Hubungan Perilaku Dan Musibah
Hubungan Perilaku Dan Musibah
A. Pendahuluan
Ayat tersebut di atas mendorong penelaahan lebih mendalam terhadap kata-kata bi idznillah
(“dengan atas ijin Allah”) berkaitan dengan musibah yang terjadi, baik yang menimpa manusia pada
khususnya maupun yang menimpa bumi pada umumnya. Dorongan ini pun diperkuat oleh QS. Al
Hadiid [57] ayat 22 berikut ini:
Disamping bi idznillah, penelahaan pada kata-kata yu’min billah ( “senantiasa beriman kepada
Allah”) merupakan kajian yang tidak bisa dipisahkan dalam pembicaraan musibah ini. Seorang yang
yu’min billah akan mendapatkan qalbu (hati)-nya mendapatkan curahan kasih sayang Allah berupa
petunjuk sehingga ia akan mampu menyikapi musibah yang menimpa dengan sabar dan syukur[1].
Apakah ketergelinciran perilaku yang dilakukan pada masa sekarang ada hubungannya dengan
perbuatan di masa lalu? Ataukah ketergelinciran pada masa sekarang akan berdampak pada masa
depan? Adakah hubungan antara kejadian – kejadian yang hadir di alam sekeliling kita dengan
perbuatan kita? Beberapa pertanyaan menggelitik yang mengundang penasaran yang akan coba
dipaparkan dalam tulisan di bawah ini.
ْ ﱠ
... اﻹ ْﺳ َﻼ ُم
ِ ِﯾﻦ ِﻋ ْﻨ َﺪ اﷲ
َ إِ ﱠن اﻟ ﱢﺪ
Sesungguhnya dien (sistem hidup yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.[3]
ﯾﻦ
َ ﺎﺳ ِﺮ َ اﻹ ْﺳ َﻼ ِم دِﯾ ًﻨﺎ َﻓﻠَ ْﻦ ﯾ ُْﻘ َﺒ َﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻪ َو ُﻫ َﻮ ﻓِﻲ ْاﻵ ِﺧ َﺮ ِة ﻣ
ِ ِﻦ ْاﻟ َﺨ ْ َ َو َﻣ ْﻦ َﯾ ْﺒ َﺘﻎ َﻏﯿ
ِ ْﺮ ِ
Barangsiapa mencari dien selain dien Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (dien
itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.[4]
Seluruh makhluk tunduk pada sistem hidup (dien) Islam ini, baik dengan suka hati ataupun
terpaksa[5]. Apakah termasuk orang yang menolak (kafir)? Ya, termasuk orang yang menolak.
Mereka tunduk pada sebagian aturan Allah dan menolak sebagian yang lain, dikarenakan mereka
kaum yang tidak mendalam dalam berfikir sehingga mereka tidak mengerti dan melakukan penolakan.
Atau karena mereka terkalahkan oleh al-Hawa ( dorongan duniawi) yang menyebabkan mereka
menuai kebinasaan[6]. Aturan Allah yang mana yang mereka turuti? Aturan yang berkaitan dengan
sebagian Rububiyatullah (yakni peraturan-peraturan umum Allah yang berkaitan dengan pengadaan,
pemeliharaan, dan pemusnahan makhluk) antara lain aturan bahwa makhluk hidup itu perlu makan.
Adakah manusia yang mengingkari masalah ini?[7] Bukankah orang yang terkategori kafir menurut al
Quran pun masih makan? Bagaimana mereka yang tidak mau makan? Tentunya mereka akan rugi!!
Inilah krakteristik khas dari dien al-Islam.
Syahdan, mari kita melihat alam mikrokosmos (tubuh manusia). Semua sistem organ yang
dimilikinya bekerja sesuai aturan dalam dien al-Islam, termasuk qalbu (hati) di dalamnya. Qalbu
merupakan pimpinan pergerakan dalam tubuh mikrokosmos sehingga ia diberi kebebasan untuk
memilih. Qalbu senantiasa bolak-balik tergantung pada jenis dan kekuatan medan (pengaruh) yang
mengintervensinya, apakah medan (kekuasaan) dunia, syaitan, syahwat[8], ataukah Allah. Qalbu
diberi kemampuan untuk memilih medan mana yang harus ia ikat. Hanya pengaruh medan Allah yang
enjadi salim ( sehat-selamat) sehingga tubuh mikrokosmos pun
dapat menjadikan qalbu m
sehat-selamat. Bandingkan dengan tubuh makrokosmos (semesta alam). Setiap perilaku gerak benda
di alam semesta yang dekat ini dipengaruhi antara lain oleh medan gravitasi bumi, medan magnet,
medan listrik, dan medan elektromagnetik. Ragam perilaku benda ketika berada di medan-medan
tersebut dimanfaatkan oleh manusia dalam teknologi-teknologi yang menunjang kehidupan manusia,
subhanallah ! Perbandingan ini diharapkan mendorong kita untuk mampu mengoptimalkan qalbu
masing-masing sesuai tuntunan Allah swt. sehingga setiap perilaku, dzahir maupun bathin,
melahirkan perilaku yang mulia (karimah). Perilaku yang mulia ini akan menjadikan kehidupan, baik
aupun makrokosmos, diberi limpahan barakah dan ampunan Allah. Kehidupan
secara mikrokosmos m
sehat-selamat (Islam) pun akan terwujud. Bukankah manusia merupakan khalifah dalam lingkup
makrokosmos, layaknya qalbu dalam lingkup mikrokosmos?
Cukup kiranya paparan diatas sebagai pengantar masuk dalam pembicaraan bi idznillah (dengan
atas ijin Allah). Dalam tataran rububiyah, bi idznillah memiliki pengertian sesuai dengan ijin Allah
dalam kapasitas-Nya sebagai Rabb. Dengan memahami bahwa dien itu sistem hidup, maka setiap
kejadian tidak akan keluar dari mekanisme tata aturan yang telah ditetapkan. Dan kumpulan
mekanisme ini disebut sebagai Kitab (ketetapan yang ditulis). Dalam tataran mulkiyah, bi idznillah
memiliki pengertian atas ijin Allah dalam kapasitas-Nya sebagai Malik. Dalam kedudukan-Nya
sebagai Malik, Allah bisa memberikan instruksi (perintah) langsung terhadap makhluk-Nya dengan
perintah apa yang dikehendaki-Nya, walaupun perintah itu sifatnya khusus, tidak berlaku umum.
Segala sesuatu yang terjadi, niscaya dalam pengetahuan dan restu-Nya sebagai Raja, dengan kata lain
setiap segala sesuatu itu ‘inda Allah (disisi Allah)[9]. Untuk memperjelas masalah ini, perhatikanlah
kisah pembakaran nabi Allah Ibrahim as. Api yang dalam ketetapan-Nya bersifat panas dan
membakar, ketika ada perintah untuk dingin maka dengan serta merta api itu berubah sifatnya menjadi
dingin[10].
Realita ini memberikan pengertian bahwa api membakar dengan ijin-Nya, dan api tidak
membakar dengan ijin-Nya pula. Sehingga jika ditanyakan siapakah yang membakar? Orang yang
senantiasa beriman kepada Allah (yu’min billah) akan menjawab Allah. Dan yang beriman kepada api
akan menjawab api. Hal serupa diwartakan dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh
al-Bukhari[11] yakni:
“ Kami mendapatkan riwayat dari Ismail, dari Malik, dari Shalih bin Kaisan, dari Ubaidillah bin
Utbah bin Mas’ud, dari Zaid bin Khalid al-Juhani, ia berkata, ”Rasulullah saw shalat subuh untuk
kami di Hudaibiyah menyusul turunnya hujan pada dini hari. Selesai mengerjakan shalat, beliau
menghadap ke arah para sahabat seraya bersabda kepada mereka, ‘Tahukah kalian apa yang
difirmankan oleh Rabb kalian?’ Para sahabat menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’
Beliau bersabda, Allah berfirman, ‘diantara hamba-hamba-Ku ada yang beriman dan ada yang kufur
kepada-Ku.’ Orang yang berkata ‘Kami telah diberi hujan atas anugerah dan rahmat Allah,’ dialah
yang beriman kepada-Ku, kufur kepada bintang-bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami diberi
hujan oleh bintang ini dan itu, ‘dialah orang yang kufur kepada-Ku dan beriman kepada
bintang-bintang.’”
Paparan pada paragraf diatas memberikan catatan penting yang patut kita perhatikan dengan
seksama. Ucapan lisan dapat menjadi tolak ukur keimanan dan kekufuran seseorang kepada Allah,
padahal kemungkinan besar yang mengatakan “Api yang membakar” atau “Hujan turun karena
bintang ini dan itu” tidak memiliki niat untuk kufur kepada Allah, tetapi ini merupakan konsekuensi
dan wujud nyata dari ‘aqidah (ikatan) kepada Allah. Ingatkan diri kita dengan laa haula wa laa
quwwata illa billah (tidak ada kekuasaan yang mengitari-menguasai relung-relung terkasar sampai
terhalus dan tidak ada kekuatan yang menguatkan-menyatukan segala hal yang berkaitan dengan alam
yang terlihat maupun yang tidak terlihat kecuali dengan atas Allah). Kalimat thayyibah i ni patut kita
resapi sehingga kita akan bisa menjadi seorang yang senantiasa beriman kepada Allah (yu’min billah),
insya Allah. Sebagaimana pernyataan nabi Allah Ibrahim as. yang diabadikan dalam QS. Asy Syu’ara
[26] : 79 – 80 berikut ini:
ْ ْ َوإِ َذا َﻣ ِﺮ# ِﯿﻦ ْ ﱠ
ِ ﺿ ُﺖ َﻓ ُﻬ َﻮ َﯾﺸﻔ
ِﯿﻦ ِ َواﻟﺬِي ُﻫ َﻮ ﯾُﻄ ِﻌ ُﻤﻨِﻲ َو َﯾ ْﺴﻘ
Dialah Allah yang telah memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, maka
Dialah yang menyembuhkan aku.
Kalimat thayyibah ini jangan disalahpahami sebagai ungkapan kamuflase kebuntuan usaha yang
berakhir pada kemalasan dan berhentinya ikhtiar. Kalimat ini justru menegaskan bahwa tidak ada kata
‘mentok’ dalam berusaha. Perhatikan penegakan kalimat (hauqalah) ini dalam dua kisah, kisah Hajar
dan kisah Maryam. Dalam kisah Hajar, ia ber-sa’i (usaha) mencari air di kawasan padang pasir yang
panas antara bukit Shafa dan Marwah dengan berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali. Apakah Hajar ra.
berputus asa? Justru sebaliknya, ia melakukannya dengan penuh keyakinan bahwa Allah tidak akan
membiarkan hamba-Nya merana. Apakah Hajar berhasil mendapatkan air dengan usahanya? Tidak,
karena sesungguhnya Allah-lah yang memberi air dengan cara yang dikehendaki-Nya untuk
masing-masing hamba-Nya. Allah mengeluarkan air dengan perantaraan hentakan kaki mungil Ismail
as., sang bayi yang menangis karena dahaga.
Dalam kisah Maryam ra., ia memerlukan minum dan makan setelah melahirkan putranya, Isa as.,
di bawah pohon kurma. Jangankan mencari air dan memetik buah kurma, berdiripun ia tidak kuat.
Maryam meyakini bahwa Allah pasti menolongnya. Buah keyakinannya itu, Allah menjadikan sariyya
(sumber mata air rahasia) tepat di bawahnya dan menjadikan gugurnya buah kurma hanya dengan
menggoyang pangkal pohon kurma yang menjadi sandaran ketika melahirkan
bayinya[12].Subhanallah wa bihamdih ! Dua kisah ini menjadi bukti terhadap pernyataan nabi
Ibrahim as. bahwa Dialah Allah yang telah memberi makan dan minum kepadaku.” Semoga dengan
dua kisah diatas, kita ditolong Allah untuk menjadi seorang yang senantiasa beriman kepada Allah
(yu’min billah) , amin!
Sebagaimana telah disinggung bahwa dien itu sistem hidup, maka setiap kejadian tidak akan keluar
dari mekanisme tata aturan yang telah ditetapkan oleh-Nya. Pada mulanya Allah memberikan musibah
hasanah (nikmat) kepada suatu kaum, hingga kaum tersebut merubah dirinya sehingga Allah
menimpakan musibah sayyiah ( bencana)[13] dalam rangka agar mereka kembali (taubat) [14].
Ayat diatas menginformasikan bahwa setiap bencana yang menimpa disebabkan oleh perilaku
sendiri, jangan menyalahkan Allah. Mungkinkah kita mengetahui kausalitas setiap perilaku terhadap
terjadinya bencana? Hal yang mustahil kita mengetahui ilmu sebab-akibat dari seluruh perilaku yang
dilakukan. Maka dari itu, cukuplah kita melaksanakan tuntunan Allah yang tertuang dalam al-Kitab
dan tercontohkan pelaksanaannya oleh Rasulullah saw., niscaya kita akan mendapatkan nikmat.
Sebaliknya, jika kita berpaling dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya, bersiap-siaplah
mendapatkan bencana, baik di dunia maupun di akhirat. Walaupun demikian, kita diberi informasi
penting dalam al-Quran beberapa kausalitas dari perilaku yang dilakukan antara lain:
1. Perkatan bahwa “Allah memiliki anak”, yang diucapkan oleh orang Nasrani, berdampak pada
terancamnya stabilitas langit, bumi, dan gunung[15]. Dengan tahu begini, masih enggankah
kita berdakwah?
2. Syaithan akan mampu menggelincirkan kita disebabkan kesalahan pada masa lalu[16].
Tidakkah kita terdorong untuk segera bertaubat dan meraih ampunan Allah?
3. Penghidupan yang sempit akan diraih oleh orang yang berpaling dari peringatan Allah[17].
Tidakkah kita terdorong untuk menegakkan setiap peringatan Allah dalam kehidupan nyata
sehingga penghidupan kita lapang?
4. Selanjutnya bisa dilihat dalam tabel berikut ini.
2:10 Dusta menyebabkan hati berpenyakit lalu ditambah penyakitnya dan mengundang
siksa yang pedih.
2:59 Allah menimpakan siksa dari langit karena mereka berbuat fasik (meninggalkan
perintah dan mengerjakan yg tidak diperintahkan).
2:171 Tuli, bisu, dan buta menyebabkan mereka tidak mengerti (la ya’qiluun)
2:275 Lisan yang mengatakan bahwa jual beli itu sama dengan riba menyebabkan orang
tersebut berdiri seperti orang yang kemasukan syaitan lantaran penyakit gila.
3:112 Melepaskan tali Allah, dan tali manusia akan menyebabkan seseorang diliputi
kehinaan.
3:151 Menyekutukan Allah menyebabkan Allah memasukkan rasa takut ke dalam hati.
3:155 Kesalahan yang telah diperbuat akan menjadi jalan tergelincirnya oleh syaitan.
3:159 Lemah-lembut ciri rahmat dari Allah. Bersikap keras lagi berhati kasar menyebabkan
dijauhi orang-orang disekeliling.
3:181-182 Perkataan “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya” akan dicatat dan
menyebabkan perkataan, “Rasakanlah olehmu adzab yang membakar.” Azab
diundang oleh perbuatan, dan Allah tidak menganiaya hamba-hambanya.
4:88 Munafik telah Allah balikkan kepada kekafiran disebabkan usaha (kasab) mereka
sendiri
4:160-161 Allah mengharamkan makanan halal yang baik-baik terhadap Yahudi disebabkan
kedzaliman dan perbuatan mereka yang menghalangi manusia dari jalan Allah, dan
disebabkan makan riba, dan memakan harta orang dengan jalan batil.
5:49 ... sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebagian dosa-dosa (dzunub) mereka.
5:64 Yahudi dilaknat disebabkan perkataan, “Tangan Allah terbelenggu”. Bagi sebagian
besar Yahudi, al-Quran akan menambah kedurhakaan dan kekafiran.
5:78 Orang kafir dari Bani Israil dilaknat Allah dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam
disebabkan kedurhakaan dan selalu melampai batas.
6:120 Perbuatan dosa yang nampak dan tersembunyi akan diberi pembalasan.
6:157 Siksaan yang buruk akan ditimpakan pada mereka yang selalu berpaling.
7:9 Timbangan kebaikan akan menjadi ringan disebabkan mengingkari ayat-ayat Allah.
7:96 Penduduk yang beriman dan bertakwa menyebabkan turunnya limpahan berkah dari
langit dan bumi. Siksa pun turun disebabkan perbuatannya.
7:136 Allah tenggelamkan di laut disebabkan mendustakan dan melalaikan ayat Allah.
9:126-127 Allah telah menguji (munafik) sekali atau dua kali setiap tahun agar mereka bertobat
dan mengambil pelajaran, kemudian memalingkan hati mereka disebabkan mereka
adalah kaum yang tidak mengerti.
13:31 Orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau
bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah.
16:88 Orang kafir dan orang yang menghalangi dari jalan Allah akan mendapatkan siksaan
di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
16:106-107 Mencintai kehidupan dunia dibanding kehidupan akhirat menyebabkan turunnya azab.
16:112 Kelaparan dan ketakutan merupakan pakaian yangg dipakaikan kepada penduduk
negeri yang mengingkari nikmat Allah.
28:54 Allah memberi pahala dua kali disebabkan kesabaran orang nasrani yang menerima
al-Quran.
29:40 Ragam siksa yang ditimpakan karena dosa, yaitu: hujan batu kerikil, ditimpa suara
keras yang mengguntur, dibenamkan ke dalam bumi, ditenggelamkan.
30:36 Musibah sayyiah (jelek) menimpa disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh
tangan mereka sendiri.
30:41 Kerusakan di darat dan di laut disebaban karena tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali.
34:50 Jika aku sesat maka aku sesat atas diriku sendiri; jika aku mendapat petunjuk maka itu
disebabkan apa yang diwahyukan Rabb kepadaku.
35:45 Allah tidak menyiksa manusia disebabkan usahanya., jika begitu, niscaya Allah tidak
akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun, tetapi
Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang tertentu (disesuaikan dengan Kitab –
ketetapan).
40:21 Orang terdahulu lebih hebat kekuatannya dan lebih banyak bekas-bekasnya di muka
bumi, Allah mengazab mereka disebabkan dosa-dosa mereka.
40:75 Bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar menyebabkan masuk neraka dan karena
selalu bersuka ria.
41:17 Kaum Tsamud disambar petir dikarenakan mereka lebih suka “buta” (berpaling dari
petunjuk) daripada “melek”.
42:30 Musibah yang menimpa disebabkan oleh perbuatan tangan sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (kesalahan-kesalahan-mu)
62:7 Seseorang tidak akan mengharapkan kematian disebabkan kejahatan yang telah
mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri.
Disamping ayat-ayat diatas, Allah pun memberikan tuntunan penting atas hamba-Nya tentang
perilaku, antara lain sebagaimana berikut:
1. Hendaklah hamba-Nya mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Allah
berikan kepada hamba-Nya secara sembunyi atau pun terang-terangan, sebelum datangnya
suatu hari yang tidak ada jual beli dan persahabatan[18].
2. Hendaklah hamba-Nya mengucapkan perkataan yang ihsan (yang lebih baik), karena syaitan
itu menimbulkan perselisihan diantara para hamba Allah[19].
3. Hendaklah hamba-Nya beriman dan bertakwa, serta berbuat baik. Orang yang berbuat baik di
dunia ini akan memperoleh kebaikan[20].
4. Hendaklah hamba-Nya ber-isti’adzah (berlindung) kepada Allah dari syaitan ketika akan
membaca al-Quran[21] dan atau ditimpa sesuatu godaan syaitan[22].
5. Hendaklah hamba-Nya tidak mengatakan terhadap sesuatu kecuali dilanjutkan dengan
pengucapan insya Allah. Dan jika lupa, segera mengingat Allah seraya mengatakan, “Semoga
Allah memberi petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.[23]
6. Hendaklah hamba-Nya tidak menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina,
tidak akan membunuh, tidak akan berdusta, dan tidak akan mendurhakai pemimpin umat
dalam urusan yang baik[24].
Rasulullah saw. memberikan informasi juga kaitan sebab-akibat dari perilaku yang dilakukan
dengan musibah yang bakal terjadi, antara lain dalam hadis berikut ini[25]:
"Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah swt dan aku
berharap kalian tidak mendapatkannya. P ertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum
sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada
orang-orang sebelum mereka. K edua, t idaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan
melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa. K etiga,
tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akan mengalami kemarau panjang.
Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Keempat, tidaklah suatu
kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah swt utus kepada mereka musuh yang
akan mengambil sebagian yang mereka miliki. Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka
meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah swt jadikan permusuhan antar
mereka." (HR. Ibnu Majah)
D. Penutup
Ketika setiap perilaku berpengaruh terhadap sesuatu, yakni bisa mengundang dan menolak
sesuatu, demi kebaikan kita, maka berkonsultasilah selalu dengan Allah apabila mau berperilaku.
Konsultasi aplikatif yang bisa kita lakukan yakni dengan shalat istikharah dan bermusyawarah.
[1]HR. Bukhari-Muslim.
ً
ﻋﺠﺒﺎ ﻷﻣﺮ اﻟﻤﺆﻣﻦ أن أﻣﺮه ﻛﻠﻪ ﻟﻪ ﺧﯿ ٌﺮ وﻟﯿﺲ ذﻟﻚ ﻷﺣﺪ {اﻟﺜﺎﻧﻲ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻟﯿﻠﻰ ﻋﻦ ﺻﻬﯿﺐ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ }ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ
إﻻ ﻟﻠﻤﺆﻣﻦ إن أﺻﺎﺑﺘﻪ ﺳﺮاء ﺷﻜﺮ ﻓﻜﺎن ﺧﯿﺮاً ﻟﻪ وإن أﺻﺎﺑﺘﻪ ﺿﺮاء ﺻﺒﺮ ﻓﻜﺎن ﺧﯿﺮاً ﻟﻪ
Sungguh Ajaib, seluruh urusan hidup yang menimpa seorang mukmin, baik itu urusan yang jelek
maupun yang baik akan bernilai dalam pandangan Allah. Ketika ia tertimpa musibah yang baik ia
syukur dan ketika ia tertimpa musibah yang menjadikan ia menderita ia sabar.
[2]QS. Al Baqarah [2] : 80
[3]QS. Ali Imran [3] : 19.
[4]QS. Ali Imran [3] : 85.
[5]QS. Ali Imran [3] : 83
[6]QS. Al Mukmin [23] : 71.
[7]Bagi seorang mukmin, makan merupakan salah satu indikator pengabdian kepada Allah semata,
lihat QS. Al Baqarah [2] : 172.
[8]QS. Ali Imran [3] : 14.
[9]QS. An Nisa [4] : 78
ُﻮن َﺣ ِﺪ ً
ﯾﺚ ﺎل َﻫ ُﺆ َﻻ ِء ْاﻟ َﻘ ْﻮ ِم َﻻ ﯾَ َﻜﺎ ُد َ
ون ﯾ َْﻔ َﻘﻬ َ ………ُ .ﻗ ْﻞ ُﻛ ﱞﻞ ِﻣ ْﻦ ِﻋ ْﻨ ِﺪ ﱠ
اﷲِ َﻓ َﻤ ِ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng
yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari
sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi
kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa
?orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun
[10]QS. Al Anbiya [21] : 69
اﻫﯿ َﻢ َﺮ ًدا َو َﺳ َﻼﻣًﺎ َﻋﻠَﻰ إِﺑ َ
ْﺮ ِ ُﻗ ْﻠﻨَﺎ ﯾَﺎ ﻧَ ُ
ﺎر ُﻛﻮﻧِﻲ ﺑ ْ
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim".
[11]HR. Bukhari dalam kitab Istisqa’ – Bab Firman Allah Ta’ala, “Kamu (mengganti) rezeki (yang
Allah berikan) dengan mendustakan (-Nya).
ﺣﺪﺛﻨﺎ إﺳﻤﺎﻋﯿﻞ ﺣﺪﺛﻨﻲ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻦ ﻛﯿﺴﺎن ﻋﻦ ﻋﺒﯿﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﺘﺒﺔ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮد ﻋﻦ زﯾﺪ ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ اﻟﺠﻬﻨﻲ
أﻧﻪ ﻗﺎل :ﺻﻠﻰ ﻟﻨﺎ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ و ﺳﻠﻢ ﺻﻼة اﻟﺼﺒﺢ ﺑﺎﻟﺤﺪﯾﺒﯿﺔ ﻋﻠﻰ إﺛﺮ ﺳﻤﺎء ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻦ اﻟﻠﯿﻠﺔ ﻓﻠﻤﺎ اﻧﺼﺮف
اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ و ﺳﻠﻢ أﻗﺒﻞ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺎس ﻓﻘﺎل ﻫﻞ ﺗﺪرون ﻣﺎذا ﻗﺎل رﺑﻜﻢ ﻗﺎﻟﻮا اﷲ ورﺳﻮﻟﻪ أﻋﻠﻢ ﻗﺎل أﺻﺒﺢ ﻣﻦ ﻋﺒﺎدي
ﻣﺆﻣﻦ ﺑﻲ وﻛﺎﻓﺮ ﻓﺄﻣﺎ ﻣﻦ ﻗﺎل ﻣﻄﺮﻧﺎ ﺑﻔﻀﻞ اﷲ ورﺣﻤﺘﻪ ﻓﺬﻟﻚ ﻣﺆﻣﻦ ﺑﻲ ﻛﺎﻓﺮ ﺑﺎﻟﻜﻮﻛﺐ وأﻣﺎ ﻣﻦ ﻗﺎل ﺑﻨﻮء ﻛﺬا وﻛﺬا ﻓﺬﻟﻚ
ﻛﺎﻓﺮ ﺑﻲ ﻣﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﻜﻮﻛﺐ
[12]QS. Maryam [19] : 24 - 25
[13]Al Anfal [8] : 53.
[14]Ar Rum [30] : 41.
[15]Maryam [19] : 90
[16]Ali Imran [3] : 155
[17]Thaahaa [20] : 124
[18]QS. Ibrahim [14] : 31.
[19]QS. Al Israa’ [17] : 53.
[20]QS. Az Zumar [39] : 10.
[21]QS. An Nahl [16] : 98.
[22]QS. Al A’raaf [7] : 200.
[23]QS. Al Kahfi [18] : 24.
[24]QS. Al Mumtahanah [60] : 12.
][25
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻣﺤﻤﻮد ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ اﻟﺪﻣﺸﻘﻲ .ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻠﯿﻤﺎن ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ أﺑﻮ أﯾﻮب ﻋﻦ اﺑﻦ أﺑﻲ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ أﺑﯿﻪ ﻋﻦ ﻋﻄﺎء ﺑﻦ أﺑﻲ
رﺑﺎح ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻗﺎل أﻗﺒﻞ ﻋﻠﯿﻨﺎ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ و ﺳﻠﻢ .ﻓﻘﺎل ) :ﯾﺎﻣﻌﺸﺮ اﻟﻤﻬﺎﺟﺮﯾﻦ ﺧﻤﺲ إذا اﺑﺘﻠﯿﺘﻢ
ﺑﻬﻦ وأﻋﻮذ ﺑﺎﷲ أن ﺗﺪرﻛﻮﻫﻦ ﻟﻢ ﺗﻈﻬﺮ اﻟﻔﺎﺣﺸﺔ ﻓﻲ ﻗﻮم ﻗﻂ .ﺣﺘﻰ ﯾﻌﻠﻨﻮا ﺑﻬﺎ إﻻ ﻓﺸﺎ ﻓﯿﻬﻢ اﻟﻄﺎﻋﻮن واﻷوﺟﺎع اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ
ﻣﻀﺖ ﻓﻲ أﺳﻼﻓﻬﻢ اﻟﺬﯾﻦ ﻣﻀﻮا وﻟﻢ ﯾﻨﻘﺼﻮا اﻟﻤﻜﯿﺎل واﻟﻤﯿﺰان إﻻ أﺛﺨﺬوا ﺑﺎﻟﺴﻨﯿﻦ وﺷﺪة اﻟﻤﺌﻮﻧﺔ وﺟﻮر اﻟﺴﻠﻄﺎن ﻋﻠﯿﻬﻢ وﻟﻢ
ﯾﻤﻨﻌﻮا زﻛﺎة أﻣﻮاﻟﻬﻢ إﻻ ﻣﻨﻌﻮا اﻟﻘﻄﺮ ﻣﻦ اﻟﺴﻤﺎء وﻟﻮﻻ اﻟﺒﻬﺎﺋﻢ ﻟﻢ ﯾﻤﻄﺮوا وﻟﻢ ﯾﻨﻘﻀﻮا ﻋﻬﺪ اﷲ وﻋﻬﺪ رﺳﻮﻟﻪ إﻻ ﺳﻠﻂ اﷲ
ﻋﻠﯿﻬﻢ ﻋﺪوا ﻣﻦء ﻏﯿﺮﻫﻢ ﻓﺄﺧﺬوا ﺑﻌﺾ ﻣﺎﻓﻲ ﺑﺄﯾﺪﯾﻬﻢ وﻣﺎ ﻟﻢ ﺗﺤﻜﻢ أﺋﻤﺘﻬﻢ ﺑﻜﺘﺎب اﷲ وﯾﺘﺨﯿﺮوا ﻣﻤﺎ أﻧﺰل اﷲ إﻻ ﺟﻌﻞ اﷲ
ﺑﺄﺳﻬﻢ ﺑﯿﻨﻬﻢ ( ] ش ) -إذا اﺑﺘﻠﯿﺘﻢ ( ﻋﻠﻰ ﺑﻨﺎء اﻟﻤﻔﻌﻮل .واﻟﺠﺰاء ﻣﺤﺬوف .أي ﻓﻼ ﺧﯿﺮ .أو ﺣﻞ ﺑﻜﻢ ﻣﻦ أﻧﻮاع اﻟﻌﺬاب
اﻟﺬي ﯾﺬﻛﺮ ﺑﻌﺪه ) .وأﻋﻮذ ﺑﺎﷲ ان ﺗﺪرﻛﻮﻫﻦ ( ﺟﻤﻠﺔ ﻣﻌﺘﺮﺿﺔ ) .ﻟﻢ ﺗﻈﻬﺮ اﻟﻔﺎﺣﺸﺔ ( أي اﻟﺰﻧﺎ ) .ﺑﺎﻟﺴﻨﯿﻦ ( أي ﺑﺎﻟﻘﺤﻂ .
) ﻣﻨﻌﻮا اﻟﻘﻄﺮ ( أي اﻟﻤﻄﺮ ) .ﻋﻬﺪ اﷲ ( ﻫﻮ ﻣﺎﺟﺮى ﺑﯿﻨﻬﻢ وﺑﯿﻦ أﻫﻞ اﻟﺤﺮب [ .ﻓﻲ اﻟﺰواﺋﺪ ﻫﺬا ﺣﺪﯾﺚ ﺻﺎﻟﺢ ﻟﻠﻌﻤﻞ ﺑﻪ .
وﻗﺪ اﺧﺘﻠﻔﻮا ﻓﻲ اﺑﻦ أﺑﻲ ﻣﺎﻟﻚ وأﺑﯿﻪ .ﻗﺎل اﻟﺸﯿﺦ اﻷﻟﺒﺎﻧﻲ :ﺣﺴﻦ
[26]HR. Muslim.