PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian obat sistem saraf otonom?
2. Bagaimana klasifikasi Obat sistem saraf otonom?
3. Bagaimana Farmadinamik Obat sistem saraf otonom?
4. Bagaimana Farmakokinetik Obat sistem saraf otonom?
5. Bagaimana efek samping Obat sistem saraf otonom?
1.3 Tujuan
1. Apa pengertian obat sistem saraf otonom?
2. Bagaimana klasifikasi Obat sistem saraf otonom?
3. Bagaimana Farmadinamik Obat sistem saraf otonom?
4. Bagaimana Farmakokinetik Obat sistem saraf otonom?
5. Bagaimana efek samping Obat sistem saraf otonom?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls
dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,
pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya
atas reseptor khusus.
Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi dalam 5 golongan :
2.2.1 Kolinergik
3
(1) ester kolin; dalam golongan ini termasuk : asetilkolin, metakolin,
karbakol, betanekol.
Farmakodinamik
4
dapat menghambatnya, yaitu atropin menghambat khusus efek
muskarinik, dan nikotin dalam dosis besar menghambat efek nikotinik
asetikolin terhadap ganglion. Kurare khusus menghambat efek nikotin
terhadap otot rangka. Bila digunakan dosis yang berlebihan maka atropin,
nikotin dan kurare masing-masing juga menghambat semua efek
muskarinik dan nikotinik ACh. Efek obat pada dosis toksik ini dianggap
sebagai efek farmakologik lagi, karena sifat selektifnya hilang.
5
akan terjadi secara mendadak sehingga baroreseptor yang terletak dalam
aorta dan arteri karotis terangsang, dengan akibat terjadinya refleks
simpatis. Refleksi simpatis menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat
dan lebih kuat disertai vasokonstriksi yang memungkinkan menaikan
tekanan darah. Kejadian ini dikenal sebagi refleks kompensasi yang hanya
terjadi kalau ada perubahan mendadak. Takikardi ini tentunya tidak akan
terlihat pada sediaan jantung terpisah (isolated heart), yang tidak lagi
dapat dipengaruhi refleksi kompensasi. Jadi pada kesediaan jantung
terpisah, ACh jelas menyebabkan bradikardi. Fenomena ini adalah contoh
efek farmakodinamik yang pada hakekatnya terdiri dari banyak
komponen.
6
bronkus dan produksi lendir berlebihan, efek ini tidak nyata pada orang
sehat.
Efek samping
2.2.1.2 Antikolinesterase
Farmakodinamik
7
Efek utama antikolinestrase yang menyangkut terapi terlihat pada
pupil, usus dan sambungan saraf otot, efek-efek lainnya hanya mempunyai
arti toksikologik.
Farmakokinetik
8
kulit. Absorpsi demikian baik sehingga keracunan dapat terjadi hanya akibat
tersiram insektisida organosfosfat di kulit tubuh. Bila inseksitida
disemprotkan ke udara, racun ini diserap paru-paru.
9
Antimuskarinik ini bekerja di alat yang dipersarafi serabut
pascaganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka,tempat
asetilkolin juga bekerja, penghambatan oleh atropin hanya terjadi dengan
dosis sangat besar. Antimuskarinik memperlihatkan efek sentral terhadap
susunan saraf pusat, yaitu merangsang pada dosis kecil dan mendepresi pada
dosis toksik. Banyak sekali antikolinergik disintesis dengan maksud
mendapatkan obat dengat efekselektif terhadap gangguan tertentu disertai
efek samping yang lebih ringan. Saat ini terdapat antimuskarinik yang
digunakan untuk ; (1) mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya,
antispasmodik; (2) penggunaan lokal pada mata sebagi midriatikum; (3)
memperoleh efek sentral misalnya, obat untuk penyakit parkison; (4) efek
bronkodilatasi; dan (5) memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung
dan gerakan saluran cerna.
Farmakodinamik
Susunan saraf pusat. Atropin merangsang medula oblongata dan pusat lain
di otak. Dalam dosis 0,5 mg (untuk orang indonesia mungkin ± 0,3 mg)
atropin merangsang N. vagus dan frekuensi jantung berkurang. Depresi
yang timbul khusus dibeberapa pusat motorik dalam otak, dapat
menghilangkan tremor yang terlihat pada parkinsonisme. Perangsangan
respirasi terjadi sebagai akibat dilatasi bronkus, tetapi dalam hal depresi
10
respirasi oleh sebab tertentu, atropin tidak berguna merangsang respirasi.
Bahkan pada dosis yang besar sekali, atrofin menyebabkan depresi napas,
eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas di
pusat-pusat yang lebih tinggi. Lebih lanjut terjadi depresi dan paralisis
medula oblongata. Skopolamin memperhatikan efek terapi yang berlainan,
yaitu euforia, amnesia dan kantuk. Kandang-kandang terjadi indiosinkrasi
berupa kegelisahan, delirium dan halusinasi dengan dosis terapi. Pada orang
tua, antikolinergik terutama yang efek sentralnya kuat dapat menyebabkan
sindrom demensia.
11
peptik, atropin sedikit saja mengurangi sekresi HCL, karena sekresi asam
ini lebih dibawah kontrol fase gaster daripada oleh N. Vagus.
Pirenzepin bekerja lebih selektif mengahambat skeresi asam lambung dan pepsin
pada dosis yang kurang memenuhi organ lain. Sekresi asam lambung pada malam
hari dapat diturunan sampai 44%. Dengan dosis 100 mg sehari, sekresi saliva dan
motilitas kolon berkurang, pengosongan lambung pada faal pankreas tidak
dipengaruhi obat ini.
OTOT POLOS LAIN. Saluran kemih dipengaruhi oleh atropin dalam dosisi
agak besar (kira-kira 1 mg). pada pielogram akan terlihat dilatasi kaliks,
pelvis, ureter dan kandung kemih. Hal ini dapat mengakibatkan retensi
urine. Retensi urin disebabkan relaksasi M. detrusor dan konstriksi sfingter
uretra. Bila ringan akan berupa kesulitan mikis yaitu penderita harus
mengejar sewaktu miksi.
Farmakokinetik
Alkoloid belladona mudah diserap dari semua tempat, kecuali dari kulit.
Pemebrian antropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat
menyebabkan absorpsi dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal,
sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. Untuk
mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan kantus internus mata setelah
penetesan obat agar larutan atropin tidak masuk kerongga hidung, terserap
dan menyebabkan efek sistemik. Dari sirkulasi darah, atropin cepat
memasuki jaringan dan kebanyakan mengalami hirolisis enzimatik oleh
hepar. Sebagian diekresikan melalui ginjal dalam bentuk asal.
12
tetapi efek sentralnya tidak sekuat atropil karena tidak melewati sawar darah
otak. Absorpsi pirenzepin tidak lengkap (20-30%) dan dipengaruhi adanya
makanan dalam lambung. Masa peruh eliminasinya sekitar 11 jam.
Sebagian besar pirenzepin diekresi melalui urine dan feses dalam bentuk
senyawa asalnya. Pada pasien gagal ginjal, kadar obat meningkat 30-40%,
namun belum menyebabkan efek toksik.
13
beberapa buah kecubung (datura stramonium). Perbedaan dalam dosisi patal
ini mungkin berdasarkan reaksi indiosinkrasi dan kepekaan seseorang.
Karena itu, tiap keracunan alkaloid belladona tidak boleh dianggap tidak
berbagaya. Skopolamin mungkin lebih toksik dari pada atropin.
2.2.3 Adrenergik
14
2.2.3.1 Epinefrin
Farmakodinamik
Arteri koroner. Epi menimbulkan aliran darah koroner. Epi di satu pihak epi
cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vasokonstriksi pembuluh darah koroner akibat
efek reseptor 𝛼. Di lain pihak epi memperpanjang waktu diastolik, meningkatkan
tekanan darah aorta, dan menyebabkan dilepaskannya adenosis, suatu metabolik
yang bersifat vasodilator, akibat peningkatan kontrasi jantung dan konsumsi
oksigen miokard; semua ini akan meningkatkan aliran darah koroner.
15
Epi memperkuat kontraksi dan mempercepat relakssi. Dalam mempercepat
denyut jantung dalam kisaran fisiologis. Epi memperpendek waktu sistolik tanpa
mengurangi waktu diastolik. Akibatnya, curah jantung bertambah , tetapi kerja
jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja
dibanding dengan pemakaian oksigen) berkurang. Dosis epi yang berlebihan
disamping menyebakan tekanan darah naik sangat tinggi, juga minimbulkan
kontrasi ventrikel prematur, diikuti takikardi ventrikel, dan akhirnya fibrilasi
ventrikel.
Saluran cerna. Melalui reseptor 𝛼 dan 𝛽2, epi menimbulkan relaksasi otot polos
saluran cerna pada umumnya: tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang.
Kandung kemih. Epi menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor 𝛽2 dan
kontraksi otot trigon dan sfingter melalui reseptor 𝛼1, sehingga dapat menimbulkan
kesulitan urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.
Farmakokinekit
Absorpsi. Pada pemberian oral. Epi tidak mencapai dosis terapi karena
sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada
dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absopsi yang lambat terjadi karena
16
vaskonstriksi lokasi, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi
yang lebih cepat terjadi dengan menyuntikan IM. Pada pemebrian lokal secara
inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sitemik dapat
terjadi,terutama bila digunakan dosis besar.
17
Penghambat saraf adrenergik ialah obat yang mengurangi respons sel efektor
terhadap perangsangan terhadap saraf adenergik, tetapi tidak terhadap obat
adrenergik eksogen. Obat golongan ini bekerja pada ujung saraf adrenergik,
menggangu pelepasan dan atau penyimpanan norepinefrin (NE).
18
enimbulkan respons hipotensi karena blokade reseptor 𝛼 menyebabkan
efek epi pada reseptor 𝛽2 (vasodilatasi) tidak terimbangi.
19
Karena efek vasodilatasinya, maka aliran darah di organ-organ vital
(otak,jantung,ginjal) dapat dipertahankan, demikian juga dengan aliran
darah perifer di ekstremitas.
20
2.2.4.1.2 α₁-Bloker Selektif
Farmakodinamik
Efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor α₁pada otot polos
arteriol dan vena, yang menimbulkan vaso dan venodilatasi sehingga
menurunkan resistensi perifer dan aliran balik vena.
Farmakokinetik
Diabsorpsi baik pada pemberian oral, terikat kuat pada protein plasma,
mengalami metabolisme yang ekstensif dihati, dan hanya sedikit yang
diekskresi utuh oleh ginjal.
Efek Samping
Yang utama adalah hipotensi postural hipotensi postural yang hebat dan
sinkop yang terjadi 30-90 menit setelah pemberian dosis pertama.
21
Yohimbin juga merupakan antagonis serotonin. Obat ini banyak
dipakai untuk impotensi meskipun efektivitasnya tidak jelas terbukti.
Obat ini meningkatkan aktivitas seksual pada tikus jantan, dan mungkin
berguna bagi beberapa penderita dengan impotensi psikogenik.
FARMAKODINAMIK
EFEK METABOLIK.
22
hipoglikemia. Akibatnya, kembalinya kadar gula darah pada
hipoglikemia (misalnya oleh insulin) diperlambat.
FARMAKOKINETIK
23
GANGGUAN SIRKULASI PERIFER. Β-bloker dapat menyebabkan
ekstremitas dingin, mencetuskan atau memperberat gejala penyakit
Raynaud, dan menyebabkan kambuhnya kaludikasio intermiten.
EFEK SENTRAL. Efek samping β-bloker pada SSP berupa rasa lelah,
gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk), dan depresi. Mimpi buruk dan
insomnia seringkali dapat dihindarkan dengn tidak memberikan obat
pada malam hari.
24
maupun β. Guanetidin tidak mempengaruhi kadar katekolamin dalam
medula adrenalmaupun penglepasannya. Kadar katekolamin dalam SSP
juga tidak dipengaruhi karena panetrasi obat polar ini ke dalam SSP buruk.
Pada fase ketiga terjadi penurunan progresif tekanan darah sistemik
maupun pulmonal yang berlangsung selama beberapa hari, akibat
hambatan simpatis terhadap sistem kardiovaskuler, yang menyebabkan
vasodilatasi, venodilatasi, dan penurunan curah jantung. Tekanan darah
berbaring hanay sedikit berkurang, tetapi tekanan darah berddiri dan
sewaktu exercise banyak berkurang, sesuai dengan aktivitas simpatisnya
(semakin tinggi aktivitas simpatis, semakin besar hambatannya).
2.2.4.3.1 Guanadrel
2.2.4.3.2 Reserpin
25
FARMAKODINAMIK. Curah jantung dan resistensi perifer berkurang
pada terapi jangka panjang dengan reserpin. Penurunan tekanan darah
berlangsung dengan lambat, karena reserrpin mengosongkan berbagai
amin dalam otak maupun dalam saraf adrenergik perifer, mungkin efek
antihipertensinya merupakan hasil kerja sentral maupun hasil kerja
perifernya. Hipotensi postural dapat terjadi tetapi biassanya tidak
menimbulkan gejala. Terjadi retensi garam dan air, yang sering
menimbulkan pseudotolerance.
2.2.4.3.3 Metirosin
26
Metirosin dapat menimbulkan kristaluri, yang dapat dicegah dengan
banyak minum (volue urin harus lebih dari 2 liter sehari). Efek samping
lain berupa sedasi, gejala ekstrapiramidal, diare, ansietas, dan gangguan
psikis.
FARMAKOKINETIK
27
metabolisme di hati, juga di paru dan ginjal. Nikotin yang diinhalasi
dimetabolisme dalam jumlah yang berarti di paru-paru.
FARMAKODINAMIK
Sakuran cerna dan sakuran kemih. Sekresi lambung jelas berkurang sesuai
pengobatan dengan c6; begitu juga sekresi pankreas serta air liur. Tonus dan
peristalsis lambung, usus kecil serta kolon ditambah sehingga keinginan
untuk defekasi tidak ada.
Farmakokinetik
28
Absorpsi oral dari obat golongan ini sangat tidak teratur karena senyawa-
senyawa tersebut tergolong dalam amunium kuaterner yang suka melewati
membran sel. Selain itu hambatan pengosonangan lambung dalap
memperlambat absopsi diselangi dengan episode penyerahan dalam jumlah
besar akibat beberapa dosis obat sekaligus masuk usus hakus dari lambung.
Oleh karena itu dosis sukar sekali ditetapkan.prngrcualian untuk ini ialah
kamilamin yang diserap secara lengkap oleh usus, terutama karena sebagai
obat ini dieksresi dalam lumen usus melalui empedu dan diserap kembali.
Selain itu mekanisme bukan suatu amonium kuartener sehingga dapat
melewati sawar darah otak dan ssawar uri. Walaupun absopsi mekamilamin
tetap baik, tetapi ada bahaya penurunan aktivitas usus dengan akibat paralisis
di hati dan ginjal dan masa kerjanya relatif lama. Sebagian besar obat
gangliolitik dieksresi oleh ginjal dalam bentuk asal sehingga akumulasi dapat
timbul pada gagal ginjal.
Efek samping
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat saraf otonom adalah obat yang dapat mempengaruhi penerusan impuls
dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,
pembebasan, atau penguraian neurotransmiter atau mempengaruhi kerjanya
atas reseptor khusus.
Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi dalam 5 golongan,
yaitu: (1) Parasimpatomimetik atau kolinergik. Efek obat golongan ini
merupakan efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis.
(2) Simpatomimetik atau adrenergik yang efeknya menyerupai efek yang
ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis. (3) Parasimpatolitik atau
penghambat kolinergik menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan
saraf parasimpatis. (4) Simpatolitik atau penghambat adrenergik menghambat
timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis. (5) Obat ganglion merangsang
atau menghambat penerusan di ganglion.
3.2 Saran
30