Anda di halaman 1dari 8

New Insights Into Amblyopia: New Insights Into Amblyopia: Binocular

Therapy And Noninvasive Brain Stimulation

1. Introduksi

Pendekatan terapi untuk amblyopia sekarang ini menimbulkan beberapa


permasalahan. Yang pertama, terapi memang menyebabkan penyembuhan dari
visus monokuler namun karena terapi ini tidak diatur untuk binokuler, hasil
binokulernya seringkali mengecewakan. Kedua, tingkat pemenuhan atau
kepatuhan masih sangat rendah dan bervariasi. Ketiga, efektivitas terapi
diperkirakan turun dengan bertambahnya usia pasien. Kami mendiskusikan 2
pendekatan terapi baru yang bertujuan untuk penyembuhan fungsi visual pada
orang dewasa dengan amblyopia. Yang pertama adalah pendekatan binokuler
untuk terapi amblyopia yang menunjukan hasil yang menjanjikan pada penelitian
klinis awal. Yang kedua masih dalam tahap perkembangan dan melibatkan
penggunaan dari teknik non invasive brain stimulation untuk secara sementara
merubah keseimbangan dari eksitasi dan inhibisi dari kortek visual.

Pemahaman kita terhadap derajat dari plastisitas neural dalam otak dewasa
telah sangat berubah selama beberapa decade terakir. Kita dulu berpikir bahwa
sistem visual memiliki periode perkembangan yang sangat cepat pada awal
kehidupan yang akan selesai pada sekitar usia 10 tahun, yang dimana fungsi
visualnya telah menetap. Kita sekarang mengetahui bahwa otak dewasa menjaga
beberapa plastisitas seumur hidup dan bahwa terdapat mekanisme yang
memodulasikan hal ini. Hal ini membuka beberapa ke mungkinan baru untuk
terapi dari beberapa gangguan perkembangan yang kita pertimbangkan
sebelumnya sebagai kasus yang tidak bisa diterapi pada dewasa termasuk
amblyopia.

Amblyopia tidak diterapi secara umum seteah usia 10 tahun yang sebagian
karena patching telah ditemukan sangat kurang efektif setelah melewati usia
tersebut. Meskipun demikan, amblyopia bisa diterapi pada dewasa. Otak dewasa
hingga suatu batas tertentu bisa meningkatkan visus pada pasien tua, hal inisecara
teoris bukan jalan yang ideal untuk mengembalikan fungsi korteks binokuler pada
pasien amblyopiam lokasi disfungsi pada amblyopia terletak pada kortek visual,
dan mayoritas dari neuron korteks yang luas ialah binokuler mengembalikan
fungsi dari hewan dengan gangguan monokuler sangat terbantu oleh stimulasi
binokuler jangka pendek,kemungkinan dengan memanfaatkan sirkuit korteks
binocular yang merupakan karakteristik sistem visual mamalia. Kami
memperdebatkan bahwa pendekatan binokluar untuk terapi amblyopia mungkin
menawarkan pilihan yang lebih efektif dan bahwa penyembuhan fungsi korteks
pada dewasa merupakan suatu tujuan yang dapat tercapai. Seorang dewasa dengan
amblyopia bisa mendapatkan kembali fungsi visualnya secara sementara sebagai
hasil dari stimulasi magnetik otak transcranial. Suatu metode yang sedang popular
dalam memodulasi mekanisme yang bertanggung jawab untuk plastisitas otak.

2. Terapi Binokuler Untuk Ambliopia

Pasien dengan strabismus atau ansiometropic amblyopia memiliki


kombinasi dari penurunan visus monocular dan penurunan atau hilangnya fungsi
kortikal. Sekarang ini terapi terfokus pada peningkatan visus pada mata
amblyopik dengan harapan bahwa hal ini akan menghasilkan peningkatan fungsi
binocular. Kami telah membatasi permasalahan secara berbeda dengan
mengungkapkan bahwa suatu gangguan binocular merupakan gangguan primer
dan amblyopia merupakan konsekuensinya. Perspektif ini memungkinkan kami
untuk melakukan pendekatan terapi pada kondisi ini dengan cara yang sangat
berbeda. Dibandingkan dengan melakukan patching, yang mana bisa lebih jauh
mengganggu fungsi binocular, kami lebih memilih untuk menatalaksana fungsi
binocular dan stereopsis. Bila hal ini bisa dicapai, akuitas visual pada mata
amblyopia akan bisa diharapkan untuk meningkat sebagai konsekuensi dari status
binocular yang baru. Tatalaksana fungsi binocular memerlukan suatu reduksi dari
supresi yang merupakan bagian dan parcel dari gangguan binocular aslinya dan
yang telah lama berpengaruh untuk menyebabkan amblyopia. Sebagai
rangkuman, apabila conjecture bahwa amblyopia merupakan gangguan dari visus
binocular; diterima, maka perkembangan dari terapi memerlukan 3 langkah : (1)
konfirmasi pada pasien dengan amblyopia memiliki kemampuan untuk
mengkombinasikan informasi diantara kedua matanya;(2) kuantifikasi dari
supresi; dan (3) reduksi dari supresi dan penguatan dari penggabungannya.
Seluruh pekerjaan yang dideskripsikan pada penelitian ini disetujui oleh
institusional ethical review boards of McGill University and the University of
Auckland dan dilakukan sesuai dengan deklarasi Helsinki. Seluruh peserta telah
dilakukan informed consent secara tertulis.
Meskipun peneliti sebelumnya telah menyarankan bahwa pasien dengan
amblyopia tidak timbul sumasi binocular pada frekuensi spatial tinggi sehingga
tidak memiliki kapabilitas binocular kami telah menunjukkan lebih sering akhir
akhir ini bahwa bila sekali stimulus frekuensi spatial tinggi ditunjukkan pada
masing-masing mata secara seimbang dalam arti batas kontras, tingkat sumasi
binocular normal bisa terjadi. Bisa ditarik kesimpulan bahwa deficit sensitivitas
kontras yang mempengaruhi mata amblyopia telah menutupi fakta penting bahwa
pasien dengan amblyopia masih memiliki mekanisme kombinasi fungsi binocular.

Apabila kontras dari bayangan yang mengarah pada mata turun, maka
suatu titik bisa tercapai dimana formasi dari kedua mata dikombinasikan, pastinya
dalam kondisi artificial view. Kontras dimana hal ini terjadi, atau lebih akurat lagi,
rasio kontras intraocular dimana hal ini terjadi (kontras secara relative penting
pada konteks ini adalah pengukuran terhadap seberapa banyak penekanan uang
bekerja. kami menyebut hal ini sebagai “balance point”. Pengukuran bervariasi
dari subjek ke subjek tergantung pada karakteristik klinisnya

3. Tatalaksana Supresi dan Pengembalian Visus Binokuler

Penelitian sebelumnya memaparkan tentang terapi pada pasien dewasa (7


pasien dengan strabismus dan 2 dengan mix amblyopia yang telah ditatalaksana
dengan patching sebagai anak atau belum pernah diterapi sebelumnya. Kami
menggunakan suatu stimulus “global motion” yang telah kami adaptasikan untuk
mengukur supresi, dipresentasikan secara dichoptical menggunakan suatu kaca
haploscope. Selama periode pelatihan yang berdurasi antara 1 hingga 3 jam
perhari, selama beberapa minggu (20-60 jam total, derajat dari supresi yang
ditunjukkan dari pasien telah menurun hingga dimana bayangan dari kontras yang
sama bisa dikombinasikan antara kedua matanya sesuatu yang seharusnya tidak
mungkin pada awal treatment. Secara bersamaan, akuitas visual dari mata
amblyopia meningkat tidak pada tingkat normal namun signifikan (peningkatan
rata-rata 0.36logMAR_0.19w Peningkatan ini terjadi secara baik diatas usia
dimana patching diperkirakan masih efektif (rata-rata usia 40 th). Yang
mengejutkan ialah peningkatan tersebut merupakan hasil dari stimulasi binocular
saja.
Dari 9 pasien, 8 juga menunjukan peningkatan signifikan pada stereopsis,
: berkembang dari stereopsis tidak terukur hingga tingkat normal dari pemeriksaan
klinis yang kami gunakan (Randot test), selain dari kapabilitas stereoscopic
rendah hingga sedang . Beberapa partisipan tidak menunjukkan perkembangan.
Pada fase selanjutnya dari penelitian ini kami bertujuan untuk membuat teknik
pengukuran supresi kami berguna secara klinis dengan cara menggunakan alat
“head-mounted display” dan mengembangkan suatu pendekatan psychophysical
secara cepat untuk mengevaluasi derajat dari kombinasi binocular. Hal ini
menghasilkan keuntungan waktu dan tempat.

Sebagai tambahan, kita mengkonversi global motion pada suatu hal yang
mungkin, dalam jangka lama, bisa memegang perhatian dari seorang pasien muda,
misalnya, suatu versi dari video game popular tetris (Tetris Company, Honolulu,
HI). Game tersebut dilihat secara dichoptical mata amblyopic hanya melihat blok-
blok jatuh yang tinggi, kontras tetap dan mata yang sehat hanya melihat lebih
superficial pada bagian lantai blok dimana blok yang jatuh tadi harus diletakkan.
Lantai blok tersebut memang rendah namun memiliki kontras yang bervariasi.
Blok yang terletak lebih dalam dilantai yang kurang relevan juga dilihat oleh
kedua mata untuk membantu penyatuannya.
Untuk bisa berhasil dalam game, pasien harus mengkombinasikan
informasi dari kedua mata, yang awalnya hanya bisa dilakukan bila kontras dari
mata yang sehat diturunkan secukupnya. Jumlah penurunan kontras bergantung
pada jumlah supresi yang konsisten dengan prinsip yang diterapkan oleh
penelitian awal kami menggunakan global motion.

Selama gamenya dimainkan dengan lancer, kontras dari bayangan yang


terlihat dengan mata yang sehat secara perlahan naik hingga sama dengan mata
amblyopicnya. Pasien yang mencapai titik ini bisa mengkombinasikan informasi
dari kedua mata ketika kontras mata sama untuk setiap mata, mengindikasikan
suatu penurunan dari supresi. Pada penelitian kami, hal ini biasanya memerlukan
4-6 minggu dari memainkan game selama 1-2 jam perhari. Terapi video game ini
telah diterapkan pada hmd dan pada peralatan mobile (iPod, iPhone, iPad; Apple
Inc, Cupertino, CA).
Pada hmd, anak anak biasanya memainkan selama 1 jam tiap hari selama
5 hari, sedangkan orang dewasa memainkan game iPod untuk usia 10 hingga 19,
1 jam sesi selama periode 1-3 minggu. Hasil awal dari terapi video game ini telah
sangat menjanjikan, bahkan untuk pasien yang diatas usia dimana patching
konvensional diperkirakan berguna. Sebagai contoh, dewasa yang diterapi dengan
pendekatan kami dipaparkan iPod touch demonstrated stereopsis (Figur 1A) dan
pendapatan akuitas visual (Figur 1B) hanya setelah 406 minggu. Peningkatan ini
terjadi sebagai hasil dari target secara langsung binocular vision karena pada
penelitian ini kedua mata selalu disertakan. Kami sekarang telah menemukan
suatu versi anaglyph dari terapi yang akan bekerja pada platform mobile yang
akan memungkinkan untuk game selain tetris untuk dimainkan. Hal ini saat ini
masih diteliti pada kota klinis lain di UK, Kanada, New Zealand dan United States.

4. Penggunaan Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (rTMSw Untuk


Amblyopia

Transcranial Magnetic Stimulation (TMSw) merupakan suatu teknik non


invasive yang aman untuk menstimulasi otak manusia. TMS prinsipnya
berdasarkan induksi elektromagnetik, dimana suatu lapangan magnetic diciptakan
didalam gulungan kabel berlapis plastic yang diletakkan dikepala diatas area
korteks untuk distimulasi. Lapangan magnetic akan menembus otak tanpa terasa
sakit dan menginduksi suatu aliran listrik didalam regio korteks. Bila suatu seri
gelombang dialirkan ke region korteks, suatu teknik yang dikenal sebagai rTMS,
memungkinkan untuk secara sementara merubah eksitabilitas neural dari region
yang distimulasi. Gelombang sebesar 1 HG cenderung untuk menurunkan
eksitabilitas, sedangkan tingkat yang lebih cepat dari pembawaan akan
meningkatkan eksitablitas. Sequensi stimulasi yang lebih rumit, yang mungkin
memiliki efek yang lebih jelas pada eksitabilitas neural, masih dikembangkan.
Dikarenakan perubahan pathologic pada keseimbangan dari eksitasi neural dan
inhibisi didalam region spesifik otak telah diimplikasikan pada sejumlah
gangguan neurologic dan psychiatric. Penggunaan rTmS sebagai suatu modalitas
terapi potensial telah diteliti secara luas . Sebagai contoh, rTmS dari korteks
prefrontal kiri telah disetujui oleh US FDA untuk terapi dari depresi. Sebagai
tambahan, rTmS dari korteks motoris mungkin bisa meningkatkan penyembuhan
dari fungsi motoric setelah stroke dengan cara mengatur ulang disrupsi pada
hambatan inter-hemispher yang diperkirkan menghambat penyembuhan stroke.
Kombinasi dari gangguan fungsi neural dan karakteristik supresi patologis
pada strokememiliki hubungan yang jelas dengan pengertian mengenai neural
basis amblyopia saat ini. Melihat melalui mata amblyopia telah dikaitkan dengan
penurunan aktivitas neural didalam korteks visual dan pola abnormal dari inhibisi
akan bermanifestasi sebagai supresi dari mata amblyopia. Dalam konteks ini,
penelitian mengindikasikan bahwa efek eksitatori dari rTmS lebih jelas untuk
neural circuit yang terhambat (atau tersupresi, sedangkan efek inhibitori dari
rTmS lebih jelas untuk neuron dengan tingkat eksitasi yang lebih tinggi bisa
disimpulkan bahwa rTmS mungkin mempengaruhi input dari prosesing korteks
dari mata amblyopia dan mata sebelahnya tergantung dari perbedaan tingkat
eksitasi dan inhibisinya, meskipun input dari kedua mata menunjukkan region
umum dari korteks visual.

Kami melakukin penelitian pertama untuk mengevaluasi efek dari rTmS


pada fungsi visual pada dewasa dengan amblyopia. Suatu kelompok dari 9 dewasa
strabismic dengan amblyopia telah rirekrut. Dari keseluruhan, 5 diantaranya juga
memiliki anisometropia dan 1 memiliki riwayat deprivasi. Sensitivitas kontras
diukur untuk setiap mata dengan suatu frequensi spasial tinggi dan rendah
(frekuensi spatial diterapkan berdasarkan keparahan dari amblyopia)
menggunakan teknik psychophysical standar. Pengukuran dilakukan secara
langsung sebelum, setelah, dan 54 menit setelah rTmS. rTmS dipaparkan menuju
korteks visual primer dan juga korteks motoric primer sebagai suatu control. Dua
frekuensi spatial digunakan karena amblyopia secara khusus mempengaruhi
sensitivitas kontras untuk frekuensi spatial tinggi sehingga target frekuensi spatial
rendah berguna sebagai control. rTmS korteks visual meningkatkan ambang batas
deteksi kontras pada : pasien dengan rata-rata sekitar 40% dari frekuensi target
spatial tinggi. Peningkatan ini bersifat sementara, dengan ambang batas kembali
ke batas bawah 1 minggu kemudian. Tidak ada peningkatan signifikan untuk
target frekuensi spatial rendah, penglihatan mata lain, atau stimulasi korteks
motorik. Dua partisipan menunjukkan penurunan transient pada sensitivitas
kontras setelah 1Hz rTmS namun terjadi peningkatan setelah stimulasi 1 Hz. Efek
dari rTmS pada mata amblyopic dan mata lain deteksi ambang batas kontras bisa
dilihat pada figure 2A-B.

Suatu kelompok control dengan 9 paritisipan dengan penglihatan normal


juga diteliti. Efek dari 10 hz rTmS pada sensitivitas kontras untuk target frekuensi
spatial tinggi (20cpd) bervariasi dengan dominasi sensoris mata * rTmS
cenderung mengganggu sensitivitas kontras dari mata dominan secara langsung
setelah stimulasi, sedangkan sensitivitas kontras cenderung meningkat untuk mata
non dominan secara langsung setelah stimulasi (Figur 2C). Bukti terbaru
menyarankan bahwa dominasi mata kemungkinan berhubungan terhadap
keseimbangan supresi intero cular didalam sistem visual normal, menunjukkan
bahwa mekanisme yang mendasar efek dari rTmS pada sistem visual normal dan
amblyopia mungkin memiliki dasar yang umum.

Hasil ini memperkuat 2 point penting. Pertama, sesuai dengan literature


basic science tentang pertumbuhan tubuh, diketahui bahwa korteks visual dewasa
tidak memiliki plastisitas neural yang cukup untuk memungkinkan peningkatan
fungsi mata amblyopic. kedua, karena sifat dari rTmS intervensi, hal ini
kemungkinan bahwa peningkatan ini dimediasi setidaknya pada sebagian dari
sistem neural yang telah terletak namun tersupresi didalam korteks visual.

Penelitian menyarankan bahwa aplikasi dari teknik stimulasi otak


noninvasive untuk amblyopia pada psien yang lebih tua memerlukan penelitian
lebih lanjut. Efek dari pemaparan rTmS berulang saat ini masih diteliti dan juga
mungkin bahwa rTmS bisa meningkatkan efek dari terapi saat ini. rTmS bukan
satu satunya teknik stimulasi noninvasive pada otak yang ada. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa suatu teknik diketrahui sebagai stimulasii transcranial direct
current bisa menurunkan gamma-ami nobutyric acid supresi interaksi didalam
korteks penglihatan manusia normal sehingga bisa diaplikasikan untuk
amblyopia.

5. Acknowledgements

Penulis mengucapkan terimakasih pada Agnes Wong untuk mengorganisir


seminar AAPOS dimana material ini telah dipresentasikan. BT dan RFH
memegang paten mengenai terapi binocular yang dideskripsikan pada seminar ini.
6. Kesimpulan

Prinsip terapi untuk amblyopia saat ini melibatkan pengembalian fungsi


monocular tanpa rencana spesifik apapun untuk mengembalikan fungsi binocular.
Terapi yang paling luas digunakan ialah patching pada mata yang sehat. Tanpa
memandang bagaimana seseorang memutuskan untuk mengaktifkan sepenuhnya
mata amblyopia, permasalahannya tetap karena pendekatannya hanya monocular
saja. Apabila suatu hasil binocular dianggap sebagai tujuan akhir dari terapi
amblyopia , maka pendekatan yang sepenuhnya binocular dari saat onset
dimungkinkan bisa lebih efektif. Pada penelitian ini telah dideskripsikan suatu
terapi binocular berdasarkan dari penguatan penggabungan binocular dengan
resiko supresi yang bertujuan untuk pengembalian sepenuhnya fungsi penglihatan
binocular.

Amblyopia bisa turun sebagai hasil sekunder dari pendekatan terapi ini.
Prinsipnya diterapkan menggunakan haploscope dan suatu stimulus global
motion. Hal ini lalu diterapkan dalam suatu H'D yang dikonbinasikan dengan dot
motion stimulus atau suatu video game tetris. Baru-baru ini peneliti mencoba
melakukan terapi ini menggunakan peralatan mobile. Pada seluruh kasus, hasil
terapi ialah positif dalam hal baik penglihatan monokular dan atau binocular .
Penelitian awal peneliti dengan stimulasi otak noninvasive meneguhkan konsep
bahwa penyembuhan fungsi visual pada dewasa merupakan sesuatu yang
mungkin dan dihubungkan oleh mekanisme inhibitori pada korteks visual awal.

Anda mungkin juga menyukai