SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh :
Ahmad Ridhawi
NIM 109045200003
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan
Ahmad Ridhawi
iv
iv
ABSTRAK
Ahmad Ridhawi, 109045200003, Konflik Politik Pada Masa Pemerintahan Khalifah Ali
bin Abi Thalib. Konsentrasi Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta 2013, x+94 halaman.
Masalah pokok dari penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor politik yang terjadi pada
masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap
peristiwa-peristiwa politik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib
Jenis penelitian ini adalah metode penelitian sejarah (history) dengan tujuan untuk
memahami masa lalu, dan mencoba menguraikan berbagai fenomena-fenomena yang terjadi di
masa lampau. Jenis data dalam penelitian ini adalah lebih mendominasi kepada data primer yang
diperoleh dengan teknik studi pustaka berupa referensi-referensi mengenai Sejarah Peradaban
Islam pada masa sahabat, yaitu Sahabat Ali bin Abi Thalib dan tidak terlepas dari analisa-analisa
yang positif sehingga memperoleh data-data sejarah tepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa konflik yang mewarnai
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang mengakibatkan terjadinya perang saudara. Maka
dari itu, dengan penelitian ini dapat memberikan pandangan yang positif terhadap sosok Ali bin
Abi Thalib ketika menghadapi persoalan-persoalan pemerintahan yang tidak terlepas dari Al-
Quran dan Sunnah.
Kata kunci : Konflik Politik Pada Masa Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi
Thalib
Pembimbing : 1. Iding Rosyidin, M.Si
2. Masyrofah, M. Si
Daftar Pustaka : 1978 s.d 2013
v
KATA PENGANTAR
حيْ ِم
ِ َن الّر
َ ِبسْ ِم اهللِ الّرِحْ َم
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat
dan Karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam tidak lupa dipanjatkan kepada
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, karena tanpa bantuan,
menyusun laporan ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan
2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah, Jurusan
Siyasah Syar’iyah.
Akademik.
vi
5. Bapak Iding Rosyidin, S.Ag., M.Si Dosen pembimbing I yang penulis
melalui tangan dingin beliau lah penulis banyak mendapat inspirasi dan
8. Prof. Dr. H. Afrizal Mansur, M.A Dosen Akidah Filsafat UIN Syarif
Kasim Pekanbaru, Riau dan juga sebagai Ayah bagi penulis yang telah
9. Ibuku tercinta Rukmini Dalil yang juga sangat berperan dalam mendukung
pembuatan skripsi ini. Dengan kritikan pedas beliau setiap hari, penulis
10. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang telah
vii
Pada kesempatan ini, penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak apabila sewaktu mengerjakan skripsi ini ada hal-hal yang
kurang berkenan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi ini, baik
pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu segala kritik dan saran yang
Penulis
Ahmad Ridhawi
viii
DAFTAR ISI
ix
B. Konflik Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah Dan
Kaum Khawarij ..............................................................................62
C. Faktor-Faktor Terjadinya Konflik Politik Pada Masa
Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib .....................................78
D. Strategi Ali dalam Menyelesaikan Konflik Politik di
Masa itu ..........................................................................................85
x
BAB I
PENDAHULUAN
Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang sudah menganut agama Islam
semenjak kecil, sehingga ia dijuluki anak muda yang tidak pernah memiliki
keyakinan musyrik. Dari kecil ia diasuh dan dibesarkan oleh Nabi Muhammad
masih sangat muda Ali selalu menemani Nabi dalam menyiarkan misinya, dan
telah menjadi pejuang yang terkemuka bagi Islam. Dia merupakan prajurit
agung, dia berperang dan menjadi terkenal di dalam semua pertempuran yang
dilakukan oleh umat Islam dalam melawan kaum kafir dan orang-orang
Yahudi.
menggunakan pena. Sebagai seorang ulama dan seorang orator (ahli pidato),
Ali merupakan orang yang paling ulung pada waktu itu. Kata-katanya menjadi
kekhalifahan mereka.
----------
1
Syed Mahmudun Nasir, Islam Dan Konsepsi Dan Sejarahnya, Bandung:Remaja Rusda
Karya,1991, hlm.194
1
2
dan keluhuran budinya. Sederhana, terus terang, tulus hati, dan lapang dada,
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat dalam kelompok Khalifah
mewarisi jabatan ke-Khalifah, tetapi juga menuai konflik dari Utsman yang
Ali tidak dapat melepaskan diri dari konflik tersebut begitu saja.
----------
2
Ibrahim Siraj, Pembunuhan Politik dalam Sejarah Dunia, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
cetakan Pertama, 2010, hlm. 27.
3
Konflik timbul cukup kompleks, antara lain disebabkan perluasan kekuasaan, yang
diikuti dengan perpecahan, baik oleh situasi umum maupun oleh ketidakmampuan Utsman sendiri
untuk mengatasinya. Utsman dikepung di rumahnya di Madinah dalam kondisi tidak memiliki
pasukan dan pengawal yang siap melindunginya. Lihat Jubair Situmorang, Politik Ketatanegaraan
dalam Islam, (Siyasah Dusturiyah), Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 184.
4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Rajawali Press,
1996, hlm. 39.
3
Memang Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang khalifah yang
fenomenal dan mendapat jaminan dari Rasul untuk masuk surga. Mungkin ini
Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah pada bulan juni tahun
Ali supaya bersedia dibai’at menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum
pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota
Madinah, seperti Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah bin Umar agar menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan
tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih
----------
5
Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta:pustaka book
publisher,cetakan pertama, 2007,hlm, 89.
6
Muhadi Zainudin dan Abd Mustaqim, “Studi Kepemimpinan Islam,” Putra Mediatama
Press, 2008, hal. 70.
4
Akan tetapi, setelah massa rakyat mengemukakan bahwa umat Islam perlu
segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar,
Ia dibai’at oleh mayoritas rakyat dari muhajirin dan anshar serta para
tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat
senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khattab, Muhammad bin Maslamah,
Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam yang waktu itu
berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali. Ibn Umar dan Saad
terpaksa. Akan tetapi, riwayat lain menyatakan bahwa mereka bersama kaum
Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kepada Ali agar bersedia dibai’at
menjadi khalifah. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain,
aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di berbagai
sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat islam tidak hanya berada di
tanah Hijaz (Mekah, Madinah, dan Thaif), tetapi sudah tersebar di Jazirah
Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak untuk membai’at Ali
meskipun sudah kurang efektif, sebab telah terjadi friksi-friksi yang tajam
terjadi berbagai konflik-konflik, seperti perang jamal (onta) antara Ali dan
Aisyah, perang shiffin antara Ali dan Muawiyah yang membelot sampai
Setelah selesai perang jamal dan perang Siffin lantas bukan berarti Ali
kaum Khawarij. Konflik dengan kaum ini ternyata sangat melelahkan bagi Ali
dan yang tragisnya ini pula yang menyebabkan ia terbunuh. Terbunuhnya Ali
----------
7
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008), hlm. 95-
96. Selanjutnya ditulis Dedi, Sejarah.
8
Dedi, Sejarah, hlm.71
9
Yayan Sopyan, M.Ag, Tarikh Tasyri’, Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok:
Gramata Publishing, 2010, hlm. 94
10
Tahkim atau arbitrase adalah sebuah proses yang ditempuh untuk menyelesaikan suatu
sengketa dengan mempercayakan kepada suatu pengetara, yaitu orang yang dipercayai dari kedua
belah pihak yang bersengketa. Mungkin istilah ini identik dengan wasit.
6
Islam.
khalifah Ali bin Abi Thalib. Uraian di atas belum mengungkap semua
peristiwa yang terjadi. Untuk mendalami peristiwa ini lebih jauh, perlu
B. Identifikasi Masalah
diambil berbagai unsur yang menjadi identifikasi dari judul ini, antara lain :
1. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi, yang termasuk kelompok
tragedi memilukan.
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang masih belum banyak diketahui, dan perlu
3. Penilaian objektif terhadap sosok Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai
pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk dianalisis secara politis
pemerintahannya?
1. Konflik yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Thalhah,
2. Konflik yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan
3. Konflik yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Kaum
Khawarij.
8
1. Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
b. Manfaat Akademis
berarti Khalifah Ali bin Abi Thalib terlepas dari kesalahan dan
E. Tinjauan Pustaka
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Buku yang paling banyak mengupas persoalan
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Buku ini dipopulerkan
Isinya sangat luas mulai dari sejarah Arab sebelum Islam sampai terjadinya
masa Usman dan Ali tertuang dalam buku ini secara terpisah dan
2. Buku Sejarah Peradaban Islam yang ditulis oleh Dr. Badri Yatim, M.A,
3. Buku Biografi Ali Bin Ali Thalib yang ditulis oleh Prof. DR. Ali
luas. Pengalaman hidup dan problematika yang dialami Ali bin Abi Thalib
dalam pemerintahannya.
4. Uraian tentang tentang topik ini juga terdapat dalam Teologi Islam Karya
Berbeda dengan kedua buku ini, dalam tulisan penulis membahas secara
F. Metode Penelitian
sejarah (history) yang merujuk kepada studi pustaka. Yang dimaksud dengan
penelitian sejarah menurut Sejarawan Inggris E.H. Carr (dalam Gall, Gall &
suatu proses interaksi yang terus-menerus antara sejarawan dan fakta yang
ada, yang merupakan dialog tidak berujung antara masa lalu dan masa
sekarang. Artinya sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang
telah terjadi.
kejadian besar yang sejalan. Sejarah (tarikh) adalah suatu seni yang membahas
terjadi.
Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah buku-buku yang
membahas dan menyoroti konflik-konflik politik pada masa Khalifah Ali bin
Abi Thalib, antara lain yang disebutkan adalah, History of the Arabs karya
dalam sejarah Dunia kayra Ibrahim Suraj serta buku-buku lain yang
yang terkait sebanyak mungkin agar data-data yang diperoleh lebih akurat dan
bertanya kepada orang-orang yang mungkin tahu dan memahami dengan baik
----------
12
Hasan Utsman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta:Dept. Agama R.I, 1986) cet. ke-2
12
persoalan yang sedang ditulis. Dimungkinkan juga diperoleh data dari atikel,
G. Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah memahami isi skripsi ini maka dibuat sistematika
Bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri atas latar belakang
Bab dua membahas tentang Khalifah Ali bin Abi Thalib yang
mencakup riwayat hidup dari masa kecil, pendidikan, prestasi dan kemajuan
Bab tiga membahas tentang Khalifah Ali bin Abi Thalib yang
pemerintahannya.
13
masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang mencakup inti dari
Bab lima adalah bagian akhir dari skripsi yang berisi kesimpulan dan
dianggap perlu.
BAB II
Pada bab ini penulis memperkenalkan siapa sesungguhnya Ali bin Abi
Thalib. Di sini penulis ingin mengemukakan berbagai sisi positif dari beliau
karena tidak sedikit hal-hal baik yang terdapat pada diri sang Khalifah.
sepihak yang kurang baik jika sisi positif sang khalifah tidak dikemukakan, karena
inti persoalan yang menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini lebih kepada
mengemukakan aspek positif itu supaya keseimbangan pembaca melihat Ali bin
Abi Thalib lebih kelihatan. Oleh sebab itu pembahasan dalam bab ini dibagi
A. Riwayat Hidupnya
Namanya adalah Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin Abdul
Muthalib dipanggil juga dengan nama Syaibah al-Hamdi bin Hasyim bin
Abdu Manaf bin Qusai bin Kilab bin Lu‟ai bin Ghalib bin Pihir bin Malik bin
An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. Dia adalah khalifah keempat dari Khulafaur
Rasyidin.1 Dia adalah anak Paman Rasulullah dan bertemu dengan beliau
pada kakeknya yang pertama yaitu Abdul Muthalib bin Hasyim. Kakeknya ini
memliki anak bernama Abu Thalib, sudara kadung Abdullah, ayah dari Nabi
-----------
1
Hepi Andi Bastomi, Sejarah Para Khalifah, Jakarta: Al-Kautsar, 2008, hlm. 22.
14
15
Muhammad saw. Nama yang diberikan kepada Ali pada saat kelahirannya
adalah Asad (singa). Nama tersebut hasil pemberian ibunya sebagai kenangan
Ketika Ali lahir, ayahnya Abu Thalib tidak ada di tempat. Oleh sebab
itu pemberian nama Asad hanyalah pemikiran istrinya, ibu Ali. Setelah
mengetahui nama yang diberikan kepada anaknya adalah Asad (Haidar) Abu
Thalib merasa kurang tertarik sehingga nama itu digantinya dengan Ali.3
Selain nama yang banyak diketahui umat Islam Ali memiliki nama
lain yang patut diketahui. Salah satu gelar itu adalah Abu Turab. Istilah abu
dalam bahasa Arab berarti bapak dan turab berarti tanah. Dengan demikian
abu turab berarti bapak tanah. Karena pemberian Rasulullah Ali merasa
senang saja dengan gelar itu. Pemberian gelar ini mempunyai latar balakang
Saw bertemu Ali. Karena itu beliau bertanya kepada putrinya tentang
antara Fatimah dengan Ali, lalu Ali marah dan pergi meninggalkan rumah.
Oleh sebab itu, Nabi menyuruh seseorang laki-laki yang ada di rumah itu
Rasulullah menjumpai dan benar Ali sedang tidur di mesjid tanpa baju dan
Semenjak itu Ali mendapat gelar Abu Turab.4 Gelar ini dipakai kemudian
disebut Turabi.5 Gelar lain yang diperoleh Ali adalah Abu al-Hasan karena ia
Ali bin Abi Thalib lahir di Mekah dekat Ka‟bah.7 Menurut al-Faqihi,
dan al-Hakim seperti dikutip as-Shalabi Ali bin Abi Thalib adalah orang
tentang waktu kelahiran Ali bin Abi Thalib. Menurut Hasan al-Basri seperti
dijelaskan As-Shalabi, Ali lahir 15 atau 16 tahun sebelum kenabian. Ada pula
yang mengatakan Ali lahir lima tahun sebelum kenabian. Ibn Ishak dan
Ali Audah mengatakan Ali lahir pada hari Jumat 13 Rajab tahun 600 Masehi.
Tahun ini dihitung berdasarkan catatan sejarah dengan jarah 30 tahun setelah
Semenjak masa bayi Ali diasuh oleh Nabi Muhammad saw sendiri,
karena Nabi dulunya juga diasuh oleh Abu Thalib, ayah Ali.9 Nabi
Muhammad saw ketika masih muda dan beliau juga membalas budi
pamannya Abu Thalib dengan mengasuh Ali. Rasul sangat sayang kepadanya
-----------
4
Ash-Shalabi, Biografi, hlm. 15.
5
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husen, Bogor : Litera AntarNusa,
Pustaka Nasional, 2010, hlm. 28. Selanjutnya disebut Audah, Ali.
6
Audah, Ali, hlm. 28.
7
Audah, Ali, hlm. 27.
8
As-Shalabi, Biografi, hlm. 15.
9
Audah, Ali, hlm. 29.
17
karena memiliki sifat yang mulia.10 Sifat yang mulia itu memang sudah
kelihatan pada diri Ali semenjak kecil karena bergaul dengan orang yang baik
budi pula. Selain takdir Allah, keluarga dan lingkungan dapat berpengaruh
Quraisy. Dalam sejarah, suku ini memiliki bahasa yang fasih dan cakap
mulia, memiliki sifat keberanian yang luar biasa dan masyarakat sudah
mengenal sifat-sifat itu. Pada masa jahiliah mereka berbeda masyarakat lain,
hidup rukun dan banyak berpegang teguh kepada syari‟at Nabi Ibrahim.12
Mereka tidak sebagaimana orang-orang Arab lainnya ketika itu yang tidak
dibimbing dan muliakan oleh agama, serta tidak dihiasi dengan akhlak.
menghormati, termasuk kepada jenazah, terbebas dari sifat buruk dan prilaku
kehormatan istri dan menjauhi prilaku orang Majusi. Dalam agama mereka
-----------
10
Mahmudunnasir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991,
hlm. 194. Selanjutnya disebut Mahmudunnasir, Islam.
11
As-Shalabi, Biografi, hlm. 15.
12
As-Shalabi, Biografi, hlm. 17.
18
juga mengizinkan putra-putri mereka menikah dengan suku lain tanpa fanatik
Abdul Muthalib, kakek Ali sekaligus kakek Rasul pada masa Jahiliah
dikenal sebagai dermawan, memberi makan dan minum jamaah haji, pada hal
dia bukan orang terkaya dan bukan satu-satunya tokoh yang disegani di
Zamzam yang erat kaitannya dengan Baitullah telah mingkatkan derajat dan
Tanpa adanya syarat apapun dan sikap fanatik atas kabilah mereka. Mereka
Kemuliaan ini juga diwarisi oleh Abu Thalib ayah Ali sendiri. Ia juga
orang Quraisy yang membenci Nabi saw. Walaupun tidak sempat syahadat,
Nabi.15
Terkait atau tidak terkait dengan hal itu, selain mendapat bimbingan
dari Nabi semenjak kecil, Ali juga mewarisi kemuliaan dan sikap-sikap baik
-----------
13
As-Shalabi, Biografi, hlm. 18.
14
As-Shalabi, Biografi, hlm. 19.
15
As-Shalabi, Biografi, hlm. 21.
19
dibimbing oleh Nabi sendiri. Sinar al-Quran yang menjadi akhlak Nabi
terpantulkan kepada diri Ali.17 Meskipun masih sangat muda Ali selalu
prajurit agung, lihai dalam berperang dan terkenal dalam setiap pertempuran
Yahudi.18
Hidup Ali dari awal sudah mendapat cahaya Islam, dan ketika
dengan siapa pun, termasuk dengan ayahnya Abu Thalib sendiri. Ketika Nabi
dan Khadijah shalat Ali datang. Ia tidak mengerti ketika melihat keduanya
ruku‟ dan sujud serta membaca beberapa ayat. Selesai shalat Ali bertanya
kepada Nabi kepada siapa mereka sujud. Nabi menjelaskan bahwa mereka
Kemudian Nabi mengajak Ali untuk beribadah kepada Allah dan menerima
bimbingan Nabi Muhammad saw Ali telah mewarisi berbagai sifat terbaik,
-----------
16
Dalam ilmu anatomi, darah, dan keturunan (gen) memiliki pengaruh terhadap generasi
berikutnya, baik dalam bentuk pisisk maupun dalam kejiwaan, etika sosial, akhlak, kesehatan, dan
bakat dan sebagainya. Oleh sebab itu nilai-nilai dan cita-cita yang mereka warisi dari orang tua
dan nenek moyang itu akan mereka percayai dan mempetahankannya sekuat tenaga untuk
menghormati dan memuliakannya, dan menganggap orang-orang yang mengikuti nilai-nilai dan
cita-cita tersebut sebagai generasi dan anak keturunan dari keluarga mereka.
17
As-Shalabi, Biografi, hlm. 32.
18
Mahmudunnasir, Islam, hlm. 194.
19
Audah, Ali, hlm. 28.
20
merupakan skenario Allah. Kisah itu berawal dari krisis perekonomian yang
dialami masyarakat Qurasiy. Abu Thalib memilik banyak anak, tetapi penulis
tidak menjumpai dari berbagai literatur berapa orang anak yang ia miliki.
Abbas pamannya yang dianggap lebih berkecukupan dari Bani Hasyim, kata
keluarga yang besar. Kamu tahu krisis yang saat ini sedang melanda
beban mereka, saya akan mengambil satu orang dari anaknya dan kamu juga
mengambil satu orang anaknya untuk kita cukupi segala kebutuhannya.” Lalu
tinggalkanlah untuk kami anak kami yang bernama Ukail lali ambil siapa
-----------
20
As-Shalabi, Biografi, hlm. 31.
21
Abbas mengambil ja‟far untuk hidup bersamanya. Berawal dari situlah maka
Selama itu, Ali selalu mendampinginya, dan termasuk orang pertama dari
juga tetap tinggal bersama Al-Abbas hingga dia masuk Islam dan hidup
mandiri.21
pamannya Abu Thalib kepada dirinya yang telah merawat dan mencukupi
merupakan jalan hadirnya nikmat Allah yang sangat besar kepada Ali karena
dari sinilah kemudian Ali dirawat dan dididik oleh Rasulullah sesuai dengan
terpantulkan kepada diri Ali. Ali tumbuh dan berkembang di dalam rumah
Islam, dia tahu segala rahasia-rahasia Islam semenjak usia dini. Hal itu terjadi
sebelum dakwah Islam mulai melangkah keluar dari rumah Nabi dan mencari
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib suatu ketika
datang menemui Nabi Saw saat setelah keislaman Khadijah. Ali mendapati
keduanya sedang shalat lalu Ali pun berkata, “Ini apa wahai Muhammad?”
Kemudian Nabi pun bersabda, “Ini adalah agama Allah yang telah Allah pilih
-----------
21
As-Shalabi, Biografi, hlm. 31.
22
wahai Ali untuk bersaksi terhadap Allah yang Maha Esa dan utuk
menyembah-Nya. Dan agar engkau mengingkari Latta dan Uzza.” Ali pun
berkata kepada Nabi, “Ini adalah perkara yang aku belum pernah
mendengarnya sama sekali sebelum hari ini, tetapi aku bukanlah orang yang
memiliki keputusan atas perkaraku sehingga aku harus berbicara dulu kepada
kepada siapa pun termasuk Abu Thalib sebelum dia diperintahkan oleh Allah
untuk menceritakan urusan itu. Beliau pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali
jika engkau tidak berkenan masuk Islam maka jaga rahasia ini.” Ali pun
berdiam diri selama satu malam itu sehingga kemudian Allah memberi
Rasulullah bersabda,” Kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah
dan tidak menyekutukannya serta engkau mengingkari tuhan Latta dan Uzza,
serta melepaskan diri dari segala bentuk penentangan kepada Allah.” Ali pun
masuk Islam.
kemarahan bapaknya Abu Thalib karena dia telah menganut agama Islam.
menampakkannya.22
-----------
22
As-Shalabi, Biografi, hlm. 33.
23
keluar menuju tempat perbukitan di Makkah. Dan Ali bin Abi Thalib ikut
yang lain. Keduanya mengerjakan shalat di tempat itu. Bila waktu petang
kepada Rasulullah, “Wahai anak saudara laki-lakiku, agama apa yang sedang
kalian anut ini ?” Rasulullah menjawab, “Ini adalah agama Allah, agama para
malaikat-Nya, agama para nabi-Nya, dan agama bapak kita Ibrahim.” Saya
telah diutus menjadi seorang Rasul kepada sekalian umat manusia. Dan
engkau wahai paman, adalah orang yang lebih berhak untuk menerima
diriku.”23
Abu Thalib, tetapi bukan berarti ia marah kepada Rasul dan anaknya Ali.
Abu Thalib tidak melarang anaknya Ali untuk mengikuti agama yang
-----------
23
As-Shalabi, Biografi, hlm. 33.
24
Abu Thalib berkata bahwa ia tidak mampu meninggalkan agama neneknya Tetapi bukan
berarti ia akan berhenti menolong dan membela Rasul dari berbagai ancaman orang-orang
Quraisy. As-Shalabi, Biografi, hlm. 33.
24
Sebagai muslim yang sangat kuat Ali tidak ragu untuk mengorbankan
saw menugasinya untuk tidur di tempat tidur beliau. Ia ditugaskan Nabi untuk
tahun 9 H.26
dikemukakan melalui suatu kisah. Suatu hari, Amirul mukminin melihat baju
zirahnya27, yang telah lama hilang, ternyata ada pada seorang Nasrani. Ia
tidak tahu, bagaimana baju zirahnya itu bisa berada di tangan Nasrani itu. Ia
berusaha meminta baju zirahnya dan menjelaskan bahwa baju zirah itu
-----------
25
As-Shalabi, Biografi, hlm. 34.
26
Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2007, hlm. 20
27
Yang dimaksud dengan zirah adalah baju besi atau baju rantai yang dikenakan pada waktu
perang
25
miliknya. Namun, Nasrani itu enggan memberikan dan bersikukuh bahwa itu
baju miliknya. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib membawa laki-laki itu ke
pengadilan. Kadinya saat itu adalah Syarih. Kadi berkata kepada laki-laki
Mukminin?”
Nasrani itu berkata, “Baju zirah ini milikmu. Amirul Mukminin tidak
Di antara pemikiran yang cukup menarik dari Ali bin Abi Thalib
adalah bidang fikih. Ali bin Abi Thalib dianugrahi pemahaman yang baik
terhadap kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw. Ia merupakan salah satu
poros fikih Islam, dan termasuk di antara kelompok utama pembuat fatwa di
pandangannya tentang nikah muth‟ah. Ali bin Abi Thalib dielu-elukan oleh
kaum Syi‟ah sebagai imam yang ma‟sum (terpelihara dari dosa dan
terjadinya nikah muth‟ah, yaitu nikah yang ditetapkan dalam jangka waktu
-----------
28
Musthafa Murad, Kisah Hidup Ali Ibn Abu Thalib, Jakarta: Zaman, 2013, hlm. 62.
29
Ash-Shalabi, Ali, hlm. 400.
26
Ali mengatakan bahwa jika dua orang menikah tanpa wali kemudian
keduanya belum bersetubuh maka keduanya harus dipisahkan.30 Ali bin Abi
Nasrani yang benar, bahkan mereka suka minum arak. Pendapat Ali ini
kecuali kaum musrik Arab. Tentang hal ini ia mengatakan, “Tidak ada pilihan
bagi kita berkenaan dengan kaum musyrik Arab kecuali mereka masuk Islam
atau perang.”32
berkata, “Wanita ini berzina dan ia mengakuinya.” Ali mencambuk wanita itu
seratus kali pada hari kamis dan pada hari Jumatnya ia dirajam. Aku
menyaksikan sendiri tubuh wanita itu dikubur sebatas pinggang. Ali berkata
-----------
30
Ash-Shalabi, Ali, hlm. 400.
31
Ash-Shalabi, Ali, hlm. 397.
32
Ibnu Qudamah, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi li Ibn Qudamah, Pustaka
Azzam, Jilid 8, hlm. 738
27
ketika itu, “Rajam adalah salah satu sunnah Rasulullah Saw. Orang yang
menjadi saksi perbuatan zina harus melempar pertama kali, namun karena
pertama kali.” Lalu Ali melempar wanita itu dengan batu, dan diikuti oleh
mengucapkan salam kepada orang yang memiliki dadu. Ali juga menetapkan
dalam zina. Ia menetapkan mahar mitsil untuk wanita seperti itu dengan
mengatakan bahwa mahar untuk perawan seperti mahar untuk wanita lainnya
ambillah, karena dalam baitul mal lebih banyak harta yang halal ketimbang
pada bulan Ramadhan. Diriwayatkan dari Atha, dari ayahnya bahwa Ali
memukul seorang penyair negro dari Bani Harits, karena ia minum arak pada
-----------
33
Ibnu Qudamah, Al-Mughni Syarh Mukhtashar al-Khiraqi li Ibn Qudamah, hlm. 738
28
sebanyak dua puluh kali cambukan karena kau melakukan kejahatan kepada
Pendapat hukumnya yang lain adalah bahwa harta orang yang suka
meminjamkan dan yang suka dititipi tidak dapat dijamin jika hartanya itu
kebenaran atau melindungi orang lain dari kezaliman tidak noleh menerima
menjalankan urusan masyarakat tidak boleh menerima hadiah dari orang lain
Ali bin Abi Thalib memberikan julukan khusus kepada seorang fakih
Ia berkata, “ Maukah kalian kuberi tahu tentang yang paling utama di antara
para faqih (al-faqih haqq al-faqih)? Ia adalah orang yang tidak memutuskan
kepada Allah, tidak membuat mereka merasa aman dari makar Allah, dan ia
yang lain. Ketahuilah, tidak ada kebaikan dalam ibadah yang tidak disertai
pengetahuan, dan tidak ada kebaikan dalam pengetahuan yang tidak disertai
29
pemahaman, dan tidak ada kebaikan dalam pembacaan yang tidak disertai
tadabur ─ penelaahan.34
hatilah kepada orang yang mengajari dan yang kau ajari. Jangan menjadi
Selain dikenal luas sebagai seorang fakih, Ali bin Abi Thalib juga dikenal
sebagai sahabat yang paling memahami kitab Allah. Ia banyak menafsirkan ayat-
ayat Al-Quran sehingga jika kita hendak menghimpun tafsir-tafsir Ali bin Abi
menafsirkan firman Allah: Wahai orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-
Nya, dan penguasa urusan di antara kalian. Jika kalian berselisih tentang sesuatu
makna kehidupan yang baik adalah qanaah. Mengenai ayat sama saja baik
-----------
34
H.R. Abu Naim dalam al-Hilyah, jilid I, hlm. 77; Ibn al-Dhurais dan Ibn Akasir pun
meriwayatkannya sebagaimana dalam al-Kanz, Jilid 5, hlm. 231.
35
Ibn Abdil Barr dalam Jami‟ al-„Ilm, Jilid I, hlm. 135.
30
orang yang mukim, sedangkan al-badi adalah orang yang dating ke suatu tempat,
kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah, bahwa Allah meguji mereka dengan
harta dan anak-anak sehingga menjadi jelas mana orang yang tidak rida atas
rezeki dari-Nya dan orang yang rida dengan bagian dari-Nya. Meskipun Allah
Swr. mengetahui keadaan mereka, Dia menjadikan harta dan anak-anak sebagai
siksa. Sebab, ada di antara mereka yang lebih menyukai anak laki-laki dan
Mengenai ayat Al-Quran: sesunnguhnya kita berasal dari Allah dan kita
akan kembali kepada-Nya, Ali r.a menjelaskan bahwa ungkapan “kita berasal dari
Allah merupakan penegasan bahwa Dialah yang memiliki dan menguasai kita,
-----------
36
Al-Hajj: 25. Dalam Al-Quran dan terjemahannya yang diterbitkan oleh Departemen
Agama, kata al-badi di terjemahkan di padang pasir. Secara harfiah kata itu berarti yang tinggal di
pedesaan. Kita mengenal istilah Arab Baduwi, atau Arab Badui, yang berarti bangsa Arab nomad
dari kawasan pedesaan atau padang pasir.
37
Musthafa Murad, Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib hlm. 66
38
Najh al-Balaghah, hlm. 553
BAB III
Pada bab tiga ini penulis mengemukakan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
dengan segala persoalannya. Bab ini terdiri atas dua pasal. Pasal pertama
khalifah, serta menggambarkan kondisi umat Islam seputar bai‟at. Ini bertujuan
yang dilakukan Ali dalam memulihkan situasi dan dari tergambarkan bahwa
kebijakan itu tidak membuat Ali terlepas dari konflik politik. Uraian tentang itu
orang Muhajirin dan Anshar membuat suatu kelompok pula, termasuk tabi‟in
---------------
1
Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Bandung : Mizan, 1978, hlm. 155. Selanjutnya
disebut al-Maududi, Khilafah.
31
32
dari kota Madinah. Yang mereka pikirkan ialah bagaimana dengan umat Islam
dan dari Afganistan sampai ke Afrika Utara, yang selama beberapa hari tidak
memiliki pemimpin.2
secapat mungkin dan dilakukan di Madinah karena kita itu satu-satunya yang
menjadi ibu kota Islam. Di sana juga tinggal ahl al-halli wa al-‘aqd, semacam
pendapat dari daerah dan provinsi yang bertebaran di seluruh negeri. Keadaan
mengancam keutuhan negara. Pada waktu itu ada empat orang sahabat Nabi
saw dari enam yang dipilih Umar sebelum wafat, yaitu Ali bin Abi Thalib,
Thalhah, Zubair dan Saad bin Abi Waqas. Dilihat dari berbagai segi Ali
Abdurrahman bin „Auf menetapkan Ali sebagai tokoh yang paling dipercayai
pemimpin mereka. Dan tidak pula ada seorang pun yang dipercaya selain Ali.
Jika ada seseorang yang mencalonkan diri di samping Ali pasti tidak akan
---------------
2
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 155.
3
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 156.
33
terpilih karena levelnya jauh di bawah Ali.4 Karena itu semua sahabat
Mereka mengatakan bahwa masyarakat tidak akan tertib, keadaan tidak akan
banyak dan tidak tersembunyi, dan atas kerelaan kaum muslimin. Bai‟at
tidak ada penolakan, termasuk para sahabat besar, kecuali ada tujuh belas
sempurna dan sesuai dengan prinsip yang mendasari tegaknya khilafah. Ali
telah dipilih oleh orang banyak dengan cara musyawarah yang bebas dan
dibai‟at oleh mayoritas yang besar kemudian diakui oleh seluruh daerah
sekitar tujuh belas hingga dua puluh orang sahabat Nabi Muhammad saw
---------------
4
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 156.
5
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Ali bi Abi Thalib, hlm. 219.
6
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 156.
7
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 156. Tidak disebutkan siapa nama-nama yang
yang tidak dapat melakukan bai‟at itu.
8
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 157.
34
yang tidak mau membai‟at Ali. Penulis melihat bahwa tidak dijelaskan nama-
nama yang tidak mau membai‟at Ali itu. Namun dengan penolakan itu tidak
berarti penolakan itu tidak berarti ke Khalifahan Ali tidak sah karena penolak
atau tertutupnya lubang itu. Pertama kaum pembangkang yang datang dari
membai‟at Ali bin Abi Thalib. Di antaranya ada pelaku yang membunuh
Utsman, dan ada provokasi yang mengobarkan semangat orang lain untuk
pembunuhan itu. Atas pundak mereka terpikul tanggung jawab kericuhan dan
adalah sepakatnya para sahabat besar dalam membai‟at Ali dan mengawasi.
suasana yang terjadi di kota madinah ketika itu tidak mungkin mencegah
---------------
9
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 157.
10
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 158.
35
netral para sahabat besar dalam pembai‟atan kepada Ali. Sikap netral itu
baru. Para sahabat Nabi itu adalah tokoh yang paling berpengaruh, berwibawa
dan menjadi panutan sebagian besar umat Islam. Beribu-ribu orang menaruh
kepercayaan kepada mereka. Karena itu sikap netral dan memisahkan diri dari
Ali telah menimbulkan keraguan di hati orang banyak pada saat umat
oleh kelompok Aisyah, Thalhah dan Zubair di satu sisi dan kelompok
dan kedudukan kedua kelompok ini mereka, namun jika ditinjau dari segi
Alasannya masa itu bukanlah masa sistem kesukuan yang dikenal pada zaman
menuntut balas atas seseorang yang terbunuh dan menggunakan cara-cara apa
saja yang ia ingini. Yang benar ialah bahwa pada waktu itu ada pemerintahan
---------------
11
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 159.
36
syari‟at untuk setiap tuduhan yang diajukan. Adapun hak menuntut bela atas
penjahat dan mengajukan mereka untuk diadili secara sengaja barulah orang-
kebijaksanaan.
Tapi apakah yang dilakukan oleh kedua kelompok itu merupakan jalan
yang benar untuk menuntut suatu pemerintahan agar bertindak adil dan
bijaksana? Dasar apakah yang dapat mereka kemukakan dalam menolak sama
tunduk kepada tuntutan mereka itu? Dan sekiranya Sayyidina Ali tidak
dianggap sebagai khalifah yang sah, lalu mengapa mereka menuntutnya agar
adalah seorang pemimpin suku yang dapat menangkap dengan begitu saja
sesuai dengan hukum” dan “lebih tidak sah” ialah tindakan kelompok yang
tempat kaum penjahat dan pewaris-pewaris orang yang terbunuh itu berada,
darah sepuluh ribu orang sebagai ganti penumpahan darah satu orang saja,
Sungguh ini adalah cara yang tidak mungkin dianggap sebagai suatu tindakan
yang sah, baik dalam pandangan undang-undang Allah dan syari‟at-Nya, atau
sekular.12
tujuannya ini. Dalam hal ini ia tidak hanya menuntut Sayyidina Ali agar
mereka, tapi lebih daripada itu, ia menuntut agar Sayyidina Ali menyerahkan
kesukuan yang biasa terjadi sebelum datangnya agama Islam, dan sama sekali
---------------
12
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 160.
13
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 161.
38
Adapun kedudukannya sebagai wali daerah Syam sama sekali ia tidak berhak
menuntut dan tidak boleh menolak untuk taat kepada khalifah yang telah
dibai’at secara sah, dan telah diakui kekhalifannya oleh seluruh wilayah
sendiri. Tetapi kemudian Ali menerima jabatan itu demi menyelamatkan umat
dari pertumpahan darah yang lebih besar dengan saling tuduh menuduh dalam
kebatilan. Ali khawatir akan memuncaknya kekacauan yang sulit diatasi, dan
---------------
14
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 162.
39
hukuman atas mereka. Maka Ali r.a. berkata kepada mereka : „Masuklah
kalian dalam bai’at dan tuntutlah hak itu, niscaya kamu akan memperoleh
melihat mereka terus-menerus dari pagi sampai senja!‟ sudah barang tentu
pendapat Ali lebih tepat dan ucapannya lebih benar. Sebab andaikata Ali
mereka akan bersatu padu untuk menentang Ali dan akan terjadilah perang
di tangannya dan bai’at telah berlangsung secara umum dan tuntutan terhadap
para pembunuh dapat diajukan oleh para ahli waris yang sah, dalam suatu
benar. Dan tidak ada perselisihan pendapat di antara umat tentang kebolehan
hubungan Thalhah dan Zubair; mereka berdua tidak pernah memakzulkan Ali
dari kekuasaan atas suatu wilayah, dan mereka berdua juga tidak pernah
tindakan yang lebih utama. Namun Ali tetap pada pendirianya, ucapan-ucapan
---------------
15
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 163.
40
kedua orang itu tidak pernah menggoyahkan apa yang telah diputuskannya
ayat :
berperang ketika timbul perbuatan aniaya. Maka Ali r.a telah bertindak sesuai
mereka itu menjauhkan diri dari pusat nubuwwah dan khilafah dengan
membawa serta sekelompok orang yang menuntut apa yang sebenarnya tidak
berhak mereka tuntut, kecuali dengan syarat mereka itu menghadiri majelis-
seandainya mereka berbuat yang demikian itu, lalu Ali tidak menjatuhkan
hukuman atas mereka, niscaya mereka tidak usah bertengkar dengan Ali atau
Itulah tiga benih kericuhan yang ada ketika Sayyidina Ali memulai
kota Madinah masih ada sekitar 2000 kaum pembangkang, tiba-tiba Thalhah
dan Zubair, di damping beberapa orang sahabat yang lain, mendatanginya dan
berkata kepadanya : “Kami telah memberikan bai’at kami kepada Anda demi
ketahui, tapi apa yang dapat aku lakukan dengan suatu kelompok yang
memiliki kekuatan atas kita sedangkan kita tidak memiliki kekuatan atas
mereka.16
Itulah kondisi yang terjadi sekitar pengangkatan Ali bin Abi Thalib.
Kondisi-kondisi itu ternyata menjadi batu pengganggu yang sangat rumit dan
Ali bin Abi Thalib berusaha keras memulihkan keamanan yang tidak
kondisi yang amat sulit. Stabilitas yang tidak terjamin menyebabkan Ali
---------------
16
Al-Maududi, Khilafah Dan Kerajaan, hlm. 164
42
karena ketika Ubaidillah tiba di Yaman Ya‟la sudah meninggalkan Yaman dan
gubernur Basrah dan menggantinya dengan Utsman bin Hunaif. Dalam hal ini
Ali tidak mendapat kesulitan karena ketika Utsman bin Hunaif tiba di Basrah
sebagian harta.
dengan Umarah bin Syihab. Ketika mendekati kota itu penduduk kota itu
membaiat Ali sebagai khalifah yang baru. Dengan demikian kebijakan Ali
mengganti Gubernur Kufah tidak berhasil, tetapi karena Abu Musa al-Asy‟ari,
gubernur Kufah bersama rakyatnya sudah membaiat Ali maka hal itu tidak
terlalu bermasalah.
Syam. Untuk daerah ini Ali menunjuk Sahl bin Hunaif salah seorang politikus
perbatasan Siria Sahl ditahan oleh pasukan Mu‟awiyah dan disuruh kembali.
Dengan kembalinya Sahl rakyat Siria merasa gelisah karena ini menurut
ingin tahu apa yang akan terjadi sebab ini merupakan pembangkangan dari
pihak Mu‟awiyah dan Ali harus menghadapinya dengan tangan besi atau akan
umat Islam. Oleh sebab itu Ali mengutus seseorang kepada Mu‟awiyah yang
---------------
20
Audah, Ali Sampai Kepada Hasan dan Husain, hlm. 204.
44
tidak ada suara bulat di kalangan tokoh terkemuka untuk ikut membai‟atnya,
dibawa seseorang dari Bani Abas. Surat dibuat dalam bentuk gulungan
bersegel dengan format “Dari Mu‟awiyah bin Abi Sufyan kepada Ali Bin Abi
sudah memasuki kota Madinah gulungan itu diangkat supaya alamatnya dapat
Mukminin. Setelah itu surat tersebut langsung dibawa kepada Ali sehingga
masyarakat tahu bahwa isinya adalah jawaban Mu‟awiyah terhadap Ali dan
ingin mengetahui lebih jauh apa maksud Mu‟awiyah dengan perlakuan seperti
ini. Setelah surat dibuka ternyata tulisan yang ada dalam surat itu adalah
bismillahir rahmanir rahim. Melihat isi surat yang ganjil dan dinilai suatu
---------------
21
Audah, Ali, hlm. 204.
22
Audah, Ali, hlm. 204.
45
Hasan, anak sulung Ali sampai ia sendiri yang memegang kekuasaan. Setelah
Kebijakan Ali dalam bidang fiqih siyasah antara lain yaitu dalam : (1)
urusan korespondensi; (2) urusan pajak (3) urusan angkatan bersenjata (4)
pendukungnya dan hasil tanah itu diserahkan kepada kas negara.25 Kebijakan
ini didasarkan atas kepribadian Ali, antara lain akidah yang lurus, jujur,
sabar, bercita-cita tinggi, adil dan lain-lain. Sifat itu dipetik dari pengalaman
hidup bersama Rasulullah saw selama di Mekah dan Madinah.26 Ketika Ali
memimpin dunia Islam. Setelah melihat adanya tanah dan harta rampasan dan
dan harta yang diperoleh semasa Utsman merasa takun apa yang sudah
---------------
23
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib, Sampai Kepada Hasan dan Husain, hlm. 204.
24
H.A Djazuli, Fiqih Siyasah, hlm. 21
25
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, hlm. 107.
26
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, hlm. 255.
46
mereka miliki akan diambil lagi dan mereka tidak akan dapat meni‟mati
lagi.27
Dengan ini Ali akan berpihak kepada orang-orang miskin. Ini juga
bagi Ali bin Abi Thalib dalam menjalan pemerintahan sehingga hampir
sepanjang pemerintahan Ali dapat dikatakan tidak pernah lepas dari konflik.
---------------
27
Ali Audah, Ali bin Abi Thalib, Sampai Kepada Hasan dan Husain, hlm. 206.
BAB IV
terjadi pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Istilah konflik diambil dari bahasa
Inggris conflict yaitu a situation in which people, groups or countries are involved
atau kelompok atau suatu daerah terlibat dalam ketidak-sepakatan yang seius.
Dalam Wikipedia yang penulis ambil dari internet Konflik berasal dari
bahasa Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
dimaksud dengan konflik dalam skripsi ini adalah proses sosial berupa
perselisihan dan pertentangan yang terjadi antara berbagai kelompok dalam masa
pemerintahan, yaitu pemerintahan Ali bin Abi Thalib dengan tujuan menjatuhkan
kekuasaannya.
----------
1
Sally Wehmeier, (Ed.), Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Curren English, Oxforf
university Prees, 2007, hlm. 305, dan selanjutnya disebut Sally Wahmeier, Oxford dictionary.
2
Antonius Bangun (ed.), Password English Dictionary for Speaker of Bahasa Indonesia,
Jakarta : PT Kesaint Blanc Indah Corp, 1993, hlm. 108.
3
Dikutip dari Wikipedia melalui internet pada tanggal 29 Oktober 2013.
47
48
Bab ini dibagi menjadi empat pasal. Pasal pertama, membicarakan tentang
konflik Ali dengan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Pasal kedua, membicarakan
tentang konflik Ali dengan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan dan kaum Khawarij. Pasal
pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, dan pasal keempat, membahas tentang
A. Konflik Ali bin Abi Thalib dengan Thalhah, Zubair, dan Aisyah
khalifah Utsman. Terlebih Aisyah mendapatkan kabar bahwa Ali telah dibaiat
yang tajam terhadap teks-teks keagamaan, menuntut hal yang sama seperti
bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang saat itu berada di Madinah,
meminta izin kepada Ali bin Abi Thalib untuk pergi ke Makkah dalam rangka
Ubaidillah dan Zuber bin Awwam pada awalnya telah membaiat Ali bin
Thalib sebagai khalifah. Dr. Hasan Ibrahim Hasan bahkan menyebut Thalhah
bin Ubaidillah sebagai orang yang pertama kali membaiat Ali bin Abi Thalib.6
Namun, setelah tiba di Makkah dan bertemu dengan Aisyah, kedua sahabat itu
----------
4
Sahabat yang memberi tahu kepada Aisyah tentang terbunuhnya Utsman dan dibaiatnya
Ali adalah Ubaidillah bin Salamah al-Laisi. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, hlm. 94)
5
Jeje Zainudin, hlm. 90
6
Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Terj. H.A. Bahauddin,
(Kalam Mulia, Jakarta: 2006), cet. 2, hlm. 508
49
Utsman. Ini penting untuk diperhatikan agar tidak terjadi salah paham.
diungkapkan oleh beberapa analis sejarah. Dalam salah satu bukunya, yang
juga menjadi rujukan primer di UIN, Badri Yatim mengutip pendapat Ahmad
menduduki kursi khilafah. Untuk itu, ia menghasut bibi dan ibu asuhnya,
Aisyah, agar memberontak terhadap Ali, dengan harapan Ali gugur dan ia
dapat menggantikan posisi Ali.7 Dengan redaksi yang kurang lebih sama,
“Namun, tak berapa lama setelah menunaikan rukun Islam kelima itu,
dia [Aisyah] mendengar dari salah seorang sahabat, bahwa khalifah Utsman
meninggal dan kepemimpinan dipegang oleh khalifah Ali bin Abi Thalib.
Hanya saja, baiat terhadap Ali ini membuat kecewa Aisyah, lantaran baginya
----------
7
Badri Yatim MA., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), hlm. 39.
8
Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (UI-Press,
Jakarta: 2002), Edisi 2, Cet. I, hlm. 6.
50
yang berhak mengganti [khalifah Utsman] adalah kakak iparnya, Thalhah bin
Ubaidillah.”9
Ensiklopedi Islam juga memuat informasi yang tidak jauh berbeda
dengan yang disebutkan para penulis di atas. Dalam Ensiklopedi itu dikutip
oleh keinginan Thalhah dan Zubair untuk merebut jabatan khalifah. Kedua
Zubair dan Thalhah memiliki dasar pikiran yang sama sehingga mereka
bergabung untuk mencari jalan keluar persolan ini, setelah empat bulan dari
akan terulang kembali di masa yang akan datang. Jika para pembunuh Utsman
----------
9
Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam; Dari Abu Bakar Sampai Nashr dan Qardhawi,
(Mizan: Bandung: 2006), cet. Ke-2, hlm. 18
10
Ensiklopedi Islam, Jilid I, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta: 1993, hlm. 113
11
Asma' Muhammad Ziyadah, hlm. 424
51
Ada hal lain yang perlu juga untuk dibahas mengenai beberapa analisa
yang diberikan oleh para pakar sejarah mengenai latar belakang penentangan
Aisyah terhadap Ali. Sebagian ada yang menyebutkan bahwa Aisyah menolak
“Ada faktor lain yang lebih penting dari tuntutan qishash, diantaranya;
(1) Sejak dari dahulu telah ada ketegangan antara Ali dan Aisyah. Asiyah
sendiri pernah berkata; sebenarnya demi Allah antara Ali dan saya tak
ubahnya sebagai orang dengan mertuanya. Mungkin, ketegangan ini
disebabkan oleh pendirian Ali memberatkan Aisyah dalam peristiwa hadits al-
Ifki. (2) Ali pernah menyaingi Abu Bakar dalam pemilihan khalifah Abu
Bakar…(3) Ada lagi faktor lain yang lebih penting, yaitu faktor Abdullah bin
Zubeir, putera saudaranya yang perempuan yang bernama Asma bin Abi
Bakar, dijadikan anak angkatnya, diasuh dan didiknya di rumanya sendiri.12
sebagai bentuk rasa sentimen Aisyah terhadap Ali. Imam Ahmad dalam
saat sakit. Kala itu, Aisyah mengatakan Ibnu Abbas wa rajulun fulanun. Ibnu
bersamaku memapah Rasulullah? Itu adalah Ali, tetapi Aisyah tidak suka hati
kepadanya”.13
rasa sentimen Aisyah terhadap Ali adalah tatkala ada penghinaan terhadap Ali
dan Ammar. Ketika itu, Aisyah berkata: “Aku tidak akan mengatakan apapun
----------
12
Prof. Dr. Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, terj. Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya
dan Drs. M. Sanusi Latief (Al Husna Zikra, Jakarta: 2000), cet. 4, hlm. 288.
13
Hadits riwayat Imam Ahmad. CD Hadits Mausu’ah al Hadits al Syarief, (Cairo: Sakh
Software, 1996), nomor hadits 22932.
52
memilih yang paling bijaksana di antara keduanya”14 Dalam hadits kedua ini,
terhadap Ali. Ada yang mengatakan, sikap Aisyah tersebut merupakan buntut
dari sikap Ali dalam masalah hadits al-Ifki. Ketika dimintai nasihat (pendapat)
oleh Rasul tentang kejadian itu, Ali mengatakan; “Wahai Rasulullah, tidaklah
Allah akan menyusahkanmu sedang wanita selain dia masih banyak. Dan
masyarakat bahwa Aisyah telah meyeleweng dari Rasulullah saw. Atau paling
tokoh hadits dari generasi tabi‟in yang sangat terkemuka, bahwa ia pernah
dibujuk oleh Al Walid bin Abdul Malik bin Marwan untuk menyetujui bahwa
Ali termasuk orang yang menfitnah Aisyah. Tetapi Al Zuhri dengan tegas
----------
14
Riwayat Imam Ahmad, no. 23676
15
Jeje zainudin, hlm. 110
53
termasuk orang yang menfitnahnya yang dikecam Allah dalam Al Quran surat
rumah Aisyah oleh Ibnu Abbas dan Ali dan keengganan Aisyah menyebutkan
Jâmiush Shahîh Al Bukhari (Kitab Al Wudhu‟, no. hadits 191) tanpa ada
tambahan perkataan Ibnu Abbas, “Tetapi Aisyah tidak suka hati kepadanya”.
Tambahan perkataan ini memang terasa bias dengan pesan bahwa Aisyah
benci dan dendam terhadap Khalifah Ali. Oleh karena itu tambahan perkataan
pada riwayat hadits di atas tidak diambil oleh Imam Al Bukhari dalam Shahîh-
Aisyah tidak suka hati kepadanya (yakni kepada Ali)”, adalah dari
periwayatan Ma‟mar bin Râsyid, seorang rawi yang terdapat pada sanad Imam
kasus ini tidak mengambil jalur riwayat dari Ma‟mar melainkan dari Syu‟aib
bin Abi Hamzah, orang yang paling kuat riwayatnya dari Az Zuhri.17
seseorang yang mencela Ali dan membela Amar, hadits inipun diragukan
----------
16
Jeje Zainudin, hlm. 110
17
Jeje Zainudin, hlm. 112
54
kesahihannya mengingat pada sanad tersebut ada rawi Habib bin Abi Tsabit
yang meriwayatkan dari Atha‟ bin Yasâr. Meskipun Habib dinilai tsiqat dan
tsabit oleh sebagian ulama Ahlul Jarhi wat Ta’dîl, namun menurut Ibnu
Atha‟ tidak terpelihara. Dan menurut Al Uqaili haditsnya dari Atha‟ bin Yasâr
tidak ada mutâbi’nya. Jadi sikap Aisyah membiarkan Ali dicaci orang tidaklah
ada landasannya yang kuat. Sedang mengenai hadits Amar sebagai orang yang
suka memilih keputusan yang paling bijak, diriwayatkan pula oleh Imam
Ahmad pada Musnad-nya no. 4028 dengan sanad yang sahih dari Abdullah
bin Mas‟ud.18
penyebab retaknya hubungan Ali dengan Aisyah adalah bahwa Aisyah sangat
cemburu kepada Khadijah, istri pertama Nabi yang telah wafat di Mekkah.
Fatimah, putri Nabi dari Khadijah yang sangat dicintainya. Ketika Ali
menikah dengan Fatimah dan perhatian Rasul sangat besar kepada mereka
Pendek kata, tidak ada data yang akurat untuk dijadikan alasan bahwa
----------
18
Jeje Zainudin, hlm. 112-113
19
George Jordac, hlm. 373
55
Abu Bakar dengan Fathimah putri Rasulullah mengenai tanah Fadak yang
diwakafkan untuk kaum muslimin, dan mengenai saran Ali kepada Rasulullah
mereka itu merupakan alasan utama bagi Aisyah menentang Ali sungguh
pribadi yang agung istri Nabi dan Ibu kaum mukminin akan menempuh cara
tercela hanya karena sakit hati. Lagi pula tidak mungkin beliau mendapat
dukungan yang cukup besar dari beberapa suku Arab jika tidak ada alasan
logis yang lebih kuat dan lebih meyakinkan mereka dari sekedar memenuhi
para pelaku pembunuhan. Bukan atas dasar sentimen pribadi terhadap Ali. Di
sini juga perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa penentangan dari pihak Aisyah,
----------
20
Jeje Zainudin, hlm. 113
56
menguatkan statmen itu, dapat dilihat dari beberapa surat dan dialog antara
Aisyah, Thalhah, Zubair dan Ali yang tidak pernah menyinggung masalah
khalifah. Begitu juga dari berbagai pidato Aisyah dalam rangka mendapat
sebenarnya paham dan memaklumi tuntutan para sahabat itu. Namun, saat itu
Ali berada dalam posisi terjepit. Kesulitan yang dihadapi Ali itu disampaikan
mengatakan;
“Wahai saudaraku, tidaklah aku lalai dari apa yang kalian ketahui.
Tetapi, apa yang dapat aku lakukan kepada satu kaum yang mereka menguasai
kita dan kita tidak menguasai mereka. Telah memberontak bersama mereka
budak-budak kalian dan orang-orang Badui memperkuat mereka semenatara
mereka ada di sela-sela kalian dapat menimpakan keburukan atas kalian.
Apakah kalian menemukan satu celah untuk kuasa bertindak sesuatu
sebagaimana yang kalian inginkan.22
terutama dari para pembesar sahabat. Jika itu sudah terbentuk, maka kekuatan
hukum untuk mengusut tuntas siapa pembunuh khalifah Utsman akan dapat
ditegakkan manakala situasi politik sudah tenang dan kaum muslimin sudah
----------
21
Jeje Zainudin, hlm. 119-120
22
Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali bin Abi Thalib, terj. Gazirah Abdi Ummah,
(Pustaka Azzam, Jakarta: 2002), cet. I, hlm. 146.
57
bersatu pada dalam satu pemerintahan yang kokoh. Kemudian ada pengaduan
dan tuntutan dari pihak keluarga yang jadi ahli waris Utsman. Sebab,
pendukung yang terlibat di dalamnya datang dari berbagai kabilah dan suku
yang berbeda. Sangat rawan bagi Ali dan bagi keutuhan umat jika ia ceroboh
pun tidak dapat dihindari. Perang pertama antara dua kubu muslim ini dikenal
dengan sebutan Perang Jamal. Dikatakan Perang Jamal karena saat itu Aisyah
menaiki unta ketika berperang. Perang ini memakan banyak korban. Ibnu
Katsir menyebut kurang lebih dari sepuluh ribu orang dari kedua belah pihak
menjadi korban. Bahkan dua tokoh sahabat, Thalhah dan Zubeir yang oleh
Rasulullah dijamin masuk surga, meninggal dunia.23 Pada hal saat itu, Thalhah
----------
23
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin, Jakarta: Darul Haq,
2004. hlm. 254
58
Perang itu sendiri dimenangkan oleh Ali bin Abi Thalib. Ali beserta
menentukan siapa mukmin siapa kafir. Buktinya Ali menyolati para korban
menjauhkan diri dari hiruk pikuk percaturan politik yang terus bergejolak
Perang antara kubu Ali bin Abi Thalib dan Aisyah, Thalhah dan Zubair
merupakan fakta sejarah yang sudah terjadi. Namun demikian, perlu diketahui
juga, apakah memang saat itu perang benar-benar merupakan solusi satu-
satunya? Atau ada grand desaind dari pihak luar yang sengaja memperkeruh
sebelum terjadi perang, Ali dan Aisyah melakukan dialog melalui surat-
----------
24
Ali Audah, hlm. 231-236
25
Joeseof Sou‟yb, Sejarah Khulafatur Rasyidin, (Bulan Bintang, Jakarta: 1986), hlm. 479
59
selama tiga hari untuk mencari jalan damai. Upaya tersebut sebenarnya
Pada saat itu, nampaknya Thalhah dan Zuber meminta Ali agar tidak
terlibat dalam penyerangan dan pembunuhan Utsman, baik yang datang dari
halaman masing-masing.
termasuk dari mereka orang-orang yang dekat dan kepercayaan Ali sendiri
sebuah aksi yang patut diambil. Mereka sepakat bahwa rencana damai itu
harus digagalkan. Sebab, bila tidak maka merekalah yang akan menjadi
Aisyah, Thalhah dan Zubair kepada Ali dikarenakan Ali tidak segera
menghukum qishash para pembunuh Utsman. Maka damaianya pihak Ali dan
bahwa orang-orang di atas adalah antek-antek Abdullah bin Saba. Mereka ini
----------
26
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin, Jakarta: Darul Haq,
2004 hlm. 255
60
maupun Aisyah.
rangka menggagalkan upaya perdamaian antara pihak Ali dan Aisyah. Bahkan
saat itu adalah di Basrah. Dengan demikian, Aisyah saat itu menghadapi
pemerintahan bentukan Ali yang ada di Basrah. Basrah saat itu dipimpin oleh
pihak Aisyah dengan pihak Utsman bin Hunaif. Karena Aisyah menginginkan
salah satu isinya adalah mengakui Utsman bin Hunaif sebagai gubernur
Basrah berikut bait al-Maal dan gudang senajatanya. Sementara bagi pihak
Ali bin Abi Thalib. Saat itu, Basrah dan penduduknya dalam keadaan tenang,
hari biasa.28
senang dengan keadaan seperti itu. Ada pihak yang ingin berencana untuk
pengikut Ibnu Saba. Hakim bin Jabalah menculik Utsman bin Hunaif selepas
shalat Isya. Mereka juga menyerbu Bait al-Maal dan membunuh para
----------
27
Ali Audah, hlm. 225
28
Ali Audah, hlm. 225
61
perlawanan dengan Hakim bin Jabalah. Orang ini kemudian mati bersama
rombongannya.29
Jika diteliti secara cermat informasi yang diberikan Ali Audah ini
kegagalan perdamaian itu. Hakim bin Jabalah menculik Utsman bin Hunaif,
menyerbu bait al-Maal dan para penjaganya, yang semuanya itu merupakan
asset pemerintahan Ali bin Thalib. Menurut penulis, hal ini menunjukkan
bahwa Hakim bin Jabalah, pengikut Ibnu Saba itu, melakukan profokator,
mengadu domba pihak Ali dengan cara menculik dan membunuh Utsman bin
Hunaif. Tentu saat itu, pihak Ali mempunyai firasat bahwa pelaku penculikan
itu adalah pihak Aisyah. Di sisi lain, Hakim bin Jabalah juga melakukan
pertempuran dengan pihak Thalhah. Bagi Thalhah yang saat itu memang
perang. Karena itu Zubair berusaha menghindar dan Thalhah berpindah dari
barisan terdepan dan mengambil posisi belakang. Namun Amr bin Jarmuz
----------
29
Ali Audah, hlm. 226
62
satu peperangan telah dilewati Ali, namun peperangan berikutnya yang lebih
B. Konflik Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah dan Kaum Khawarij
Nailah, istri Khalifah Utsman bin Affan yang menyaksikan dan sekaligus jadi
pembunuhan Khalifah. Beserta surat ini dikirimkan juga barang bukti berupa
pakaian Utsman yang berlumuran darah dan jari-jari tangan Nailah yang
Jami Syria. Para penduduk yang memang sangat menghormati Utsman terharu
melihat barang bukti itu, dan menuntut agar para pelaku pembunuhan
Ali bin Abi Thalib yang menuntut janji ketaatan (baiat) terhadap Ali.
----------
30
Al-Maududi, Khilafah, hlm. 167.
31
Al-Maududi, Khilafah, hlm. 169.
32
Utusan yang membawa surat tersebut adalah Sahabat Nabi bernama Nukman bin Basyir.
Lihat Jeje Zainudin, hlm. 98
63
Menurut Ali Audah, ada dua alasan mengapa Muawiyyah tidak membaiat Ali
bin Abi Thalib. Pertama, bagi Muawiyah, tuntutan para pembunuh Utsman
harus terlebih dahulu ditangkap dihukum. Kedua, tak ada suara bulat dari
berargumen, bahwa sikapnya yang menolak untuk membaiat Ali tidak berarti
dia berontak terhadap Imam, tetapi alasannya, lebih-lebih karena tak ada suara
masih saja terus menuntut Ali untuk melakukannya, dan tidak mau
saat itu bahwa Ali berada di belakang para pemberontak yang membunuh
----------
33
Alasan kedua yang dikemukakan oleh Muawiyyah tidaklah tepat. Ali Audah bahkan
menyebut alasan itu terkesan mengada-ada. Sebab, yang tidak membaiat Ali saat itu hanya
beberapa orang. Dan itu pun bersikap netral dan tidak menentang kekhalifahan. Alas an pertama
juga dalam pandangan Ali Audah agak rancu. Jika memang alas an tersebut menjadi dasar
penentangan Muawiyah terhadap Ali tentunya saat Muawiyyah menjadi pemimpin Negara, kasus
seharusnya Muawiyah mengusut siapa kasus terbunuhnya Utsman. Akan tetapi, Muawwiyah tidak
pernah melakukannya. Lihat Ali Audah, Ali bin Abi Thalib; Sampai Kepada Hasan dan Husain,
Amanat Perdamaian, Keadilan dan Persatuan, Peranannya Sebagai Pribadi dan Khalifah, (Litera
AntarNusa, Jakarta: 2007), cet. Ke-3, hlm. 204.
64
pemberontak.34
Muhammad Ibn Abi Bakar, anak angkat Ali bin Abi Thalib. Ali saat itu tidak
penentang dari Mesir. Atas beberapa kebijakan Utsman yang tidak disetujui
penduduk Mesir, salah satunya mengangkat Abdullah bin Sa‟ad bin Abi
Muhammad bin Abi Bakar beserta yang lainnya pergi ke Madinah untuk
Utsman meminta bantuan Ali agar situasi bisa teratasi. Ali waktu itu
delegasi Mesir agar mencopot jabatan Gubernur dari Abdullah bin Sa‟ad bin
----------
34
Harun Nasution. hlm. 7
65
memuat stempel Utsman. Isi surat tersebut adalah perintah untuk membunuh
para penentang dari Mesir yang dipimpin oleh Muhammad bin Abi Bakar.
Melihat isi surat tersebut Muhammad bin Abi Bakar yang menjadi salah satu
karena Muhammad bin Abi Bakar adalah ketua rombongan dari Mesir, dan
termasuk salah seorang yang masuk ke rumah Utsman, maka dia menjadi
ketika ditanya Ali bin Abi Thalib “siapa pembunuh Utsman”? Nailah
menjawab: “Saya tidak tahu, tetapi banyak orang yang masuk, wajah-wajah
yang tidak saya kenal. Muhammad bin Abi Bakar juga hadir”. Di sumber lain,
Nailah hanya menyebut nama Muhammad bin Abi Bakar, tetapi, kata Nailah,
“dia sudah keluar meninggalkan rumah itu sebelum terjadi pembunuhan”. Saat
itu pula Ali langsung bertanya kepada Muhammad bin Abi Bakar untuk
statement Nailah. Kata Muhammad bin Abi Bakar; “Saya memang ikut masuk
dan setelah ia [Utsman] mengingatkan saya kepada ayah36 [Abu Bakar], saya
meninggalkan dia. Saya sudah bertaubat kepada Allah. Demi Allah saya tidak
----------
35
Joesef Soy‟b, hlm. 444-454
36
Perkataan Utsman kepada Muhammad bin Abi Bakar kala itu adalah; “Kemenakanku,
sekiranya ayahmu masih hidup, kau tidak akan memperlakukan aku seperti ini.”
37
Ali Audah, hlm. 216
66
tuduhan bahwa Muhammad bin Abi Bakar adalah pembunuh Utsman tidaklah
kuat. Dengan demikian, sikap Ali yang tidak menindak tegas Muhammad bin
Abi Bakar dan malah mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, seperti yang
kemudian tidak mau membaiat Ali dan menentang Ali. Tindakan Ali saat itu
tidaklah salah. Akan tetapi, melihat begitu kacaunya situasi politik saat itu,
Utsman, mungkin Muawiyah merasa yakin bahwa Ali tidak ada sangkut
pautnya dengan kasus itu. Tapi kenyataannya tidaklah demikian. Akibat dari
perbedaan pandangan (ijtihad) inilah, baik pihak Ali maupun Muawiyah selalu
bersitegang.
berbagai cara. Ali selalu mengirim surat dan delegasi untuk mengajak islah,
selalu menemui jalan buntu. Bahkan, pernah satu ketika Muawiyah membalas
surat kepada Ali tanpa ada isinya selain basmalah. Tak hanya itu, surat yang
bersegel “Dari Muawiyah bin Abi Sufyan kepada Ali bin Abi Thalib” tanpa
----------
38
Ali Audah, hlm. 204
67
dahulu meminta persetujuan dari para sahabat yang ada di Madinah waktu itu.
Sikap sahabat pun terbagi tiga kelompok; ada yang antusias mendukung Ali,
seperti Abu Qatadah, Ammar bin Yasir, dan Umu Salamah. Ada juga yang
dahulu. Ada yang bersikap diam dan memilih menyingkir dari rencana ini
seperti Saad bin Abi Waqqas, Suhaib bin Sinan, Muhammad bin Maslamah
dan Abdullah bin Umar. Ibnu Abbas dan Mughirah bin Syu‟bah tatkala itu
pada jabatannya untuk beberapa lama sehingga suhu politik mereda terlebih
dahulu. Namun saran dari kedua sahabat dekatnya itu, dirasa kurang tepat.
opisisi di Syiria akan semakin banyak dan kuat karena pengaruh Muawiyah.39
waktu yang tidak lama lagi akan terjadi. Tepat pada akhir bulan Dzulqaidah
pasukan sekitar seratus ribu hingga seratus lima puluh ribu personil. Rencana
Ali itu sampai pada Muawiyah, dan segera setelah itu Muawiyah pun
----------
39
Abbas Mahmud al-Aqqad, hlm. 70
68
lima puluh ribu personil. Kedua pasukan tersebut akhirnya bertemu di Shiffin,
suatu tempat di lembah sungai Efrat yang menjadi perbatasan Irak dan Syiria.
Perang pun terjadi, kedua pasukan itu berperang sepanjang bulan Dzulhijah
sangat hebatnya kerena kedua belah pihak sudah tidak lagi ingin mengakhiri
malapetaka amat besar yang patut disesalkan. Saat perang dahsyat itu
7.000 orang Islam gugur.40 Sedang luka korban fisik tidak terhitung.
terdesak, sementara pasukan Ali berada di atas angin. Muawiyah yang sudah
untuk menghentikan pertempuran. Melihat itu, kubu Ali terbagi kepada dua
pertempuran sebelum ada pihak yang kalah dan menang. Ada juga yang
Menarik untuk dibahas tentang kedua kubu Ali yang berbeda pendapat
ini. Ada pendapat, dan ini kebanyakan yang diambil, bahwa Ali saat itu
----------
40
Didin Saefudin Buchori, hlm. 45
69
bin Qais al-Tamimy, Mis‟ar bin Fadaky al-Tamimy dan Zaid bin Hishn al-
justru sebaliknya. Justru Ali sendiri yang saat itu mempunyai ide untuk
setelah itu, Ali dan beberapa sahabat dekatnya seperti Ibnu Abbas, Sahl bin
Hunaef dan Hasan putra Ali, beberapa kali membela diri dari hujatan pihak
bahwa memang Ali sendiri yang berinisiatif menerima ajakan damai dari
pihak Muawiyah.42
Meskipun di kubu Ali waktu itu terbagi kepada dua kelompok, namun
Muawiyah menunjuk Amr bin Ash. Sedangkan dari pihak Ali mengajukan
----------
41
Prof. Dr. Muhammad Amhazun, Fitnah Kubra, Tragedi Pada Masa Sahabat; Analisa
Historis dalam Perspektif Ahli Hadits dan Imam al-Thabary, terj. Dr. Daud Rasyid (LP2SI al-
Haramain, Jakarta: 1994), cet. I, hlm. 474
42
Prof. Dr. Muhammad Amhazun, hlm. 483
70
Musa dan Amr saat itu sepakat melepaskan jabatan khilafah dari Ali maupun
persidangan. Abu Musa mengecam Amr yang telah khianat sebagai anjing
dua. Ada yang tetap mendukung Ali dengan setia. Ada yang keluar dan
menyudutkan posisi Ali. Kelompok kedua inilah yang disebut sebagai kaum
----------
43
Didin Saefudin Buchori, hlm. 45
44
Didin Saefudin Buchori, hlm. 46
71
khawarij. Kelompok ini merasa kecewa dengan keputusan Ali yang menerima
tahkim.
Ali, kata mereka : “Kami telah salah, tetapi mengapa engkau ikut pekataan
kami, padahal engkau tahu bahwa kami salah. Sebagai seorang khalifah, harus
Harura. Mereka mengecam Ali dan menuduhnya telah berbuat kufur serta
menurut mereka hukum itu hanya milik Allah. Mereka berpendapat bahwa
perkara yang terjadi antara Ali dan Muawiyah seharusnya tidak boleh
diputuskan oleh arbitrase (tahkim) manusia. Putusan hanya dari Allah dengan
meneriakinya dengan kata-kata, “tidak ada hukum selain milik Allah”. Ali
mengancam mereka, “Aku tidak melarang kalian datang ke mesjid kami dan
kami tidak akan menindak kalian selama kelian tidak berbuat terlebih dahulu
itu secara fair dengan hati yang tenang dan akal yang jernih. Ibnu Abbas
ditugaskan mendebat kaum Khawarij dan ribuan dari mereka mau kembali
bahwa pendapat Ali itulah yang benar. Tetapi sebagian dari mereka tetap
bin Wahab Ar Rasyibi ditunjuk sebagai panglima perang mereka. Ali terpaksa
bahwa mereka tidak dapat diajak dialog dan kompromi. Terlebih lagi setelah
siapa saja yang tidak mau mempersalahkan Ali, sehingga putra seorang
sahabat Nabi, Abdullah bin Khabbab dan istrinya yang sedang hamil menjadi
dan Harura. Tetapi kehancuran pasukan Khawarij tidak mebuat mereka surut.
Ada tiga hal mendasar sebagai alasan kaum Khawrij berbelot dari
pasukan Ali dan kemudian menjadi musuhnya yang sangat militan: Pertama,
dengan pihak Muawiyah atas nama dirinya sendiri, Ali putra Abu Thalib.
73
pihak, bukan kepada Allah. Padahal keputusan hukum itu hanya milik Allah
harus diperangi bukan diajak berdamai. Untuk tuduhan ini kaum Khawarij
ن
َ ْك هُمُ اْلكَبفِرُو
َ ل اهللُ َفبَُل ِئ
َ َو َمهْ َلمْ َيحْكُمْ ِب َمب أَوْ َز
Artinya : barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Al-
maidah ayat 33. Di ayat berikut Allah menjelaskan :
ن
َ ْك هُمُ الّظَبلِمُو
َ ل اهللُ َفبؤَُل ِئ
َ َو َمهْ َلمْ َيحْكُمْ ِب َمب َاوْ َز
Artinya: barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. Al-
Maidah ayat 45.
Berdasarkan kedua ayat itu kaum Khawarij menetapkan الحُكْ َم ِاَلب اهلل
َ
“tidak ada yang berhak menetapkan hukum kecuali Allah”.
membunuh puluhan ribu jiwa yang tidak berdosa. Yaitu ketika Ali memerangi
anak dan istri-istri mereka. Mereka menuduh Ali telah berbuat salah besar
bendanya.
74
ke jalan yang benar. Terhadap tuduhan-tuduhan mereka, Ali dan Ibnu Abbas
beralasan. Karena nama Ali tanpa kata “Imam kaum Muslimin” tidak akan
pula ada dalil yang dicontohkan Nabi Muhammad ketika beliau mengadakan
permintaan kaum Musyrik agar nama beliau tidak pakai embel-embel “Rasul
Allah” dalam naskah perjanjian. Saat itu Ali yang jadi juru tulis Nabi menolak
keras menghapus kata “Rasul Allah” dari belakang nama Muhammad saw.,
Rasul Allah”. Kemudian Ali membaca ayat, “Sesungguhnya telah ada pada
diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu. (Yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”.48
----------
47
Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam¸ cet I. 2009. hlm.45
48
Q.S Al-Ahzab: 21
75
mencari solusi persoalan dirinya dengan Muawiyah adalah tuduhan yang salah
harus ada orang yang menegakkannya. Dalam hal ini Ali meminta kedua
utusan, yaitu Abu Musa dari pihaknya dan Amr bin Ash dari pihak Muawiyah,
agar bermusyawarah dan mencari keputusan hukum berdasar Kitab Allah dan
Sunnah Nabi. Bukan hukum yang dilahirkan semata-mata dari akal fikiran
mereka berdua. Kemudian Ali beranalogi dengan kasus penetapan hukum oleh
Jika dua orang suami istri saja yang bertengkar dalam urusan rumah tangga
Ketiga, atas tuduhan bahwa Ali bersikap ambigu dalam kasus harta
tawanan perang itu ada ibu kaum mukmin (maksudnya Siti Aisyah). Kalau
kalian mengatakan bahwa ia bukan lagi ibu kalian, berarti kalian telah kafir,
dan jika kalian menghalalkan menawan ibu kalian berarti kalian telah kafir
juga”.
76
kekuatan yang ada mereka terus melakukan serangan kepada kelompok Ali
dan kelompok Muawiyah, „Amr bin “Ash dan Abu Musa al-Asy‟ari, yaitu
orang-orang yang terlibat dalam tahkim. Atas dasar ayat al-Quran di atas
mereka menetapkan bahwa keempat orang ini telah menjadi kafir dan harus
dibunuh. Oleh sebab itu membuat rencana untuk membunuh orang-orang yang
terlibat tahkim itu. Dalam menjalankan tugas itu mereka membagi tugas dan
pelaksanaan eksekusi serentak pada waktu subuh. Waktu ini dipilih ketika
semua mereka itu keluar untuk menjalankan shalat subuh. Ketika waktunya
tiba setiap petugas turun dan ternyata yang berhasil adalah pembunuh Ali yang
ditugasi membunuh Mu‟awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asya‟ri gagal
babak baru bagi sistem pemerintahan dalam Islam dari sistem khilafah
menjadi sistem kerajaan. Sistem yang tersebut terakhir berjalan dalam masa
tentang ketiga konflik diatas yaitu pertama, antara Ali bin Abi Thalib dengan
Thalhah, Zubair dan Aisyah, kedua, antara Ali dengan Mu‟awiyah, dan ketiga,
----------
49
Didin Saefuddin Buchori, hlm. 46
50
Didin Saefuddin Buchori, hlm. 46
77
antara Ali dengan Kaum Khawarij. sebagaimana perkara yang yang diungkap
di atas bahwa Aisyah tidak setuju Ali menjadi Khalifah pengganti Utsman
akan tetapi Aisyah berpendapat bahwa yang berhak menjadi Khalifah adalah
Thalhah dan Zubair yang pada mulanya mereka membai‟at Ali tetapi di akhir
kepada mereka, maka dari itu, ada kecemburuan terhadap Ali di samping
Begitu pula halnya dengan Mu‟awiyah bin Abu Sofyan yang sangat
miliki sebagai politikus dan administrator yang pandai51, wajar saja Umar
memilihnya sebagai Gubernur Syam pada waktu itu, akan tetapi ketika di
pembunuhan Utsman.
persoalan agama dan politik dimana ketika terjadinya tahkim antara kelompok
Ali dengan Mu‟awiyah, kelompok ini beranggapan bahwa itu tidak sesuai
keluar dari kelompok Ali, maka mereka dikenal dengan istilah kaum
Khawarij. Mereka juga berambisi untuk merebut kekuasaan Khalifah Ali bin
----------
51
http://nasrullahsaid.blogspot.com/2011/09/akar-konflik-politik-sayyidina-usman.html
78
Abi Thalib pada waktu itu, karena dianggap pemerintahan yang tidak sesuai
lagi dengan al-Quran dan sunnah dan ingin mendirikan negara sesuai dengan
Maka dari itu, konflik-konflik yang terjadi pada masa Khalifah Ali bin
Abi Thalib sangat kental dengan fenomena politik. Dan tak terlepas pula dari
Dikatakan bahwa Ali ra telah menolak pendapat Mughirah bin Syu‟bah dan
Ibn Abbas, serta Ziyad bin Handhalah At-Tamimi. Padahal mereka adalah
para ahli politik Arab yang terkenal lihai. Mughirah setelah melakukan baiat
“Bagimu adalah hak, ketaatan, dan nasihat. Hari ini menyebabkan apa
yang akan terjadi esok. Kita akan kehilangan hari ini apabila melupakan hari
----------
52
Abbas Mahmud Aqqad, Keangungan Ali bin Abi Thalib, (Solo:CV. Pustaka Mantiq),
hal. 99
79
esok. Sebaiknya, Muawiyah tetapkan dalam jabatannya. Dan para pejabat lain
“Aku tidak sepakat dengan itu. Aku tidak suka berbuat kompromi selama
“Anda dan kita semua mengetahui bahwa Muawiyah dan para sahabatnya
adalah orang-orang yang senang keduniaan, jika dia anda tetapkan dalam
jabatannya, dia tidak akan peduli siapa yang menjadi atasannya dan
bagaimana caranya. Tetapi jika anda pecat, dia akan menusuk anda
mengambil jabatan ini bukan dari musayawarah. Tetapi dari hasil
pembunuhan Utsman ra. Dan ini akan membuat ahli Syam dan Irak datang
menuntut hak dan darah Utsman ra.”
Tetapi khalifah Ali ra. Tetap pada pendiriannya. Tak lama kemudian
tersiar kabar bahwa Muawiyah menentang khalifah. Ziyad bin Handhalah At-
Tamimi melaporkan keadaan itu kepada Ali ra. Ziyad termasuk salah satu
----------
53
Abbas Mahmud Aqqad, Keangungan Ali bin Abi Thalib, hlm. 100
80
Itulah perbedaan pendapat antara Khalifah Ali ra. Dengan mereka yang
Bukan itu saja. Ali ra juga menyarankan untuk memecat pejabat-pejabar lain
itu? Apakah dia juga akan berpaling dari umat yang membaiatnya untuk
mengubah suasana dan keadaan? Apakah dia harus tetap mengikuti pola
Tentunya tidak bukan? Beliau harus tetap konsekuen dengan apa yang
----------
54
Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keangungan Ali bin Abi Thalib, hlm.101
81
Apalagi jabatan itu tidak harus dipegang selama hidup. Juga wajar bukan
Syam. Ambisi yang ada jelas! Dia ingin kekuasaan Syam terus berada di
ra. Dapat dipakainya merebut simpati para penuntut pembunuhnya itu. Dan
kesempatan itu tak disia-siakan. Muawiyah telah lama tahu bahwa Ali ra tidak
rong Ali ra. Muawiyah paham, jika keadaan aman dan stabil maka pasti Ali
kebijaksanaan Khalifah Ali ra itu dimunculkan tanpa melihat usul para ahli
siasat tersebut.
pembunuh Khalifah Utsman ra. Mereka para penuntut darah Utsman menuntut
agar Ali ra menindak mereka yang membunuh Utsman ra. Padahal mereka itu
sendiri tidak membaiat Ali ra. Dengan demikian jelas, bahwa sebenarnya
mereka tidak dapat menuntut Ali ra mengadili para pembunuh Utsman ra.
pembunuh itu. Tidak jelas memang masalahnya. Siapa yang dituntut? Siapa
----------
55
Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keangungan Ali bin Abi Thalib ,hlm.103
83
stabil. Namun sepertinya itu sengaja dilakukan. Dalam keadaan yang belum
mereka.
Utsman ra. Ternyata muncul tidak kurang sepuluh ribu tentara yang mengakui
“Aku sebenarnya tidaklah bodoh atas apa yang kalian ketahui. Tetapi aku
harus berbuat bagaimana menghadapi satu kaum yang menguasai kita sedang
kita tidak menguasai mereka. Kini, mereka sudah memberontak dibela budak-
budaknya. Pula disertai suku mereka di dusun. Mereka berbuat sekehendak
sendiri di sekitar kalian. Nah…, apakah kalian melihat satu kemungkinan
melaksanakan seperti yang kalian kehendaki?
----------
56
Dr. Abbas Mahmud Aqqad, Keangungan Ali bin Abi Thalib, hlm. 107
84
penerimaan tahkim pun tidak sedikit yang mencela. Mereka para pencela
sama sekali tidak berniat menerima tahkim tersebut. Apalagi saat pasukan
ambang pintu…!
Mereka mencela juga pengiriman Abu Musa sebagai utusan. Mereka lupa
mungkin bahwa itu pun karena paksaan, sebagaimana pemaksaan tahkin. Tapi
sebenarnya, Ali ra telah melihat bahwa siapa pun yang dikirim hasilnya akan
sama. Memang mungkin Abu Musa itu orang yang lemah dan penuh keragu-
raguan. Tapi mereka juga lupa bahwa itu pun di paksakan untuk diterima. Aba
Musa, Al-Asytar, ataupun Abdullah Ibn Abbas jelas tidak akan berhasil. Amru
bin Ash tidak mungkin mencopot Muawiyah dan mengakui kekuasaan Ali bin
Abi Thalib ra. Apalagi setelah penawaran kelompok Muawiyah dengan Amru
bin Ash-nya telah mempunyai siasat yang pasti akan dicapainya dengan jalan
apa pun.
85
Di antara masalah yang dirasakan ketika mengkaji sejarah tentang Ali bin
Abi Thalib adalah kerumitan-kerumitan yang menjadi tanda tanya besar yang
perlu dicermati. Berbagai konflik atau tepatnya fitnah yang begitu dahsyat
konflik itu sesungguhnya adalah generasi sahabat yang disebut di dalam al-
Qur‟an sebagai Khairu Ummah dan semua peristiwa yang terjadi benar-benar
tidak terduga, bahkan oleh para sahabat di masa itu sendiri. Hal itu
termasuk dalam kajian ini. Melihat permasahan yang sedemikian rumit ini,
bahkan sering juga muncul fitnah yang mencitrakan buruk bagi generasi
Sudah dipahami bahwa satu peristiwa tidak dapat tidak berkaitan dengan
dibunuh secara tragis oleh salah seorang yang disebut dalam sejarah-sejarah
Utsman bin Affan. Mereka memprotes kebijakan Utsman yang dinilai berbau
86
nepotisme. Oleh karena itu, mereka meminta khalifah Utsman untuk memecat
para pejabat pemerintahan yang mereka tidak sukai, seperti Al-Walid bin
Uqbah Gubernur Kuffah, Abdullah bin Sa‟ad bin Abi Sarah Gubernur Mesir.
bin Uqbah dengan Sa‟id bin Ash, dan Abdullah bin Sa‟ad bin Abi Sarah
dengan Muhammad bin Abu bakar. Keputusan itu untuk sementara memberi
membawa sepucuk surat rahasia yang dirampas dari seorang budak Utsman
yang sedang berlari kencang menuju Mesir. Isi surat yang berstempel
Utsman pun berani bersumpah bahwa ia tidak pernah menulis surat semacam
itu. Bahkan ia meminta dibawakan bukti dan dua orang saksi untuk
sangat sulit dipercaya akan memerintahkan itu. Dimungkin ada orang lain
yang memanfaatkan situasi ini. Tetapi itulah yang ditebus Utsman dengan
nyawanya sendiri.
87
misteri surat rahasia itu yang menjadi tanda tanya besar, siapakah sebenarnya
yang paling bertanggung jawab atas keberadaan surat itu. Hal ini telah salah
menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib menyampaikan pidato politik untuk
besar dari visi politiknya. Ada lima visi politik Ali dari pidatonya itu.
Pertama, sumber hukum dan dasar keputusan politik yang akan dilaksanakan
oleh Ali adalah kitab suci al-Quran. Ini tidak berarti bahwa Ali akan
tepat jika ia dibimbing oleh Sunnah Nabi saw, dan Ali tentulah orang yang
Keempat, melindungi kehormatan jiwa dan harta benda rakyat dari segala
mulus dan lancar, akan tetapi ada beberapa kelompok dari kalangan kaum
muslimin saat itu dalam menyikapi kekhalifan Ali bin Abi Thalib.
Ada kelompok lain yang melarikan diri dari Madinah ke Syam segera
Dan ada kelompok yang sengaja tidak mau memberikan bai‟at kesetiannya
kepada Ali bin Abi Thalib meskipun mereka tetap berada di Madinah saat
terhadap Utsman bin Affan. Ada kelompok sahabat penduduk Madinah yang
menunaikan ibadah haji pada tahun itu dan belum pulang saat terjadi
menjelang dan pasca pembunuhan Utsman. Hal ini menjadi preseden tidak
baik bagi situasi politik yang dihadapi Ali. Bagaimanapun, Madinah adalah
yang ada di luarnya. Untuk saat itu, dapatlah dikatakan Madinah menjadi
89
yang sangat dihormati oleh generasi sesudahnya. Jika penduduk Madinah saja
sudah tidak utuh dan bilat dalam suatu keputusan politik publik, maka
penduduk di luar Madinah akan lebih sulit lagi untuk bersatu menerimanya.
Berbagai langkah dan kebijakan yang telah dilakukan Ali dalam rangka
korban. Di lain sisi, kita juga tidak bisa menyalahkan Aisyah, Thalhah dan
saat itu, juga didasarkan pada ijtihad politik. Baik Aisyah, Thalhah maupun
untuk menjalankan al-Quran dan Sunnah. Hanya saja, cara yang ditempuh
oleh mereka seperti itu. Sikap yang sama juga harus kita berikan terhadap
hanya berbeda dalam cara menempuh menegakkan kebenaran. Maka kita juga
Tahkim Ali dan Muawiyah adalah interpretasi mereka yang sangat dangkal.
Langkah kaum Khawarij yang menyeret tindakkan para pelaku konflik politik
90
muslim kepada siapa yang mereka kehendaki, menjadi salah satu faktor
pemikiran “poros tengah” yang menolak menetapkan hukum atau status kafir
seseorang diserahkan kepada Allah saja, sebab manusia hanya bisa menilai
seseorang dari perbuatan lahiriyahnya saja, sementara hakikat iman ada pada
hati dan niat tindakan para pelaku itu sendiri. Terakhir, konflik yang terjadi
diantara sahabat nabi merupakan sunnatullah yang bisa terjadi kepada siapa,
dimana dan kapan saja. Semua itu, merupakan pelajaran berharga bagi umat
Islam di kemudian hari. Jika sahabat saja, yang oleh al-Quran disebut khair
al-Ummah, bisa mengalami konflik, apalagi umat akhir zaman ini. Namun
bagaimana seharusnya hal itu disikapi secara positif agar untuk dijadikan
pengajaran.
BAB V
PENUTUP
konflik dalam masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Dalam bab ini sampailah
penulis bagian akhir dari tulisan yang berisi penutup. Bab ini dituangkan dalam
A. Kesimpulan
1. Pemerintahan Ali bin Abi Thalib penuh dengan konflik. Dan Ali sendiri
itu sudah ada pada pemerintahan Utsman, dan Ali menjabat sebagai
2. Berbagai langkah dan kebijakan yang telah dilakukan Ali dalam rangka
korban. Di lain sisi, kita juga tidak bisa menyalahkan Aisyah, Thalhah dan
pengikutnya saat itu, juga didasarkan pada ijtihad politik. Baik Aisyah,
91
92
cara yang ditempuh oleh mereka seperti itu. Dan pada akhirnya perang
yang dinamakan perang jamal (tahun 656 M) itu pun tak dapat dihindari.
ambisi yang besar untuk merebut kekuasaan. Oleh sebab itu ia beralasan
digubris lagi.
agama. Pada mulanya kaum Khawarij merasa kecewa dan tidak puas
sunnatullah yang bisa terjadi kepada siapa, dimana dan kapan saja. Semua
itu, merupakan pelajaran berharga bagi umat Islam di kemudian hari. Jika
sahabat saja, yang oleh al-Quran disebut khair al-Ummah, bisa mengalami
B. Saran-saran
1. Pembahasan tentang konflik politik pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib yang penulis lakukan ini terasa belum tuntas. Banyak informasi
maupun prodi lain yang terkait dan tidak tertutup kemungkinan bagi
2. Kepada Bapak dan Ibu Dosen yang mendalami sejarah politik Islam,
Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Ali bin Abi Thalib, Solo: CV. Pustaka Mantiq,
1994.
Abu Himam Jeje Zainudin, Akar Konflik Umat Islam, Bandung: Persis Press,
2008.
Al-Amini, Abdul Husain, Syaikh, Ali bin Abi Thalib Sang Putra Ka’bah, Jakarta:
Al-Huda, 2003.
Al-Maududi, Khilafan Dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1978.
Audah Ali, Ali bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husein, Jakarta: Litera
Antar Nusa Pustaka Nasional, 2010.
Ash-Shalabi Ali Muhamamd, Biografi Ali bin Abi Talib, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2008.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1993.
Djazuli H.A, Fiqih Siyasah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.
Fouda Farag, Kebenaran yang Hilang, Sisi Kelam Praktek Politik dan Kekuasaan
dalam Sejarah Kaum Muslim, Jakarta : Dian Rakyat, Cetakan kedua, 2008.
Gall, Meredith D, Joyce P. Gall & Walter R. Borg. 2007. Educational Research.
USA: Pearson Education Inc.
Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah, Dept. Agama R.I, 1986.
94
95
Khalid Amru, Biografi Khulafaur Rasyidin, Solo: PT. Aqwam Media Profetika,
2012.
Katsir Ibnu, Al-Bidayah Wan Nihayah, Masa Khulafa’ur Rasyidin, Jakarta: Darul
Haq, 2004.
Lahiji Qurbani, Risalah Sang Imam, Ajaran Etika Ali bin Abi Thalib, Jakarta: al-
Huda, 2011.
Murad Musthafa, Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib, Jakarta: Zaman, 2013.
Nasir Syed Mahmudun, Islam Dan Konsepsi Dan Sejarahnya, Bandung: Remaja
Rusda Karya, 1991.
Siraj Ibrahim, Pembunuhan Politik dalam Sejarah Dunia, Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2010.
96
Sucipto Heri, Ensiklopedi Tokoh Islam; Dari Abu Bakar Sampai Nashr dan
Qardhawi, Bandung: Mizan, 2006.
Sya’ban Hilmi Ali, Ali bin Abu Thalib, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004).
INTERNET
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://nasrullahsaid.blogspot.com/2011/09/akar-konflik-politik-sayyidina-
usman.html
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com/2013/05/analisis-sejarah-pemerintahan-ali-
bin.html