Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI

Analisis Histokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis


(KLT) pada Simplisia Guazuma ulmifolia (Guazumae
Folium)
Disusun oleh :

LABORATORIUM BIOLOGI
BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan laporan ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam biologi farmasi.

Harapan kami semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Laporan ini masih banyak kekurangan oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Jember, 15 November 2016

Penyusun
Kata Pengantar…………………………………………………………………… 1
Daftar Isi………………………………………………………………………… 2
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang………………………………………………………….. 3
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………. 3
1.3. Tujuan Praktikum……………………………………………………….. 4
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Pengertian Simplisia…………………………………………………….. 5
2.2. Uji Tumbuhan Obat…………………………………………………….. 5
2.3. Klasifikasi dan Khasiat Guazuma ulmifolia …………………………… 7
BAB III Metodelogi
3.1. Alat……………………………………………………………………… 9
3.2. Bahan………………………………………………………………...…. 9
3.3. Cara Kerja……………………………………………………………… 10
BAB IV Pembahasan
4.1. Hasil Pengamatan Uji Histokimia Dan Kromatografi Lapis Tipis…….. 12
BAB V Penutup
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………….. 17
5.2. Saran………………………………………………………………….... 17
Lampiran………………………………………………………………………... 18
Daftar Pustaka…………………………………………………………………... 19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia merupakan penghasil berbagai macam rempah-rempah.
Penduduk Indonesia kebanyakan hanya memanfaatkan rempah-rempah
sebagai bumbu dapur. Padahal banyak dari rempah-rempah tersebut dapat
digunakan sebagai obat.

Dalam praktikum kali ini, kami ingin membuktikan kandungan-


kandungan yang terdapat dalam Piperis nigri Fructus dengan menggunakan
metode histokimia dan kromatografil lapis tipis. Sehingga kami dapat
mengetahui kandungan zat kimia yang ada pada Piperis nigri Fructus yang
bermanfaat bagi tubuh manusia. Untuk itu kami membuat makalah ini
sebagai salah satu bukti praktikum yang telah kami lakukan sehingga dapat
bermanfaat untuk dibaca masyarakat.

1.2. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi serbuk daun (Guazumae Folium)
dengan penambahan reagen kimia.
2. Mahasiswa dapat menganalisis senyawa identitas serbuk buah (Guazumae
Folium) dengan metode KLT.

1.3. Rumusan Masalah


1. Apa fungsi penambahan reagen-reagen kimia dalam analisis histokimia
Guazumae Folium?
2. Apa saja kandungan kimia dalam Guazumae Folium?
3. Berapa nilai Rf dari Guazumae Folium?
4. Bagaimana senyawa yang terkandung dalam Guazumae Folium setelah
dianalisis dengan metode KLT ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia
nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat
tumbuhan.
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun
parameter standar mutu yaitu sebagai berikut :
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga
parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis),
serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai
obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian
lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang
bertanggungjawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi
kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
(Anonim,2000)

2.2. Uji Tumbuhan Obat


Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk
simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan
kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian
makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia.

1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
khususnya bau dan rasa simplisia yang diuji.
2. Uji Makroskopik
Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar
atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya
morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji.
3. Uji mikroskopik
Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang
derajat pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji
dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur
atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur-unsur anatomi
jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia
berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing
simplisia.
4. Uji Histokimia
Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat
kandungan yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi
spesifik, zat-zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik
pula sehingga mudah dideteksi. (Anonim,1987)
5. Uji KLT
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis
cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya.
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga
yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair
kinerja tinggi.
KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk
mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh
dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan
isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan
tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan
pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.
Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan
dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai
jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu
lebih kecil dari 1,0.
2.3. Klasifikasi dan Khasiat Guazuma ulmifolia
2.3.1. Klasifikasi
Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) banyak sekali senyawa kimia
yang terkandung di dalamnya. Sehingga bahan inilah yang digunakan dalam
praktikum kali ini.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Stercuiiaceae
Marga : Guazuma
Jenis : Guazuma ulmifolia Lamk.
Nama local : Jati Belanda

2.3.2. Khasiat
Daun Guazuma ulmifolia berkhasiat sebagai obat pelangsing tubuh
, bijinya sebagai obat diare
Sebagai obat pelangsingg tubuh dipakai sekitar 20 gram serbuk
daun Guazuma ulmifolia , diseduh dengan 1 gelas air matang panas ,
setelah dingin disaring hasil saringan diminum sehari 2 kali.
Daun Guazuma ulmifolia mengandung alkaloida dan tlavonoida ,
disamping itu daunnya juga mengandung saponin dan tanin

Guazuma ulmifolia
BAB III

METODELOGI

3.1. Alat
3.1.1. Uji Histokimia
 Plat tetes
 Pipet tetes
 Lemari asam
3.1.2. Metode Kromatografi Lapis Tipis
 Pipet volume
 Tabung reaksi
 Penggaris
 Neraca analitik
 Lampu UV
 Botol timbang
 Pensil
 Vial
 Chamber
 Corong gelas
 Erlenmeyer
 Hot plate
 Kertas saring
 Mikropipet
 Ultrasonic
3.2. Bahan
3.2.1. Uji Histokimia
 Simplisia Cinnamomi Cortex
 Asam sulfat Pekat
 Asam sulfat 10N
 Asam klorida Pekat
 Asam asetat encer
 KOH 5 %
 Ammonia 25 %
 Ferri Klorida 5%
3.2.2. Metode Kromatografi Lapis Tipis
 Silika Gel
 Sinamaldehida 1% dalam etanol
 Toluen
 Etil asetat
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Uji Histokimia

Ditimbang kurang lebih 2 mg simplisia kulit kayu


manis (Cinnamomi Cortex)

Dibagi di 7 lubang plat tetes


Masing-masing lubang ditetesi dengan reagen-
reagen yang ditentukan dalam lemari asam. (Asam
sulfat pekat, asam sulfat 10N, Asam klorida pekat,
asam asetat encer, KOH 5%, Ammonia 25%, ferri
klorida 5%)

Diaduk tiap lubang plat tetes dan amati perubahan


warnanya

3.3.2. Metode Kromatografi Lapis Tipis


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan Uji Histokimia dan Kromatografi Lapis Tipis


4.1.1. Uji Histokimia

- Asam sulfat P (H2SO4) : + Coklat merah


- Asam sulfat 10N (H2SO4) : + Coklat merah
- Asam Klorida P (HCL) : + Merah kekuningan
- Kalium Hidoksida (KOH) 5% : + Merah
- Amonia 25% : + Merah coklat
- Asam asetat encer : + Coklat merah
- Ferri Klorida 5% : + Hijau kekuningan

4.1.1.1. Reagen Asam Sulfat Pekat dan Asam Sulfat 10 N


Beberapa serbuk Cinnamomi Coetex ditaruh di plat tetes kemudian
ditetesi beberapa asam sulfat. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi
perubahan warna coklat merah. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan
terjadi perubahan warna coklat merah apabila ditambah asam sulfat pekat dan
asam sulfat 10 N.
Asam sulfat pekat dan asam sulfat 10 N adalah reagen kimia untuk
mengidentifikasi adanya triterpen dan steroid. Jadi Cinnamomi Cortex positif
mengandung triterpen dan steroid.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-
kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin
dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena
atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena
yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena.
Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormone
kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin
banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.
(Harbrone.J.B,1987)
4.1.1.2. Reagen Asam Klorida Pekat
Beberapa serbuk Cinnamomi Cortex ditaruh di plat tetes kemudian
ditetesi beberapa asam klorida pekat. Diaduk dan ternyata setelah diamati
terjadi perubahan merah kekuningan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
akan terjadi perubahan warna merah kekuningan apabila ditambah asam
klorida pekat.
Asam klorida pekat adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi
adanya triterpen flavonoid. Jadi Cinnamomi Cortex positif mengandung
flavonoid dan lignin.
Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk
senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas
membrane sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol, sementara
senyawa fenol dapat bersifat koagular protein.
Lignin itu sendiri umum terdapat pada tanaman yang secara
morfologi terliohat jelas memiliki batang keras (berkayu), biasanya
terdapat pada bangsa dikotil, senyawa ini dapat diidentifikasi dengan
penambahan flouroglusin P dan HCl P, yang menimbulkan warna merah
pada dinding sel.

4.1.1.3. Reagen Asam Asetat Encer


Beberapa serbuk Cinnamomi Cortex ditaruh di plat tetes kemudian
ditetesi beberapa asam asetat encer. Diaduk dan ternyata setelah diamati
terjadi perubahan merah kecoklatan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa
akan terjadi perubahan mera kecoklatan apabila ditambah asam asetat encer.
Asam asetat encer adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi
adanya minyak atsiri. Jadi Cinnamomi Cortex positif mengandung minyak
atsiri.
Minyak atsiri atau juga dikenal minyak eteris (aetheric oil),
minyak esensial, dan minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak
nabati yang berupa cairan kental namun mudah menguap sehingga
memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari
wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Sulingan
minyak atsiri dikenal sebagai biang minyak wangi.
Para ahli menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit
sekunder yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak
dimakan oleh hewan (hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan
tumbuhan lain dalam mempertahankan ruang hidup. Walaupun hewan
kadang-kadang juga mengeluarkan bau-bauan (seperti kesturi dari beberapa
musang atau cairan yang berbau menyengat dari beberapa kepik), zat-zat itu
tidak digolongkan sebagai minyak atsiri.
Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah.
Susunan senyawa komponennya kuat mempengaruhi saraf manusia (terutama
di hidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu. Setiap
senyawa penyusun memiliki efek tersendiri dan campurannya dapat
menghasilkan rasa yang berbeda.
Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit
berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung
jawab atas suatu aroma tertentu. Sebagian besar minyak atsiri termasuk
dalam golongan senyawa organik yang bersifat larut dalam lipofil/minyak.

4.1.1.4 KOH 5%

Beberapa serbuk Cinnamomi Coetex ditaruh di plat tetes kemudian


ditetesi beberapa KOH 5%. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi
perubahan warna merah. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi
perubahan warna merah apabila ditambah KOH 5%.
KOH 5% untuk menguji dioksiantrakionon yang merupakan turunan
dari tannin. Jadi Cinnamomi Cortex positif mengandung tanin.
4.1.1.5 Ammonia 25%

Beberapa serbuk Cinnamomi Coetex ditaruh di plat tetes kemudian


ditetesi beberapa Ammonia 25%. Diaduk dan ternyata setelah diamati terjadi
perubahan warna merah coklat. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan
terjadi perubahan warna merah coklat apabila ditambah ammonia 25%
Amonia 25% adalah reagen kimia untuk mengidentifikasi adanya alkaloid.
Jadi Guazumae Folium positif mengandung alkaloid dan kumarin.
Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid
a. Pengertian alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa
yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam
gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid seringkali
beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan
fisiologi yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis
aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ).
.
4.1.1.6 Ferri Klorida 5%
Beberapa serbuk Cinnamomi Cortex ditaruh di plat tetes kemudian
ditetesi beberapa FeCl3 5%. Diaduk dan ternyata menghasilkan warna
hijau kekuningan. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa akan terjadi
perubahan warna hijau kekuningan apabila ditambah FeCl3 5%.

Reagen FeCl3 ini berfungsi untuk mendeteksi adanya tanin. Jadi


Cinnamomi Cortex positif mengandung tanin.

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam


angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasanya,
tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang
tidak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal
dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi
kulit siap pakai karena kemampuanya menyambung silang protein.
Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakanya,
maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein
lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataanya,
sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah
satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan
pemakan tumbuhan. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang
tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin –terkondensasi hampir
terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnosperae, serta tersebar
luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu.
Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua (Harbrone.J.B,1987)

4.1.2. Uji Kromatografi Lapis Tipis


4.1.2.1 Hasil
Pembanding : Sinamaldehida 1 % dalam etanol
Vol. Penotolan : 2 µl pembanding dan 0.5 µl larutan uji
Fase gerak : Kloroform : Metanol : Air 8,5 : 1,3 : 0,2
Fase diam : Silika Gel 60 F254
Penampak noda : UV 254 nm
Warna noda : Ungu tua
Rf standar : 0,6
Rf Analit : 0,5875 (Cinnamomi Cortex)

4.1.2.2 Pembahasan
4.1.1. Pembahasan
Kromatografi merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Meskipun demikian, kromatografi
planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembanngan
secara menurun (descending) (Rohman, 2007).
Fase diam yang digunakan dalam percobaan ini adalah gel silica yang
memiliki mekanisme sorpsi adsorbsi. Gel silica dapat digunakan pada
senyawa-senyawa yang mengandungasam amino, hidrokarbon, vitamin, dan
alkaloid. Kebanyakan fase diam dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas
permukaannya
Eluen adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi antara
adsorbent dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan
komponen. Eluen dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan
teradsorbsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan
dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau
sebuah lapis tipis silica. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar,
dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina.
Fase gerak yang digunakan pada pratikum kali ini adalah toluene : eti asetat
dengan perbandingan 10 : 0,5
Sistem fase gerak KLT yang paling sederhana ialah campuran dua
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sangat sensitif. Daya elusinya pun harus diatur
sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan (Rohman, 2007).
Dari hasil praktikum ini, jarak analit ke larutan standar ialah 4.7 cm
sehingga diperoleh nilai Rf analit sebesar 0,5875 . Sedangkan nilai Rf
standar 0, 6. Hal ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan literatur yang
mengatakan bahwa nilai Rf simplisia guazumae adalah 0,8 dihitung sebagai
sinamaldehid.
Tetapi apabila pada hasil praktikum nilai Rf standar adalah 0,6 ± 10%
sehingga rentang nilai Rf standar 0,54 – 0,66 sedangkan nilai Rf sampel kita
0,5875. Hal ini masuk dalam rentang Rf standar sinamaldehida.
Perolehan nilai Rf yang berbeda jauh mungkin disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya :
1. Suhu ruangan
2. Ketidaktelitian saat pengenceran.
3. Penotolan yang kurang tepat
4. Proses homogenisasi yang kurang

Adapun kelebihan dan kekurangan dari Kromatografi Lapis Tipis


adalah :
 Keuntungan KLT :

1. Waktu relative singkat.


2. Menggunakan inestasi yang kecil.
3. Paling cocok untuk analisis bahan alam dan obat.
4. Jumlah cuplikan sedikit.
5. Kebutuhaan ruang minimum.
6. Penanganan sederhana.
7. Zat yang bersifat asam/basa kuat dapat dipisahkan dengan KLT.

 Kelemahan KLT :

1. Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok


dengan kromatografi kolom.
2. Noda yang terbetuk belum tentu menunjukkan tanda senyawa murni yang
kita inginkan.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
 Pada analisis histokimia, Cinnamomi Cortex positif mengandung
steroid, terpenoid, minyak atsiri, flavonoid, tanin, alkaloid, lignin.
 Pada analisis dengan metode KLT, Cinnamomi Cortex positif
mengandung sinamaldehid dengan nilai Rf 0,5875.
5.2. Saran
 Pada uji Histokimia sebaiknya digunakan pembanding warna yang
jelas. Agar tidak rancu antara coklat kemerahan dengan merah
kecoklatan.

LAMPIRAN
Uji Histokimia Cinnamomi Cortex

Uji KLT Piperis nigri Fructus

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1987. Analisis Obat Tradisional. 2 – 3. Jakarta : Depkes RI

Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta : Departemen


Kesahatan Republik Indonesia

Anonim. 1978. Materia Medika Indonesia Jilid II. Jakarta : Departemen


Kesahatan Republik (Hal 44-45)

Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid V-VI. Jakarta : Departemen


kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai