Oleh :
Effendi
TAHUN 2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makala
Perkembangan Moralteori Piaget & Kohlberg Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung Muhammad saw, keluarga serta
sahabat-sahabatnya.
Penulis menyadari bahwa makalah yang kami susun tak luput dari
kekurangan, maka saran dan kritik yang membangun kami harapkan dalam
menyempurnakan yang terbatas ini., semoga tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................ 3
A. Latar Belakang............................................................................................. 4
A. Kesimpulan .................................................................................................. 17
B. Saran ............................................................................................................ 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman ini, kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat, tidak
hanya tentang perilaku moral dan immoral, akan tetapi seharusnya perilaku
moral ditanamkan pada anak-anak.
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat Penulisan
4
BAB II
ISI MAKALAH
A. DEFINISI MORAL
Moral berasal dari kata Latin “mores” yang berarti: Tata cara, kebiasaan dan adat.
Perilaku moral berarti perilaku yg sesuai dengan kode moral kelompok social.
Perilaku moral dikendalikan konsep- konsep moral.
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab.
Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan
(akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan
kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang
dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan
sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi
semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari
bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti “dasar-dasar”, prinsip-prinsip
atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup yang
lebih baik.
1. Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran
filosofis, agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia.
5
B. MORAL DAN PERILAKU
Perilaku amoral atau non moral adalah perilaku yang tidak sesuai dengan harapan
social yang disebabkan oleh ketidakacuhan terhadap harapan social (pelanggaran
secara tidak sengaja terhadap standar kelompok). Perilaku tak bermoral yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan harapan social, karena tidak setuju dengan standar
social atau kurang memiliki rasa wajib menyesuaikan diri dengan harapan social.
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
C. KONSEP-KONSEP MORAL
Peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan anggota kelompok atau anggota
suatu budaya Peraturan perilaku yang menentukan pola perilaku yang diharapkan
dari seluruh anggota kelompok.
Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self
esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self
control), dan kerendahan hati (and huminity).
6
yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam
pembelajaran PKn, moral sangat penting untuk ditanamkan pada anak usia SD,
karena proses pembelajaran PKn SD memang bertujuan untuk membentuk moral
anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya.
Bayi yang baru lahir tidak membawa aspek moral, sehingga dianggap AMORAL
ATAU NON-MORAL. Aspek moral merupakan sesuatu yang berkembang dan
dikembangkan (TEORI PSIKOANALISA DAN TEORI BELAJAR).
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan
oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia
belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah
terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap
dilema moral.[1] Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 [2] yang menjadi
awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari
Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia
mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula
diteliti Piaget,[3] yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif.[4] Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan
dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,[2] walaupun ada
dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.[5][6]
7
Tahapan-tahapan
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
Tingkat 2 (Konvensional)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
( Principled conscience)
Pra-Konvensional
8
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada
konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan
sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara
moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras
hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan
itu.[12] Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang
orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa
dilihat sebagai sejenis otoriterisme.
Konvensional
9
moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi
konsekuensinya dalam bentuk hubungan interpersonal, yang
mulai menyertakan hal seperti rasa hormat, rasa terimakasih,
dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi aturan dan otoritas
ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.
Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih
signifikan dalam penalaran di tahap ini; 'mereka bermaksud
baik…'.[4]
Pasca-Konvensional
10
kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat.
Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut -
'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'?
Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan
bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak
mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi
terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya
orang.[8] Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas,
dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan
yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
11
pewawancara menggunakan dilema-dilema moral untuk
menentukan penalaran moral tahapan mana yang digunakan
partisipan. Dilemanya berupa ceritera fiksi pendek yang
menggambarkan situasi yang mengharuskan seseorang membuat
keputusan moral. Partisipan tersebut diberi serangkaian
pertanyaan terbuka yang sistematis, seperti apa yang mereka pikir
tentang tindakan yang seharusnya dilakukan, juga justifikasi
seperti mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah.
Pemberian skor dilakukan terhadap bentuk dan struktur dari
jawaban-jawaban tersebut dan bukan pada isinya; melalui
serangkaian dilema moral diperoleh skor secara keseluruhan.[2][9]
Dilema Heinz
12
Haruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri
obat bagi isterinya? Mengapa?[5]
Ruth berry (2001: 2) Psikoaanalisa adalah sistem menyeluruh dalam psikologi yang
dikembangkan oleh freud secara berlahan ketika ia menangani orang yang mengalami
neurosis dan masalah mental lainnya.
Teori Kepribadian Psikoanalisa merupakan salah satu aliran utama dalam sejarah
psikologi. Psikoanalisa adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat
tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis Psikoanalisa adalah
aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua adalah behaviorisme,
sedangkan yang ketiga adalah psikologi eksistensial-humanistik.
Menurut Freud, lapisan kesadaran jiwa itu kecil, dan analisis terhadapnya tidak dapat
menerangkan masalah tingkah laku seluruhnya. Freud juga berpendapat bahwa energi
jiwa itu terdapat didalam ketidaksadaran, yang berupa insting-insting atau dorongan-
dorongan (Fudyartanta, 2005: 89).
Freud membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih kecil yang
muncul di permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa yang
jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran
(Koswara, 1991: 60). Di dalam daerah ketidaksadaran itu ditemukan dorongan-
dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide, dan perasaan-perasaan yang ditekan.
13
F. MENURUT TEORI PSIKOLOGI BELAJAR
(<12thn):
Usia 7/8 – 12 tahun: pada tahap ini anak menilai perilaku atas
dasar tujuan. Konsep tentang benar/salah mulai dimodifikasi
(lebih luwes / fleksibel). Konsep tentang keadilan mulai
berubah.
14
Anak bernalar atas dasar hipotesis dan dalil à melihat masalah dari
berbagai sudut pandang.
Academy di Massachusetts
Menurut Kholberg Ketika dilahirkan, anak belum dan tidak membawa aspek
moral.
J. TEORI KOHLBERG
15
Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman à anak melakukan sesuatu agar
memperoleh hadiah (reward) dan tidak mendapat hukuman (punishment)
Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik à anak memperlihatkan perbuatan yang
dapat dinilai oleh orang lain.
keberadaan norma, artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial
harus menerima peraturan yang telah disepakati bersama dan melaksanakannya.
Tahap 6: Prinsip Universal à pada tahap ini ada norma etik dan
norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya: dalam hubungan antara seseorang
dengan masyarakat ada unsur2 subjektif yang menilai apakah suatu
perbuatan/perilaku itu baik/tidak baik; bermoral/tidak bermoral. Disini dibutuhkan
unsur etik/norma etik yang sifatnya universal sbg sumber utk menentukan suatu
perilaku yang berhubungan dengan moralitas.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan
aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam interaksinya dengan orang lain. Moral merupakan gambaran dari
tidakan yang dilakukan oleh seorang individu, dimana tindakan tersebut
dinilai baik atau buruk yang bertujuan mengendalikan tingkah laku seseorang.
Dalam perkembangan moral terdapat tiga teori, yaitu Teori Kohlberg,
Teori Piaget, dan Teori of Mind :
1. Teori Kohlberg, teori ini lebih mementingkan orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan
dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata.
2. Teori Piaget, teori ini lebih melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses
yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teori
perkembangan intelektual. Seperti yang digambarkan melalui permainan.
3. Teori of Mind, pemahaman bahwa orang lain memiliki kondisi mental
yang berbeda-beda dengan orang lain, seperti tentang hasrat, perasaan, dan
lain-lain.
B. Saran
Berdasarkan beberapa pemaparan yang telah disampaikan di atas,
diharapkan pembaca dapat lebih memahami tentang perkembangan
moralterutama mengenai berbagai teori yang telah disampaikan oleh pakar
psikologi.Sehingga, pembaca dapat mengambil hal-hal positif darinya.
17
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/
18