Anda di halaman 1dari 17

PERUBAHAN PSIKOLOGI PEREMPUAN PADA

MASA NIFAS

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kesehatan

Oleh:
Siti Maimunah
1810104290

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan
sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit
yangmembahayakan ibu maupun janinya sehingga memerlukan
pengawasan,pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai.
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh perempuan dalam menghadapi
aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-
bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis.
Sebagian perempuan berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi
sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-
gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma (Iskandar, 2009).
Salah satu yang harus dipersiapkan ibu menjelang persalinan yaitu hindari
kepanikan dan ketakutan dan bersikap tenang, di mana ibu hamil dapat
melalui saat-saat persalinan dengan baik dan lebih siap serta meminta
dukungan dari orang-orang terdekat, perhatian dan kasih sayang tentu akan
membantu memberikan semangat untuk ibu yang akan melahirkan. Keluarga
baik dari orang tua maupun suami merupakan bagian terdekat bagi calon ibu
yang dapat memberikan pertimbangan serta bantuan sehingga bagi ibu yang
akan melahirkan merupakan motivasi tersendiri sehingga lebih tabah dan lebih
siap dalam menghadapi persalinan dan pasca bersalin/nifas.
Pada proses pasca bersalin juga membutuhkan dukungan yang lebih
dari keluarga dekat karena ibu pasca bersalin memiliki tingkat emosional yang
lebih sensitif sehingga dapat menimbulkan beberapa kejadian yang berkaitan
dengan gangguan psikologis pasca persalinan adalah adanya perasaan cemas,
khawatir ataupun was-was yang berlebihan, sedih, murung dan sering
menangis tanpa ada sebab, sering merasa kelelahan dan sakit kepala seperti
migren, perasaan ketidakmampuan misalnya mengurus si kecil dan adanya
perasaan putus asa (Herman, 2009). Gangguan-gangguan emosional yang
biasanya terjadi pasca persalinan secara umum dikelompokkan menjadi tiga
yaitu post-partum blues, depresi pasca partum, psikosis pascapartum dan
skizofrenia (Bobak, dkk, 2005). Gangguan yang ringan seperti post partum
blues bisa terjadi pada hari-hari pertama pasca persalinan (masa nifas) dan
umumnya akan membaik dengan sendirinya dalam beberapa jam atau
beberapa hari. Tapi umumnya terjadi setelah pasien pulang dari rumah sakit,
sekitar dua minggu atau lebih setelah melahirkan (Murwati,dkk, 2014). Masa
nifas ini dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Dengan demikian dalam makalah ini,
akan membahas tentang perubahan psikologi ibu bersalin dan pasca bersalin.

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan psikologi, persalinan dan pasca bersalin
(nifas)?
2. Bagaimanakah perubahan psikologi ibu bersalin dan pasca bersalin?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi, Persalinan Dan Pasca Bersalin


1. Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi dari rahim
ibu melalui jalan lahir atau dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat
hidup di dunia luar. Persalinan normal (WHO) adalah dimulai secara
spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), beresiko
rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada usia
kehamilan antara 37-42 minggu setelah persalinan ibu maupun bayi berada
dalam kondisi baik.Asuhan yang dapat diberikan bidan kepada ibu adalah
memberikan informasi, memberikan dorongan semangat, menyiapkan
ruangan untuk persalinan, teman yang mendukung, mobilisasi, makan dan
minum selama persalinan, buang air kecil dan besar, kenyamanan, dan
kebersihan.
2. Pasca bersalin (Nifas)
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan
dalam periode ini karena merupakan masa kritis ibu maupun bayinya.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama(Saifuddin, 2010).
Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat dengan tidur telentang
selama 8 jam pasca persalinan. Setelah itu, ibu boleh miring kekanan dan
ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, hari
kedua ibu diperbolehkan duduk. Pada hari ketiga ibu dianjurkan berjalan-
jalan dan pada hari keempat atau hari kelima diperbolehkan pulang.
Makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengandung protein, sayur-sayuran,
dan buah-buahan (Mochtar, 2013).
3. Psikologi
Psikologi merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan dan ilmu
terapan tentang perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia secara
ilmiah. Para praktisi di bidang psikologi disebut sebagai psikolog. Para
psikolog berusaha mempelajari peran fungsi mental dalam perilaku
individu maupun kelompok, selain juga mempelajari tentang proses
fisiologis dan neurobiologis yang mendasari perilaku.

B. Perubahan Psikologi Ibu Bersalin Dan Pasca Bersalin


1. Psikologi ibu bersalin
Tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika ia
tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya atau yang disampaikan
kepadanya. Wanita bersalin biasanya akan mengutarakan kekhawatirannya
jika ditanyai. Dari beberapa problem psikologis pra melahirkan yang telah
ditemukan dilapangan, maka problem pra melahirkan diantaranya:
a) Meningkatnya kecemasan, semakin meningkatnya kecemasan maka
intensitas nyeri semakin tinggi,
b) Kelelahan, kehabisan tenaga, dan kekhawatiran ibu mengakibatkan
intensitas nyeri semakin kuat mengakibatkan siklus stres-nyeri-stres
sehingga ibu tidak mampu bertahan lagi,
c) Stres melahirkan juga terjadi pada janin yang berakibat makin lamanya
proses persalinan sehingga mengakibatkan kegawatan pada bayi,
d) Meningkatnya plasma kortisol yang berakibat menurunnya respon
imun ibu dan janin sehingga stres bisa membahayakan ibu dan bayi.
Oleh sebab itu, problem yang sering ditemukan sesuai dengan
materinya yakni : Pertama, kecemasan yang berlebihan akan
meningkatkan rasa nyeri, itu sesuai dengan data di lapangan bahwa
problem psikologis pasien pra melahirkan yaitu kondisi psikis yang
dipengaruhi oleh kondisi fisik yang tidak baik. Kedua, pada saat
melahirkan tidak didampingi oleh keluarga dan suami, maka akan terjadi
stress pada pasien sehingga akan mempengaruhi stress pada janin yang
berakibat semakin lama proses pesalinan. Dukungan psikologis dari orang-
orang terdekat akan membantu memperlancar proses persalinan yang
sedang berlangsung. Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan
menciptakan suasana yang nyaman dalam kamar bersalin, memberi
sentuhan, memberi penenangan yang non farmakologi, memberi analgesia
jika diperlukan dan yang paling penting berada disisi pasien adalah
bentuk-bentuk dukungan psikologis. Dengan kondisi psikologis yang
positif proses persalinan akan berjalan lebih mudah.
Dalam mengatasi perasaan takut dalam persalinan, ibu dapat
mengatasinya dengan meminta keluarga atau suami untuk memberikan
sentuhan kasih sayang, meyakinkan ibu bahwa persalinan dapat berjalan
lancar, mengikutsertakan keluarga untuk memberikan dorongan moril,
cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga serta memberikan bimbingan
untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan.
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu
hamil, sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan
hal yang paling mendebarkan. Persalinan terasa akan menyenangkan
karena si kecil yang selama sembilan bulan bersembunyi di dalam perut
anda akan muncul terlahir kedunia. Di sisi lain persalinan juga menjadi
mendebarkan khususnya bagi calon ibu baru, dimana terbayang proses
persalinan yang menyakitkan, mengeluarkan energi yang begitu banyak,
dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan. Gangguan yang terjadi
pada seorang ibu menjelang persalinan, yang bersumber pada rasa takut
dan sakit pada fisik yg teramat sangat. Pada ibu hamil banyak terjadi
perubahan , baik fisik maupun psikologis. Begitu juga pada ibu bersalin,
perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi pada setiap orang
namun ia perlu memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong
persalinan agar ia dapat menerima keadaan yang terjadi selama persalinan
dan dapat memahaminya sehingga ia dapat beradaptasi terhadap
perubahan yang terjadipada dirinya. Perubahan psikologis selama
persalinan perlu diketahui oleh penolong persalinan dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendamping atau penolong persalinan. Perubahan
psikologis pada kala satu, beberapa keadaan dapat terjdi pada ibu dalam
persalinan, trauma bagi ibu yang pertama kali melahirkan, perubahan-
perubahan yang di maksud adalah:
a) Perasaan tidak enak.
b) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang di hadapi.
c) Ibu dalam menghadapi persalinan sering memikirkan antara lain
apakah persalinan berjalan normal atau tidak
d) Menganggap persalinan sebagai cobaan.
e) Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam
menolongnya.
f) Apakah bayi normal atau tidak.
g) Apakah ia sanggup merawat bayinya
h) Ibu cemas.
Perlu diketahui, ketika mengandung bahkan setelah melahirkan terjadi
“fluktuasi” hormonal dalam tubuh. Hal inilah yang antara lain
menyebabkan terjadinya gangguan psikologis pada ibu yang baru
melahirkan.
a) Kurangnya persiapan mental
Yang dimaksud di sini adalah kondisi psikis atau mental yang kurang
dalam menghadapi berbagai kemungkinan seputar peran ganda
merawat bayi, pasangan,dan diri sendiri. Terutama hal-hal baru dan
“luar biasa” yang bakal dialami setelah melahirkan. Ini tentunya dapat
menimbulkan masalah. Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama
berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak
gangguan psikis dan pada akhirnya meregangkan jalinan hubungan ibu
dan anak yang semula tunggal dan harmonis. Maka beban inilah yang
menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang diwarnai
oleh sikap permusuhan terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut
mengharapkan jika bayi yang dikandungnya untuk segera dikeluarkan
dari rahimnya.
b) Gangguan bounding attachment
Pengertian bounding attachmet/ keterikatan awal/ ikatan batin adalah
suatu proses dimana sebagai hasil dari interaksi terus menerus antara
bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai, memberikan
keduanya pemenuhan emosional dan saling membutuhkan (Kartono,
2010).

2. Psikologi ibu nifas (Pasca Bersalin)


Gangguan psikologis pada perempuan pasca melahirkan ini
sebenarnya terjadi pada sekitar 30-75% ibu melahirkan (Herman, 2009).
Tahun 2016,ditemukan 3 kasus penderita depresi pasca melahirkan dan
depresi itu sudah masuk ke dalam jenis kelainan jiwa berat. Sementara
depresi-depresi yang ringan tidak terekspos semua, sementara di AS,
sekitar dua dari 1.000 ibu yang mengalami depresi pasca melahirkan
(postpartum depression) beranjak menjadi penderita postpartum psychosis
yang ditunjukkan dengan kelainan jiwa.
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Anita satriani pada tahun
2013 di Wilayah Puskesmas Doplang Kabupaten Blora dengan melakukan
wawancara terhadap 9 perempuan pascamelahirkan, 6 orang merasa
senang dan bahagia, 3 di antaranya menyatakan bahwa dirinya merasa
tertekan dengan kehadiran bayi yang baru dilahirkan. Satu dari tiga ibu
tersebut menyatakan bahwa dirinya belum siap menerima kelahiran putra
pertamanya karena merasa dirinya masih terlalu muda dengan pernikahan
yang dipaksakan oleh orang tua. Responden kedua menyatakan bahwa
kelahiran anak keduanya ini terlalu dekat dengan anak pertama yang hanya
berselisih 16 bulan sehingga merasa takut dan khawatir kalau tidak bisa
mengasuh keduanya, dan responden ketiga merasa sudah capek mengurusi
anak karena kelahiran kali ini adalah yang keenam. Faktor-faktor tersebut
yang menyebabkan rasa tidak nyaman dalam diri ibu yang baru
melahirkan ini. Tanda-tanda perasaan tertekan, susah tidur, rasa malu, rasa
takut dan sebagainya juga menunjukkan bahwa ibu-ibu ini mengalami
stress pada persalinannya.
Masa nifas merupakan masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai
enam minggu berikutnya. Bila ibu gagal beradaptasi terhadap perubahan
yang dialaminya maka kemungkinan dapat terjadi masalah gangguan
kesehatan jiwa, depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7
hari setelah melahirkan dan berlangsung 30 hari. Depresi post partum
pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Depresi post partum
adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan
kelelahan , mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido.
Tingkat keparahan depresi post partum bevariasi. Keadaan ekstrim yang
paling ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang
berlangsung sangat cepat pada masa awal post partum, yang disebut
dengan “baby blues/ maternity blues”. Gangguan post partum yang paling
berat disebut “psikosis/psikosa post partum atau melankolia”. Diantara
dua keadaan ekstrim tersebut terdapat keadaan yang mempunyai tingkat
keparahan sedang yaitu “depressi post partum/neurosa post partum”.
Selain itu perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang
harus dijalani. Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang
baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan
dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan,
ibu akan mengalami fase-fase, adapun fase adaptasi menurut revan rubi,
sebagai berikut :
a) Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode iniberlangsung
dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan.Pada fase ini,
ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang
kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai
akhir. Ibu perlu bicara tentang dirinya sendiri.Ketidaknyamanan fisik
yang dialami ibu pada fase ini seperti rasa mules, nyeri pada jahitan,
kurang tidur dan kelelahan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlucukup istirahat untuk
mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah
tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif.
Pada fase ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan yang
empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik. Adapun
gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
1) Kekecewaan pada bayinya
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
4) Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
b) Fase taking hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung
dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi
dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diri ibu.Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan
kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan
pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas. Tugas kita adalah
mengajarkan cara merawat bayi, cara menyusu yang benar, cara
merawat luka jahitan, senam nifas, memberikan pendidikan kesehatan
yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-
lain.
c) Fase letting go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggungjawab peran barunya.
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami
bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi
kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah
meningkat pada fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani
peran barunya. Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase
sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam
memenuhi kebutuhan diri dan bayinya.Pada fase ini ibu mengalami 2
perpisahan, yaitu:
1) Mengerti dan menerima bentuh fisik dari bayinya
2) Melepaskan peran ibu sebelum memiliki anak, menjadi ibu yang
merawat anak.

Adaptasi lain yang secara psikologis dialami oleh ibu post partum, yakni :
a) Abandonment
Perasaan tidak berarti dan dikesampingkan. Sesaat setelah persalinan,
sebagai pusat perhatian semua orang menanyakan keadaan dan
kesehatannya. Beberapa jam setelah itu, perhatian orang-orang di
sekitar mulai ke bayi dan ibu merasa “cemburu” kepada bayi. Saat
pulang kerumah, ayah akan merasakan hal yang sama dengan ibu,
karena istri akan lebih fokus pada bayi. Perawat harus membicarakan
hal ini pada ayah dan ibu secara bersamaan, bagaimanapun juga peran
orang tua adalah sama dalam perawatan bayi. Melakukan perawatan
bayi secara bersamaan akan membantu orang tua memiliki peran yang
sama dalam perawatan bayi.
b) Disappointment
Perasaan kecewa terhadap kondisi bayi karena tidak sesuai yang
diharapkan saat hamil. Orang tua yang menginginkan bayi yang putih,
berambut keriting, dan selalu tersenyum akan merasa kecewa ketika
mendapati bayinya berkulit gelap, berambut tipis dan menangis terus.
Perawat harus membantu orang tua untuk dapat menerima bayinya,
dengan menunjukkan kelebihan-kelebihan bayi, seperti, sehat, mata
yang bersinar dan kondisi yang lengkap tanpa cacat.
c) Pospartum Blues
1) 80% wanita post partum mengalami perasaan sedih yang tidak
mengetahui alasan mengapa sedih.
2) Ibu sering menangis dan sensitif. Pospartal blues juga dikenal
sebagai baby blues. Hal ini dapat disebabkan karena penurunan
kadar estrogen dan progesteron.
3) Pada beberapa wanita dapat disebabkan karena respon dari
ketergantugan pada orang lain akibat kelelahan, jauh dari rumah
dan ketidaknyamanan fisik. Jika hal ini berlanjut maka ibu perlu
dikonsulkan ke psikiatri agar tidak berlanjut ke depresi.
Disamping itu adapun masalah- masalah psikologis pada masa nifas,
yakni : Baby Blues, Depresi Post Partum dan Psikosa Post Partum. Maka
dari itu dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan ole hibu.
Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi,mengerjakan urusan
rumah tangga sehingga ibu tidak telalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat
yang cukup, sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat
merawat bayinya.
BAB III
ANALISIS KASUS

Kasus Ibu Mutilasi Anak,


Halusinasi dan Gejala Postpartum Psychosis
Baru-baru ini beredar kabar mengenai ibu yang rela memutilasi anaknya
sendiri yang masih berumur satu tahun, di kawasan Gang Jaya 24, Tegal Alur,
Cengkareng, Jakarta Barat. Pelaku diketahui bernama Mud. Kejadian ini
diduga sang ibu menganut aliran hitam dan mendapat bisikan untuk memutilasi
sang anak. Menurut penuturan sang suami, Mud juga kerap diketahui mengigau
dan berhalusinasi.
Sungguh tragedi yang begitu ironis. Tak sampai hati membayangkan betapa
tega sang ibu sampai memutilasi darah dagingnya sendiri. Namun, dilihat dari sisi
psikologis sang ibu bisa saja mengalami masalah psikologis Post Partum
Psychosis (PPP) atau psikologis pasca melahirkan. PPP sendiri ialah gangguan
pasca melahirkan yang berbeda dan jauh lebih berat dari Baby Blues bahkan Post
Partum Depression(PPD). "PPP bisa terjadi bersamaan dengan baby blues atau
PPD, atau bahkan setelahnya, namun sering dialami dalam waktu lebih panjang,"
ujar Psikolog Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani.
"Sang Ibu merasa sulit menyayangi bayi, bahkan mengutuk diri sebagai ibu
yang buruk. Apabila terjadi lebih berat atau lebih parah, ibu bahkan berusaha
menyakiti atau bahkan mencoba bunuh diri," papar Anna.
Kemudian untuk kasus yang dialami ibu Mud yang rela memutilasi
anaknya dapat dikategorikan dalam masalah psikologi PPP karena ada
masa-masa di mana kesadarannya seakan-akan "terpisah" dari
kenyataannya. Seperti ia merasa mendengar suara yang tidak didengar
orang lain seperti bisikan untuk membunuh anaknya. Serta melihat
sesuatu yang tidak dilihat orang lain atau halusinasi. "Kadang halusinasi
ini menyuruh untuk membunuh bayinya bukan karena perasaan tega atau
sengaja, namun sebaliknya sang ibu memiliki kasih sayang yang luar
biasa tapi tidak sedang dalam fase sadar," ungkap Anna.
Seorang ibu yang dapat mengalami PPP biasanya ia telah mengalami kondisi
hidup yang luar biasa sulit dan ia tetap bertahan. "Sungguh tega sekali jika orang-
orang justru menghakimi sang ibu, ibu sebenarnya sungguh perlu ditolong untuk
kembali normal sebagai ibu yang mencintai keluarganya," ucap Anna.

ANALISIS
Penyebab:
Dilihat dari sisi psikologis sang ibu bisa saja mengalami masalah
psikologis Post Partum Psychosis (PPP) atau psikologis pasca melahirkan. PPP
sendiri ialah gangguan pasca melahirkan yang berbeda dan jauh lebih berat
dari Baby Blues bahkan Post Partum Depression(PPD). "PPP bisa terjadi
bersamaan dengan baby blues atau PPD, atau bahkan setelahnya, namun sering
dialami dalam waktu lebih panjang," ujar Psikolog Anak dan Keluarga, Anna
Surti Ariani.
Perbedaan antara baby blues, PPD, dan PPP. Kata para peneliti, hampir 80
persen ibu mengalami baby blues sekitar 3-5 hari setelah melahirkan. Ia merasa
kelelahan, kadang merasa malas mengurus bayi, mood swing atau suasana hati
yang sering berubah-ubah, sehingga baru saja merasa senang tiba-tiba merasa
sedih, serta mudah tersinggung."Biasanya gejala tersebut menghilang dengan
sendirinya dalam waktu dua minggu setelah mengalaminya," tambah Anna.
Sedangkan, untuk PPD, ia bisa muncul pada saat yang bersamaan
dengan Baby Blues, ataupun setelahnya. Namun tidak hilang dalam 2 minggu,
bisa berlangsung jauh lebih lama. Biasanya ibu tak hanya mengalami gejala-gejala
di atas, namun juga mengalami perubahan pola makan (jadi berkurang atau malah
berlebihan) dan pola tidur (jadi sulit tidur, terus terbangun, atau justru tidur terus).

Cara mencegah:
Pada proses pasca bersalin juga membutuhkan dukungan yang lebih dari
keluarga dekat karena ibu pasca bersalin memiliki tingkat emosional yang lebih
sensitif sehingga dapat menimbulkan beberapa kejadian yang berkaitan dengan
gangguan psikologis pasca persalinan adalah adanya perasaan cemas, khawatir
ataupun was-was yang berlebihan, sedih, murung dan sering menangis tanpa ada
sebab, sering merasa kelelahan dan sakit kepala seperti migren, perasaan
ketidakmampuan misalnya mengurus si kecil dan adanya perasaan putus asa
(Herman, 2009).
Maka dari itu dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan oleh
ibu. Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi,mengerjakan urusan
rumah tangga sehingga ibu tidak telalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat yang
cukup, sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat merawat
bayinya
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan, persalinan dan kelahiran bayi pada umumnya memberikan
arti emosional yang besar pada setiap wanita, dan juga pada kedua orang
tuanya. Wanita-wanita hamil pada umumnya dihinggapi keinginan-keinginan
dan kebiasaan yang aneh-aneh serta irrasional, yang disebut sebagai peristiwa
"mengidam". Peristiwa ini biasanya disertai emosi-emosi yang kuat, oleh
sebab itu wanita yang bersangkutan jadi sangat perasa, sehingga mudah
terganggu keseimbangan mentalnya.
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses
melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama
pada ibu primipara, dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan.
Rasa cemas, panik, dan takut yang melanda ibu dengan semua ketidakpastian
serta rasa sakit yang luar biasa yang dirasakan ibu dapat mengganggu proses
persalinan dan mengakibatkan lamanya proses persalinan. Rasa cemas dapat
timbul akibat kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya
dan bayinya.
B. Saran
Dalam proses menghadapi persalinan dan nifas, untuk menghindari
terjadinya gangguan psikologi maka diperlukan dukungan keluarga atau suami
untuk memberikan sentuhan kasih sayang, meyakinkan ibu bahwa persalinan
dan nifas dapat berjalan lancar, mengikutsertakan keluarga untuk memberikan
dorongan moril, cepat tanggap terhadap keluhan ibu/ keluarga serta
memberikan bimbingan untuk berdoa sesuai agama dan keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk, 2005.Psikologi Pada Persalinan Dan Postpartum Edisi 4. Penerbit :


EGC. Jakarta

Herman. 2009. Prevalence Of Depression Among Postpartum Women. Journal of


Nursing

Iskandar. 2009. Penerapan Edinburgh Postpartum Depression Scale sebagai alat


deteksi resiko depresi nifas pada primipara dan multipara.
JurnalKeperawatan Indonesia Vol.14, no 2, juli 2011; hal 95-100.

Kartono. 2010.Budaya bersumber dari cerita turun menurun dalam masyarakat


kepercayaan.Penerbit : Alfabeta. Bandung

Mochtar. 2013. Postpartum Depression In Asian Culture . Journal of Nursing


Studies.

Saifuddin. 2010. Problem Psikologis Pasien Pra dan Pasca Melahirkan dan
Solusinya dengan Bimbingan Rohani Islam. Skripsi. Universitas
Walisongo

Supiati, Murwat. 2014. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi depresi
postpartum. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan.Volume 3 No 2 November
2014, hlm 106-214.

Anda mungkin juga menyukai