan untuk RS kelas A diwajibkan

terakreditasi untuk enam belas pelayanan (Depkes RI, 2007).

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang paling kompleks dengan produksi

(output) yang sangat beragam, padat karya, padat ilmu, padat modal dan padat tehnologi

(highly technology) Di sisi lain rumah sakit dituntut harus memberikan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat dengan tehnologi yang tepat guna. Untuk menghadapi

tantangan tersebut, pengelolaan rumah sakit hendaknya dilakukan secara profesional

dengan memperhatikan kualitas pemberian pelayanan yang memadai dan selalu

mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi (Depkes RI, 2007).

11
2.2 Instalasi Rawat Inap

2.2.1 Definisi Instalasi Rawat Inap

Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan

fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat inap

adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yng merupakan

gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah

pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya (Jati, 2009).

2.2.2 Tenaga Medis dan Paramedis

Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan

kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan

medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik

berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan

kepada pasien dan rumah sakit.

Global Health Workforce Alliance (2011) menyebutkan bahwa terpenuhinya

jumlah tenaga kerja ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci

utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan

memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Selain

itu terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting untuk keberhasilan

suatu rumah sakit, seperti yang dikemukakan oleh Ilyas (2004) yang menyatakan bahwa

salah satu upaya penting yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk menjawab

tantangan globalisasi adalah dengan merencanakan kebutuhan sumber daya manusia yang

dimilikinya secara tepat jumlah dan sesuai dengan fungsi pelayanan.

12
Depkes (2003) menyatakan bahwa jumlah tenaga paramedis yang harus mendapat

pelatihan khusus minimal seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG,

pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan 90% dari keseluruhan jumlah

paramedis yang bertugas. Notoadmodjo (1998) menyatakan bahwa pentingnya

pendidikan dan pelatihan bagi karyawan karena dengan meningkatnya kemampuan atau

keterampilan para karyawan, meningkatkan produktivitas kerja para karyawan.

Produktivitas kerja para karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan

memperoleh keuntungan.

Dalam penelitian Siagian (1996) disebutkan bahwa pelatihan SDM dapat

meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi

dan membantu terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor – faktor motivasional

sehingga pegawai lebih paham akan tugasnya dn lebih termotivasi. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian Fitri (2009) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara

pelatihan dan kompetensi perawat dirumah sakit.

2.2.3 Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws)

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan

melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit

yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan

dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan

internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi

antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien,

dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan

rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak

13
akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan

kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan.

Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit, Standar

Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman,

Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah sakit (HBL) antara rumah

sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung

pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah

sakit tersebut.

Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan

peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah

dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan

Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan

tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah

berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata

kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP

adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja

instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance (Atmoko, 2010).

Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja

yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana

tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku;

menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata

14
urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode

yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan

hubungan timbal balik antar Satuan Kerja (Atmoko, 2010).

Secara umum, SOP merupakan gambaran langkah-langkah kerja (sistem,

mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk

mencapai tujuan instansi pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat

tentang proses dan prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisisen berdasarkan

suatu standar yang sudah baku. Pengembangan instrumen manajemen tersebut

dimaksudkan untuk memastikan bahwa proses pelayanan di seluruh unit kerja

pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

(Atmoko, 2010).

Monitoring adalah kegiatan untuk mengikuti suatu program dan pelaksanaanya

secara mantap, teratur dan terus menerus dengan cara mendengar, melihat dan mengamati

dan mencatat keadaan serta perkembangan program tersebut (Sigit, 2000).

Monitoring melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau

diharapkan dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring

meliputi kegiatan pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari

pelaksanaan program atau kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan

tindakan koreksi. Monitoring Pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring.

Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses pelaksanaan

kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring akan

memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah terjadi

15
adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang tidak tepat

atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil monitoring dipakai

sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada tracknya

sampai pada tindakan koreksi dan/ atau penyesuaian.Pengertian inilah yang dilmaksud

sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan atau bahkan

sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian adalah

sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga disebut sebagai on-going evaluation atau

former evaluation (Rahmah, 2008).

Pengawasan adalah aktivitas yang biasa dilakukan untuk memastikan bahwa suatu

proses pekerjaan dilakukan sesuai dengan yang seharusnya (Sigit, 2000).

Kemenkes RI juga disebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan itu meliputi

kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang

dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk

tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Pohan,

2009).

Dari beberapa pernyataan diatas dapat diketahui bahwa komite mutu sangat

diperlukan untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit sehingga bisa menjaga mutu

yang sudah bagus dan meningkatkan yang masih kurang.Evaluasi mutu juga sangat

penting untuk dilaksanakan baik secara programatau kegitan dan kinerja karena evaluasi

sendiri merupakan suatu penilaian sedangkan evaluasi program, merupakan suatu istilah

16
dalam manajemen yang cukup populer pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah

suatu hal yang baru. (Thoha, 2001).

Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses

manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan

karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau

kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Thoha, 2001).

Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau

pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui

sejauh mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai

atau belum (Thoha, 2001).

Menurut Syafharini (2012) tidak berjalannya program komite mutu dalam

meningkatkan kualitas pelayanan, merupakan kesalahan manusia (human error) yang

disebabkan oleh :

a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para

karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat dari program

tersebut.

b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang

tidak melakukan program tersebut.

2.2.4 Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan

Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang untuk

melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari tipe rumah

17
sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan, bagian farmasi

bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat. Persediaan obat harus cukup,

penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, dan sebagainya (Syafharini,

2012).

UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan

bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan

mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan

layak pakai. Kemudian ayat 6 mengamanahkan bahwa pemeliharaan peralatan harus

didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Pentingnya

kelengkapan alat kesehatan ini disebutkan juga dalam Depkes (2008) yang menyatakan

bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting

dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan Kesehatan

yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi

lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik.

Pentingnya penyediaan sarana prasarana yang lengkap disebutkan dalam Rahmah

(2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui

pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya melalui upaya penyediaan alat

kesehatan yang baik, aman, cukup jumlah dan layak pakai. Agar peralatan kesehatan

selalu dalam kondisi baik, aman dan layak pakai, diperlukan pemeliharaan preventif

meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi.

Selain penyediaan sarana prasarana pemeliharaanya juga penting. Pemeliharaan

sarana dan prasarana bisa dilihat salah satunya dari kecepatan waktu, dimana kecepatan

18
waktu yang dimaksud adalah waktu yang dibutuhkan dimulai dari laporan alat rusak

diterima sampai dengan petugas pemeriksaan menanggapi. Standar Depkes menentukan

bahwa dalam 15 menit kerusakan sudah harus ditanggapi oleh petugas untuk perbaikan

(Depkes, 2008).

Pemeliharaan peralatan kesehatan adalah suatu upaya yang dilakukan agar

peralatan kesehatan selalu dalam kondisi laik pakai. Dapat difungsikan dengan baik dan

menjamin usia pakai lebih lama. Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan terdapat

berbagai kriteria dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan (Syafharini,

2012).

Menurut ISO 9001 dalam Sigit (2001) bahwa Untuk mengendalikan keakuratan

dan kesesuaian hasil dari peralatan medik manajemen rumah sakit secara

berkesinambungan harus melakukan pemeliharaan dan pemantauan fungsi alat secara

seksama. Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan

penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan

Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam

kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik (Depkes, 2008).

Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai

penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar

ukur yang mamputelusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau

internasional (Rantau, 2014). Dalam Undang-undang No. 44 tahun 2009 pasal 16 ayat 2

disebutkan bahwa peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai

19
Pengujian Fasilitas Kesehatan dan / atau institusi pengujian fasilitas Fasilitas Kesehatan

dan / atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.

2.2.5 Penatalaksanaan Medis dan Paramedis

Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis

manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen kontinuitas,

koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal:

a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.

Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan

rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan

pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di

mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial

dalam menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga

pelayanannya menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui

proses keperawatan.

Standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia

(2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik

terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan

pasien selanjutnya. Selain itu standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil

Kedokteran Indonesia (2013) juga menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan

20
fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan

tanda shock dengan baik.

Penelitian Mulyatiningsih (2013) menyatakan adanya hubungan kemampuan

medis dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan,

pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien sehingga

menjadi penting untuk diperhatikan dan diperbaiki. Penelitian Sri (2013) menyatakan

bahwa ada hubungan positif antara kesalahan diagnosis dengan kenyamanan dan

keselamatan pasien.

Penatalaksanaan medis dan paramedic yang tidak baik salah satunya akan

menyebabkan infeksi nosocomial oleh karena itu rumah sakit harus melakukan

pengendalian infeksi nosokomial (INOK). Menurut Depkes INOK adalah infeksi yang

terjadi atau didapat di rumah sakit apabila:

1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa

inkubasi suatu infeksi.

2. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit

3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang

berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau

mikroorganisme penyebab sama tetapi pada lokasi yang berbeda.

Batasan dalam menegakkan diagnosa INOK selain yang ditetapkan Depkes juga

oleh SENIC (Study on the Efficacy of Nosocomial Infection Control) sebagaimana

disampaikan CDC (2003) yaitu ada dua jenis INOK :

21
1. Endogenous infection, self–infection, atau auto–infection yaitu agen penyebab

infeksi sudah ada pada pasien pada saat masuk ke rumah sakit, tetapi tidak ada

tanda infeksi, dan infeksi kemudian berkembang selama tinggal di rumah

sakit.

2. Cross–contamination followed by cross–infection yaitu selama tinggal di

rumah sakit pasien mengalami kontak dengan agen baru infeksi yang

menyebabkan terjadinya kontaminasi dan berkembang menjadi infeksi.

Dengan kata lain INOK adalah infeksi yang tidak diderita atau tidak tampak pada

saat seorang pasien masuk ke rumah sakit tetapi didapatkan pasien setelah masuk/

dirawat di rumah sakit. INOK tidak saja terjadi pada penderita tetapi juga pada orang

yang kontak dengan rumah sakit termasuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengunjung,

pekerja, pedagang dan lainnya.

CDC (2002) yang memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation

Precautions) untuk mengendalikan INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan

melakukan standard precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal

precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk semua daerah lembab pada pasien

termasuk ekskresi dan sekresi. Langkah – langkah ini merupakan kombinasi dari BSI dan

universal precautions. Kemudian komponen kedua adalah melakukan transmission–

based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang

dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau

kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis.

22
Depkes (2007) juga menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang

yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau

tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution

sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan

tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko

penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan,

pasien atau pengunjung.

Langkah Standar precaution meliputi :

1. Cuci tangan dilakukan bila : Tangan terlihat kotor, sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien atau kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, menggunakan

sabun dengan air mengalir atau menggunakan antiseptic berbahan dasar alkohol

(alcohol based hand rub) sesuai dengan prosedur cuci tangan

2. Kebersihan perorangan dan pakaian: Semua petugas kesehatan wajib menjaga

kesehatan dan kebersihannya masing – masing, kuku harus bersih dan dipotong

pendek, tidak diperbolehkan menggunakan kuku palsu, rambut harus dicukur pendek

atau diikat rapih, kumis dan cambang harus dicukur rapih, semua petugas kesehatan

harus menggunakan seragam kerja yang bersih dan menggunakan seragam khusus

bagi petugas di ICU, Laboratorium dan unit luka bakar, tutup kepala wajib digunakan

oleh petugas di ICU, OK atau bila melakukan tindakan invasive

3. Pemakaian Alat Pelindung Diri (ADP):

a. Sarung tangan dipakai setiap kali kontak dengan pasien, darah atau cairan tubuh

lainnya, cukup satu pasang dan tidak perlu steril kecuali bila melakukan tindakan

23
pembedahan, diganti untuk setiap pasien, bila terlihat kotor atau robek, buang pada

tempat yang telah disediakan.

b. Masker digunakan untuk melindungi mulut dan hidung jenis masker disesuaikan

dengan peruntukannya.

c. Pelindung Mata digunakan untuk melindungi mulut dan sekitarnya sehingga harus

menutupi daerah mata dan sekitarnya, kacamata perorangan tidak dapat digunakan

sebagai pelindung mata.

d. Jubah atau apron. Jubah bersih digunakan setiap hari untuk tindakan invasif atau

pembedahan, jubah dibuat dari bahan katun yang nyaman dipakai, apron terbuat dari

bahan yang tahan terhadap cairan.

4. Pencegahan luka tusukan (needle stick injury): Gunakan jarum dan siring sekali

pakai, jangan melakukan tindakan menutup jarum kembali (recapping), buang jarum

dan benda tajam lainnya pada tempat yang tahan tusukan.

2.2.6 Standar Pelayanan Rawat Inap

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang

jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh

setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur

pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Disusunnya SPM

diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah

sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam

melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan. Pelaksanaan

pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan medis dan penunjang klinis

meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana. Dengan pelayanan rekam medis dan

pemeliharaan sarana yang baik, pasien di rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam
24
proses penyembuhannya. Adapun SPM untuk jenis layanan rawat inap berdasarkan ketentuan

Depkes adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap

Jenis Layanan Indikator Standar


Rawat Inap Pemberi Pelayanan a. Dokter spesialis
b. Perawat min
pendidikan D3
Dokter penanggung jawab pasien 100%
Ketersediaan pelayanan dasar Anak, Penyakit dalam,
kebidanan, bedah
Jam visite dokter spesialis 08.00-14.00 setiap hari
kerja
Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5%
Kejadian infeksi nosocomial ≤ 1,5%
Tidak ada pasien jatuh yang berakibat 100%
cacat/meninggal
Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24%
Kejadian pulang paksa/atas permintaan ≤ 5%
sendiri (PAPS)
Kepuasan pelanggan ≥ 90%
Rawat inap pasien TBC a. ≥ 60%
a. Penegakan diagnosis TB melalui b. ≥ 60%
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksana kegiatan pencatatan
dan pelaporan TB di RS

2.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian

Berbagai definisi mutu banyak dikemukakan para pakar, agak berbeda beda

namun saling melengkapi yang menambah pengertian dan wawasan tentang mutu.

Menurut Gaspersz (2003) definisi mutu atau kualitas bervariasi dari definisi konvensional

25
sampai definisi strategik. Definisi konvensional menggambarkan karakteristik langsung

dari suatu produk seperti performans (performance), keandalan (reability), mudah dalam

penggunaannya (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Definisi strategik

menyatakan mutu atau kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan

atau kebutuhan pelanggan. Berdasarkan konsep definisi mutu baik konvensional maupun

strategik, pada dasarnya mengacu pada pengertian pokok. Berdasarkan pengertian dasar

mutu di atas, terlihat bahwa mutu atau kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer

focused quality).

Menurut Crosby (1979), ada empat hal yang mutlak (absolut) menjadi bagian

integral dari menajemen mutu, yaitu bahwa :

1. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of

Quality is conformance to requirements).

2. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention).

3. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero

Defect).

4. Ukuran mutu adalah harga ketidak sesuaian (The measurement of quality is

the price of nonconformance).

Menurut Nasution (2004), mutu dalam jasa kuncinya adalah pihak penyelenggara

jasa memenuhi harapan atau bahkan melebihi harapan pelanggan akan mutu pelayanan

jasa yang diberikan. Keberhasilan mempertahankan pelanggan mungkin adalah ukuran

terbaik untuk mutu dan kemampuan perusahaan jasa. Sasaran mutu suatu perusahaan

manufaktur mungkin berbunyi tanpa cacat (zero defect), sedangkan untuk penyedia jasa

adalah tidak ada pelanggan yang lari (zero customer defections).

26
Seperti yang dikatakan oleh Chief Executive American Express "Janjikan hanya

apa yang dapat anda berikan dan berikan lebih dari yang anda janjikan" (Nasution, 2004).

Oleh karena itu menurut Kotler (1990) pihak penyelenggara sebaiknya tidak hanya

menyediakan pelayanan jasa yang lebih baik setiap kali, tetapi juga perbaikan terhadap

pelayanan yang tidak sesuai harapan pelanggan. Mutu pelayanan kesehatan rumah sakit

bisa diartikan kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat/konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan

profesi, standar menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara

wajar, efisien, efektif serta aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio

budaya.

Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu pelayanan kesehatan

karena mutu itu sangat melekat dengan faktor-faktor subyektivitas yang berkepentingan,

yaitu: pasien, pemberi pelayanan kesehatan, penyandang dana, masyarakat ataupun

pemilik sarana kesehatan. Penyedia jasa perlu mengenali dan menggali harapan

pelanggan yang menyangkut mutu jasa, karena mutu jasa selalu bervariasi tergantung

interaksi antara karyawan dan pelanggan (Pohan, 2003).

Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit adalah kegiatan yang

menyeluruh, komprehensif, integratif, sistematik, berkelanjutan dalam bentuk struktur,

proses dan output serta outcome dengan memanfaatkan peluang yang ada.

Menurut Gaspersz (2005), upaya peningkatan mutu produk (barang dan jasa

pelayanan) yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dapat dilakukan dengan

pendekatan Total Quality Management (TQM) atau Continuous Quality Improvement

(CQI) yang prinsip pokoknya secara ringkas adalah:

27
1. Berorientasi dan berfokus pada mutu dan kepuasan pelanggan.

2. Komitmen pimpinan dan partisipasi menyeluruh (total) semua karyawan serta

kerja sama tim.

3. Pendekatan ilmiah, pendidikan dan latihan, menyelesaikan masalah serta

mengambil keputusan.

4. Peningkatan terus menerus dengan Siklus Deming (Siklus PDCA).

5. Perbaikan sistem manajemen.

Menurut Depkes (2005), aspek mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan

medikolegal, sehingga perlu adanya evaluasi dari struktur input, struktur proses dan

struktur luaran. Luaran dari sistem pelayanan rumah sakit adalah hasil dari struktur input

dan proses berupa unsur-unsur manajemen pelayanan di rumah sakit. Mutu pelayanan

rumah sakit dengan luaran yang memenuhi standar diawali adanya sumberdaya (input)

yang memenuhi standar diikuti proses yang memenuhi standar. Masalah terhadap mutu

pelayanan bisa dilihat dan diperbaiki dengan menggunakan pendekatan sistem seperti

diatas.

Mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien sebagai konsumen

ditentukan oleh mutu pelayanan yang diberikan oleh berbagai profesi pelayanan

kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan manajemen yang terdapat di dalam

organisasi. Dengan demikian, akan terjadi hubungan timbal balik antara profesi

pelayanan kesehatan dengan pasien, antara profesi pelayanan kesehatan dengan

manajemen pelayanan kesehatan dan antara manajemen pelayanan kesehatan dengan

pasien.

28
Menurut Pohan (2003), mutu pelayanan dalam organisasi seperti rumah sakit bisa

digambarkan dalam bentuk segitiga sama sisi, pasien dan profesi kesehatan pada sisi alas

segitiga, sedangkan manajemen pada sisi alas segitiga. Segitiga tersebut menggambarkan

hubungan interaktif antara berbagai pihak yang terkait, yaitu pasien, profesi pelayanan

kesehatan, penentu kebijakan dan pengambil keputusan. Organisasi pelayanan kesehatan

sedikit berbeda dengan organisasi yang lain karena yang dihasilkan adalah berbagai jenis

jasa pelayanan kesehatan serta di dalamnya bekerja berbagai macam kelompok profesi

pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan tenaga medis menjadi bagian penting dalam pelayanan rawat

inap di rumah sakit, karena tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh

paling besar dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di

rumah sakit. Fungsi utama dari pelayanan tenaga medis adalah memberikan pelayanan

medis yang berkualitas (berdasarkan ilmu, tehnik, etika kedokteran yang berlaku dan

dapat dipertanggungjawabkan).

Menurut Pohan (2003), pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai

paling sedikit tiga dimensi atau unsur, yaitu :

1. Pertama, Dimensi Konsumen, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu memenuhi

seperti apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien/konsumen, yang akan diukur

dengan kepuasan pasien atau keluhan pasien/konsumen.

2. Kedua, Dimensi Profesi, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu telah memenuhi

kebutuhan pasien/konsumen, seperti apa yang telah ditentukan oleh profesi pelayan

kesehatan, dan akan diukur dengan menggunakan prosedur atau standar profesi, yang

diyakini akan memberi hasil dan kemudian hasil itu dapat pula diamati.

29
3. Ketiga, Dimensi Manajemen, atau Dimensi Proses, yaitu bagaimana proses pelayanan

kesehatan itu menggunakan sumberdaya yang paling efisien dalam memenuhi

kebutuhan dan harapan/keinginan pasien/konsumen tersebut.

Menurut Donabedian (1980), perilaku dokter kepada pasien dalam tehnis

manajemen, manajemen lingkungan sosial, psikologi, manajemen terpadu, kontinyuitas

dan koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup benerapa hal, yaitu:

1. Ketepatan diagnosis

2. Ketepatan dan kecukupan terapi

3. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

4. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga

2.3.2 Manajemen Mutu Klinis

Tujuan yang paling utama dalam pelayanan kesehatan adalah menghasilkan

outcome yang menguntungkan bagi pasien, provider dan masyarakat. Pencapaian

outcome yang diinginkan sangat tergantung dari mutu pelayanan kesehatan. Mutu klinis

merupakan bagian dari mutu pelayanan kesehatan. Pada kenyataanya definisi dari mutu

klinis sulit untuk dapat ditetapkan secara universal, namun demikian dikembangkannya

konsep clinical governance yang dapat dijelaskan sebagai pengelolaan klinis atau

manajemen untuk penjagaan (quality assurance) dan peningkatan mutu (quality

improvement) pelayanan klinis / rumah sakit, merupakan salah satulangkah maju, dalam

upaya manajemen mutu pelayanan (Nurfany, 2009).

Manajemen mutu ini berkembang diri berbagai area yang berbeda yang meliputi

jaminan mutu (quality assurance), kaji ulang utilisasi (utilization review), manajemen

resiko dan peningkatan mutu. Salah satu model yang dikembangkan di rumah sakit

30
adalah penilaian mutu terpadu (integrated quality assesment) yang memadukan empat

komponen dasar yaitu :

1. Jaminan mutu (quality assurance)

2. Manajemen resiko (risk manajemen)

3. Manajemen utilisasi (utilization management) dan

4. Pengendalian infeksi (infection control)

Ada dua pendekatan dalam memahami istilah clinical governance. Pendekatan

pertama menyebutnya sebagai manajemen klinis. Manajemen klinis (clinical governance)

adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan

dalam hal mana salah satu elemen intinya adalah audit klinis. Audit klinis berfungsi

sebagai pendorong dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk meninjau ulang

rekam medis pasien dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. Audit klinis sering

sering diartikan sebagai pengelolaan klinis atau manajemen klinis. Pendekatan kedua

menjelaskan tentang manajemen mutu klinis (Azwar, 2002).

Dalam perkembangannya manajemen klinis (clinical governance) harus dapat

meyediakan sebuah payung yang didalamnya semua aspek mutu dapat dikumpulkan dan

dipantau secara berkesinambungan. Pendekatan ini sering disebut manajemen mutu

klinis. Sesungguhnya ide dari clinical governance yang pertama kali dikembangkan oleh

National Health Services (NHS) di Inggris dibangun dari ide yang sebelumnya telah

dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) yang menggambarkan mutu

dalam emapt elemen yaitu (Azwar, 2002) :

1. Manajemen profesi

2. Manajemen utilisi sumber daya (efisiensi)

31
3. Manajemen resiko

4. Kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan

Manajemen profesi lebih menitik beratkan pada mutu profesional pelayanan.

Salah satu upaya adalah dengan melakukan penilaian mutu klinis (clinical quality

assessment) merupakan suatu proses untuk menilai apakah suatu pelayanan yang

diberikan kepada pasien telah sesuai stándar pelayanan yang ditetapkan. Manajemen

utilisi merupakan sekelompok kegiatan yang digunakan untuk mengukur efisiensi

penggunaan sumber daya dari suatu pelayanan kesehatan, tentunya hal ini terkait dengan

ketepatan informasi yang digunakan untuk melakukan pengukuran serta penentuan

indikator penilaian yang digunakan (Azwar, 2002).

2.3.3 Pengukuran dan Peningkatan Mutu

Lingkup mutu dalam pelayanan kesehatan dibuat menjadi dua langkah, utama

yaitu pengukuran mutu dan peningkatan mutu, langkah-langkah ini dimodifikasi dari

Quality Assurance Cycle. Menurut Pohan (2003), langkah pengukuran mutu tersebut

dapat dipilah-pilah menjadi beberapa langkah sebagai berikut :

1. Pembentukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan

2. Penyusunan standar pelayanan kesehatan

3. Pemilihan tehnik pengukuran mutu

4. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan

kenyataan yang tercapai.

Sedangkan langkah peningkatan mutu dapat pula diuraikan menjadi beberapa

langkah sebagai berikut.

32
1. Penentuan sebab terjadinya kesenjangan antara kenyataan kinerja pelayanan

kesehatan dengan standar pelayanan kesehatan.

2. Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang telah terjadi.

3. Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik

4. Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih

5. Pengukuran atau penilaian ulang standar

Dalam lingkaran pendekatan jaminan mutu diatas terdapat dua langkah utama, yaitu:

1. Pengukur mutu

Kegiatan pengukuran mutu menyangkut kegiatan pembebntukan kelompok jaminan

mutu pelayanan kesehatan, penyusunan standar dan mengukur apa yang telah

tercapai.

2. Peningkatan Mutu

Ketika peningkatan mutu yang menyangkut kegiatan mencari sebab terjadinya

kesenjangan mutu, penyusunan rencana kegiatan dan pelaksanaan rencana kegiatan.

Keberhasilan atau kegagalan dari suatu prakarsa peningkatan mutu jelas akan

dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu dimana pelayanan kesehatan itu

diselengarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat terjadi, dimana suatu prakarsa mutu yang

berhasil mungkin akan menjadi pendorong terjadinya perubahan yang sebelumnya tidak

mendukung organisasi pelayanan kesehatan. Pengalaman dari beberapa negara industri

menunjukkan bahwa persoalan budaya mutu tersebut telah dapat diatasi dengan cara

memperkenalkan pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM). Pendekatan manajemen

mutu terpadu berdasarkan suatu keyakinan bahwa mutu sebagai apa yang dikatakan oleh

33
konsumen dan upaya peningkatan mutu itu harus berintegrasi kedalam organisasi

pelayanan kesehatan.

Terdapat banyak lembaga baik nasional maupun internasional dengan

menerapkan berbagai metode dalam melakukan penilaian dan evaluasi pelayanan rumah

sakit. Departemen Kesehatan sebagai kementerian kesehatan dalam lembaga pemerintah

yang bertanggung jawab atas kualitas dan kuantitas kesehatan masyarakat sekaligus

sebagai regulator pelayanan kesehatan rujukan yang diberikan rumah sakit. Akreditasi

yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan merupakan salah satu cara untuk

mengevaluasi mutu pelayanan rumah sakit. Akreditasi rumah sakit merupakan upaya

melindungi pasien dari pelayanan sub standard dan melindungi tenaga kesehatan dari

tuntutan hukum melalui pelayanan yang sesuai standard dan prosedur.

Menurut bechmarking sistem Akreditasi Rumah Sakit di Indonesian dan Australia

tahun 2002, bahwa hal yang tidak dilakukan di Indonesia adalah akreditasi di Australia

yang diselenggarakan oleh The Australian Council of Healthcare Standards (ACHS)

melaksanakan Evaluation and Quality Improvement Program (EQuIP) secara

berkesinambungan dengan adanya komunikasi perbaikan dan penjaminan pelaksanaan

mutu pelayanan sesuai standar antara pihak ACHS dengan rumah sakit selama empat

tahun.

Donabedian (1982), menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan

kedalam tiga kelompok, hal ini pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh World

Health Organitation (WHO) yaitu:

1. Standar struktur

2. Standar proses

34
3. Standar keluaran atau output

1. Standar struktur/input

Standar struktur atau masukan menentukan tingkat sumberdaya yang

diperlukan agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya antara lain

ialah: personel, pasien, peralatan, bahan gedung, pencatatan, keuangan, singkatnya

semua sumberdaya yang digunakan untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan

seperti yang tersebut dalam standar pelayanan kesehatan. Standar struktur antara lain

ialah tenaga kesehatan yang kompeten, peralatan pemeriksaan, yaitu sound timer,

obat , yaitu antibiotika, kamar pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus

ditentukan.

2. Standar proses/process

Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar standar

pelayanan kesehatan dapat dicapai, proses akan menjelaskan apa yang dikerjakan,

untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar pelayanan

kesehatan dapat dicapai. Dalam contoh standar pelayanan ISPA yang terdapat dalam

bab kesembilan, maka sebagai proses adalah, petugas kesehatan memeriksa balita

yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang

telah ditentukan dalam standar pelayana kesehatan. Semua hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik tersebut dicatata dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik.

3. Standar luaran/output

Standar keluaran atau output atau hasil pelayanan kesehatan ialah hasil pelayanan

kesehatan yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan dan ini sangat

penting. Kriteria „outcome‟ yang umum digunakan antara lain :

35
a. Kepuasan pasien

b. Pengetahuan Pasien

c. Fungsi Pasien

d. Indikator Kesembuhan, Kematian, Komplikasi dll.

Salah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan dengan membandingkan

terhadap Standar Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan. Pengertian Standar

Pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yang

menyangkut input/masukan, proses dan keluaran/output (Pohan, 2003).

Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan

mutu ke dalam terminologi operasional. Standar, indikator dan nilai ambang batas

merupakan unsur–unsur yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat

diukur. Indikator didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan

yang dikaitkan dengan target/standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jenis-jenis

indikator bisa dikelompokkan berdasarkan; Input (berkaitan dengan man, money,

material, method dan management), process (berkaitan dengan proses yang dilakukan

untuk menghasilkan sesuatu baik barang maupun jasa), output (berkaitan dengan sesuatu

yang dihasilkan bisa dalam bentuk barang ataupun selesainya pekerjaan jasa), outcome

(berkaitan dengan ukuran yang dirasakan pelanggan, biasanya merupakan persepsi

pelanggan terhadap pemanfaatan layanan), benefit (berkaitan dengan ukuran terhadap

manfaat bagi pelanggan atau bagi pemberi pelayanan) dan impack (berkaitan dengan

ukuran dampak dari suatu produk secara luas dan biasanya jangka panjang) (Pohan,

2003).

36
Menurut Pohan (2003), pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan

melalui tiga cara, yaitu :

1. Pengukuran mutu prospektif

Pengukuran mutu prospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang

dilakukan sebelum pelayanan kesehatan diselengarakan, maka oleh sebab itu

pengukurannya ditujukan terhadap struktur atau masukan pelayanan kesehatan

dengan asumsi bahwa pelayanan kesehatan harus memiliki sumberdaya tertentu agar

dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu, seperti:

a. Pendidikan profesi kesehatan

Pendidikan profesi pelayanan kesehatan ditujukan agar menghasilkan profesi

pelayanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan perilaku

yang dapat mendukung pelayanan kesehatan yang bermutu.

b. Perizinan atau „Licensure‟

Perizinan merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu pelayanan

kesehatan. SID (Surat Izin Dokter) dan SIP (Surat Izin Praktek) yang diberikan

merupakan suatu pengakuan bahwa dokter tersebut memenuhi syarat untuk

melakukan profesi dokter. Demikian pula halnya degan profesi kesehatan lain,

harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya.

Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi tenaga kesehatan

yang ada atau mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

c. Standardisasi

Dengan menerapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga, gedung,

sistem, organisasi, anggaran, dll, maka diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan

37
menjadi bermutu. Standardisasi akan membangun klasifikasi pelayanan

kesehatan. Contohnya standardisasi pelayanan rumah sakit akan dapat

mengelompokkan atau mengklasifikasikan rumah sakit dalam berbagai kelas

tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D.

Rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.

d. Sertifikasi (certification)

Sertifikasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Misalnya, pengakuan

sebagai dokter spesialis adalah sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan

oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan sedang sertifikasi oleh

pendidikan profesi (Dpdikbud, CHS, Organisasi Profesi).

e. Akreditasi

Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu instuisi pelayanan kesehatan seperti

rumah sakit telah memenuhi beberapa standar pelayanan kesehatan tertentu.

Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum yang dilakukan oleh

Departemen Kesehatan.

2. Pengukuran mutu konkuren

Pengukuran mutu konkuren yaitu pengukuran pengukuran mutu pelayanan kesehatan

yang dilakukan selama pelayanan kesehatan sedang berlangsung, yaitu dengan

melakukan pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan

melihat rekam medik, wawancara dengan pasien/ keluarga/petugas kesehatan, dan

melakukan pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan.

3. Pengukuran mutu retrospektif

38
Pengukuran mutu retrospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang

dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan dan biasanya merupakan

gabungan beberapa kegiatan yang berikut :

a. Menilai rekam medis

Memeriksa dan kemudian menilai catatan rekam medik atau catatan lain dan

kegiatan ini disebut sebagai audit.

b. Wawancara

Wawancara dengan pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan.

c. Membuat Kuisioner

Membuat kuisioner yang dibagikan kepada pasien dan keluarga/teman/petugas

kesehatan.

d. Melakukan pertemuan

Melakukan pertemuan dengan pasien dan petugas kesehatan terkait

2.3.4 Mutu Pelayanan Rawat Inap

Menurut Jacobalis (2000) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah

sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:

a. Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku

b. Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya

c. Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien

d. Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap lingkungan

rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian,

biaya yang diperlukan dan sebagainya.

39
Menurut Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik

apabila:

a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

b. Menyediakan pelayanan yang profesional.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:

a. Petugas harus mampu melayani dengan cepat

b. Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu membuat

kepercayaan pada pasien.

c. Ruangan yang bersih dan nyaman,

d. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai tambah.

2.4 Net Death Rate (NDR)

Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit,

diperlukan berbagai indikator Selain ltu agar informasi yang ada dapat bermakna harus

ada nilai parameter yang akan dipakai sebagai nilai banding antar fakta dengan standar

yang diinginkan. Terdapat banyak sekali indikator yang dipakai untuk menilai suatu rumah

sakit, salah satunya adalah Net Death Rate (NDR). Definisi mengenai Net Death Rate

(NDR) adalah angka kematian > 48 jam setelah pasien dirawat per seribu pasien

yang keluar Rumah Sakit ( hidup + mati), hal ini bisa digambarkan dalam rumus sebagai

berikut (Nurfany, 2009) :

40
NDR : Jumlah pasien mati > 48 jam dirawat

X 100

Jumlah pasien keiuar (hidup dan mati)

Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000

penderita keluar rumah sakit (hidup maupun mati). Indikator ini lebih bermakna di dalam

penilaian mutu pelayanan rumah sakit, karena jika dibandingkan dengan yang meninggal

> 48 setelah dirawat, lebih memberikan gambaran upaya rumah sakit di dalam

menyelamatkan jiwa pasien. Sedangkan, pasien yang meninggal < 48 jam setelah

dirawat, sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang diderita pasien pada waktu masuk

rumah sakit. Oleh karena itu, untuk menilai mutu pelayanan di rumah sakit, indikator

angka kematian yang dipakai adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat (NDR)

(Depkes RI, 2003).

NDR (Net Death Rate) merupakan indikator mutu pelayanan yang penting

karena berhubungan dengan kemampuan rumah sakit dalam menyelamatkan jiwa

pasien yang ditanganinya. Jika NDR pada sebuah rumah sakit cenderung meningkat,

maka kemungkinan terjadi penurunan performance dalam rumah sakit tersebut

(Kementrian Kesehatan, 2012).

Net Death Rate (NDR) merupakan salah satu key performance indicator sebuah

rumah sakit. Meningkatnya Nilai NDR pada sebuah rumah sakit merupakan sebuah

indikasi telat terjadi penurunan kinerja yang berakibat menururmya kualitas atau mutu

pelayanan di rumah sakit tersebut (Depkes RI, 2003).

Tingginya Net Death Rate (NDR) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang antara lain oleh karena adanya beberapa kesenjangan yang timbul yang

41
mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang bermutu. Jika keadaan tersebut di

atas terjadi di dalam sebuah rumah sakit, maka suatu proses perawatan kepada

pasien akan sangat terganggu. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan oleh karena sangat

berpengaruh terhadap perfomance rumah sakit yang pada akhirnya dapat

menggambarkan mutu pelayanan yang rendah di rumah sakit tersebut (Nurfany, 2009).

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990) dalam bukunya

menyebutkan kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa (spesifikasi kualitas

pelayanan) dan penyampaian jasa (service delivery) disebut kesenjangan penampilan

jasa pelayanan (The service performance Gap) yang mempunyai beberapa indikator

kunci yaitu antara lain : proses supervisi dan evaluasi tidak berjalan secara benar, kerja

sama tim kurang terpadu, sehingga keadaan tim menyebabkan terjadinya gangguan

pada proses pelayanan kepada pelanggan.

Penelitian sebelumnya mengenai NDR diantaranya ada penelitian dari Aloysius

tahun 2006 tentang Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Faktor

Manajemen Di Ruang Perinatologi RSUD. Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro

Nilai NDR pada ruang Neonatus RSUD Bojonegoro meningkat lebih dari 50% pada

tahun 2000 - 2001 yakni dari 32/1000 manjadi 73/1000. Tujuan dari penelitian ini adalah

melakukan analisis faktor manajemen di ruang Neonatus yang akan digunakan antuk

menyusun rekomendasi upaya penurunan nilai NDR di ruang Neonatus. Penelitian

dilakukan berdasarkan analisis manajemen terhadap karekteritik responden yang meliputi

faktor sumber daya manusia (SDM), faktor sistem informasi manajemen (SIM), faktor

metode, faktor fasilitas, faktor proses pelayanan, faktor kerjasama tim dan faktor

supervisi dan evaluasi.

42
Hasil penelitian berdasarkan analisis faktor manajemen di ruang Neunatus RSUD

dan hasil perbandingan dengan standar didapat hasil berikut: 1) Karakteristik petugas

sebagian besar adalah wanita, usia 20-30 tahun tugas pokok sebagai perawat dengan

status sukarelawan, 2) Faktor SDM menunjukan kurangnya pelatihan pendidikan minimal

dan rendahnya komitmen petugas, sedangkan beban kerja perawat di ruang Neonatus

tergolong tinggi, 3) Faktor SIM perlu diperbaiki: tata cara pengolahan dan intervensi oleh

pimpinan, 4) Faktor metode dan proses pelayanan menunjukkan perlu perbaikan prosedur

tetap dan prosedur asuhan keperawatan di ruang Neonatus, 5) Faktor fasilitas

menunjukkan ruang perawatan dan peralatan di ruang Neunatus masih kurang dan segi

jumlah maupun jenisnya dan 6) Faktor kerjasama tim supervisi dan evaluasi (Aloysius,

2006).

Kesenjangan tarjadi pada pedidikan perawat, tata cara pengolahan dan intervensi

SIM rekam medis, SOP, serta kelengkapan fasilitas ruang perawatan maupun peralatan.

Rakomendasi yang diusulkan adalah penambahan jumlah perawat, peningkatan

pendidikan minimal dan pelatihan perawat, pengadaan SOP ruang Neonatus dalam

rangka memperbaiki sistem mformasi manajemen, rekam medis dan asunan keperawatan,

serta penambahan serta untuk ruang Neonatus RSUD Bojonegoro. Kesimpulan yang

dapat diambil bahwa diduga yang menjadi penyebab peningkatan nilai NDR adalah

faktor manajemen karena banyak terdapat kesenjangan dengan standard Depkes dan

standard internasional terutama pada faktor SDM, metode dan fasilitas sehingga perlu

dilakukan advokasi kepada pimpinan dan pengambil keputusan untuk membentuk

komitmen pihak rumah sakit terhadap upaya rekumendasi yang telah disusun (Aloysius,

2006).

43
Penelitian Niken (2009) mengenai Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit

(ICU) Melalui Audit Kematian Di RSUD Kota Bekasi Tahun 2009, penelitian ini melihat

dari segi sumber daya manusia, SOP dan alat kesehatan. Sumber Daya Manusia (SDM)

baik tenaga medis maupun paramedis yang berhubungan dengan kematian pasien lebih

dari 48 jam dalam melihat gambaran mutu pelayanan di ICU secara kualitas dan kuantitas

dibandingkan dengan standar menurut Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia

(PERDICI) masih belum memadai. Secara kualitas yaitu; keakuratan dalam menegakkan

diagnosa dokter jaga di bagian IGD masih kurang, kemampuan mengintepretasi

pemeriksaan Elektro Kardiografi (EKG) masih kurang, kemampuan perawat melakukan

pengawasan ketat pasien terapi cairan, tanda-tanda vital di ICU masih kurang. Secara

kuantitas yaitu; perlu penambahan jumlah dokter umum dengan pelatihan khusus ICU

minimal dua orang dokter sehingga dokter jaga ICU selama 24 jam, perlu penambahan

perawat dengan pelatihan khusus ICU minimal empat orang sehingga perbandingan

jumlah perawat dengan tempat tidur 4 : 5.

Standart Operational Prosedur (SOP) yang dibuat oleh masing-masing kelompok

profesional atau bidang terkait dan ditandatangani pimpinan institusi/rumah sakit.

Instalasi ICU RSUD Kota Bekasi belum memiliki SOP yang lengkap sesuai pelayanan

yang bisa diberikan ICU. SOP wajib ada dalam kegiatan melakukan pelayanan di RSUD

agar bisa dilakukan monitor dan evaluasi kegiatan pelayanan di Instalasi ICU secara

efektif sehingga jika ditemukan suatu permasalahan ataupun tanggung gugat terhadap

komplain pasien bisa memberikan solusi pemecahan masalah yang tepat. Instalasi ICU

RSUD Kota Bekasi agar bisa memberikan pelayanan yang berkualitas harus melakukan

assesment ulang tentang fasilitas terutama alat kesehatan sesuai standar pelayanan

44
minimal di ICU menurut Depkes 2008. Dengan fasilitas yang tidak memenuhi standart

mengakibatkan pelayanan tidak berkualitas sehingga meningkatkan angka kematian di

ICU meningkat (Niken, 2009).

Pemeriksaan penunjang CT Scan di RSUD Kota Bekasi belum ada, hal ini

menyebabkan keterlambatan waktu terapi dan diagnosa pasti sesuai penyebabnya pada

akhirnya akan meningkatkan angka kematian di ICU. Berdasarkan distribusi kematian

menurut penanggung jawab pasien jumlah terbanyak kasus kematian lebih dari 48 jam

adalah dari dokter syaraf sehingga adanya CT Scan di RSUD Kota Bekasi menjadi

prioritas (Niken, 2009).

2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibuat maka dapat disimpulkan kerangka

teori seperti yang ditujukan pada bagan 2.1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mutu

pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit

Muhammadiyah Taman Puring.

Penulis dalam menyusun kerangka teori mengacu dari Donabedian (1982) yang

menggambarkan penilaian mutu dengan membandingkan terhadap standar yang

menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu standar

input, standar proses dan standar output. Hal ini juga disebabkan karena menurut Donabedian

(1982), mutu pelayanan kesehatan bisa dilihat dengan melakukan pendekatan secara

komprehensif meliputi input/masukan, process/proses dan output/luaran.

45
Input: Output:
Proses:
Sumber Daya Morbiditas
Interaksi provider
Kebijakan Mortalitas
dengan pasien
Fasilitas Kepuasan pasien

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Donabedian (1982)

Kerangka teori diatas juga sesuai dengan Pohan (2003) yang menyebutkan bahwa

pengukuran mutu pelayanan kesehatan bisa dilakukan dengan cara membandingkan hasil

terhadap standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan, dimana standar pelayanan kesehatan

menyangkut input, proses dan output. Hal ini juga sesuai dengan Depkes (2008) yang

menyebutkan NDR sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan, sehingga menjadi

acuan bagi Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring menetapkan ukuran angka kematian

pasien > 48 jam di rawat inap sebagai salah satu standar pelayanan minimum (SPM) dan

sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

46
3 Kerangka konsep

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka peneliti membuat kerangka konsep yang

ditunjukkan dalam bagan 3.1. Peneliti ingin menganalisis mutu pelayanan rawat inap

berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring.

Dalam sistem manajemen mutu, input yang baik dan bermutu akan memberikan

hasil berupa proses yang baik dan pada akhirnya akan memberikan output yang bermutu

baik pula. Demikian sebaiknya output yang kurang bermutu berasal dari proses dan input

yang kurang bermutu pula.

Dari kerangka teori Donabedian tentang mutu pelayanan diperjelas menjadi

kerangka konsep sebagai berikut :

1. Komponen input yaitu Sumberdaya, meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), Kebijakan

meliputi SOP dan Fasilitas meliputi alat kesehatan.

2. Komponen Proses yaitu proses interaksi provider dengan pasien meliputi,

penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.

3. Komponen Output, Output dari proses manajemen mutu pelayanan rumah sakit adalah

mortalitas, morbiditas dan kepuasan pasien. Sesuai latar belakang masalah dalam

penelitian ini yaitu angka kematian > 48 jam yang tidak sesuai dengan standar maka

peneliti tidak menjadikan morbiditas dan kepuasan dalam faktor output.

47
Adapun pendekatan sistem manajemen mutu tersebut dimulai dari input berupa

Sumber Daya Manusia (SDM), pasien, kebijakan meliputi SOP dan fasilitas meliputi alat

kesehatan, rekam medis, ruang perawatan yang semua ini sebagai masukan. Input

masukan ini akan berpengaruh untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi

provider terhadap pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan

keperawatan. Keterkaitan antara input dan proses ini akan menghasilkan luaran berupa

kematian lebih dari 48 jam di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring.

Input: Proses: Output:


Sumber Daya Penatalaksanaan medis Angka kejadian
SOP Penatalaksanaan keperawatan Kematian > 48
jam (NDR)
Alat Kesehatan

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Istilah


Bagan 3.2 Definisi Istilah

Faktor Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur


Sumber Daya Tenaga Perawat, Telaah Dokumen Rekam Memperoleh
Manusia (SDM) Bidan dan Dokter Dokumen Medis, Pedoman Gambaran
serta Tenaga Indept Interview Wawancara Penyimpangan
kesehatan lainya Input Pelayanan
yang terlibat (SDM) dari
dalam pemberian standar yang
pelayanan telah ditentukan
kesehatan di dilihat dari segi
instalasi rawat kuantitas dan
inap RSMTP kualitas

48
Faktor Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Standar Prosedur Telaah Dokumen Rekam Memperoleh
Operasional pelayanan teknis Dokumen Medis, Pedoman Gambaran
Prosedur dan administrasi Indept Interview Wawancara Penyimpangan
dari bidang medis Input Pelayanan
dan keperawatan (SOP) dari
yang telah disusun standar yang
dan diberlakukan telah ditentukan
dan dipedomani
dalam pemberian
pelayanan kepada
pasien di instalasi
rawat inap
RSMTP
Alat Kesehatan Peralatan Telaah Dokumen Rekam Memperoleh
kesehatan dengan Dokumen Medis, Pedoman Gambaran
standar peralatan Indept Interview Wawancara Penyimpangan
pelayanan pasien Input Pelayanan
instalasi rawat (Alat Medis) dari
inap secara umum stanar yang telah
dan ditentukan dilihat
spesialistik dari segi
minimal yang kelengkapan alat
digunakan dalam dan kecukupan
memberikan jumlah alat yang
pelayanan sudah ada jika
kesehatan pasien dibandingkan
di instalasi rawat dengan alat yang
inap RSMTP, dibutuhkan.
seperti: suction
pump,
ventilator,
devibrilator,
regulator oksigen
dan lain-lain
Penatalaksanaan Penatalaksanaan Telaah Dokumen Rekam Memperoleh
Medis tahap kegiatan Dokumen Medis, Pedoman Gambaran Mutu
standar prosedur Indept Interview Wawancara, Proses Pelayanan
medis mulai dari Daftar Tilik Pedoman Daftar melalui penyebab
penegakan Tilik kematian

49
Faktor Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
diagnosis tindakan beralasan atau
dan tidak
pengobatan dalam beralasan dari
rangka proses
mempertahankan penatalaksanaan
dan medis
mendukung
keselamatan jiwa
serta tindakan
mencegah
terjadinya
komplikasi
Penatalaksanaan Penatalaksanaan Telaah Dokumen Rekam Memperoleh
keperawatan tahap kegiatan Dokumen Medis, Pedoman Gambaran Mutu
asuhan Indept Interview Wawancara, Proses Pelayanan
keperawatan Daftar Tilik Pedoman Daftar melalui penyebab
dalam upaya Tilik kematian
mempertahankan beralasan atau
dan mendukung tidak
keselamatan jiwa beralasan dari
serta memberikan proses
asuhan kepada penatalaksanaan
pasien di rawat perawatan
inap
Kematian > 48 Kematian > 48 Telaah dokumen Dokumen rekam Memperoleh
jam jam dari pasien medis angka jumlah
Instalasi rawat kematian pasien
inap > 48 jam

4 AB IV METODE PENELITIAN

50
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pengamatan dan analisis dokumen

rekam medik kematian pasien lebih dari 48 jam di rawat inap tahun 2016 untuk

mengetahui penyimpangan struktur input dan struktur proses. Area penyimpangan diamati

dengan menggunakan pedoman wawancara dan daftar tilik analisis penyimpangan

mortalitas yang menyebabkan tingginya angka kematian lebih dari 48 jam di rawat inap

RSMTP.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yang

terletak di Jl. Gandaria I No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan

pada bulan Juni sampai Juli 2016.

4.3 Informan Penelitian

Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling. Pemilihan informan yang berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya orang

yang paling mengetahui atau mempunyai otoritas pada objek atau situasi yang akan

diteliti. Dengan demikian informan tersebut mampu memberikan petunjuk kemana saja

peneliti dapat melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2009). Informan yang akan

menjadi narasumber dalam pengambilan data primer di RSMTP meliputi kepala instalasi

rawat inap dan 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter

51
harian rawat inap, perawat yang ikut merawat pasien yang diambil secara purposive

sampling.

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan, pada tahap pertama yaitu tahap

analisis penyebab kematian dengan menggunakan daftar tilik. Dalam tahap ini rekam

medik dikelompokkan berdasarkan nama responden/informan yaitu dokter yang merawat

pasien sekaligus menjadi dokter penanggung jawab pasien dan diberikan pengkodean

berdasarkan informan untuk memudahkan apabila diperlukan melihat ulang rekam medis

yang dimaksud.

Responden/informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki informan

sebagai dokter spesialis di bidang keahlian kedokteran berkaitan dengan masalah

penelitian (asas kesesuaian). Jumlah informan sesuai pengelompokan diagnosa penyakit

berdasarkan keahlian spesialisasi ilmu kedokteran seluruh rekam medis yang diteliti (asas

kecukupan). Penjadwalan waktu dan tempat dengan responden/informan untuk

penggisian daftar tilik analisis penyimpangan mortalitas dengan terlebih dahulu

memperkenalkan maksud, tujuan serta latar belakang dilakukan penelitian.

Sedangkan untuk tahap kedua yaitu tahap menganalisis mutu pelayanan dengan

menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Untuk informan

pada tahap kedua adalah 8 dokter penanggungjawab yang menjadi informan pada tahap

pertama ditambah dokter kepala instalasi rawat inap.

Berikut nama dokter (inisial) yang merawat sekaligus menjadi penanggung jawab

beserta penomeran dengan kode rekam medis. Jumlah seluruh rekam medis yang

52
dilakukan audit 12 rekam medis, terbagi menjadi 8 dokter penanggung jawab ditambah 1

dokter kepala instalasi rawat inap.

Tabel 4.1 Kode Informan dan Kode RM

Kode Informan Kode RM


I-1 101-103
I-2 104-106
I-3 107
I-4 108
I-5 109
I-6 110
I-7 111
1-8 112
1-9

4.4 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara dan daftar tilik yang

tergolong dalam bagian wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait

dengan analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR)

tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Instrumen penelitian lain dalam

pengumpulan data adalah dengan melakukan telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga

menggunakan alat bantu berupa alat tulis, kamera, dan perekam suara agar dapat

memperkuat akurasi data.

4.5 Sumber Data

Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan yaitu:

53
a. Data primer, adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan pada objek penelitian

atau field research. Data primer yaitu hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen.

b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari data yang dimiliki oleh RSMTP yaitu

dengan mengamati isi rekam medik dari set rekam medik pasien meninggal > 48 jam

tahun 2013 sampai 2015 yang tersimpan di bagian Rekam Medik RSMTP. Isi rekam

medis memuat segala identitas dan informasi medis pasien sejak berinteraksi dengan

tenaga profesional di rumah sakit, di dalamnya terdapat catatan dokter, perawat dalam

melaksanakan standar pelayanan profesi, pemeriksaan penunjang, pemberian terapi

serta perkembangan kondisi pasien.

4.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan studi retrospektif

karena proses pengumpulan data yang dilakukan adalah untuk pengukuran mutu pelayanan

kesehatan yang dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan (Pohan,

2003).

a. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian

ini, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari informan,

atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face).

Wawancara mendalam peneliti lakukan kepada pihak RSMTP yang berkaitan dengan

objek penelitian.

b. Daftar Tilik

Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten,

diikuti dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan

54
diberi tanda (check-mark) (KBBI, 2014). Daftar tilik yang digunakan dalam penelitian

ini diisi dengan melibatkan dokter penanggung jawab dalam pembacaan dokumen

rekam medis.

c. Telaah Dokumen

Telaah dokumen merupakan suatu cara melakukan penyelidikan, kajian,

pemeriksaan terkait suatu hal melalui dokumen-dokumen yang mengatur sebuah

kegiatan (KBBI, 2014). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan dokumen

rekam medis, undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil

pengamatan dan wawancara peneliti bandingkan kesesuainnya menggunakan

dokumen-dokumen tersebut.

4.7 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan

pendekatan analisis data yang dijabarkan oleh Miles & Hubberman (1984) dalam

Sugiyono (2016). Berikut akan dijabarkan langkah-langkah analisis data pada pendekatan

tersebut :

1. Reduksi Data

Reduksi data pada penelitian ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan perhatian

pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti. Data

mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, daftar tilik maupun telaah dokumen

akan piliah dan digolongkan sesuai kerangka konsep penelitian yaitu input (SDM,

SOP, Alat kesehatan), proses (pentalaksanaan medis dan keperawatan) dan output

(pencapaian kejadian NDR). Proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti dilakukan

55
dengan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting

dan membuang data mentah yang sekiranya tidak diperlukan. Proses mereduksi data

ini juga dibantu dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu yang sama

sehingga mempermudah peneliti dalam membuat kategori dalam rangka untuk

mengetahui hal-hal yang penting.

2. Penyajian Data

Data yang sudah di reduksi sesuai kerangka konsep penelitian, selanjutnya akan

dijadikan uraian singkat dan disajikan kedalam sebuah transkip verbatim dan matriks

hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi. Matriks akan dibuat berdasarkan

pertanyaan penelitian yang juga terbagi input (SDM, SOP, Alat kesehatan), proses

(pentalaksanaan medis dan keperawatan) dan output (pencapaian kejadian NDR).

Data yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan penelitian akan diuraikan

berdasarkan metode pengumpulan data baik itu hasil wawancara mendalam, hasil

daftar tilik maupun hasil telaah dokumen.

3. Analisis Data

Setelah data diolah dan membentuk sebuah matriks maka tahapan selanjutnya

adalah menganalisis data tersebut. Metode analisis yang dilakukan pada penelitian ini

adalah analisis data yang dikemukakan oleh Spradely (1980) dalam Sugiyono (2016)

dengan tahapan analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan

analisis tema kultural.

56
4. Penarikan Kesimpulan

Pada tahapan ini peneliti akan menggunakan gagasan yang sudah dihasilkan dari

analisis data untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan akan dibuat dengan cara

meninjau kembali gagasan yang sudah didapat dengan teori-teori yang mendasari

gagasan tersebut. Gagasan input, proses dan output yang telah didapat sebelumnya

akan ditinjau ulang dengan teori yang mendasari input, proses dan output pada mutu

pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi.

4.8 Teknik Analisa Data

Metode analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknis

analisis data dengan model Spradley (1980) dalam Sugiyono (2016). Dalam penelitian ini,

analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan.

Metode ini terdiri dari empat tahapan, yaitu:

a. Analisis Domain

Analisis domain pada penelitian ini hakikatnya adalah upaya peneliti untuk

memperoleh gambaran umum pada data rekam medis pasien untuk menjawab fokus

penelitian yaitu nilai NDR yang tinggi. Caranya ialah dengan membaca naskah data

rekam medis secara umum dan menyeluruh untuk memperoleh fokus penelitian nilai

NDR di dalam data tersebut. Pada tahap ini peneliti belum perlu membaca dan

memahami data secara rinci dan detail karena targetnya hanya untuk memperoleh

fokus penelitian NDR. Hasil analisis ini masih berupa pengetahuan dan informasi

umum mengenai fokus penelitian NDR dan beberapa subfokus dari NDR yang

ditemukan seperti input dan proses dari kejadian NDR.

57
b. Analisis Taksonomi

Setelah pada tahap analisis domain ditemukan fokus penelitian atau domain yaitu

masalah NDR, maka selanjutnya pada tahap ini domain NDR ini mulai dipahami

secara mendalam, dan membaginya lagi menjadi sub-domain yang terdiri dari sub-

domain input dan proses, dan dari sub-domain itu dirinci lagi menjadi bagian-bagian

yang lebih khusus yaitu input disub-domainkan lagi yang terdiri dari SDM, SOP dan

alat kesehatan. Sub-domain proses juga di sub-domainkan lagi yang terdiri dari

penatalaksanaan medis dan keperawatan. Setelah itu sub-domain yang ada pada input

seperti SDM disub-domainkan lagi menjadi dokter, perawat, kepala instalasi rawat inap

dan kepala ruangan perawatan. Kemudian sub-domain pada proses yaitu

penetalaksanaan medis dan keperawatan jnuga disubdomainkan lagi menjadi ketepatan

diagnosis, ketepatan tindakan, kecepatan diagnosis, kecepatan tindakan dan lain-lain

hingga tidak ada lagi yang tersisa. Pada tahap analisis ini peneliti juga mendalami

domain dan sub-domain tersebut lewat konsultasi dengan bahan-bahan pustaka yang

berkaitan untuk memperoleh pemahaman lebih dalam.

c. Analisis Komponensial

Pada tahap ini peneliti mengkontraskan antar unsur yang diperoleh pada analisis

taksonomi. Unsur input dan proses serta unsur didalamnya lagi yaitu SDM, SOP, alat

kesehatan, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan, serta unsur

didalamnya lagi seperti dokter, perawat, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan

perawatan ketepatan diagnosis, ketepatan tindakan, kecepatan diagnosis, kecepatan

tindakan dan lain-lain ini dikontraskan dengan dicari fungsi dan tujuannya sehingga

58
bisa dilihat perbedaan dan persamaannya untuk memperoleh gambaran menyeluruh

dan mendalam serta rinci mengenai fokus penelitian atau domain NDR.

d. Analisis Tema Kultural

Setelah melewati 3 tahap analisis sebelumnya maka selanjutnya pada tahap ini

peneliti berusaha menemukan hubungan-hubungan yang terdapat pada unsur input

serta unsur didalamnya dan unsur proses serta unsur didalamnya terhadap fokus

penelitian atau domain NDR.

4.9 Penyajian Data

Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan

transkip verbatim dan matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan

hasil daftar tilik rekam medis dan telaah dokumen.

4.10 Triangulasi Data

Triangulasi data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara melihat realibilitas

dan validitas data yang diperoleh. Pengambilan data penelitian dilakukan secara terus

menerus baik melalui telaah dokumen, daftar tilik maupun wawancara. Pada penelitian

ini triangulasi sumber dilakukan dengan cross chek data terhadap informan yang berbeda

dimulai dari dokter yang merawat, perawat yang merawat, kepala instalasi, lalu kepala

ruang perawatan. Sedangkan triangulasi metode dengan mengetahui penyimpangan

struktur input dan proses menggunakan daftar tilik dan pedoman wawancara mendalam.

59
5 BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Distribusi Analisis Penyebab Kematian Berdasarkan Resume Audit

Hasil dari telaah dokumen rekam medis pasien meninggal lebih dari 48 jam di

rawat inap dengan menggunakan daftar tilik yang diisi sendiri oleh informan yaitu dokter

penanggung jawab, diperoleh informasi bahwa analisis penyebab kematian dari kasus

terminal adalah pasien dengan dignosa sepsis dan sirosis masing-masing 8,3 % dari total

resume kasus kematian. Penyebab kematian dari kasus terminal ini juga didukung dengan

data tidak adanya SOP indikasi masuk dan indikasi keluar rawat inap khususnya ICU di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring maka bisa dihubungkan dengan adanya

kesalahan penempatan pasien di ruang ICU bukan pasien gawat darurat dengan harapan

hidup tinggi sehingga bisa menyebabkan meningkatnya angka kematian pasien lebih dari

48 jam di ICU sekaligus menghalangi pasien yang seharusnya dirawat di ICU.

Selain kasus terminal, hasil resume audit juga menginformasikan bahwa analisis

penyebab kematian dari kasus keterlambatan diagnosa terhadap seluruh informan

menunjukkan berhubungan dengan tidak tersedianya pemeriksaan penunjang CT Scan di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ditunjang pada umumnya pasien dengan

kondisi tidak transportable. Sehingga tidak tersedianya CT Scan yang pada umumnya

dibutuhkan oleh pasien dengan kondisi tidak transportable ini menyebabkan keterlambatan

diagnosa yang bisa membantu meningkatkan angka kematian pasien di rawat inap.

Keterlambatan diagnosa ini selain berkaitan dengan tidak tersedianya CT Scan juga

60
didukung oleh adanya kesalahan diagnosa diawal sehingga terjadilah keterlambatan yang

mmenyebabkan meninggalnya pasien.

Analisis penyebab kematian berdasarkan resume audit juga menginformasikan

bahwa selain kasus terminal dan kasus keterlambatan diagnosis dilakukan pula analisis

penyebab kematian dari kasus komplikasi (komplikasi dari penyakit dasar). Analisis

penyebab kematian dari kasus komplikasi tersebut menunjukkan adanya penyebab kasus

komplikasi karena penyakit dasar Non Independent Diabetes Melitus (NIDDM) dengan

komplikasi Cronik renal failure (CRF) dan Cronik Heart Failure (CHF) yaitu sebanyak

8,3%.

Selain beberapa kasus kematian berdasarkan resume audit yang disebutkan

sebelumnya, analisis penyebab kematian juga dilakukan pada kasus infeksi nosokomial

yang menginformasikan bahwa pada seluruh pasien meninggal ditemukan gejala-gejala

yang mengarah kepada adanya infeksi nosokomial yaitu sebanyak 16,7%. Selain kasus

infeksi nosokomial analisis penyebab kematian berdasarkan rekam medis juga

menginformasikan bahwa dilakukan pula analisis penyebab kematian dari kasus asuhan

keperawatan yang menunjukkan kasus ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan ketat

dan terus menerus oleh paramedik terhadap terapi cairan yaitu sebanyak 16,7% dan

disebabkan juga oleh kurangnya kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan paramedis

untuk mengenali tanda-tanda vital sebanyak 16,7%. Analisis penyebab kematian pasien >

48 jam berdasarkan resume audit dengan macam-macam kasus bisa dilihat juga pada

tabel berikut :

61
Tabel 5.1 Analisis Penyebab Kematian > 48 Jam Menurut Resum Audit Tahun 2016 di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring

No Resume Audit Rekam Analisa Penyebab Jumlah %


Medis Kematian
1. Kasus Terminal - Sirosis - 1 - 8,3%
(Berdasarkan kondisi - Sepsis - 1 - 8,3%
pasien, berdasarkan
diagnosa penyakit,
berdasarkan diagnosa dari
informan/dokter
penanggung jawab)
2. Keterlambatan diagnose - Tidak adanya - 2 - 16,7%
sarana
Pemeriksaan
Penunjang
Seperti CT-
Scan
- Awal diagnosa - 1 - 8,3%
typus,
seharusnya
DBD
3 Komplikasi (perjalanan NIDMM, CRF, CHF 1 8,3%
penyakit dasar lebih dari)
4 Infeksi nosokomial Pasien ditemukan 2 16,7%
gejala-gejala
serta pemeriksaan
rendah yang
menagarah adanya
lepsis
5 Asuhan Keperawatan - Kegagalan - 2 - 16.7%
pemberian dan
pengawasan
pemberian
cairan
- Pengawasan - 2 - 16,7%
hebat dan terus
Menerus
pemeriksaan
Vital

62
Total 12 100 %

Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

5.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di

instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

Mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor

SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini bisa dilihat dari

hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik.

5.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM)

Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana input sumber daya manusia yang

mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input sumber daya manusia

di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter

penanggungjawab/ dokter spesialis, dokter jaga dan perawat.

Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung

dengan pasien di rawat inap. Input SDM di rumah sakit ini bisa dilihat dari segi kuantias

dan kualitas. Dari segi kuantitas ditemukan dari hasil telaah dokumen bahwa input

pelayanan faktor SDM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman

Puring terdiri dari tenaga medis yang meliputi dokter umum yang berjumlah 8 orang

dengan 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan untuk dokter spesialis dibagi

kedalam kelompok medik dasar (min.2 untuk masing-masing spesialisasi), penunjang

63
(min.1 untuk masing-masing spesialisasi) dan spesialis gigi dan mulut (min.1) yang

berjumlah 44 orang dengan 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta perawat

yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana 18 orang yang telah

mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Kuantitas SDM di rumah sakit ini juga bisa

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

Tenaga Medis Jumlah

Dokter Umum 8 orang

Dokter Spesialis 44 orang

Perawat 40 orang

Jumlah tempat tidur 71

Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah


Taman Puring tahun 2016

Untuk setiap pelayanannya, manajemen rumah sakit menempatkan satu kepala

pelayanan sebagai penanggung jawab pelayanan untuk menjamin kesinambungan

pelayanan termasuk untuk pelayanan rawat inap. Penanggung jawab untuk rawat inap

adalah seorang dokter yang mengkoordinasikan kegiatan pelayanan rawat inap sesuai

kebutuhan pasien.

Selain hasil telaah dokumen kuantitas input SDM rumah sakit ini bisa dilihat juga

dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang menunjukkan bahwa

64
kuantitas yang telah disebutkan sebelumnya dari hasil telaah dokumen dikatakan belum

mencukupi dan dianggap masih kurang terutama jumlah dokter jaga dan perawat.

Pernyataan ini disebabkan jumlah dokter jaga dan perawat yang ada masing-masing

belum bisa memenuhi kebutuhan untuk melayani pasien terutama ketika pasien banyak

atau penuh sehingga sering terjadi saling tarik menarik SDM dari satu unit rawat inap ke

unit rawat inap lainnya yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman dan

ini juga didukung oleh banyaknya perawat yang mengundurkan diri di tahun ini dan

penambahan gedung baru rumah sakit yang tentunya akan menambah bed yang

seharusnya perbandingan perawat dan bed 2:3 sehingga disebutkan kurang. Hal ini

dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut:

“Disni tuh gimana yah kalau soal kecukupan jumlah dokter udah lumayan
walaupun dokter jaga sepertinya sih masih kurang orang sering rebutan sana sini
kadang” (I-1)
“Selama ini tuh disini sering ada masalah di bagian dokter jaganya soalnya
belum cukup sepertinya jumlahnya karena ketika dibutuhkan masih tarik sana
sini” (I-5)
“Selama ini sih kalo di rawat inap jumlah dokter penanggung jawab sudah
mencukupi hanya saja dokter jaga memang masih kurang dan baru lumayan
tercukupi diakhir tahun 2016 ini” (I-9)
“Kalo soal jumlah perawat sepertinya masih kurang sih ditambah lagi banyak
yang mengundurkan diri tahun ini” (I-1)
“Kalau jumlah perawat sepertinya masih kurang sekali yah apalagi kita sekarang
ada gedung baru jadi otomatis kebutuhannya naik tapi ini malah banyak perawat
yang keluar jadinya jelaslah kurang” (I-5)
“Jumlah perawat memang masih belum sesuai dengan jumlah bed yang ada
perbandingannya kalo ga salah dari depkes gitu ada”(I-9)
Selain dilihat dari segi kuantitas, input SDM di rumah sakit ini juga dilihat dari

segi kualitas. Dari hasil telaah dokumen didapatkan bahwa frekuensi pelatihan

pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan

65
keperawatan yang diikuti SDM rumah sakit baik dokter spesialis, dokter jaga maupun

perawat masih jarang, hal ini karena dari dokter umum yang berjumlah 8 orang hanya 1

orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan dari dokter spesialis yang berjumlah 44

orang hanya 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta dari perawat yang

berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana hanya 18 orang yang telah

mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Kuantitas SDM jika dibandingkan dengan

standar Depkes (2008) di rumah sakit ini bisa dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

Tenaga Medis Jumlah Standar Keterangan


DepKes
Dokter Umum 8 orang 9 orang Belum Terpenuhi

Dokter Spesialis 44 orang Min.2 Terpenuhi


Spesialis
Dasar, 1
Spesialis
penunjang
dan 1 Dokter
Gigi
Perawat 40 Jumlah Belum Terpenuhi
Perawat : TT
= 2:3
Jumlah tempat 71
tidur

Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah


Taman Puring tahun 2016

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, kualitas SDM di Rumah

Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini dari segi pelatihan memang masih sangat kurang

66
frekuensi pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG,

pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan yang diikuti baik dokter spesialis,

dokter jaga maupun perawat. Dari ketiga kategori SDM ini yang terhitung masih sering

mengikuti pelatihan adalah perawat walaupun tetap saja dinyatakan kurang karena yang

mengikuti pelatihan belum merata semua perawat. Hal ini dibuktikan denga kutipan

wawancara sebagai berikut:

“Frekuensinya masih terbilang sangat kurang kalau untuk dokter mengikuti


pelatihan” (I-5)
“Masih belum sering dan paling hanya beberapa dokter belum semua pernah
juga” (I-7)
“Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter baik dokter spesialis maupun
dokter jaga memang masih sangat jarang” (I-9)
“Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering frekuensinya walaupun belum
semua perawat mendapatkannya” (I-9)
Frekuensi pelatihan ini juga disebut kurang karena dari dokter umum yang

berjumlah 8 orang hanya 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan dari dokter

spesialis yang berjumlah 44 orang hanya 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan,

serta dari perawat yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana

hanya 18 orang yang telah mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Dari total masing-

masing jumlah pelatihan yang pernah diikuti SDM tentu saja masih kurang dan belum

memenuhi karena jika dibandingkan dengan standar Depkes (2003) bahwa jumlah tenaga

paramedis yang yang harus mendapat pelatihan khusus yang dibutuhkan dokter maupun

perawat seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan

dan pelatihan asuhan keperawatan minimal 90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang

bertugas Frekuensi kesenjangan SDM yang mendapatkan pelatihan dengan jumlah

totalnya bisa dilihat pada tabel berikut:

67
Tabel 5.4 Rekapitulasi Tenaga Medis dan Paramedis yang mengikuti pelatihan di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Tenaga Jumlah Standar SDM yang Keterangan
Medis Depkes pernah
(2003) mengikuti
pelatihan
Dokter Umum 8 orang 1 orang Belum
90% memenuhi
Dokter 44 orang 17 orang Belum
Spesialis memenuhi
Perawat 48 18 orang Belum
memenuhi
Sumber: Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Selain frekuensi pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari kemampuan

dokter dalam mendiagnosa pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini masih banyak dokter jaga yang diagnosa

awalnya kurang tajam dan menyebabkan terjadinya under diagnose ataupun kesalahan

diagnosa awal, under diagnose ini juga bisa dilihat dari pelaporan hasil anamnesa dan

pemeriksaan fisik oleh dokter jaga yang kurang tajam dan tentu saja ini tidak sesuai jika

dibandingkan dengan data hasil kelulusan Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit

IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) bahwa ketenagaan dokter jaga

di unit IGD telah 100% tersertifikasi pelatihan kegawat daruratan medis. Hal ini

dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut:

“Kalo kemampuan dokter jaga biasanya tuh di analisa awal untuk diagnosa
suspek yang kurang tajam sebelum konsul jadinya suka ada miss” (I-1)
“Emm suka terjadi ada under diagnosis kadang dari dokter jaga padahal udah
sertifikasi” (I-4)
“Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dokter jaga sering kurang
tajam” (I-5)

68
“Dokter jaga di rumah sakit kami sudah tersertifikasi cuman memang masih
lumayan sering terjadi kekurang tajaman diganosa awal di igd sebelum masuk
ranap” (I-9)
Selain dilihat dari frekuensi pelatihan dan kemampuan mendignosa pasien,

kualitas SDM juga dapat dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan

fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan

pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di rumah sakit ini masih ada beberapa

dokter jaga yang belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan masih

ada juga dokter jaga yang salah ataupun belum mahir membaca hasil ECG sehingga

menyebabkan masalah bagi pasien, selain itu di rumah sakit ini juga masih terjadi

kegagalan pemantauan cairan pada pasien yang dilakukan oleh perawat dan

menyebabkan bahaya pada pasien. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai

berikut:

“Kalo untuk kemampuan sebener nya asih ada beberapa dokter jaga belum
berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan belum mahir baca ECG
yang menyebabkan keterlambatan diagnose” (I-1)
“Kalau untuk kemampuan dokter dan paramedis pernah terjadi kegagalan
pemantauan cairan oleh perawat dan kalau dokter ada beberapa dokter jaga
yang yang belum mahir melakukan pemantauan cairan tertentu” (I-9)
Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini, peneliti

juga melihat mutu input SDM dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam

melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan

secara tegas tentang variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan

mutu pelayanan yang dihasilkan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring. Variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan

mutu pelayanan salah satunya yaitu tentang permasalahan paramedis, dimana terjadi
69
kurangnya kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga

paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan

tanda vital, pengawasan tanda schok) dan dapat diketahui juga bahwa ada faktor

kurangnya pemahaman paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga

paramedis di rawat inap dalam hal melaksanakan kegiatan universal precaution untuk

mencegah adanya infeksi nosokomial. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian pasien

> 48 jam menurut masukan input bisa dilihat juga pada tabel berikut :

Tabel 5.5 Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian pasien > 48 Menurut Masukan/Input
Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

No Kode No Rekam Analisa Penyebab Kematian


RM Medis
1. 103 02177875 Fungsi pemantauan dan support terapi cairan dari
paramedis tidak berjalan karena tidak sempat
idealnya perbandingan jumlah pasien dengan
perawat sama.
2. 108 12209575 Kemungkinan besar terjadi infeksi nosokomial,
dengan tindakan- tindakan
infasive dari paramedis yang kurang steril.
3 109 02008257 Timbulnya sepsis kemungkinan karena infeksi
nosokomial petugas kurang menjaga kesterilan
pada saat melakukan tindakan.
4 105 01354878 Kurangnya fungsi pengawasan dan pengukuran
kebutuhan cairan oleh paramedis, sehingga
menyebabkan edema paru dan gagal nafas
5 101 12847179 A suhan keparawatan dalam hal pengawasan
pasien, tanda vital tidak terpantau sehingga
kondisi syok terlambat untuk diatasi.
6 107 01288580 Kegagalan asuhan keperawatan dalam
pengawasan kebutuhan cairan pasien.
Penatalaksanaan terapi cairan untuk menghindari
terjadinya
gagal ginjal lebih lanjut gagal.

70
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

Permasalahan pada mutu input SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu masih kurangnya jumlah SDM pada

bagian dokter jaga yang harusnya ada 9 orang di RS ini hanya ada 8 orang dan perawat

yang harusnya memenuhi jumlah perbandingan 2:3 dengan tempat tidur di RS ini hanya

ada 40 perawat dengan 71 tempat tidur. Frekuensi pelatihan seperti pelatihan pembacaan

diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan

yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum

merata. Kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien juga masih kurang tajam

sehingga sering terjadi under diagnose yang menyebabkan masalah bagi pasien. Dan

yang terakhir dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya

sebagai medis dan paramedis di rawat inap masih sering terjadi masalah seperti ada

beberapa dokter jaga yang belum menguasai atau mahir dalam mlakukan fungsi

pemantauan cairan tertentu dan masih ada perawat yang gagal dalam melakukan

pemantauan cairan tertentu.

5.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP

Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP)

yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di

rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP yang bermutu pula. Input SOP

pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat

dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP,

71
pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP, evaluasi dari pelaksanaan

SOP.

Input mutu dari segi kelengkapan SOP berdasarkan telaah dokumen diketahui

bahwa dari 16 SOP rawat inap yang harus ada baru 10 SOP rawat inap yang sudah ada di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini. Berikut tabel perbandingan antara SOP

rumah sakit dengan Depkes 2008:

Tabel 5.6 Rekapitulasi Kelengkapan SOP Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring Tahun 2016

Pedoman Kebijakan Akreditasi Rumah Ketersediaan Kebijakan Akreditasi


Sakit (Rawat Inap) Depkes tahun 2008 Rumah Sakit (Rawat Inap) di RSMTP
1. SOP hubungan kerja denga unit lain 1. Belum ada
2. Bagan organisasi 2. Ada
3. Uraian tugas bagan organisasi 3. Ada
4. SOP alur pasien masuk ke rawat 4. Ada
inap 5. Ada
5. SOP merujuk pasien 6. Ada
6. SOP pasien emergency 7. Belum ada
7. SOP visit dokter 8. Ada
8. SOP penggunaan, pemeliharaan dan 9. Belum ada
perbaikan alat kesehatan 10. Belum ada
9. SOP Pencatatan dan Pelaporan 11. Ada
kegiatan pelayanan 12. Ada
10. SOP evaluasi hasil perawatan pasien 13. Belum ada
11. SOP tatacara pemerikasaan 14. Belum ada
laboratorium dan radiologi 15. Ada
12. SOP kewenangan ka Instalasi/dokter 16. Ada
jaga
13. SOP Pelayanan medis dan standar
terapi
14. SOP pencegahan infeksi
15. SOP konsul antar dokter
jaga/spesialis/konsulen
16. SOP pemulangan pasien

72
Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring tahun 2016

Berdasarkan hasil wawancara kelengkapan SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring diketahui bahwa SOP rawat inap di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini

karena dari 16 SOP yang harus ada ternyata baru 10 SOP yang sudah ada ditambah lagi

masih jarangnya sosialisasi SOP yang menyebabkan masih banyak SOP yang belum

diketahui oleh petugas dan hal ini juga terlihat dari masih ada beberapa fungsi atau proses

pelayanan yang belum tegas pengaturannya seperti jam visit dan pencegahan infeksi

terutama infeksi nosokomial. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan wawancara

sebagai berikut:

“Selama ini masih jarang ada sosialisasi SOP jadi sepertinya sih masih belum
lengkap” (I-3)
“Belum lengkap SOP nya setahu saya soalnya masih ada beberapa yang belum
tegas pengaturannya seperi jam visit” (I-5)
“Untuk masalah kelengkapan SOP memang belum lengkap karena dari 16 SOP
yang harus ada masih ada 6 SOP yang belum ada dn itupun belum semuanya
tersosialisasikan” (I-9)

Setelah melihat input SOP dari segi kelengkapan, input SOP juga bisa dilihat dari

segi pelaksanaan SOP nya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan

SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring belum semuanya dilaksanakan

karena belum semua SOP tersosialisasikan dan sebagian besar yang dilaksanakan hanya

SOP yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medisnya saja, hal ini juga

disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP sehingga terlaksana atau

tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya dan biasanya hanya baru terlihat ketika

terjadi kasus pada pasien. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara

sebagai berikut:

73
“Saya merasanya sih sudah sesuai SOP cuman karena ga pernah ada evaluasi
juga jadinya gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau belum” (I-1)
“Saya belum tau semua atau tersosialisasikan semua SOP jadinya ya kalo
ditanya pelaksanaan juga jadinya ga tau ga bisa nilai” (I-2)
“Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan perawatan medis yang benar benar
dilaksanakan yang lainnya gatau” (I-7)
“Belum semuanya dilaksanakan yang jelas” (I-8)
“Untuk pelaksanaan masing-masing SOP selama ini belum pernah ada
pemantauan ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad kasus” (I-9)

Selanjutnya input SOP dilihat dari segi kepatuhan petugas di rawat inap.

Berdasarkan hasil wawancara input SOP jika dilihat dari segi kepatuhan petugas

diketahui bahwa belum semua petugas baik dokter maupun perawat patuh terhadap SOP,

hal ini disebabkan karena terkadang masih ada petugas yang belum tahu kalau tindakan

yang diambil ada SOP nya atau tidak dan hal ini juga disebabkan karena belum semua

SOP tersosialisasikan, selain itu juga mengenai kepatuhan ini tidak bisa diketahui secara

pasti karena fungssi evaluasi dan pemantauannya tidak berjalan. Pernyataan ini

dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Belum semua dokter atau petugas di rs ini tau SOP tertentu jadi gimana bisa
patuh” (I-4)
“Kalau memang ada dan tahu SOP nya pasti patuh lah saya mba, cuman kadang
ya gitu sosialisasinya jarang” (I-5)
“Untuk masalah kepatuhan memang belum semua petugas patuh sih akan SOP
tapi ini juga belum bisa dilihat secara pasti karena fungsi pengawasan dan
evaluasi yang belum jalan” (I-9)

Input SOP dilihat dari segi sosialisasi, berdasarkan hasil wawancara SOP dirumah

sakit belum semuanya tersosialisasikan, memang pernah ada beberapa kali sosialisasi tapi

belum sampai SOP yang terbaru dan itu juga termasuk jarang sehingga ini mempengaruhi

terlaksana atau tidaknya SOP. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara

sebagai berikut :

“Kalo soal sosialisasi sop disini tuh belum semuanya disosialisasikan sepertinya
soalnya sih saya jarang ngerasa nerima sosialisasi” (I-1)

74
“Pernah sih dulu sosialisasi SOP tapi jarang juga keitungnya” (I-7)
“Untuk sosialisasi SOP selama ini belum semunya tersosialisasikan dari 10 ada 4
lagi yang belum tersosialisasikan” (I-9)

Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi, berdasarkan hasil

wawancara di rumah sakit ini memang belum pernah ada pemantauan atau evaluasi SOP

karena tim mutu di rumah sakit ini sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi

baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang

teratur. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut :

“Evaluasi dan pemantauan SOP rawat inap belum pernah ada karena tim
evaluasi dan pemantauan seperti tim mutu sudah 3 tahun tidak berjalan dan
biasanya evaluasi baru ada kalau terjadi kasus” (I-9)

Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti

juga melihat mutu input SOP dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam

menurut input SOP melalui daftar tilik. Berikut hasil daftar tilik analisis penyebab

kematian yang menginformasikan secara tegas tentang variabel masukan/input SOP yang

berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di rawat inap Rumah Sakit

Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan

mutu pelayanan seperti tentang permasalahan belum adanya SOP tentang pedoman dan

pencegahan infeksi nosokomial di rawat inap (standar precaution tidak dilakukan SDM,

pencegahan melalui pemasangan infus tidak dilakukan, pencegahan melalui

meminimalisasi rute penularan. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian Menurut

Masukan/Input SOP bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 jam Menurut
Masukan/Input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016

No Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian


1. 103 2014877 Penurunan kesadaran lama membuat rentan

75
No Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian
infeksi ditambah tindakan medis yang tidak
steril (tidak melakukan standart precaution)
membuat besar kemungkinan terjadinya infeksi
nosokomial.
2. 109 02008357 Timbulnya sepsis kemungkinan karena infeksi
nosokomial kurang menjaga kesterilan pada saat
melakukan tindakan.
3 111 01997556 Timbulnya kondisi sepsis karena pasien dengan
penurunan kesadaran pada perawatan lama
membuat kemungkinan infeksi menjadi tinggi,
terutama pneumonia. Kemungkinan besar
terjadi infeksi nosokomial, batas waktu
pemasangan infus tidak dilakukan pemindahan
posisi
4 104 01315760 Terdapat tanda-tanda sepsis kemungkinan
karena infeksi nosokomial mengingat sterilitas
pelayanan di rawat inap kurang terisolasi
sehingga memudahkan jalannya rute penularan
5 102 01322090 Pasien mengalami sepsis, terbukanya rute
penularan melalui tenaga rumah sakit maupun
pengunjung
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

Permasalahan pada mutu input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring yaitu kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan

Depkes (2008). Pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP belum sepenuhnya

terlaksana karena masih banyak SOP yang belum tersosialisasikan dan belum adanya

fungsi pemantauan dan evaluasi sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya

dan patuh atau tidaknya. Pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana

karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan. Pemantauan

dan evaluasi dari pelaksanaan SOP sendiri juga di rumah sakit ini belum berjalan dan

tidak pernah ada, hal ini disebabkan oleh tidak berjalannya tim mutu selama 3 tahun ini

76
dan belum dibentuknya tim khusus oleh manajemen rumah sakit sehingga biasanya

evaluasi baru ada ketika terjadi kasus pada pasien saja.

5.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan

Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana input alat kesehatan yang mempengaruhi

berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu

jika didukung oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Input alat kesehatan pada

pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari

segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat kesehatannya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai kelengkapan

alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa alat kesehatan di

rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini karena masih ada beberapa yang masih kurang atau

jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan

dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia

seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan

terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien terlebih lagi jika pasien yang

membutuhkan CT-Scan dan hemodialisanya tidak transportable dan tetap harus dirujuk,

maka hal tersebut bisa membahayakan kondisi pasien. Pernyataan ini dibuktikan dengan

kutipan hasil wawancara sebagai berikut :

“Belum lengkap semua ya seperti fasilitas pemeriksaan penunjang penting tidak


ada, yaitu CT pasien dengan stroke atau trauma kepala terlambat ditegakkan
diagnose pastinya apalagi jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan
transportasi” (I-1)
“Masih belum lengkap sih alkesnya ga adanya CT Scan bisa ngebuat diagnosa jadi
terlambat atau jadi kurang akurat ditambah lagi kalo maksa CT Scan di RS luar
kadang-kadang kondisi pasien tidak memungkinkan” (I-4)

77
“Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan memang belum bisa disebut
lengkap sih karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG yang masih kurang,
oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada” (I-9)

Selain kelengkapan input alat kesehatan juga bisa dilihat dari kecukupan jumlah

alkesnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kecukupan alat kesehatan di RS

Muhammadiyah ini belum mencukupi jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasien

karena masih ada yang belum sama sekali seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral,

troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG yang baru

ada 2 buah. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Disini tuh alkesnya belum memenuhi kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau
pasien sedang banyak yang membutuhkan” (I-8)
“Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup jumlahnya karena masih banyak yang
harus ditambah seperti EKG” (I-6)
“Kalau yang ada sih sudah cukup hanya yang jadi masalah ialah yang belum ada
sama sekali seperti CT-Scan dan hemodialisa”(I-7)

Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga

melihat mutu input alat kesehatan dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48

jam melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menginformasikan

secara tegas tentang variable masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu

pelayanan yang dihasilkan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel

masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan yakni salah satunya

diketahui bahwa peralatan CT Scan diperlukan berada di Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring untuk mendukung penegakan diagnose secara pasti terlebih apabila kondisi

pasien tidak transportabel sehingga penataksanaan pasien selanjutnya lebih cepat dan tepat.

Selain CT Scan alat hemodialisa juga belum tersedia serta oksigen sentral troly

emergency juga belum ada dan ditambah lagi EKG yang hanya ada dua dari banyaknya

ruang rawat serts kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas

78
pemeliharaan alat dalam laporan antar unitnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan

bagi pasien. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian yang berhubungan dengan

variabel masukan peralatan salah satunya alat kesehatan juga dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.8 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Menurut Masukan/Input Fasilitas Alat kesehatan

No Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian


1. 107 1320967 Tidak bisa memastikan apakah ada
perdarahan atau tidak dalam otak
karena tidak dilakukan CT Scan
kepala
2. 111 01297082 Diagnosa pasti lokasi penekanan
akibat tumor tidak bisa ditegakkan
karena tidak dilakukan CT Scan
kepala
3. 103 1120967 Tidak dilaksanakan hemodialisa
dengan pertimbangan kasusnya end
stage, mengingat pelaksanaan HD
pasienpasien dengan ventilator tidak
transportabel untuk dilakukan
HD di ruang HD.
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan dan

kecukupan jumlahnya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap dan cukup karena masih

ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada

2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawatinap dan ada beberapa alat yang

belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang

menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien.

79
5.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan

penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi

rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

Analisis mutu proses pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana proses yang mempengaruhi berjalannya

pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung

oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah

Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan

paramedic, evaluasi kinerja medis dan paramedic serta hasil evaluasi kinerja medis dan

paramedic.

Berdasarkan hasil observasi mengenai penatalaksanaan medis dan paramedis

diketahui bahwa proses penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini

terlihat bahwa tenaga paramedisnya belum melaksanakan standart preacuation sehingga

tinggi risiko infeksi nosokomialnya.

Berdasarkan hasil wawancara mengenai penatalaksanaan medis dan paramedic

diketahui bahwa proses penatalaksanaan medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini

terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas

yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan

kejadian nearmiss yang lain, hal-hal ini disebabkan juga salah satunya oleh petugas yang

belum melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi nosokomialnya.

Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Proses medisnya yang disini mah masih ada beberapa petugas yang belum
melaksanakan standart preacuation jadi aja tinggi risiko infeksi nosokomialnya”
(I-1)

80
“Selama ini sih masih sering terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter jaga jadi
kadang tindakan yang diambil juga belum maksimal jatohnya” (I-3)
“Ya secara keseluruhan sih dalam prosesnya jelaslah yah masih sering terjadi
kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku
petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan
keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain” (I-9)
Berdasarkan hasil wawancara mengenai evaluasi kinerja medis dan paramedic

diketahui bahwa evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum

pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite

medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi dan hal ini juga

dikarena pengurus komite medis double task antara fungsional dan operasional, sedangkan

untuk evaluasi kinerja paramedic dulu sempat dilakukan melalui pengisian buku evaluasi

individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini. Pernyataan ini

dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:

“Di rs ini tuh gimana ya mba masa masing-masing SMF ga pernah ngevaluasi
tindakan yang dilakukan perawat padahal ya itu juga ada intruksinya.”(I-1)
“Jadi kalo disini tuh emang belum pernah ada evaluasi baik medis maupun
paramedis karena emang dasarnya sih belum ada kesepakatan yang dikoordinasi
komite medic sebagai profesionalisme di rs untuk membuat aturan” (1-3)
“Ya sebenernya evaluasi kinerja medis maupun paramedic di rs ini belum pernah
dilaksanakan karena kalau dulu paramedic ada buku harian evaluasi cuman uh 3
tahun ini ga jalan dan untuk medis memang sama sekali belum pernah ada”(I-9)

Berdasarkan hasil wawancara mengenai hasil evaluasi kinerja medis dan paramedic

diketahui hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rs muhammadiyah ini tidak ada

karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedic

sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya dan sebelum 3 tahun sekarang evaluasinya

berjalan dengan hasil yang cukup baik namun masih banyak kurang di sikap terhadap

pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada.

Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut :

81
“Ya jelas belum pernah ada hasilnya lah mba karena ga pernah ada evaluasinya”
(I-4)
“Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi kinerja medis karena belum pernah
dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum 3 tahun sekarang ada
hasilnya cukup baik ya cuman gitu masih banyak yang kurangnya apalagi kalo di
sikap terhadap pasientuh banyak komplenan dan disini juga perawatnya kurang
dalam pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada” (I-9)

Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga

melihat mutu proses penatalaksanaan medis dan paramedis dengan menganalisis penyebab

kematian pasien > 48 jam menurut input alat kesehatan melalui daftar tilik. Hasil daftar

tilik ini menginformasikan bahwa penatalaksanaan paramedis belum memadai karena

adanya masalah penatalaksanaan pasien akibat pengawasan ketat paramedis kurang

memadai. Hal ini karena faktor jumlah paramedis yang tidak seimbang dengan jumlah

tempat tidur serta jumlah paramedis terlatih belum seluruhnya. Hasil daftar tilik analisa

penyebab kematian menurut proses penalaksanaan medis dan paramedic dapat dilihat pada

tabel berikut

Tabel 5.9 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam Menurut Proses
Penatalaksanaan medis dan paramedic di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring
tahun 2016

No Rekam
No Kode RM Analisa Penyebab Kematian
Medis
1. 107 0127893 - Pengawasan kebutuhan cairan
kurang baik sehingga menyebabkan
overload dan edema paru.
- Masalah pada asuhan keperawatan
2. 106 1237869 Tidak terlaksananya asuhan
keparawatan dalam hal pengawasan
pasien, tanda vital tidak terpantau
sehingga kondisi syok terlambat
untuk diatasi.
3 101 2103458 - Pengawasan kebutuhan cairan
kurang baik sehingga menyebabkan

82
No Rekam
No Kode RM Analisa Penyebab Kematian
Medis
overload dan edema paru.
- Masalah pada asuhan keperawatan
4 103 3054869 - Tidak berhasilnya penatalaksanaan
terapi cairan untuk menghindari
terjadinya gagal ginjal lebih lanjut.
- Kegagalan asuhan keperawatan
dalam pengawasan kebutuhan
cairan pasien.
5 112 0125867 -Kegagalan terapi cairan untuk
mengatasi kondisi dehidrasi berat.
Fungsi pemantauan dan support dari
paramedis tidak berjalan.
- Tidak terlaksananya pemantauan
kebutuhan cairan yang objektive
melalui pemasangan CVP
6 111 0237489 Ketidaktepatan dalam pengawasan
kebutuhan cairan dan observasi
tanda-tanda vital, sehingga syok
hipovolemik tidak diatasi. Ketidak
berhasilan asuhan keperawatan
7 110 2013876 - Kegagalan mengatasi kondisi
ketidakstabilan gula darah.
- Tidak terlaksananya pemasangan
ventilator untuk mengatasi
kondisi gagal napas
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016

Permasalahan pada mutu input proses pelayanan rawat inap bisa dilihat dari segi

penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedic serta hasil

evaluasi kinerja medis dan paramedis. Masalah pada proses penatalaksanaan medis dan

paramedis di RS Muhammadiyah ini yaitu masih terjadinya kesalahan diagnosis,

kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya

risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang

lain. Selain itu evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum

83
pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite

medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hasil evaluasi kinerja

medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya

tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun ini tidak

berjalan lagi evaluasinya.

5.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari hasil telaah dokumen rekam medis yang

menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus

NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan.

5.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan

medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net

Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman

Puring.

Analisis mutu pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas input sumber daya manusia, kebijakan yang meliputi

SOP dan fasilitas meliputi alat kesehatan yang semua ini sebagai masukan. Input

masukan ini akan berpengaruh untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi

provider terhadap pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan

keperawatan. Keterkaitan antara input dan proses ini akan menghasilkan luaran berupa

kematian lebih dari 48 jam di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring

84
Permasalahan pada mutu input SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu masih kurangnya jumlah SDM pada

bagian dokter jaga dan perawat; frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter spesialis,

dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum merata; kemampuan dokter jaga dalam

mendiagnosa pasien juga masih kurang tajam sehingga sering terjadi under diagnose

yang menyebabkan masalah bagi pasien. Dan yang terakhir dilihat dari kemampuan

dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai medis dan paramedis di rawat

inap masih sering terjadi masalah seperti ada beberapa dokter jaga yang belum menguasai

atau mahir dalam mlakukan fungsi pemantauan cairan tertentu dan masih ada perawat

yang gagal dalam melakukan pemantauan cairan tertentu.

Permasalahan pada mutu input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring yaitu kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan

Depkes (2008). Pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP belum sepenuhnya

terlaksana karena masih banyak SOP yang belum tersosialisasikan dan belum adanya

fungsi pemantauan dan evluasi sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya

dan patuh atau tidaknya, pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana

karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan, pemantauan

dan evaluasi dari pelaksanaan SOP sendiri juga di rumah sakit ini belum berjalan dan

tidak pernah ada yang disebabkan oleh tidak berjalannya tim mutu selama 3 tahun ini dan

belum dibentuknya tim khusus oleh manajemen rumah sakit sehingga biasanya evaluasi

baru ada ketika terjadi kasus pada pasien saja.

Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan

dan kecukupan jumlahnya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap dan cukup

85
karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti

EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit

rawatinap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa,

oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang

diberikan kepada pasien.

Permasalahan pada mutu input yang sudah dipaparkan diatas ini tentu saja akan

mempengaruhi proeses pelayanan yang dilakukan sehingga terjadi pula masalah pada

proses pelayanan seperti permasalahan pada penatalaksanaan medis dan paramedic.

Permasalahan ini diantaranya terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan,

sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial,

kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain.

Evaluasi kinerja medis dan paramedic. Evaluasi kinerja medis dan paramedis di

RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun

tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan

evaluasi. Hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Diketahui bahwa hasil metode

evaluasi untuk kinerja medis di RS Muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan

evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun

ini tidak berjalan lagi evaluasinya.

Mutu input yang mempengaruhi berjalannya proses dan keterkaitan keduanya

yang saling mempengaruhi satu sama lain tentu saja akan mempengaruhi luaran

pelayanan salah satunya berupa angka NDR di rumah sakit ini yang tidak sesuai standar

yaitu 0,3 % sedangkan standarnya 0,24% karena tidak didukung oleh input dan proses

yang sesuai standar.

86
6 B VI PEMBAHASAN

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan, tahap analisis penyebab kematian dengan

menggunakan daftar tilik dan tahap menganalisis mutu pelayanan dengan menggunakan

wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Keterbatasan dalam penelitian ini

adalah:

a. Terdapat selisih jumlah antara data laporan rumah sakit (20 rekam medis) dengan

jumlah rekam medis yang ditemukan di bagian rekam medis (12 rekam medis) yaitu

sebanyak 8 rekam medis. Hal ini bisa menimbulkan bias dalam menginterpretasi hasil

penelitian.

b. Responden atau informan pada tahap pertama dalam pembuatan resume audit adalah

dokter yang merawat pasien sekaligus dokter penanggung jawab pasien sendiri, hal ini

bisa menimbulkan kemungkinan bias karena pengaruh subyektifitas

responden/informan untuk menilai diri sendiri tentang penatalaksanaan medis terhadap

pasien yang dirawatnya sendiri.

6.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di

instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

Pembahasan mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia

(SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di

87
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini

dibuat oleh peneliti berdasarkan dari hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan

daftar tilik yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

6.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM)

Input sumber daya manusia di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring sendiri terdiri dari dokter penanggungjawab/dokter spesialis, dokter jaga dan

perawat. Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung

dengan pasien di rawat inap. Input SDM di rumah sakit ini bisa dilihat dari segi kuantias

dan kualitas.

Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa kuantitas SDM di instalasi

rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring belum sepenuhnya memenuhi

standar Depkes (2008). Hal ini disebabkan karena jumlah dokter umum di rumah sakit ini

hanya 8 orang sedangkan jumlah yang diharuskan pada standar Depkes (2008) adalah 9

orang, jumlah perawat juga belum memenuhi standar karena di rumah sakit ini hanya ada

40 orang perawat dengan 71 tempat tidur sedangkan jumlah perawat yang diharuskan

pada standar Depkes (2008) adalah jumlah perawat dan tempat tidur dengan

perbandingan 2:3. Sedangkan untuk jumlah dokter spesialis sudah memenuhi standar

karena dokter spesialis di rumah sakit ini berjumlah 44 orang yang jika dibandingkan

dengan standar Depkes (2008) jumlah dokternya dibagi kedalam kelompok medik dasar

(min.2 untuk masing-masing spesialisasi), penunjang (min.1 untuk masing-masing

spesialisasi) dan spesialis gigi dan mulut (min.1).

88
Kuantitas SDM di rumah sakit ini dikatakan belum mencukupi dan dianggap

masih kurang terutama jumlah dokter jaga dan perawat. Pernyataan ini disebabkan

jumlah dokter jaga dan perawat yang ada masing-masing belum bisa memenuhi

kebutuhan untuk melayani pasien terutama ketika pasien banyak atau penuh sehingga

sering terjadi saling tarik menarik SDM dari satu unit rawat inap ke unit rawat inap

lainnya yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman. Hal ini juga

didukung oleh banyaknya perawat yang mengundurkan diri di tahun ini, ditambah lagi

dengan adanya penambahan gedung baru rumah sakit yang tentunya akan menambah

jumlah bed, sehingga belum memadai karena jumlah yang seharusnya adalah jumlah

dengan perbandingan perawat dan bed 2:3.

Ketidakcukupan SDM secara jumlah ini tentu akan menghambat dan berpengaruh

terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, hal ini sejalan dengan Global Health

Workforce Alliance (2011) yang menyebutkan bahwa terpenuhinya jumlah tenaga kerja

ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam

keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan

kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Selain itu

terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting untuk keberhasilan

suatu rumah sakit, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ilyas (2004) yang

menyatakan bahwa salah satu upaya penting yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk

menjawab tantangan globalisasi adalah dengan merencanakan kebutuhan sumber daya

manusia yang dimilikinya secara tepat jumlah dan sesuai dengan fungsi pelayanan.

SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring jika dilihat dari segi kualitas

bisa disebut masih kurang atau belum memadai, hal ini disebabkan karena masih ada

89
beberapa aspek kualitas SDM yang belum terpenuhi. Salah satu aspek kualitas ini adalah

frekuensi pelatihan yang diikuti SDM, baik itu dokter spesialis, dokter jaga maupun

perawat. Dari ketiga kategori SDM ini yang terhitung masih sering mengikuti pelatihan

adalah perawat walaupun tetap saja dinyatakan kurang karena belum semua perawat

mengikuti pelatihan sehingga belum merata.

Jumlah pelatihan yang pernah diikuti SDM masih kurang dan belum memenuhi

jika dibandingkan dengan standar Depkes (2003) yang menyatakan bahwa jumlah tenaga

paramedis yang harus mendapat pelatihan khusus minimal seperti pelatihan pembacaan

diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan

90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang bertugas. Sedangkan, frekuensi pelatihan

yang diikuti SDM di rumah sakit ini masih belum mencapai 90% sehingga terdapat

kesenjangan antara standar dan pencapaian.

Kurangnya frekuensi pelatihan akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang

diberikan kepada pasien dan produktivitas petugas. Oleh karena itu, meningkatkan

frekuensi pelatihan ini menjadi penting. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan

oleh Notoadmodjo (1998) yang menyatakan bahwa pentingnya pendidikan dan pelatihan

bagi karyawan karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para

karyawan, meningkatkan produktivitas kerja para karyawan. Produktivitas kerja para

karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh

keuntungan.

Pelatihan menjadi penting karena bermanfaat bagi SDM itu sendiri untuk

pengembangan diri dan rumah sakit, hal ini juga sejalan dengan penelitian Siagian (1996)

90
yang menyebutkan bahwa pelatihan SDM dapat meningkatkan kemampuan para pekerja

menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dan membantu terjadinya internalisasi

dan operasionalisasi faktor – faktor motivasional sehingga pegawai lebih paham akan

tugasnya dn lebih termotivasi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Fitri (2009) yang

mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dan kompetensi perawat

dirumah sakit.

Selain frekuensi pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari kemampuan

dokter dalam mendiagnosa pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini masih banyak dokter jaga yang diagnosa

awalnya kurang tajam dan menyebabkan terjadinya under diagnosa ataupun kesalahan

diagnosa awal, under diagnosa ini juga bisa dilihat dari pelaporan hasil anamnesa dan

pemeriksaan fisik oleh dokter jaga yang kurang tajam. Hal serupa juga terjadi pada dokter

spesialis dan perawat yang sama-sama kurang dalam mengikuti pelatihan sehingga

mendukung munculnya kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan. Hal ini berbanding

terbalik dengan data hasil kelulusan Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) yang menyatakan bahwa ketenagaan

dokter jaga di unit IGD yang menyatakan bahwa telah 100% tersertifikasi pelatihan

kegawat daruratan medis.

Adanya sertifikasi kelulusan dokter jaga seharusnya menjadikan angka kesalahan

diagnose menjadi lebih sedikit tapi pada faktanya malah masih banyak terjadi kesalahan

diagnose oleh dokter jaga yang tentunya akan mempengaruhi kenyamanan dan kualitas

pelayanan yang diterima pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Sri (2013) yang

menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kesalahan diagnosis dengan kenyamanan

91
dan keselamatan pasien. Adanya ketidakmampuan beberapa dokter jaga di rumah sakit

ini dalam mendiagnosa pasien tentu saja berbanding terbalik dengan standar kompentensi

kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan

bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Selain dilihat dari frekuensi pelatihan dan kemampuan mendignosa pasien,

kualitas SDM juga dapat dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan

fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan

pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock).

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di rumah sakit ini masih ada beberapa

dokter jaga yang belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan masih

ada juga beberapa dokter jaga yang belum mahir membaca hasil ECG sehingga

menyebabkan masalah bagi pasien, selain itu di rumah sakit ini juga masih terjadi

kegagalan pemantauan cairan pada pasien yang dilakukan oleh perawat dan

menyebabkan bahaya pada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyatiningsih

(2013) yang menyatakan adanya hubungan kemampuan medis dan paramedic dalam

menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital,

pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien.

Selain itu kurangnya kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan

fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap berbanding terbalik dengan

standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013)

yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan fungsi ketepatan dan

pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik.

92
Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas

tentang variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu

pelayanan yang dihasilkan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring. Variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu

pelayanan salah satunya yaitu tentang permasalahan paramedis, dimana terjadi kurangnya

kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat

inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital,

pengawasan tanda schok). Selain itu dapat diketahui juga bahwa ada faktor kurangnya

pemahaman paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat

inap dalam hal melaksanakan kegiatan universal precaution untuk mencegah adanya

infeksi nosokomial.

Perawat yang tidak melaksanakan standart precaution dan universal precaution

dapat menghambat pencegahan infeksi nosokomial yang pada akhirnya akan

membahayakan kondisi pasien sehingga pelaksanaan standart precaution menjadi

penting dilakukan di rumah sakit. Hal ini sejalan dengan CDC (2002) yang memberi

petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK

yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk

semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk

semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Langkah – langkah ini

merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions. Kemudian komponen kedua

adalah melakukan transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara

penularan) untuk pasien yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan

melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis.

93
Pernyataan pentingnya pelaksanaan standard precautions ini juga sejalan dengan

Depkes (2007) menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di

lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak,

dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution sendiri

adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh,

sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan

dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau

pengunjung.

6.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP

Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP)

yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input SOP pada

pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari

segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP, pelaksanaan

sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP dan evaluasi dari pelaksanaan SOP.

Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen mengenai kelengkapan SOP di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa SOP rawat inap di rumah

sakit ini belum lengkap. Pernyataan ini dikarenakan dari 16 SOP yang harus ada, ternyata

di rumah sakit ini baru ada 10 SOP, ditambah lagi masih jarangnya sosialisasi SOP yang

menyebabkan masih banyak SOP yang belum diketahui oleh petugas dan hal ini juga

terlihat dari masih adanya beberapa fungsi atau proses pelayanan yang belum tegas

pengaturannya seperti jam visit dan pencegahan infeksi terutama infeksi nosokomial. Hal

ini menunjukkan pentingnya kelengkapan SOP dalam proses pelayanan karena seperti

94
yang disebutkan dalam teori yang dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa lengkapnya

SOP penting karena SOP sendiri adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas

pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan

indikator - indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja,

prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

SOP jika dilihat dari fungsinya menjadi semakin penting karena SOP sendiri

berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat

dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan

sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses

pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan

pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin

konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik

antar Satuan Kerja (Atmoko, 2010).

Selanjutnya input SOP juga bisa dilihat dari segi pelaksanaan dan kepatuhan

petugas terhadap SOP, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan SOP

di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring belum semuanya dilaksanakan karena

belum semua SOP tersosialisasikan dan kebanyakan yang dilaksanakan hanya SOP yang

berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medisnya saja. SOP yang belum sepenuhnya

terlaksana juga disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP sehingga

terlaksana atau tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya yang menyebabkan tidak

adanya tindakan tegas bagi yang tidak melaksanakan, yang hal ini juga menyebabkan

tidak adanya efek jera bagi petugas. Selain itu bentuk kepatuhan terhadap SOP sendiri

belum semua petugas patuh baik dokter maupun perawat, hal ini disebabkan karena

95
terkadang masih ada petugas yang belum mengetahui kalau tindakan yang diambil oleh

petugas tersebut ada SOP nya atau tidak dan hal ini juga disebabkan karena belum semua

SOP tersosialisasikan.

Input SOP dilihat dari segi sosialisasi. Berdasarkan hasil wawancara SOP

dirumah sakit ini belum semuanya tersosialisasikan, memang pernah ada beberapa kali

sosialisasi tapi sosialisasi tersebut belum sampai SOP yang terbaru dan itu juga termasuk

jarang frekuensinya sehingga ini mempengaruhi terlaksana atau tidaknya SOP karena

secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi pengetahuan petugas

mengenai SOP. Pentingnya sosialisasi ini sejalan dengan penelitian Judha (2012) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan petugas

dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP yang pengetahuan itu salah satunya

bisa didapatkan melalui pengadaan sosialisasi. Pernyataan sebelumnya juga sejalan

dengan penelitian Natasia (2014) yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifkan antara tingkat pengetahuan petugas dengan kepatuhan perawat dalam

pelaksanaan SOP yang pengetahuan.

Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan hasil

wawancara di rumah sakit ini memang belum pernah ada pemantauan atau evaluasi SOP

karena tim mutu di rumah sakit ini sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi

baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang

teratur. Tidak adanya sistem pemantauan dan evaluasi yang teratur ini menjadikan

pelayanan yang diberikan di rumah sakit belum sepenuhnya sesuai pedoman yang ada

dan hal ini bisa menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan selama

proses pelayanan. Hal ini menunjukkan pentingnya pemantauan dan evaluasi SOP.

96
Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi yang juga sejalan dengan teori

yang dikemukakan oleh Rahma (2008) yang mengharuskan adanya pemantauan dan

evaluasi untuk berjalannya duatu proses pelayanan dengan baik karena monitoring

melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau diharapkan dengan

menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring meliputi kegiatan

pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari pelaksanaan program atau

kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi. Monitoring

pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring.

Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses

pelaksanaan kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring

akan memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah

terjadi adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang

tidak tepat atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil monitoring

dipakai sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada

tracknya sampai pada tindakan koreksi dan atau penyesuaian. Pengertian inilah yang

dimaksud sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan

atau bahkan sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian

adalah sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga disebut sebagai on-going evaluation

atau former evaluation (Rahma, 2008).

Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas

tentang variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang

dihasilkan di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel

masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan tersebut seperti

97
permasalahan belum adanya SOP tentang pedoman dan pencegahan INOK di rawat inap

(standar precaution tidak dilakukan SDM, pencegahan melalui pemasangan infus tidak

dilakukan, pencegahan melalui meminimalisasi rute penularan.

Pentingnya pengadaan SOP tentang pedoman dan pencegahan INOK ini sejalan

dengan Depkes (2007) yang menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang

yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau

tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution

sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan

tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko

penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan,

pasien atau pengunjung. Pernyataan ini juga sejalan dengan dengan CDC (2002) dengan

memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan

INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions

untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai

utnuk semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Standar ini

merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions dan yang kedua melakukan

transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien

yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau

kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis.

6.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan

Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat

kesehatannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai

98
kelengkapan alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa alat

kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa

alat yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2

buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat

yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency

yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien terlebih lagi

jika pasien yang membutuhkan CT-Scan dan hemodialisanya tidak transportable dan

tetap harus dirujuk, maka hal tersebut bisa membahayakan kondisi pasien.

Masalah kurang lengkapnya alat kesehatan ini harus segera dipenuhi dan

diselesaikan karena sejalan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16

ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar

pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah,

keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian ayat 6 mengamanahkan bahwa

pemeliharaan peralatan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan

berkesinambungan. Pentingnya kelengkapan alat kesehatan ini sejalan dengan Depkes

(2008) yang menyatakan bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang

memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan

peralatan yang selalu dalam kondisi lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan

dengan baik.

Selain dari segi kelengkapan, input alat kesehatan juga bisa dilihat dari kecukupan

jumlahnya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kecukupan alat kesehatan di

RS Muhammadiyah ini belum mencukupi jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasien

99
karena masih ada yang belum sama sekali seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral,

troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG yang baru

ada 2 buah. Dengan demikian kecukupan jumlah alat kesehatan pun menjadi penting dan

hal ini sejalaan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1

mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar

pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah,

keamanan, keselamatan dan layak pakai. Hal ini sejalan pula dengan teori yang

dikemukakan oleh Rahmah (2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat

perlu ditingkatkan melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya melalui

upaya penyediaan alat kesehatan yang baik, aman, cukup jumlah dan layak pakai. Agar

peralatan kesehatan selalu dalam kondisi baik, aman dan layak pakai, diperlukan

pemeliharaan preventif meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan

kalibrasi.

Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menginformasikan secara tegas

tentang variable masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan

yang dihasilkan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input

peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan seperti salah satunya diketahui

bahwa peralatan CT Scan diperlukan berada di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring untuk mendukung penegakan diagnosa secara pasti, terlebih apabila kondisi

pasien tidak transportable sehingga penataksanaan pasien selanjutnya lebih cepat dan

tepat. Selain CT Scan, alat hemodialisa juga belum tersedia serta oksigen sentral dan troly

emergency juga belum ada, ditambah lagi EKG yang hanya ada dua dari banyaknya

ruang rawat serta kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas

100
pemeliharaan alat dalam laporan antar unitnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan

bagi pasien. Kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas

pemeliharaan alat kesehatan ini juga salah satunya disebabkan tidak adanya SOP yang

mengatur hubungan kerja dengan unit lain di rumah sakit ini yang berbanding terbalik

dengan Pedoman Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit (Rawat Inap) Depkes tahun 2008

yang mengharuskan adanya SOP hubungan kerja dengan unit lain sehingga bisa dipantau

prosesnya dan lebih teratur.

6.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan

penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi

rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana proses berjalannya pelayanan pasien di rawat

inap mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap rumah sakit. Proses pada pelayanan rawat

inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi

penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedis serta hasil

evaluasi kinerja medis dan paramedis.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa dalam proses

penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini masih terjadi kesalahan

diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung

tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss

yang lain. Masalah – masalah ini disebabkan salah satunya oleh petugas yang belum

melaksanakan melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi

nosokomialnya. Hal ini sejalan dengan standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam

101
Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu

membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling

tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Pernyataan sebelumnya juga sejalan dengan

penelitian Mulyatiningsih (2013) yang menyatakan adanya hubungan kemampuan medis

dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan,

pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien sehingga

menjadi penting untuk diperhatikan dan diperbaiki.

Selain itu kurangnya kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya

sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap berbanding terbalik dengan standar

kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang

menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan fungsi ketepatan dan pemantauan

terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik. Sedangkan

pentingnya melaksanakan standart preacuation disebutkan oleh Depkes (2007) yang

menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di lingkungan rumah

sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak, dilakukan dengan standar

precaution.

Pentingnya pelaksanaan standart precaution ini karena standart precaution sendiri

adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh,

sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan

dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau

pengunjung. Pernyataan ini juga sejalan dengan dengan CDC (2002) dengan memberi

petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK

yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk

102
semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk

semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Ini merupakan kombinasi

dari BSI dan universal precautions dan yang kedua melakukan transmission–based

precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang dicurigai atau

terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi

dengan organisme yang epidemis.

Berdasarkan hasil wawancara mengenai evaluasi kinerja medis dan paramedis

diketahui bahwa evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum

pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun tim mutu karena dari komite

medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hal ini juga

dikarenakan pengurus komite medis memiliki double task antara fungsional dan

operasional, sedangkan untuk evaluasi kinerja paramedis dahulu sempat dilakukan melalui

pengisian buku evaluasi individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini.

Jika dilihat dari segi kepentingannya tentu saja berjalannya komite mutu ini sangat

penting untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit karena dari pengertian mutu

pelayanan itu sendiri adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai

jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata dan

penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azwar, 2010). Selain itu

dalam Kemenkes RI juga disebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan itu meliputi kinerja

yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat

menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga

sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Pohan, 2009).

103
Dari beberapa pernyataan sebelumnya dapat diketahui bahwa komite mutu sangat

diperlukan untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit sehingga bisa menjaga mutu

yang sudah bagus dan meningkatkan yang masih kurang. Evaluasi mutu juga sangat

penting untuk dilaksanakan baik secara programatau kegitan dan kinerja karena evaluasi

sendiri merupakan suatu penilaian sedangkan evaluasi program, merupakan suatu istilah

dalam manajemen yang cukup populer pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah

suatu hal yang baru (Thoha, 2001).

Menurut hasil penelitian Syafharini (2012) tidak berjalannya program komite mutu

dalam meningkatkan kualitas pelayanan, merupakan kesalahan manusia (human error)

yang disebabkan oleh :

a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para

karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat dari program

tersebut.

b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang tidak

melakukan program tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara mengenai hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis

diketahui hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rumah sakit muhammadiyah ini

tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi

paramedis sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya. Sedangkan sebelum 3 tahun

ini evaluasinya berjalan dengan hasil yang cukup baik namun masih banyak yang kurang

pada sikap petugas terhadap pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial. Hasil

evaluasi kinerja yang tidak ada akan menjadi kendala rumah sakit untuk melakukan

perbaikan, pentingnya peranan evaluasi ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

104
Thoha (2001) yang menyebutkan bahwa evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan

bagian yang penting dari proses manajemen dan didasarkan pada sistem informasi

manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena adanya dorongan atau keinginan untuk

mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang

telah ditetapkan .

Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau

pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh

mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai atau

belum (Thoha, 2001).

Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan bahwa

penatalaksanaan paramedis belum memadai karena adanya masalah penatalaksanaan

pasien akibat pengawasan ketat paramedis kurang memadai. Hal ini karena faktor jumlah

paramedis yang tidak seimbang dengan jumlah tempat tidur serta jumlah paramedis terlatih

belum seluruhnya.

6.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring

Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari hasil telaah dokumen rekam medis yang

menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus

NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. Jumlah 12 pasien yang meninggal > 48

jam dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini berarti sebanyak 0,3%

kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah

105
0,24%. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48

jam masih tinggi dan belum memenuhi standar.

6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan

medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net

Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman

Puring.

Mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor

SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini bisa dilihat dari

hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik.

Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring salah satunya membahas bagaimana input sumber daya manusia yang

mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input sumber daya manusia

di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter

penanggungjawab/ dokter spesialis, dokter jaga dan perawat dimana jumlah dokter jaga

dan perawatnya masih kurang yaitu harusnya ada 9 orang di RS ini ada 8 orang

sedangkan untuk jumlah perawat yang harusnya memenuhi perbandingan 2:3 dengan

jumlah tempat tidur di RS ini hanya ada 40 perawat dengan 71 tempat tidur. Selain

jumlah kualitas juga sangat mempengaruhi cara kerja SDM yang salah satunya

dipengaruhi oleh pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnosa, pembacaan hasil ECG,

pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan.

106
Pentingnya pengaruh input SDM terhadap proses pelayanan yang selanjutnya

akan mempengaruhi output mutu pelayanan ini sejalan dengan hasil penelitian

Karassavidou et al. (2009) dapat diketahui, bahwa dimensi personal (human factor)

dianggap penting bagi pasien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chilgren (2008)

yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien meliputi

kecepatan waktu pelayanan, sikap dan perilaku karyawan (dokter dan karyawan

lainnya), serta kejelasan informasi yang diberikan. Untuk menghasilkan kualitas

pelayanan yang sesuai dengan harapan pasien, kompetensi SDM, terutama SDM

yang berhubungan langsung dengan proses perawatan, sangat penting

Selain input SDM, untuk mengetahui mutu input pelayanan rawat inap di Rumah

Sakit Muhammadiyah Taman Puring kemudian dibahas pula bagaimana input standar

operasional peosedur (SOP) yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat

inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP yang

bermutu pula. Input SOP pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan

petugas terhadap SOP, pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP,

evaluasi dari pelaksanaan SOP. Pengaruh input SOP terhadap proses pelayanan yang

selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan ini sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa SOP penting karena SOP sendiri adalah

pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat

penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif

dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja

yang bersangkutan.

107
Selain input SDM dan SOP, untuk mengetahui mutu pelayanan rawat inap di

Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, maka dibahas pula bagaimana input alat

kesehatan yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena

pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan peralatan yang

bermutu pula. Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit

Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan

jumlah alat kesehatannya. Pengaruh input alat kesehatan terhadap proses pelayanan yang

selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan sejalan dengan UU No 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan

non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi

kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian

Ayat 6 mengamanahkan bahwa Pemeliharana peralatan harus didokumentasikan dan

dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan

Kemudian selain input untuk mengetahui mutu pelayanan rawat inap di Rumah

Sakit Muhammadiyah Taman Puring, maka dibahas pula bagaimana proses berjalannya

pelayanan pasien di rawat inap mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap rumah sakit.

Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa

dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan

paramedis serta hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Pengaruh proses pelayanan

terhadap output mutu pelayanan sejalan dengan penelitian Niken (2009) yang

menyatakan bahwa proses pelayanan penatalaksanaan medis dan paramedic yang sesuai

berkaitan dengan mutu pelayanan.

108
Adanya keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),

faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis

dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output mutu salah satunya kejadian Net

Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap rumah sakit ini sejalan dengan teori yang

dikemukakan oleh Donabedian, (1982), yang menyatakan bahwa mutu pelayanan

kesehatan dengan pendekatan secara komprehensif meliputi input/masukan,

process/proses dan output/luaran. Adapun pendekatan sistem manajemen mutu tersebut

dimulai dari input berupa Sumber Daya Manusia (SDM), pasien, Kebijakan meliputi SOP

dan Fasilitas sebagai masukan untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi provider

terhadap pasien yang akan menghasilkan berupa mutu pelayanan. Sedangkan salah satu

mutu pelayanannya berupa kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap rumah

sakit ini sesuai dengan dengan Depkes (2008) yang menyebutkan NDR sebagai salah satu

indikator mutu pelayanan kesehatan, maka demikian juga Rumah Sakit Muhammadiyah

Taman Puring menetapkan ukuran angka kematian pasien > 48 jam di rawat inap sebagai

salah satu standar pelayanan minimum (SPM) dan sekaligus sebagai salah satu indikator

mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

109
7 BAB VII PENUTUP

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN

Berdasarkan latar belakang, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah

diuraikan sebelumnya, simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah:

1. Permasalahan pada mutu input di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yaitu :

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

a) Masih kurangnya jumlah SDM pada bagian dokter jaga dari yang harusnya

ada 9 hanya ada 8 orang dan perawat hanya ada 40 orang dengan jumlah

tempat tidur 71 belum memenuhi perbandingan 2:3.

b) Frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan

perawat masih jarang dan belum merata seperti pelatihan pembacaan

diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan

keperawatan.

b. Standar Operasional Prosedur (SOP)

a) Kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan

Depkes (2008).

b) Pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana karena dari

10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan,

Untuk permasalahan ini disarankan RS untuk lebih rutin mengadakan

sosialisasi SOP.

110
c) Pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan SOP di rumah sakit ini belum

berjalan dan tidak pernah ada.

c. Alat Kesehatan

Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan

dan kecukupannya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap karena

masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi

seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya

ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-

Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan

terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien.

2. Permasalahan pada mutu proses pelayanan rawat inap bisa dilihat dari segi:

a. Penatalaksanaan medis dan paramedis. Permasalahan ini diantaranya terjadi

kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku

petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan

keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain,

b. Evaluasi kinerja medis dan paramedis. Evaluasi kinerja medis dan paramedis di

RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis

ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan

untuk tindakan evaluasi,

3. Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari:

111
a. Hasil telaah dokumen rekam medis yang menunjukkan bahwa dari bulan Januari

sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis

yang ditemukan.

b. Jumlah 12 pasien yang meninggal > 48 jam ini dari total 40 pasien yang

meninggal selama 6 bulan ini berarti sebanyak 0,3% kejadian NDR, sedangkan

standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah 0,24%.

c. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian >

48 jam masih tinggi dan belum memenuhi standar.

7.2 SARAN

1. Sebaiknya pihak rumah sakit melakukan koordinasi antara bagian SMF Umum dan

Bagian Diklat untuk mengirim dokter dan perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan

seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan

pelatihan asuhan keperawatan.

2. Sebaiknya pihak rumah sakit membuat SOP yang belum ada (hubungan kerja dengan

unit lain, uraian tugas bagan organisasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan,

evaluasi hasil perawatan, tatacara pemeriksaan laboratorium, kewenangan ka instalasi

dan okter jaga, konsul antar dokter jaga/konsulen, pencegahan infeksi).

3. Sebaiknya pihak rumah sakit melengkapi kekurangan alat kesehatan yang diperlukan

seperti CT-Scan, alat hemodialisa, troly emergency dan oksigen sentral untuk

memenuhi kebutuhan pasien.

4. Sebaiknya rumah sakit menindak lanjuti permasalahan medis (kesenjangan yang

ditemukan antara keakuratan penegakan dignosa oleh dokter jaga IGD dengan dokter

112
konsulen) melalui Sub Komite Medik sesuai peran nya untuk menegakkan etika

disiplin profesi medis, mutu pelayanan berbasis Evidance Based Medicine.

5. Sebaiknya pihak rumah sakit memaksimalkan fungsi pengawasan dan evaluasi

terhadap kinerja tenaga dokter dan keperawatan agar tenaga dokter dan keperawatan

bekerja sesuai dengan prosedur dan asuhan keperawatan yang seharusnya sehingga

dapat terhindar dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan

113
Daftar pustaka
Daftar Pustaka

Aditama, Tjandra Yoga, 2002 Manajemen Administrasi Rumah Sakit; Edisi 2, Universitas

Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman

Puring (2008)

Aloysius, A (2006). Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Faktor Manajemen

di Ruang Perinatologi RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Tesis

Surabaya, Universitas Airlangga.

Aripin, Aloysius. 2004. Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Manajemen di

Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Tesis. Surabaya :

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga

Atmoko, Tjipto. (2010). Standar Operasional Prosedur (Sop) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah. Diakses dari :

http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf, pada 25 Oktober 2016

Azwar, Azrul. (2010). Menjaga Mutu pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran

Pemecahan Masalah. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.

Budiono, Sugeng. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan Risiko Jatuh di

Rumah Sakit. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/519/403,

pada 22 Maret 2016.

CDC. Departmen Of Health and Human Services. (2002), „Guideline for Hand Hygiene in

Health-Care Settings‟, Morbidity and Mortality Weekly Report,Vol 51, No. RR-16.

114
Chilgren, A. A. (2008). Manager And The New Definition Of Quality. Journal Of

Healthcare Management, 53 (4): 221.

Depkes RI, (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator

Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta:

Depkes RI

DepKes RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. (2006). Pedoman Penyelenggaraan dan

Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta.

DepKes RI. (2007). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit

Depkes RI. (2008), Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, Depkes RI Dijen Bina Yan

Med KARS, Jakarta.

Donabedian (1988), Avendis, M.D, M.P.H, (1980), Exploratung in Quality Assessment and

Monitoring, Vol I, The Definition of Quality and Approaches to its Assessment, Health

Administration Press, Ann Arbor, Michigan.

Gaspersz, V. (2006). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six

Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah cetakan keempat, PT Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Global Health Workforce Alliance . (2011). Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun

2011 – 2025. Diakses dari :

http://www.who.int/workforcealliance/countries/inidonesia_hrhplan_2011_2025.pdf,

pada 25 Oktober 2016

115
Hayward RA and Hofer TP. Estimating Hospital Deaths Due to Medical Errors: Preventability

is in the Eye of the Reviewer. Journal of the American Medical Association. 2001;

286(4): 415-420.

Horton LA. Calculating and Reporting Healthcare Statistics. 3rd edition. Chicago: American

Health Information Management Association Press; 2007.

http://www.who.int/patientsafety/research/methods_measures/human_factors/human_fact

ors_review.pdf, pada 22 Maret 2016

Ilyas, Yaslis. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula, Depok:

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

ISO 9001:2008 an International Standard for Quality Management System

ISO 9001:2008 Awareness & implementation, SGS, March 2009

Jacobalis, S., 2000. Beberapa Teknik dalam Manajemen Mutu, Manajemen Rumah Sakit, Universitas

Gadjahmada, Yogyakarta.

Jati, Sutopo Patria. Beberapa Konsep Dasar tentang Manajemen Rumah Sakit, 2009

Karassavidou, E. (2009). Quality In Nhs Hospitals: No One Knows Better Than Patients.

Measuring Business Excellence J,13 (1): 34-46

KBBI. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses dari : Kbbi.web.id, pada 22 Maret

2016.

Konsil Kedokteran Indonesia. (2013). Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia. Diakses dari :

http://pd.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/SKDI-disahkan.pdf pada 21 Oktober

2016.

Kotler, P. (1990). Marketing Management, Analysis, Planning and Control, New Jersey:

Prentice Hall.

Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016

116
Leebov, Wendy and Ersoz, Jean C, 1991, The Health care manajer‟s guide to continous quality

improvement, Chicago, American Health Association.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

tentang Standar Minimal Pelayanan Rumah Sakit Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008.

Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2008.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia

tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Nomor:

856/Menkes/SK/IX/2009. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2009.

Mulyatiningsih, Sri. (2013). Determinan Perilaku Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan

Pasien Di Rawat Inap RSAU Dr Esnawan Antariksa Jakarta. Diakses dari :

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334194-T32569-Sri%20Mulyatiningsih.pdf pada 20

Oktober 2016.

Muslihuddin, Adji. (1996). Pola Pelayanan Keperawatan di Indonesia Dalam Upaya Meningkatkan

Mutu Rumah Sakit. Jakarta.

Nasution, M. N. (2004). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta:

Penerbit Ghalia.

Natasia, Nazvia. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaksanaan SOP Asuhan

Keperawatan di ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota Kediri. Diakses dari :

http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/download/513/393 pada 11 November 2016.

Niken, Ellya. (2009). Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Melalui Audit

Kematian Di RSUD Kota Bekasi Tahun 2009. Diakses dari :

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271804-T%2028456-Analisis%20mutu-

full%20text.pdf pada 20 Agustus 2016.

117
Notoatmodjo , S. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Penerbit PT.

Rineka Cipta, Jakarta.

Nurfany, Ayu. (2009). Analisis Faktor Penyebab Net Death Rate Tinggi Di Ruang Rawat Inap

Interne RSUD Bangil. Universitas Airlangga

Philip B. Crosby. (1979). The Conformance of Requirements, New Jersey: Prentice Hall.

Pohan, Imbalo.S. (2009). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Prastiwi, Niken (2010). Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (Icu) Melalui Audit

Kematian Di RSUD Kota Bekasi. Diakses dari :

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271804-T%2028456-Analisis%20mutu-

full%20text.pdf pada 25 Maret 2016.

Rahmah, Annisa. (2008). Analisis Sistem Pemeliharaan Peralatan Kesehatan Di Rumah Sakit

Kota Medan. Diakses dari :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6662/3/08E00700.pdf.txt. Dikases pada

22 Maret 2016.

Rahmawati AF dan Supriyanto S. Health Service Quality Based On Dabholkar Dimension At

Ward Room Of Internal Disease. Journal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2013.

Rasmanto J, Koentjoro T, Djasri H, 2005, Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit

Kematian di RSD Kol.Abundjani Bangko Provinsi Jambi.

Ratnamiasih, Ina. (2012). Kompetensi SDM dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. Diakses dari :

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=153066&val=5913&title=Kompeten

si%20SDM%20dan%20Kualitas%20Pelayanan%20Rumah%20Sakit, pada 25 Maret

2016

118
Republik Indonesia. (2000). Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perlindungan

terhadap Konsumen. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2004). Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b

UU No.44/2009. Sekretariat Negara. Jakarta.

Rustiyanto, Ery. (2010). Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Sarma, Hartaty. (2008). Manajemen Upaya Literatur Promosi Kesehatan. Diakses dari :

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126569-S-5231-Manajemen%20upaya-Literatur.pdf,

pada 26 Maret 2016.

Siagian, SP. (2000). Filsafat Administrasi, Gunung Agung , Jakarta

Soejadi. (1996). Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit, Grafik Barber Johnson sebagai Salah Satu

Indiktor. Katriga Bina: Jakarta.

Sugiyono. (2009). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Metode Penelitian Manajemen.

Yogyakarta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d,

Bandung: CV Alfabeta.

Sumi, Anis. (2013). Analisis Kejadian Pasien Pulang Paksa Di Rumah Sakit TNI AU Lanud

Iswahjudi. Diakses dari :

http://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/308/280, pada 22 Maret 2016

Supriyanto, Edi. (2012). Analisa Faktor-faktor Penyebab Tidak Lengkapnya Laporan Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit di Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota

119
Kediri. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/514/396, pada 22

Maret 2016.

Supriyanto, S., & Damayanti, N. A., (2007). Perencanaan dan Evaluasi. Surabaya: Airlangga

University Press

Syafharini, Amerina. (2012). Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Universitas Sumatra Utara.

Thoha, M., (2001). Perilaku Organisasi–Konsep Dasar dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Tjiptono, F. dan Diana, A. (2003). Total Quality Management. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi

offset.

WHO. Human Factors in Patient safety Review of Topics and Tools. [Online Journal] 2010.

Diakses dari :

Zeithaml VA, Parasuraman A, and Berry LL. DeliveringStandar Quality Service: Balancing

Customer Perceptions and Expectations. New York: Simon and Schuster; 1990.

120
8 Lampiran

Lampiran

Tabel Analisis penyebab kematian > 48 jam menurut Resume audit rekam medis

No Resume Audit Rekam Medis Analisa Jumlah %


Penyebab
Kematian
1. Kasus Terminal (Berdasarkan
kondisi pasien, berdasarkan
diagnosa penyakit, berdasarkan
diagnose dari informan/dokter
penanggung jawab)
2. Keterlambatan diagnose
3 Komplikasi (perjalanan
penyakit dasar lebih dari)
4 Infeksi nosocomial
5 Asuhan Keperawatan

Tabel Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian

No Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian


1.
2.
3
4
5

Pedoman wawancara

Pedoman wawancara input sumber daya manusia

1. Bagaimana kecukupan jumlah dokter di instalasi rawat inap?

2. Bagaimana kecukupan jumlah perawat di instalasi rawat inap?

3. Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh dokter?

121
4. Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh perawat?

5. Bagaimana kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien ?

6. Bgaimana pengawasan terapi metabolik oleh dokter jika dibandingkan dengan indikator

yang telah ditentukan?

7. Bagaimana kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga

paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan

tanda vital, pengawasan tanda shock) ?

Pedoman wawancara input SOP

1. Bagaimana kelengkapan SOP pelayanan rawat?

2. Bagaimana pelaksanaan dari SOP tersebut?

3. Bagaimana pelaksanaan dari pemantauan SOP pelayanan rawat inap terhadap praktek

yang dilakukan?

Pedoman wawancara input fasilitas alat kesetahan

1. Bagaimana kelengkapan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan

pelayanan rawat inap?

2. Bagaimana kecukupan jumlah fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan

pelayanan rawat inap?

3. Bagaimana pemeliharaan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan

pelayanan rawat inap?

122
Pedoman wawancara proses penatalaksanaan paramedik

1. Bagaimana evaluasi kinerja medis yang dilakukan di rawat inap oleh manajemen atau

oleh komite medik?

2. Bagaimana pelaksanaaan metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang

dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik?

3. Bagaimana hasil dari metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang

dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik?

123
LAMPIRAN

Transkip Verbatim

Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan


INPUT
Sumber Daya Manusia (SDM)
Bagaimana kecukupan I-1 “Disni tuh gimana yah kalau soal kecukupan (J1-1) (J1-1) = pernyataan dengan
jumlah dokter di instalasi jumlah dokter udah lumayan walaupun dokter kata kunci cukup
rawat inap? jaga sepertinya sih masih kurang orang sering (J1-2) = pernyataan dengan
rebutan sana sini kadang” belum cukup
I-2 “Disini sih kayaknya jumlah dokter sudah (J1-1) Total :
lumayan cukup ga masalah sih kayaknya” 4 orang mengatakan cukup
I-3 “Kalo menurut saya sih disini jumlah dokter (J1-1) dan 5 orang mengatakan
sudah cukup sepertinya” belum cukup
I-4 “Emm gimana yah ga bisa dibilang cukup (J1-2)
soalnya jumlah dokter bagian dokter jaganya
masih kurang”
I-5 “Selama ini tuh disini sering ada masalah di (J1-2)
bagian dokter jaganya soalnya belum cukup
sepertinya jumlahnya karena ketika
dibutuhkan masih tarik sana sini”
I-6 “Ya kalo ditanya masalah cukup ngganya (J1-2)
dokter mah itu masih kurang jumlah dokternya
terutama dokter jaga”
I-7 “Rs ini mah jumkah dokternya kayak yang (J1-2)
sedikit jadi kalo menurut saya sih masih belum
mencukupi”
I-8 “Dulu sih kayak banyak gtu jumlahnya dokter (J1-2)

124
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
tuh tapi kesini-kesini dilihat lagi jadi masih
kurang jumlahnya”
I-9 “Selama ini sih kalo di rawat inap jumlah (J1-1)
dokter penanggung jawab sudah mencukupi
hanya saja dokter jaga memang masih kurang
dan baru lumayan tercukupi diakhir tahun
2016 ini”
Bagaimana kecukupan I-1 “Kalo soal jumlah perawat sepertinya masih (J2-2) (J2-1) = sudah cukup
jumlah perawat di instalasi kurang sih ditambah lagi banyak yang (J2-2) = belum cukup
rawat inap? mengundurkan diri tahun ini” Total :
I-2 “Kalau dilihat dari setiap saya visit sepertinya (J2-2) 3 orang mengatakan cukup
sih masih kurang yah ga sesuai bed nya” dan 6 orang mengatakan
I-3 “Kayaknya jumlah perawat udah mencukupi (J2-1) belum cukup
kok ga pernah ngerasa ada masalah gara-gara
itu saya soalnya”
I-4 “Jumlah perawat dirumah sakit ini sih (J2-1)
sepertinya sudah cukup yah”
I-5 “Kalau jumlah perawat sepertinya masih (J2-2)
kurang sekali yah apalagi kita sekarang ada
gedung baru jadi otomatis kebutuhannya naik
tapi ini malah banyak perawat yang keluar
jadinya jelaslah kurang”
I-6 “Masih kurang mencukupi dan belum sesuai (J2-2)
bed rawat inap sih sepertinya kalo menurut
aku”
I-7 “Perawat di rs ini sepertinya cukup cukup (J2-1)
saja”
I-8 “Masih kurang perawat nya apalagi ditambah (J2-2)
yang resign banyak sekali tahun ini”
I-9 “Jumlah perawat memang masih belum sesuai (J2-2)
dengan jumlah bed yang ada perbandingannya

125
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
kalo ga salah dari depkes gitu ada”
Bagaimana frekuensi dari I-1 “Kalau setahu saya sih pelatihan baik untuk (J3-2) (J3-1) = frekuensi sering
pelatihan tersertifikasi dokter spesialis maupun dokter jaga masih (J3-2) = frekuensi jarang
yang diikuti oleh dokter? jarang diikuti” Total :
I-2 “Masih jarang kalau untuk mengikuti (J3-2) 0 orang mengatakan frekuensi
pelatihan yang dibutuhkan sih kayaknya orang sering dan 9 orang
saya aja kayaknya jarang banget gitu” mengatakan frekuensi jarang
I-3 “Terbilang sangat jarang sekali sih mba (J3-2)
frekuensi ikut pelatihannya”
I-4 “Jarang kalau pelatihan untuk dokter khusus (J3-2)
gtu aku ikutannya”
I-5 “Frekuensinya masih terbilang sangat kurang (J3-2)
kalau unhtuk pelatihan”
I-6 “Jarang kalau untuk ikutan pelatihan gitu gitu (J3-2)
sih kadang infonya juga suka telat gitu”
I-7 “Masih belum sering dan paling hanya (J3-2)
beberapa dokter belum semua pernah juga”
I-8 “Hanya beberapa orang saja kalau ga salah (J3-2)
dan itu juga belum sering”
I-9 “Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh (J3-2)
dokter baik dokter spesialis maupun dokter
jaga memang masih sangat jarang”
Bagaimana frekuensi dari I-1 “Saya rasa sih selama ini kalo sering ngganya (J4-1) = frekuensi sering
pelatihan tersertifikasi emang udh sering cuman kayaknya ga semua (J4-2) = frekuensi jarang
yang diikuti oleh perawat? ikut”
I-2 “gimana ya kalo perawat sih disini sering
denger kok kalo mereka ada pelatihan”
I-3 “emm udh lumayan sering sih kayaknya kalo
perawat cuman belom semua aja”
I-4 “ sering sih kayaknya cuman ga rata gitu
kayaknya”

126
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
I-5 “ emm pelatihan perawat jarang denger sih
kalo dari perawat unit ranap”
I-6 “ kalo pelatihan perawat mah kayaknya
lumayan sering cuman ga semua gitu orang
perawat yang diranap aja paling koordnya
doang”
I-7 “ jarang deh kayaknya setahu aku ga rata sih
yah”
I-8 “pelatihan perawat disini lumayan sering kok,
orang hrd sering ngumumin gitu”
I-9 “Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering (J4-1)
frekuensinya walaupun belum semua perawat
mendapatkannya”
Bagaimana kemampuan I-1 “Kalo kemampuan dokter jaga biasanya tuh di (J5-2) (J5-1) = sudah mahir / tajam
dokter jaga dalam analisa awal untuk diagnosa suspek yang (J5-2) = belum mahir / belum
mendiagnosa pasien ? kurang tajam sebelum konsul jadinya suka ada tajam
miss” Total :
I-2 “Ada sih beberpa kali diagnosa dokter jaga di (J5-2) 2 orang mengatakan sudah
depan (IGD) kurang tajam waktu konsul” mahir dan 7 orang
I-3 “Selama ini sih paling dokter jaga yang konsul (J5-2) mengatakan belum mahir
kemampuannya kurang untuk menegakkan
diagnosa pasien”
I-4 “Emm suka terjadi ada under diagnosis (J5-2)
kadang dari dokter jaga padahal udah
sertifikasi”
I-5 “Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan (J5-2)
fisik dokter jaga sering kurang tajam”
I-6 “Dokter jaga disini karena sudah tersetifikasi (J5-1)
ya sejauh ini ketika saya menangani pasien
belum ada masalah dengan diagnosa dokter
jaga”

127
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
I-7 “Kemampuan diganosa dokter jaga sudah (J5-1)
cukup lumayan walaupun memang kadang ada
masalah”
I-8 “Sejauh ini diagnose awalnya memang (J5-2)
keseringan kurang tajam”
I-9 “Dokter jaga di rumah sakit kami sudah (J5-2)
tersertifikasi cuman memang masih lumayan
sering terjadi kekurang tajaman diganosa
awal di igd sebelum masuk ranap”
Bagaimana kemampuan I-1 “Kalo untuk kemampuan sebener nya asih ada (J6-2) (J6-1) = Sudah mahir
dokter dan paramedis beberapa dokter jaga belum berani mengambil (J6-2) = Belum mahir
dalam menjalankan tindakan pemantauan trombolitik dan belum
fungsinya sebagai tenaga mahir baca ECG yang menyebabkan
paramedis di rawat inap keterlambatan diagnose”
(fungsi ketepatan dan I-2 “Belum bisa dibilang mampu semua secara (J6-2)
pemantauan terapi cairan, sempurna ngga sih soalnya ada aja namanya
pengawasan tanda vital, manusia kalo bikin salah apalagi dokter jaga
pengawasan tanda shock) agak sering sih mungkin karena baru”
? I-3 “Gimana ya kalo ngomongin mampu ngganya (J6-1)
pas proses ya mampu cuman ya gtu ada aja
salahnya kayak perawat kadang suka gagal
pas mantau cairan”
I-4 “Kalo disini kadang yang agak sering salah (J6-2)
atau gagal sih kemampuan pantau cairan gitu
perawat kalo perawat baru sih seringnya”
I-5 “Ga sering sih mba cuman ya ada aja dokter (J6-2)
jaga yang salah baca ECG ya namanya juga
baru tapi mereka udh sertifikasi kok mungkin
nervous mba”
I-6 “Disini sih kalau dokter ada beberapa dokter (J6-2)
jaga yang yang belum mahir melakukan

128
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
pemantauan cairan tertentu jadinya suka agak
harus diperhatiin gitu”
I-7 “Sudah kehitung mampu lah mba orang udah (J6-1)
pada sertifikasi kok kebanyakan”
I-8 “Ya kalo mampu mah mampu tapi salah mah (J6-2)
ada aja namanya juga manusia mba cuman ga
banyak kok paling beberapa dokter jaga aja
kadang”
I-9 “Kalau untuk kemampuan dokter dan (J6-2)
paramedis pernah terjadi kegagalan
pemantauan cairan oleh perawat dan kalau
dokter ada beberapa dokter jaga yang yang
belum mahir melakukan pemantauan cairan
tertentu”
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Bagaimana kelengkapan I-1 “Belum lengkap sepertinya kalau SOP karena (J7-2) (J7-1) = Sudah lengkap
SOP pelayanan rawat saya juga masih ngerasa jarang (J7-2) = Belum lengkap
inap? disosialisasikan SOP” Total :
I-2 “Sepertinya sih sudah cukup lengkap SOP (J7-1) 2 orang mengatakan sudah
nya” lengkap dan 7 orang
I-3 “Selama ini masih jarang ada sosialisasi SOP (J7-2) mengatakan belum lengkap
jadi sepertinya sih masih belum lengkap”
I-4 “Masih ada beberapa yang belum ada sih sop (J7-2)
nya selihat saya”
I-5 “Belum lengkap SOP nya setahu saya soalnya (J7-2)
masih ada beberapa yang belum tegas
pengaturannya seperi jam visit”
I-6 “Belum lengkap sih spertinya SOP nya” (J7-2)
I-7 “Masih ada yang kurang SOP nya seperti jam (J7-2)
visit kami juga belum diatur”
I-8 “Sudah lengkap sepertinya sih kalau masalah (J7-1)

129
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
SOP”
I-9 “Untuk masalah kelengkapan SOP memang (J7-2)
belum lengkap karena dari 16 SOP yang harus
ada masih ada 6 SOP yang belum ada dn
itupun belum semuanya tersosialisasikan”
Bagaimana pelaksanaan I-1 “Saya merasanya sih sudah sesuai SOP cuman (J8-3) (J8-1) = melaksanakan
dari masing-masing SOP karena ga pernah ada evaluasi juga jadinya (J8-2) = belum sepenuhnya
tersebut? gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau melaksanakan
belum” (J8-3) = belum mengetahui
I-2 “Saya belum tau semua atau tersosialisasikan (J8-3) semua SOP nya
semua SOP jadinya ya kalo ditanya
pelaksanaan juga jadinya ga tau ga bisa nilai”
I-3 “Belum semua SOP disosialisasikan jadi ya (J8-3)
saya ga yakin sesuai atau tidak”
I-4 “Kalau yang tindakan medis sih saya ga (J8-1)
mungkin melakukan diluar SOP hanya saja
saya juga ga tau semua SOP”
I-5 “Kadang melaksanakan kadang tidak tapi (J8-2)
untuk yang medis itu selalu dilaksanakan”
I-6 “Agak susah sih untuk melaksanakan semua (J8-2)
SOP karena saya belum tau semua SOP”
I-7 “Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan (J8-1)
perawatan medis yang benar benar
dilaksanakan yang lainnya gatau”
I-8 “Belum semuanya dilaksanakan yang jelas” (J8-2)
I-9 “Untuk pelaksanaan masing-masing SOP (J8-3)
selama ini belum pernah ada pemantauan
ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad
kasus”
Bagaimana kepatuhan I-1 “Untuk masalah patuh saya pasti patuh kalau (J9-3) (J9-1) = sudah patuh
petugas dalam tau masalahnya kadang saya tau juga ngga (J9-2) = belum patuh

130
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
melaksanakan masing- ada SOP nya atau ngga” (J9-3) = tidak mengetahui
masing SOP tersebut? I-2 “Kalau memang disosialisakan pasti kami (J9-3) SOP nya
berusaha patuh kalo ke sop mah” (J9-4) = tidak bisa
I-3 “Memang belum semua staf patuh bukan (J9-2) digambarkan kepatuhannya
hanya dokter saja disini banyak kok orang
kadang gatau sopnya”
I-4 “Belum semua dokter atau petugas tau SOP (J9-2)
tertentu jadi gimana bisa patuh”
I-5 “Kalau memang ada dan tahu SOP nya pasti (J9-3)
patuh lah saya mba, cuman kadang ya gitu
sosialisasinya jarang”
I-6 “Kalau dibilang semuanya patuh SOP pasti (J9-2)
bohong yah orang pasti ada aja yang ga patuh
kalo gatau mah”
I-7 “Kalau masalah kepatuhan tidak bisa (J9-4)
digambarkan sih kalo menurut aku karena ga
ad evaluasi kepatuhan juga disini tuh”
I-8 “Ya kadang patuh kadang gapatuh kalau lupa (J9-2)
atau gatau ada SOPnya”
I-9 “Untuk masalah kepatuhan memang belum (J9-2)
semua petugas patuh sih akan SOP tapi ini
juga belum bisa dilihat secara pasti karena
fungsi pengawasan dan evaluasi yang belum
jalan”
Bagaimana pelaksanaan I-1 “Kalo soal sosialisasi sop disini tuh belum (J10-2) (J10-1) = sudah rutin
sosialisasi masing-masing semuanya disosialisasikan sepertinya soalnya sosialisasi
SOP tersebut terhadap sih saya jarang ngerasa nerima sosialisasi” (J10-2) = belum rutin
petugas di rawat inap? I-2 “Pernah sih dulu disosialisasikan sop nya tapi (J10-1) sosialisasi
jarang banget keitungnya apalagi sekarang-
sekarang kalo ada yang baru jarang banget”
I-3 “Jarang banget sih kalo disini tuh ada (J10-2)

131
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
sosialisasi SOP”
I-4 “Jarang sih yah ada sosialisasi SOP jadi (J10-2)
kadang aku aja gatau kalao udah ada sop
baru”
I-5 “Jarang ada kalo sosialisasi SOP disini tuh (J10-2)
jadinya aja gimana mau patuh”
I-6 “Belum pernah disosialisasiin sih SOP nya (J10-2)
kayaknya di rs ini tuh”
I-7 “Pernah sih dulu sosialisasi SOP tapi jarang (J10-1)
juga keitungnya”
I-8 “kalo soal sosialisasi sop Suka ada kok (J10-1)
sosialisasi SOPnya cuman ya gitu ga semua
dapet kayaknya”
I-9 “Untuk sosialisasi SOP selama ini belum (J10-2)
semunya tersosialisasikan dari 10 ada 4 lagi
yang belum tersosialisasikan”
Bagaimana pelaksanaan I-1 “Di rs ini sih belum ada kayaknya kalo (J11-2) (J11-2) = belum ada
dari pemantauan SOP pemantauan sop orang dari manajemennya pelaksanaan pemantauan SOP
pelayanan rawat inap memang belum ada sepertinya”
terhadap praktek yang I-2 “Belum ada soalnya tim mutunya gajalan (J11-2)
dilakukan? disini udah 3 tahun”
I-3 “Belum ada setahu saya soalnya belum ada (J11-2)
timnya”
I-4 “Belum ada sih kayaknya mau pemantauan (J11-2)
atau juga evaluasi sop kalo disini”
I-5 “Belum ada soalnya ga ada tim khususnya” (J11-2)
I-6 “Belum pernah ada pemantauan selama ini (J11-2)
jadi ketahuannya kalau ada kasus aja”
I-7 “Belum pernah ada selama ini soalnhya tim (J11-2)
mutunya ga ada”
I-8 “Emm disini tuh belum pernah ada (J11-2)

132
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
pemantauan apalagi soal sop ga ad orangnya
soalnya”
I-9 “Gimana ya soalnya pelaksanaan pemantauan (J11-2)
selama ini memang belum berjalan karena
tidak ada tim mutunya”
Bagaimana evaluasi dari I-1 “Selama ini sih belum adaevaluasi sop (J12-2) (J12-2) = belum ada evaluasi
pelaksanaan masing kayaknya soalnya dari manajemennya
masing SOP tersebut? memang belum ada sepertinya”
I-2 “Evaluasi sop disini sih emang belum ada (J12-2)
soalnya tim mutu nya gajalan disini udah 3
tahun”
I-3 “Belum ada setahu saya soalnya belum ada (J12-2)
timnya”
I-4 “Emm evaluasi sop di rs ini tuh belum ada (J12-2)
kayaknya orang ga ad timnya”
I-5 “Belum ada soalnya ga ada tim khususnya” (J12-2)
I-6 “Disini tuh belum pernah ada evaluasi selama (J12-2)
ini jadi ketahuannya ada masalah atau ngga
itu kalau ada kasus aja”
I-7 “Belum pernah ada sih selama inikalo (J12-2)
evaluasi soalnya tim mutunya ga ada”
I-8 “Gimana ya disini mah emang belum pernah (J12-2)
ada evaluasi kecuali kalau ada kasus”
I-9 “Kalau menurut saya sih memang disini (J12-2)
pelaksanaan evaluasi selama ini memang
belum berjalan karena tidak ada tim mutunya”
Alat Kesehatan
Bagaimana kelengkapan I-1 “Belum lengkap semua ya seperti fasilitas (J13-2) (J13-2) = belum lengkap
fasilitas alat kesehatan pemeriksaan penunjang penting tidak ada, fasilitasnya
yang digunakan dalam yaitu CT pasien dengan stroke atau trauma
pemenuhan pelayanan kepala terlambat ditegakkan diagnose pastinya

133
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
rawat inap? apalagi jika kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan transportasi”
I-2 “Belum semuanya lengkap karena tidak (J13-2)
adanya CT Scan untuk dilakukan CT Scan di
RS luar kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk di transportasi”
I-3 “Ga lengkap karena CT Scan di RS tidak ada (J13-2)
membuat pasien dengan trauma kepala
terlambat ditegakkan diagnosa pasti terutama
untuk menentukan apakah perlu dilakukan
operasi atau tidak”
I-4 “Masih belum lengkap sih alkesnya ga adanya (J13-2)
CT Scan bisa ngebuat diagnosa jadi terlambat
atau jadi kurang akurat ditambah lagi kalo
maksa CT Scan di RS luar kadang-kadang
kondisi pasien tidak memungkinkan”
I-5 “Ga lengkap di RS ini belum ada CT-Scan (J13-2)
juga belum tersedia alat hemodialisa jadi suka
agak ribet kalau ada pasien yang tiba-tiba
perlu sehingga harus nyari RS lain”
I-6 “Menurut saya belum lengkap karena selain (J13-2)
ga ad CT-Scan sama hemodialisa nyatanya
EKG disini cuman ada 2 padahal rung rawat
banyak jadinya suka susah kalau sana sani
butuh”
I-7 “Disini tuh belum lengkap alkesnya selain (J13-2)
yang besar-besar seperti CT-Scan sama
hemodialisa disini juga oksigen sentral sama
troly emergency juga belum ada”
I-8 “Eh kalo alkes sih disini disebut lengkap juga (J13-2)
ngga sih soalnya alat penting seperti CT-Scan

134
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
belum ada”
I-9 “Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan (J13-2)
memang belum bisa disebut lengkap sih
karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG
yang masih kurang, oksigen sentral dan troly
emergency juga belum ada”
Bagaimana kecukupan I-1 “Jumlahnya alkes disini tuh belom lengkap (J14-2) (J14-2) = belum cukup jumlah
jumlah fasilitas alat tentu ada aja beberapa yang belum cukup kalo fasilitasnya
kesehatan yang digunakan lagi dibutuhin seperti EKG”
dalam pemenuhan I-2 “Belum cukup karena masih ada beberapa (J14-2)
pelayanan rawat inap yang cuman satu dari seluruh ruang rawat
inap atau bahkan tidak ada”
I-3 “Tentu belum cukup masih banyak hal yang (J14-2)
harus ditambahkan dan dilengkapi”
I-4 “Belum cukup jumlahnya karena kadang suka (J14-2)
ada alat yang ga ada cadangannya seperti
EKG nanti direbutin sana sini”
I-5 “Belum cukup jumlahnya karena kita oksigen (J14-2)
pusat saja belum ada”
I-6 “Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup (J14-2)
jumlahnya karena masih banyak yang harus
ditambah seperti EKG”
I-7 “Kalau yang ada sih sudah cukup hanya yang (J14-2)
jadi masalah ialah yang belum ada sama
sekali seperti CT-Scan dan hemodialisa”
I-8 “Disini tuh alkesnya belum memenuhi (J14-2)
kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau
pasien sedang banyak yang membutuhkan”
I-9 “Belum lengkap sih alat kesehatannya di rs (J14-2)
ini karena masih ada yang belum sama sekali
ada dan masih ada yang perlu ditambah”

135
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
PROSES
Bagaimana proses I-1 “Proses medisnya yang disini mah masih ada (J15-1) (J15-1) = belum
pelaksanaan beberapa petugas yang belum melaksanakan melaksanakan standart
penatalaksanaan medic standart preacuation jadi aja tinggi risiko preacuation
dan paramedic di rawat infeksi nosokomialnya” (J15-2) = kegagalan
inap? I-2 “Sampe sekarang itu kejadian yang agak (J15-2) pematauan cairan
sering itu masih ada aja kegagalan (J15-3) = kesalahan diagnosis
pemantauan cairan pada pasien” (J15-4) = kegagalan asuhan
I-3 “Selama ini sih masih sering terjadi kesalahan (J15-3) perawatan
diagnosis oleh dokter jaga jadi kadang (J15-5) = semua
tindakan yang diambil juga belum maksimal
jatohnya”
I-4 “Emm agak abstrak sih kalo proses itu tapi (J15-4)
yang jelas disini itu masih sering terjadi
kegagalan asuhan keperawatan”
I-5 “Prosesnya sih yang agak beresiko itu kayak (J15-1)
masih ada aja beberapa petugas yang belum
melaksanakan standart preacuation jadi tinggi
risiko infeksi nosokomialnya”
I-6 “Jelas disini itu belum sempurna prosesnya (J15-4)
orang masih sering terjadi kegagalan asuhan
keperawatan”
I-7 “Eh gimana ya disini tuh soalnya masih ada (J15-1)
beberapa petugas yang belum melaksanakan
standart preacuation jadi tinggi risiko infeksi
nosokomialnya”
I-8 “Masih ada aja beberapa petugas yang belum (J15-1)
melaksanakan standart preacuation jadi aja
makin tinggikan risiko infeksi nosokomialnya
agak bahaya juga”
I-9 “Ya secara keseluruhan sih dalam prosesnya (J15-5)

136
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
jelaslah yah masih sering terjadi kesalahan
diagnosis, kegagalan pemantauan cairan,
sering terjadi perilaku petugas yang
mendukung tingginya risiko infeksi
nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan,
dan kejadian nearmiss yang lain”
Bagaimana evaluasi I-1 “Di rs ini tuh gimana ya mba masa masing- (J16-2) (J16-2) = Belum pernah
kinerja medis yang masing SMF ga pernah ngevaluasi tindakan dilakukan evaluasi kinerja
dilakukan di rawat inap yang dilakukan perawat padahal ya itu juga medis
oleh manajemen atau oleh ada intruksinya”
komite medik? I-2 “Ya disini mah komite mediknya aja ga (J16-2)
melakukan evaluasi rutin ditambah lagi belum
ada pengaturan previlage medis antar dokter
jadinya belom jelas mba”
I-3 “Jadi kalo disini tuh emang belum pernah ada (J16-2)
evaluasi baik medis maupun paramedis karena
emang dasarnya sih belum ada kesepakatan
yang dikoordinasi komite medic sebagai
profesionalisme di rs untuk membuat aturan”
I-4 “Ya sampe sekarang itu belum ada evaluasi (J16-2)
yang dilakukan salah satunya karen masih
banyak aturan yang belum dibuat seperti
kewenangan konsul yang belum diatur ya
masih banyak sih mba yang belom dibuat”
I-5 “Kalo evaluasi disini itu belum pernah (J16-2)
dilakukan ya mau itu evaluasi medis maupun
paramedic, soalnya di rs ini tim mutunya
belum ada dan komite medisnya juga belum
membuat aturannya”
I-6 “Selama ini sih belum pernah ada evaluasi (J16-2)
soalnya setahu saya yang memegang tim mutu

137
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
atau komite mediknya juga double task antara
fungsional dan operasional jadinya sibuk sana
sini”
I-7 “Emm sama sekali belum pernah ada evaluasi (J16-2)
sih kalo yang dilakukan disini soalnya ya gtu
belum jelas aturannya”
I-8 “Karena belum pernah jadi saya juga gatau (J16-2)
bagaimana pelaksanaannya”
I-9 “Ya sebenernya evaluasi kinerja medis (J16-2)
maupun paramedic di rs ini belum pernah
dilaksanakan karena kalau dulu paramedic
ada buku harian evaluasi cuman uh 3 tahun ini
ga jalan dan untuk medis memang sama sekali
belum pernah ada”
Bagaimana hasil dari I-1 “Ya dini mah gimana yak mba orang pasti (J17-2) (J17-2) = tidak ada hasil
metode evaluasi kinerja belum pernah ada hasil karena emang ga evaluasi
medis yang berlaku di pernah terjadi evaluasinya mba”
rawat inap yang dilakukan I-2 “Jelas ga ada hasilnya kan wong belum (J17-2)
oleh manajemen atau oleh pernah dilakukan evaluasi kinerja medis toh
komite medik? mba”
I-3 “Disini itu sampe sekarang belum pernah ada (J17-2)
hasil ya soalnya ga pernah terjadi
evaluasinya”
I-4 “Ya jelas belum pernah ada hasilnya lah mba (J17-2)
karena ga pernah ada evaluasinya”
I-5 “Sampe sekarang sih ga pernah ada hasil lah (J17-2)
wong evaluasinya aja ga ada”
I-6 “Belum pernah ada hasil nya jelas, ya gimana (J17-2)
mau ada sekarang aja evaluasinya ga jalan
mba”
I-7 “Ga ada hasilnya kan belum pernah dilakukan (J17-2)

138
Pertanyaan Informan Verbatim Kode Keterangan
evaluasinya mba, saya ja gatau nih gajelas”
sekarang siapa yang megang
I-8 “Ga ada hasilnya kan belum pernah dilakukan (J17-2)
sama sekali paling kalo ada kasus aja mba
baru evaluasi”
I-9 “Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi (J17-2)
kinerja medis karena belum pernah dilakukan
sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum
3 tahun sekarang ada hasilnya cukup baik ya
cuman gitu masih banyak yang kurangnya
apalagi kalo di sikap terhadap pasientuh
banyak komplenan dan disini juga perawatnya
kurang dalam pencegahan infeksi nosokomial
tapi data konkritnya tidak ada”

139
Matriks Hasil Wawancara
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
INPUT
Sumber Daya Manusia
Kecukupan jumlah Untuk Jumlah Jumlah Jumlah Belum cukup Jumlah Masih belum Masih kurang Jumlah dokter Berdasarkan Jumlah dokter
dokter di instalasi mengenai dokter dokter dokter yang sepertinya dokternya mencukupi jumlahnya penanggung hasil telah diinstalasi rawat
rawat inap kecukupan sudah sepertinya masih karena ketika masih kurang jawab sudah dokumen inap belum
jumlah dokter hamper sudah cukup kurang di dibutuhkan terutama dokter mencukupi Jumlah dokter mencukupi pada
sudah mencukupi bagian masih saling jaga hanya saja umum 8 orang bagian dokter jaga
sebagian dokter tarik menarik dokter jaga sedangkan
sudah jaganya dokter dari memang untuk dokter
mencukupi satu unit ke masih kurang spesialis
walaupun ada unit lain dan baru berjumlah 44
yang kurang hampir orang
seperti jumlah tercukupi
dokter jaga diakhir tahun
2016 ini
Kecukupan jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah jumlah Masih kurang Perawat di rs Jumlah Jumlah Berdasarkan Jumlah perawat di
perawat di instalasi perawat perawat perawat perawat perawat mencukupi dan ini perawat masih perawat hasil telaah rumah sakit
rawat inap sepertinya masih sepertinya dirumah sepertinya beum sesuai sepertinya kurang apalagi memang dokumen muhammadiyah
masih kurang kurang jika sudah sakit ini masih bed rawat inap cukup ditambah masih belum jumlah perawat ini masih kurag
ditambah lagi dilihat mencukupi sudah kurang sekali banyak sekali sesuai dengan di rumah sakit dan belunm sesuai
banyak berdasarkan cukup hal ini perawat yang jumlah bed ini yang aktif di dengan tempat
perawat yang kunjungan semakin mengundurka yang ada tahun 2016 ini tidur yang ada
mengundurka visit dokter terlihat n diri tahun ini perbandingan adalah 40
n diri pada karena nya perawat
tahun ini sekarang
rumah sakit
mempunyai
gedung baru
Frekuensi dari Dokter Masih Terbilang Dokter Frekuensinya Jarang kalau Hanya Untuk Hasil telaah Frekuensi
pelatihan spesialis jarang sngat jarang jarang masih untuk ikutan beberapa frekuensi dokumen pelatihan untuk
tersertifikasi yang maupun mengikuti sekali mengikuti terbilang pelatihan orang saja pelatihan yang menujukkan dokter masih
diikuti oleh dokter dokter jaga di pelatihan mengikuti pelatihan sangat yang sudah diikuti oleh bahwa jumlah jarang dilakukan
rumah sakit yang pelatihan kurang kalau pernah dokter baik dokter umum 8 baik spesialis
ini masih dibutuhkan unhtuk mengikuti dokter orang dengan 1 maupun dokter
jarang pelatihan pelatihan spesialis orang yang jaga
mengikuti maupun sudah
pelatihan dokter jaga menerima
memang pelatihan,
masih sangat sedangkan
jarang untuk dokter
spesialis
berjumlah 44
orang dengan

140
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
17 orang yang
telah
mendapatkan
pelatihan
Frekuensi dari Untuk perawat Sudah Untuk Sudah Perawat Untuk perawat Masih jarang Untuk perawat Pelatihan Hasil telaah Frekuensi
pelatihan frekuensi cukup perawat cukup sepertinya frekuensi mengikuti frekuensi untuk perawat dokumen pelatihan bagi
tersertifikasi yang pelatihannya sering pelatihan sering masih jarang pelatihan pelatihan pelatihannya sudah cukup menunjukkan perawat sudah
diikuti oleh perawat. sudah cuku mengikuti yang diikuti mengikuti mengikuti nya sudah sudah cuku sering bahwa perawat cukup sering
sering pelatihan sepertinya pelatihan pelatihan cukup sering sering frekuensinya berjumlah 40 namun belum
walaupun sudah sering walaupun walaupun walaupun orang dimana semuanya pernah
belum merata belum merata belum merata belum semua 22 orang yang mengikuti
perawat telah
mendapatkan mendapatkan
nya pelatihan.
Kemampuan dokter Analisa awal Diagnosa Dokter jaga Masih Pelaporan Dokter jaga Kemampuan Sejauh ini Dokter jaga di Diagnose awal
jaga dalam untuk dokter jaga yang konsul terjadi hasil disini karena diganosa diagnose rumah sakit yang dilakukan
mendiagnosa pasien. diagnosa di depan kemampuan under anamnesa sudah dokter jaga awalnya kami sudah oleh dokter jaga
suspek yang (IGD) nya kurang diagnosis dan tersetifikasi sudah cukup sering kurang tersertifikasi masih banyak
kurang tajam kurang untuk dari dokter pemeriksaan sejauh ini walaupun tajam hanya saja yang kurang tajam
dari dokter tajam menegakkan jaga fisik dokter belum ada terkadang memang walaupun dokter
jaga sebelum waktu diagnosa jaga sering masalah terjadi masih cukup jaga di rumah sakit
konsul konsul pasien kurang tajam dengan masalah sering terjadi sudah tersertifikasi
diagnosa kekurang
dokter jaga tajaman
diganosa awal
di igd sebelum
masuk ranap
Kemampuan dokter Masih ada Belum bisa Masih terjadi Masih Masih ada Masih ada Sudah bisa Belum bisa Kalau untuk Ada beberapa
dan paramedis dalam beberapa dibilang kegagalan terjadi beberapa beberapa disebut dibilang kemampuan dokter jaga yng
menjalankan dokter jaga mampu pemantauan kegagalan dokter jaga dokter jaga mampu mampu dokter dan belum menguasai
fungsinya sebagai belum berani seemua cairan oleh pemantauan yang salah yang gagal karena sudah seemua karena paramedis atau mahir dalam
tenaga paramedis di mengambil karena ada perawat cairan oleh dalam dalam tersertifikasi ada beberapa pernah terjadi mlakukan fungsi
rawat inap (fungsi tindakan beberapa perawat membaca melakukan dokter jaga kegagalan pemantauan ciran
ketepatan dan pemantauan dokter jaga ECG pemantauan melakukan pemantauan tertentu dan masih
pemantauan terapi trombolitik melakukan cairan kesalahan cairan oleh ada perawat yang
cairan, pengawasan dan belum kesalahan perawat dan gagal dalam
tanda vital, mahir untuk dokter melakukan
pengawasan tanda membaca ada beberapa pemantauan cairan
shock). ECG yang dokter jaga tertentu
menyebabkan yang belum
keterlambatan mahir
diagnose melakukan
pemantauan
cairan tertentu
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Bagaimana Belum sudah cukup Selama ini Masih ada Belum lengkap Belum Masih ada Sudah lengkap Untuk Hasil SOP rawat inap di

141
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
kelengkapan lengkap untuk lengkap SOP masih jarang beberapa SOP nya karena lengkap yang kurang kalau untuk masalah observasi rumah sakit ini
SOP pelayanan SOP karena nya ada sosialisasi yang belum masih ada SOP nya SOP nya masalah SOP kelengkapan menunjukkan belum semunya
rawat inap? jarang ada SOP jadi ada sop nya beberapa proses seperti jam SOP memang bahwa dari 16 ada dan lengkap
sosialisasi sepertinya pelayananyang visit juga belum lengkap SOP yang
SOP masih belum belum tegas belum diatur karena dari 16 harus ada,
lengkap pengaturannya SOP yang masih ada 6
seperi jam visit harus ada SOP yang
masih ada 6 belum ada
SOP yang
belum ada dan
itupun belum
semuanya
tersosialisasi
kan
Pelaksanaan dari Sudah Belum tahu Belum semua Kalau Untuk Kesulitan Paling Belum Untuk Pelaksanaan SOP
masing-masing dilakasanakan, dan belum SOP untuk pelaksanaan untuk beberapa semuanya pelaksanaan di rs ini belum
SOP tapi karena tersosialisasi disosialisasikan tindakan SOP terkadang melaksana seperti SOP dilaksanakan masing- sepenuhnya
tidak ada kan semua sehingga belum medis tidak melaksanakan kan semua pelaksanaan masing SOP terlaksana dan
evaluasinya SOP tahu mungkin terkadang tidak SOP karena perawatan selama ini belum sepenuhnya
sehingga kesesuaiannya melakukan belum tahu medi yang belum pernah bisa dilihat karena
belum tahu diluar SOP semua SOP benar benar ada fungsi evaluasi
kesesuaiannya hanya saja dilaksanakan pemantauan dan
belum sedangkan ataupun pemantauannya
semua SOP yang lainnya evaluasi jadi sedang tidak jalan
dikethui tidak tahu tidak akan
petugas tahu jika tidak
ada kasus
Kepatuhan Belum Kalau Memang belum Belum Kalau memang Belum Kalau Belum Untuk Kepatuhan petugas
petugas dalam semuanya memang semua staf semua ada dan semunya masalah sepenuhnya masalah terhadap SOP
melaksanakan patuh disosialisasi patuh bukan dokter atau mengetahui patuh kepatuhan patuh terhadap kepatuhan dirumah sakit ini
masing-masing dikarenakan kan pasti hanya dokter petugas SOP nya pasti terhadap tidak bisa SOP karena memang belum terlaksana
SOP belum kami saja mengetahui patuh SOP digambarkan ada beberapa belum semua sepenuhnya karena
mengetahui berusaha SOP karena tidak SOP yang petugas patuh juga belum bisa
semua SOP patuh tertentu evaluasi belum akan SOP tapi dilihat secara utuh
kepatuhan diketahui ini juga belum karena
bisa dilihat pengawasan dan
secara pasti evaluasi yang
karena fungsi tidak ada
pengawasan
dan evaluasi
yang belum
berjalan
Pelaksanaan Belum Pernah Jarang ada Jarang ada Jarang ada Belum Pernah Sudah sering Untuk Sosialisasi SOP di
sosialisasi semuanya disosialisasi sosialisasi SOP sosialisasi sosialisasi SOP pernah sosialisasi ada sosialisasi sosialisasi rs ini belum
masing-masing disosialisasi kan tapi SOP disosialisasi SOP tapi SOP SOP belum sepenuhnya
SOP terhadap kan sepertinya jarang kan SOP jarang semunya terlaksana karena

142
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
petugas di rawat tersosialisasi dari 10 SOP yang
inap kan dari 10 ada, sop yang
ada 4 lagi disosialisasikan
yang belum baru 6 SOP
tersosialisasi
kan
Pelaksanaan dari Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada Belum Belum Belum pernah Pelaksanaan Pemantauan SOP
pemantauan SOP manajemen karena tim karena belum sepertinya karena tidak pernah ada pernah ada ada pemantauan rawat inap belum
pelayanan rawat nya mutunya ada timnya ada tim pemantauan selama ini pemantauan selama ini pernah ada karena
inap terhadap sudah tidak khususnya selama ini karena tim memang tim evaluasi dan
praktek yang berjalan jadi mutunya belum pemantauan
dilakukan disini selama diketahuinya tidak ada berjalan seperti tim mutu
3 tahun kalau ada karena tidak sudah 3 tahun
kasus aja ada tim tidak berjalan
mutunya
Evaluasi dari Belum ada Belum ada Belum ada Belum Belum ada Belum Belum Belum pernah Pelaksanaan Evaluasi SOP
pelaksanaan dari karena tim karena belum sepertinya karena tidak pernah ada pernah ada ada evaluasi evaluasi rawat inap belum
masing masing manajemen mutu nya ada timnya ada tim evaluasi selama ini kecuali kalau selama ini pernah ada karena
SOP nya tidak khususnya selama ini karena tim ada kasus memang tim evaluasi dan
berjalan mutunya belum pemantauan
disini sudah tidak ada berjalan seperti tim mutu
3 tahun karena tidak sudah 3 tahun
ada tim tidak berjalan dan
mutunya biasanya evaluasi
baru ada kalau
terjadi kasus
Alat Kesehatan
Kelengkapan fasilitas Belum Belum Tidak Masih lengkap di Belum lengkap Disini Belum lengkap Alat kesehatan Kelengkapan alat
alat kesehatan yang lengkap semuanya lengkap belum RS ini belum karena selain belum soalnya alat di rs ini dari kesehatan di RS
digunakan dalam semua ya lengkap karena CT lengkap, ada CT-Scan tidak ada CT- lengkap penting seperti segi Muhammadiyah
pemenuhan seperti karena Scan di RS tidak juga belum Scan dan alkesnya CT-Scan belum kelengkapan Taman Puring
pelayanan rawat inap fasilitas tidak tidak ada adanya CT tersedia alat hemodialisa selain yang ada memang belum lengkap
pemeriksaan adanya CT membuat Scan hemodialisa pada besar-besar belum bisa karena masih ada
penunjang Scan, pasien diagnosa jadi suka kenyatanya seperti CT- dianggap beberapa yang
penting tidak sedangkan dengan pasti agak ribet EKG disini Scan dan lengkap masih kurang atau
ada, yaitu CT- untuk trauma terlambat kalau ada juga hanya ada hemodialisa karena belum jumlahnya belum
Scan untuk dilakukan kepala terapi pasien yang 2 sedangkan disini juga ada CT-Scan, mencukupi seperti
pasien dengan CT Scan di terlambat kurang tiba-tiba ruang rawat oksigen hemodialisa, EKG dan ada
stroke atau RS luar ditegakkan akurat CT perlu banyak yang sentral dan EKG yang beberapa alat yang
trauma kepala kondisi diagnosa Scan di RS sehingga menjadikan troly masih kurang, belum ada seperti
terlambat pasien tidak pasti luar harus nyari sering kesulitan emergency oksigen CT-Scan,
ditegakkan memungkin terutama terkadang RS lain kalau sedang juga belum sentral dan hemodialisa,
diagnose kan untuk untuk kondisi dibutuhkan ada troly oksigen sentral
pastinya di menentukan pasien tidak dibeberapa emergency dan troly
ditambah lagi transportasi apakah perlu memungkin tempat juga belum emergency
jika kondisi dilakukan kan ada

143
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
pasien tidak operasi atau
memungkinka tidak
n untuk
dilakukan
transportasi
Kecukupan jumlah Jumlahnya Belum Tentu belum Belum Belum cukup Di rs ini alkes Kalau yang Belum Belum Hasil Kecukupan alat
fasilitas alat tentu ada cukup cukup karena cukup jumlahnya terhitungnya ada sudah memenuhi lengkap alat observasi kesehatan di RS
kesehatan yang beberapa yang karena masih jumlahnya karena belum cukup cukup kebutuhan kesehatan di rs menunjukk Muhammadiyah
digunakan dalam belum cukup masih ada banyak hal karena oksigen jumlahnya hanya yang pasien ini karena an jika di ini belum
pemenuhan seperti EKG beberapa yang harus terkadang pusat saja karena masih jadi jumlahnya masih ada rumah sakit mencukupi untuk
pelayanan rawat inap yang hanya ditambahkan ada alat belum ada banyak yang masalah terutama kalau yang belum ini belum memenuhi
berjumla dan yang tidak harus ditambah ialah yang pasien sedang sama sekali ada CT- kebutuhan pasien
satu alat dilengkapi ada seperti EKG belum ada banyak yang tersedia dan Scan dan karena masih ada
dari seluruh cadangan sama sekali membutuhkan masih ada alat yang belum sama
ruang rawat nya seperti seperti CT- yang perlu hemodialisa sekali tersedia
inap atau EKG Scan dan ditambah , oksigen seperti CT-Scan,
bahkan hemodialisa senter, troly hemosialisa,
tidak ada emergency oksigen sentral,
sedangkan troly emergency
untuk EKG dan ada juga yang
baru hanya masih perlu
ada 2 buah. ditambah seperti
jumlah EKG
PROSES
Penatalaksanaan Medis Dan Paramedis
Proses Masih ada Masih ada Selama ini Masih sering Masih ada Masih sering Masih ada Masih ada Dalam Hasil Proses
pelaksanaan beberapa kegagalan masih sering terjadi beberapa terjadi beberapa beberapa prosesnya observasi penatalaksanaan
penatalaksanaan petugas yang pemantauan terjadi kegagalan petugas yang kegagalan petugas petugas yang masih sering menujukka medis dan
medic dan belum cairan pada kesalahan asuhan belum asuhan yang belum belum terjadi n bahwa di paramedic di RS
paramedic di melaksanakan pasien diagnosis oleh keperawatan melaksana keperawatan melaksanak melaksanakan kesalahan rumah sakit Muhammadiyah
rawat inap standart dokter jaga kan standart an standart standart diagnosis, ini memang ini ternyata masi
preacuation sehingga preacuation preacuation preacuation kegagalan standar terjadi kesalahan
sehingga terkadang sehingga sehingga sehingga pemantauan precaution diagnosis,
menjadi tinggi tindakan yang menjadi menjadi menjadi tinggi cairan, sering belum kegagalan
risiko infeksi diambil juga tinggi risiko tinggi risiko infeksi terjadi sepenuhnya pemantauan
nosocomial belum infeksi risiko nosokomialnya perilaku dilaksanaka cairan, sering
nya maksimal nosocomial infeksi petugas yang n seperti terjadi perilaku
nya nosokomial mendukung pemakaian petugas yang
nya tingginya sarung mendukung
risiko infeksi tangan, tingginya risiko
nosokomial, masker, infeksi
kegagalan seragam nosokomial,
asuhan khusus dan kegagalan asuhan
keperawatan, lain-lain. keperawatan, dan
dan kejadian kejadian nearmiss
nearmiss yang yang lain

144
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
lain
Evaluasi kinerja Masing- komite Belum pernah Belum ada Belum Selama ini Belum Karena belum Evaluasi Evaluasi kinerja
medis yang masing SMF medik tidak ada evaluasi evaluasi pernah belum pernah pernah ada pernah kinerja medis medis di RS
dilakukan di tidak pernah melakukan baik medis yang dilakukan ada evaluasi evaluasi dilakukan maupun Muhammadiyah
rawat inap oleh mengevaluasi evaluasi maupun dilakukan evaluasi karena pihak yang sehingga paramedic di ini belum pernah
manajemen atau tindakan yang rutin serta paramedis salah satunya medis yang dilakukan pelaksanaanya rs ini belum sama sekali
oleh komite dilakukan belum karena belum karen masih maupun memegang tim disini juga belum tahu pernah dilakukan oleh
medic. perawat atas adanya ada kesepakatan banyak paramedis di mutu atau seperti apa dilaksanakan komite medic
instruksi yang pengaturan yang aturan yang rs ini hal ini komite karena kalau ataupun tim mutu
diberikan previlage dikoordinasi belum dibuat juga mediknya juga dulu karena dari komite
medis antar komite medic seperti disebabkan double task paramedic ada medis sendiri
dokter sebagai kewenangan karena tim antara buku harian belum
profesionalisme konsul yang mutu belum fungsional dan evaluasi hanya mengeluarkan
di rs untuk belum diatur ada dan operasional saja sudah 3 aturan untuk
membuat aturan komite sehingga tahun ini tidak tindakan evaluasi
medis yang menjadi tidak berjalandan dan hal ini juga
belum terpegang. untuk medis dikarena pengurus
membuat memang sama komite medis
aturannya sekali belum double task antara
pernah ada fungsional dan
operasional,
sedangkan untuk
evaluasi kinerja
paramedic dulu
sempat dilakukan
melalui pengisian
buku evaluasi
individu namun
hal itu sudah tidak
berjalan semenjak
3 tahun ini
Hasil dari Belum pernah Tidak ada Belum pernah Belum Belum Belum pernah Tidak ada Tidak ada Belum pernah Hasil metode
metode evaluasi ada hasil hasilnya ada hasil karena pernah ada pernah ada ada hasil hasilnya hasilnya karena ada hasilnya evaluasi untuk
kinerja medis karena tidak karena tidak pernah hasil karena hasil karena karena tidak karena belum pernah untuk evaluasi kinerja medis di rs
yang berlaku di pernah terjadi belum terjadi tidak pernah tidak pernah pernah terjadi belum dilakukan kinerja medis muhammadiyah
rawat inap yang pernah terjadi terjadi pernah karena belum ini tidak ada
dilakukan oleh dilakukan dilakukan pernah karena tindakan
manajemen atau dilakukan evaluasinya tidak
oleh komite sedangkan pernah dilakukan
medik. untuk evaluasi sedangkan untuk
paramedik evaluasi
sebelum 3 paramedic sudah 3
tahun tahun ini tidak
sekarang ada berjalan lagi
hasilnya evaluasinya
cukup baik

145
Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Kesimpulan
Dokumen
namun masih
banyak yang
kurang di
sikap terhadap
pasien dan
kurangnya
pencegahan
infeksi
nosokomial
tapi data
konkritnya
tidak ada

146
Lembar Observasi Standar Pencegahan Infeksi Nosokomial

No Standart Precaution Pelaksanaan


P1 P2 P3 P4 P5 P6
1. Cuci tangan dilakukan bila :
a. Tangan terlihat kotor v v v v v v
b. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau kontak
dengan permukaan yang terkontaminasi
c. Menggunakan sabun dengan air mengalir atau menggunakan v v v v v v
antiseptik berbahan dasar alkohol (alcohol based hand rub)
sesuai dengan prosedur cuci tangan
2. Kebersihan perorangan dan pakaian :
a. Semua petugas kesehatan wajib menjaga kesehatan dan v v v v v v
kebersihannya masing – masing
b. Kuku harus bersih dan dipotong pendek, tidak diperbolehkan v v v v v v
menggunakan kuku palsu
c. Rambut harus dicukur pendek atau diikat rapih v v v v v v
d. Kumis dan cambang harus dicukur rapih v v v v v v
e. Semua petugas kesehatan harus menggunakan seragam kerja v v v v v X
yang bersih dan menggunakan seragam khusus bagi petugas
di ICU, Laboratorium dan unit luka bakar.
f. Tutup kepala wajib digunakan oleh petugas di ICU, OK atau V v v v v X
bila melakukan tindakan invasive
3. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Sarung tangan
- Dipakai setiap kali kontak dengan pasien, darah atau cairan x x x x x X
tubuh lainnya.
- Cukup satu pasang dan tidak perlu steril kecuali bila x x x x x X
melakukan tindakan pembedahan.
- Diganti untuk setiap pasien, bila terlihat kotor atau robek v v v v v V
- Buang pada tempat yang telah disediakan v v v v v V
b. Masker
147
No Standart Precaution Pelaksanaan
P1 P2 P3 P4 P5 P6
- Digunakan untuk melindungi mulut dan hidung X x x x x X
- Jenis masker disesuaikan dengan peruntukannya V v v v v V
c. Pelindung Mata
Digunakan untuk melindungi mulut dan sekitarnya sehingga harus v v v v v V
menutupi daerah mata dan sekitarnya
d. Jubah atau apron
- Jubah bersih digunakan setiap hari untuk tindakan invasif v v v v v V
atau pembedahan
- Jubah dibuat dari bahan katun yang nyaman dipakai v v v v v V
- Apron terbuat dari bahan yang tahan terhadap cairan v v v v v V
Pencegahan luka tusukan (needle stick injury)
a. Gunakan jarum dan siring sekali pakai v v v v v V
b. Jangan melakukan tindakan menutup jarum kembali (recapping) v v v v v v
c. Buang jarum dan benda tajam lainnya pada tempat yang tahan v v v v v v
tusukan

148

Anda mungkin juga menyukai