Anda di halaman 1dari 1

JAKARTA, KOMPAS.

com - Keberadaan makanan dengan komposisi ganja mulai


mencuat baru-baru ini. Hal ini menyusul temuan polisi soal peredaran brownies ganja di
Blok M Plaza beberapa waktu lalu dan cookies ganja secara online.

Namun, penggunaan ganja yang dicampurkan ke dalam makanan sebetulnya bukan hal
baru. Sejak lama, ganja dijadikan salah satu campuran makanan, seperti dodol, sup,
hingga sambal.

Menurut Ketua Lingkar Ganja Nusantara, Dhira Narayana, penggunaan ganja dengan
cara dikonsumsi merupakan salah satu metode yang banyak dipakai di negara yang
sudah melegalkan ganja untuk pengobatan, misalnya negara bagian di Amerika, seperti
Colorado, Washington DC dan Alaska.

"Bagi mereka yang tidak mau mengonsumsi ganja dengan cara dihisap, maka mereka
lebih memilih memakannya," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (28/4/2015).

Di negara yang sudah melegalkan ganja untuk pengobatan, konsumsi ganja yang
paling populer yakni dengan cookies.

Namun, konsumsi ganja dengan tujuan pengobatan diatur dengan dosis yang tepat.
Dhira menjelaskan, dosis ganja untuk satu keping cookies adalah 10 miligram.

Tetapi, dosis tersebut tidak dapat dipastikan untuk cookies yang dijual di Indonesia.
"Maka itulah cookies ganja di Indonesia bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan
ganja," katanya.

Menurut dia, penggunaan barang-barang itu untuk meningkatkan kualitas istirahat


seseorang. Sehingga dapat mengobati penyakit.

Berdasarkan riset, ganja bermanfaat untuk obat kanker, diabetes, paru-paru dan
hepatitis C. Namun, penggunaannya harus benar-benar sesuai aturan.

Oleh sebab itu, Dhira menilai, perlu ada regulasi khusus untuk penggunan makanan
mengandung ganja. Ini supaya tidak disalahgunakan dan memberikan efek yang buruk
bagi tubuh.

Riset menyebut orang yang sudah bertahun-tahun menghisap ganja saja masih dapat
merasakan efek dari mengonsumsi ganja dengan cara dimakan. Efeknya yakni seperti
paranoid mual, hingga gangguan persepsi.

Namun, ia menegaskan ganja tidak mematikan meskipun mungkin akan memberikan


dampak traumatis.

Anda mungkin juga menyukai